Sikatrik Kornea
A. Definisi
Sikatrik kornea adalah munculnya jaringan parut yang
menggantikan jaringan kornea yang rusak. Hal ini dapat disebabkan
karena trauma , xeropthalmia dan trauma. Kornea yang memiliki epitel
yang banyak inervasi merupakan target yang mudah dan rawan untuk
terluka. Namun, epitel kornea cenderung untuk beregenarasi secara cepat
dalam 1 hingga 2 hari. Durasi dari terpaparnya benda asing dan jenis
benda asing yang mengenai kornea itu sendiri memiliki relasi terhadap
derajat keparahan luka pada kornea. Trauma kimia biasanya dapat
memberikan trauma kornea yang signifikan dan dapat memberikan luka
yang permanen.
Terdapat 3 macam sikatrik pada kornea :
1. Nebula
Kerusakan terjadi pada membrane bowman hingga 1/3
stroma
Pada pemeriksaan terlihat seperti kabut dikornea.
B. Epidemiologi
Trauma pada mata merupakan kegawatdaruratan pada mata yang
menyumbang sebanyak 3% dari total kasus kegawatdaruratan mata , dengan 80%
kasus merupakan abrasi kornea atau korpus alienum. Insidensi terjadinya trauma
kornea lebih banyak terjadi pada usia produktif dan bekerja pada bidang otomotif
dengan usia 20 hingga 29 tahun.
Belum ada data yang akurat mengenai prevalensi terjadinya sikatrik
kornea di Indonesia, namun menurut Rise Kesehatan Dasar tahun 2007 di
sebutkan prevalensi terjadinya sikatrik kornea tertinggi ada pada Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Prevalensi terjadinya kornea berdasarkan jenis kelamin
hampir sama, sedangkan prevalensi terjadinya sikatrik kornea pada kelompok
masyarakat tidak bersekolah merupakan kelompok tertinggi terjadinya kasus
sikatrik kornea.2
Maka dapat disimpulkan bahwa faktor predisposisi terjadinya sikatrik
kornea antara lain :
1. Pria dan wanita pada usia produktif
2. Merupakan pekerja yang bekerja menggunakan mesin berkecepatan
tinggi
3. Orang dengan pendidikan rendah sehingga memiliki kesadaran yang
rendah terhadap penggunaan alat pengaman diri
4. Orang yang bertempat tinggal di daerah industri
Terdapat beberapa penyakit yang dapat berhubungan dengan terjadinya sikatrik
kornea seperti trauma, lepra, infeksi bacterial dan dry eyes syndrome.
C. Patofisiologi
Sikatrik kornea merupakan penyebab utama kebutaan permanen di
seluruh dunia. (Wilson et al., 2012) Patofisiologi terjadinya sikatrik
melibatkan interaksi antara beberapa faktor termasuk cedera fisik atau
kimia dengan respon interal yang melepaskan sitokin profibrotik yang
akan memberi sinyal kepada jalur pembentukan sikatrik pada kornea.
Luka yang terganggu penyembuhannya dan menyebabkan
pemanjangan penyembuhan dapat menyebabkan deferensiasi keratosit
menjadi myofibroblas yang dapat memicu tersintesanya matriks
ektraseluler yang akan meningkatkan kontraksi pada luka yang akan
berubah menjadi sikatrik. ( Karamichos et al., 2010). Transforming
growth factor β1 (TGF-β1) , merupakan sitokin yang terlibat dalam
patogenesis penyakit fibrotic , menginduksi deferensiasi keratosit
menjadi myofibroblas yang menyebabkan sikatrik kornea. (Tandon, et
al., 2010).
Pada kornea yang normal, keratosit berperan pada sintesa sroma
matriks ekstraseluler pada kornea yang mempertahankan kejernihan
pada kornea. Saat terjadi trauma, keratosit berdeferensiasi menuju
myofibroblas, yang juga akan menyebabkan pembesaran sel,
pemanjangan dentrit dan pada akhirnya menjadi sikatrik.
Mekanisme terjadinya sikatrik pada kornea merupakan salah satu
toleransi mata untuk menghindari infeksi, tetapi terjadinya sikatrik ini
memiliki efek pandangan kabur terhadap mata.