PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Definisi
Panoftalmitis ialah peradangan pada seluruh bola mata dan rongga orbita
yang juga termasuk sklera dan kapsul Tenon sehingga bola mata merupakan
rongga abses dan termasuk tahapan setelah terjadi endophtalmitis. Infeksi yang
masuk kedalam bola mata dapat melalui peredaran darah (secara endogen) atau
perforasi dari bola mata (secara eksogen), dan dapat pula merupakan akibat tukak
kornea perforasi (Ilyas, 2010).
Panophthalmitis merupakan suatu peradangan yang biasanya disebabkan
oleh infeksi yang mempengaruhi semua struktur dari mata. Biasanya keadaan ini
terjadi pada pasien yang memiliki kekurangan dalam sistem kekebalan tubuh
untuk setiap penyakit yang kronis seperti diabetes atau infeksi oleh virus HIV,
atau dapat pula sebagai akibat dari trauma atau operasi pada mata yang
menyebabkan terbentuknya jalur yang dapat membuat mikroba menembus ke
dalam bola mata (Ilyas, 2010).
II.
mata melalui luka yang terdapat pada kornea yang terjadi secara kebetulan atau
merupakan akibat dari operasi atau akibat mengikuti perforasi suatu ulkus kornea,
penyebab panophtalmitis ini sama dengan endophtalmitis. Kemungkinan dapat
disebabkan oleh adanya metastasis alamiah dan terjadi dalam kondisi seperti
pyaemia, meningitis maupun septikaemia purpural (Ilyas, 2010).
Data menunjukkan bahwa kebanyakan kasus terjadi akibat faktor eksogen
pada kasus pembedahan intraocular (62%), masuknya benda asing ke dalam mata
merupakan
suatu
organisme
yang
paling
sering
III.
Patofisiologi
Panoftahlamitis atau peradangan supuratif pada isi bola mata dan rongga
orbita memiliki gejala yaitu terdapatnya nanah, palpebra yang bengkak, dan mata
masih dapat digerakkan apabila pus keluar karena perforasi, panas, tetapi tekanan
bola mata menjadi menurun, jaringan yang mengkerut, kemudian akan menjadi
ptisis bulbi. Terjadinya panofthalmitis biasanya dikarenakan infeksi eksogen,
misalnya pascabedah intraocular (terutama ekstraksi katarak), trauma tembus, atau
tukak kornea yang mengalami perforasi.
Terjadinya trauma penetrasi, maka korpus vitreum bagian yang pertama
kali akan terkena kemudian pada uvea dan retina yang juga dapat ikut terkena.
Kasus metastasis, peradangan dimulai dengan terjadinya emboli septik pada arteri
retina dan arteri choroid. Keadaan ini biasanya mengenai kedua mata, bila pada
kasus perforasi ulkus kornea atau infeksi pasca bedah intra-ocular, peradangan
dimulai dengan iridocyclitis jika infeksi tidak terlalu virulent, dapat dikontrol
dengan pengobatan sedini mungkin. Tapi jika kuman terlalu virulent, peradangan
purulen akan berangsur-angsur menyebar ke bagian uvea posterior dan mengenai
seluruh jaringan uvea dan retina, akhirnya terjadi pembentukan pus atau nanah
dalam bola mata meskipun diobati.
Infeksi endogen biasanya melalui hematogen dan merupakan penyulit dari
bakteremia atau septikemia. Dan sangat jarang terjadi adanya invasi infeksi orbita
ke dalam bola mata yang bersifat langsung.
III.1. Bakteri
Bila panoftalmitis yang disebabkan karena bakteri, maka perjalanan
penyakitnya akan cepat dan berat.
a. Pseudomonas
Bakteri batang gram negatif, bergerak, aerob; beberapa diantaranya
menghasilkan pigmen yang larut dalam air. Bakteri ini merupakan bakteri tipe
ganas, merupakan patogen utama bagi manusia. Bisa menghancurkan semua
bagian termasuk kornea; sekret purulen, berupa nanah biru kehijauan;
mempunyai zat proteolitik yang dapat menghancurkan fibrin; banyak sel-sel
yang mati, terutama leukosit, dan jaringan nekrosis.
b. Staphylococcus
Adalah bakteri gram positif berbentuk bulat, biasanya tersusun dalam
rangkaian tak beraturan separti anggur. Bakteri ini mampu menghasilkan
substansi (eksotoksin, leukosidin, koagulase, dan enterotoksin), substansi ini
meningkatkan kemampuannya untuk berlipat ganda dan menyebar secara luas
ke dalam jaringan dan menghasilakan sekret mucopurulen (kental berwarna
III.2. Parasit
a. Toxoplasma gondii
Lesi okuler mungkin didapat inutero atau muncul sesudah serangan infeksi
sistemik akut. Toksoplasmosis adalah penyebab retinokoroiditis paling umum
pada manusia. Kucing peliharaan dan spesies kucing lain berfungsi sebagai
hospes definitif bagi parasit ini. Wanita peka terkena penyakit ini selama
kehamilan dapat menularkan penyakit ini ke janin. Sumber infeksi pada
manusia adalah ookista di tanah atau lewat udara ikut debu, daging kurang
matang yang mengandung bradizoit (parasit bentuk kista), dan takizoit (bentuk
proliferatif), yang diteruskan melalui plasenta.
Tanda dan gejala infeksi parasit ini yaitu seperti melihat benda
mengambang, penglihatan kabur, atau fotofobia. Lesi okuler berupa daerahdaerah retinokoroiditis fokal nekrotik keputih-putihan, kecil atau besar, satusatu atau mulipel. Lesi yang aktif dapat bersebelahan dengan parut retina yang
telah sembuh dan dikelilingi edem retina. Dapat terjadi vaskulitis retina, yang
menimbulkan perdarahan retina. Peradangan berakibat terlihatnya sel-sel
didalam vitreus dan eksudasi. Mungkin juga akan menimbulkan edem pada
makula kistoid. Iridosklitis sering dijumpai pada pasien retinokoroiditis
toksoplasmik.
b. Toxocara cati dan Toxocara canis
Toksokariasis okuler dapat terjadi tanpa manifestasi sistemik. Anak-anak yang
rentan terkena penyakit ini, berhubungan erat dengan binatang peliharaan dan
karena memakan kotoran yang terkontaminasi ovum Toxocara. Telur yang
termakan membentuk larva yang menembus mukosa usus dan masuk ke dalam
sirkulasi sistemik, dan akhirnya sampai di mata.
Tanda dan gejala larva Toxocara diam di retina dan mati, menimbulkan
reaksi radang hebat dan pembentukan antibodi Toxocara setempat. Keluhan
berupa penglihatan kabur, atau pupil keputihan. Terdapat tiga presentasi
klinik, yaitu endoftalmitis, granuloma posterior lokal, dan granuloma posterior
perifer dengan uveitis intermediate.
III.3. Virus
Manifestasi okuler pada infeksi HIV adalah bintik cotton wool,
peradarahan retina, sarcoma Kaposi pada permukaan mata dan adneksa, dan
kelainan neurooftalmologik pada penyakit intrakranial. Selain itu sering
terkena infeksi oportunistik. Retinopati sitomegalovirus adalah penyakit yang
membutakan dan merupakan infeksi okuler paling umum.
III.4. Jamur
Bila panoftalmitis akibat jamur perjalanan penyakit akan berjalan
perlahan-lahan dan malahan gejala akan terlihat setelah beberapa minggu
setelah terjadinya infeksi. Candida albicans adalah salah satu jamur oportunis
yang terpenting. Lesi candida awal berwujud retinitis granulomatosa
nekrotikans fokal dengan atau tanpa koroiditis, yang ditandai lesi eksudatif
putih berjonjot yang berhubungan dengan sel-sel dalam badan kaca yang
menutupi lesi tersebut. Lesi ini bisa menyebar dan mengenai saraf optik dan
struktur mata lainnya. Jamur ini juga bisa menyebabkan endoftalmitis,
panoftalmitis, bercak Roth, papilitis, dan ablasi retina. Penyebaran ke badan
kaca dapat mengakibatkan terjadinya abses badan kaca. Juga bisa akan terjadi
uveitis anterior dengan sel-sel dan flare di dalam bilik mata depan, serta
hipopion.
IV.
Diagnosis
1. Anamnesis
Pada umumnya pasien datang dengan keluhan:
a. Demam
b. Sakit kepala
c. Muntah
d. Rasa nyeri
e. Mata merah
f. Kelopak mata bengkak atau edem
g. Penurunan tajam penglihatan
2. Pemeriksaaan fisik
Pada pemeriksaan, ditemukan:
a. Kongesti konjungtiva dengan injeksi ciliar hebat
b. Khemosis konjungtiva selalu ada dan kornea tampak keruh
c. Kamera oculi anterior sering menunjukkan pembentukan hypopion
d. Pupil mengecil dan menetap
e. Reflek berwarna kuning terlihat pada pupil dengan illuminasi oblique
f. Eksudasi purulen dalam vitreus humor
g. Peningkatan intra okuler.
h. Proptosis derajat sedang serta gerakan bola mata terbatas disebabkan
peradangan pada kapsul Tenons (Tenonitis).
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan klinis yang baik dibantu slit lamp, sedangkan untuk
mencari penyebabnya ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikroskpik
dan kultur. Diagnosis laboratorium panoftalmitis secara integral berkaitan
dengan terapinya. Biasanya cairan badan kaca (corpus vitreum) diambil
untuk contoh pada waktu dikerjakan debridemen rongga badan kaca
(vitrekomi).
V.
Penatalaksanaan
Pada tahap awal, tepi luka, baik itu luka karena operasi atau kecelakaan,
10
dosis tinggi lokal dan sistemik harus segera dimulai, seperti Vancomycin dan obatobat sulfa, misalnya Trimethoprim-sulfamethoxazole. Deksametason Na fosfat 1
mg, neomisina 3,5 mg, polimiksina B sulfat 6000 UI (kandungan tiap ml tetes
mata atau g salep mata).
Jika peradangan terjadi pada segmen anterior bola mata, pengobatan yang
intensif dengan kompres hangat, atropin lokal dan sulfonamide sistemik serta
antibiotik sebaiknya diperiksa kemajuannya. Jika penyebabnya jamur diberikan
amfotererisin B150 mikrogram sub konjungtiva, flusitosin, ketokonazol secara
sistemik, dan vitrektomi.
Penyebab parasit (toxoplasma) diberikan pyrimetamine, 25 mg peroral per
hari, sulfadiazine, 0,5 g per oral empat kali sehari selama 4 minggu. Selain itu mg
kalsium leukovorin per oral dua kali seminggu, dan urin harus tetap dijaga agar
tetap alkalis dengan minum satu sendok teh natrium bikarbonat setiap hari.
Alternatif lain clindamicyn, 300 mg per oral empat kali sehari, dengan
trisulfapyrimidine, 0,5-1 g peroral empat kali sehari. Antibiotik lain spiramycin
dan minocycline. Toksokakariasis okuler pengobatan dengan kortikosteroid secara
sistemik
atau
periokuler
bila
ada
tanda
reaksi
radang
intra
okuler,
11
12
VI.
Prognosis
Prognosis
mata
yang
terinfeksi
oleh
staphylococcus
epidermidis
keadaannya lebih baik, tetapi jika infeksinya karena Pseudomonas atau spesies
gram negatif lainnya prognosisnya tetap buruk dan sangat buruk terutama bila
disebabkan jamur atau parasit.
13
BAB III
KESIMPULAN
14
DAFTAR PUSTAKA
Egan, Daniel. 2013. Endophtalmitis. Medscape Reference.
Ilyas, S., Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2010 : 177178.
James, Bruce, dkk, Lecture Notes Oftalmologi, Edisi 9, Penerbit Erlangga,
Jakarta, 2006.
Ilyas, S., Atlas Ilmu Penyakit Mata, Sagung Seto, Jakarta, 2001: 53.
Vaugh, Daniel G., Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya Medika, Jakarta, 2000:
155-165.
Radjamin, Tamin, R.K., dkk, Ilmu Penyakit Mata, Airlangga University Press,
Surabaya, 1998: 85-92.
Veselinovic, D., Veselinovic, A. 2009. Endoftalmitis. Acta Medica Medianae
2009;48(1):56-62.
15