Oleh :
Auxyline Pasila Galla, S.Ked
K1A1 13 103
Pembimbing :
dr. Nevita Yonnia Ayu Soraya, Sp.M
A. Anatomi
Konjugtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang
membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis)
dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva
bersambungan dengan kulit pada tepi palpebra (suatu sambungan mukokutan)
dan dengan epitel kornea dilimbus. (1)
Konjungtiva palpebralis melapisis permukaan posterior kelopak mata dan
melekat erat ke tarsus. Ditepi superior kelopak mata dan inferior tarsus,
konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan
membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris. (1)
Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan
melipa berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata
bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. (Duktus –
ductus kelenjar lakrimal bermuara ke forniks temporal superior). Konjungtiva
bulbaris melekat longgar pada kapsul tenon dan sklera dibawahnya, kecuali di
limbus (tempat kapsul tenon dan konjungtiva menyatu sepanjang 3 mm). (1)
Lipatan konjungtiva bulbaris yang tebal, lunak dan mudah bergerak
(plica semilunaris) terletak dikantus internus dan merupakan selaput
pembentuk kelopak mata dalam beberapa hewan kelas rendah. Struktur
epidermoid kecil semacam daging (Carucula) menempel secara superfisial ke
bagian dalam plica semilunaris dan merupakan zona transisi yang
mengandung baik elemen kulit maupun membrane mukosa. (1)
Secara histologis, lapisan epitel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima
lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel
konjungtiva di dekat limbus, diatas caruncula, dan didekat persambungan
mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri atas sel -sel epitel skuamosa
bertingkat. Sel – sel epitel superfisial mengandung sel – sel goblet bulat atau
oval yang mensekresi mucus. Mukus yang terbentuk mendorong inti sel
goblet ke tepi dan diperlukan untuk disperse lapisan air mata prakornea secara
merata. Sel – sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel – sel
superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen. (1)
Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan
satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan
limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel
tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai
setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa
konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papilar bukan folikular dan
mengapa kemudian menjadi folikular. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan
penyambung yang melekat pada lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan
gambaran reaksi papilar pada radang konjungtiva. Lapisan fibrosa tersusun
longgar pada bola mata. (1)
Arteri – arteri konjungtiva berasal dari arteria ciliaris anterior dan arteria
palpebralis. Kedua arteri ini beranostomosis dengan bebas dan Bersama
banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya
membentuk jaring – jaring vascular konjungtiva yang sangat banyak.
Pembuluh limfe konjungtiva tersusun di dalam lapisan superfisial dan
profundus dan bergabung dengan pembuluh limfe palpebra membentuk
pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari
percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini memiliki serabut nyeri
yang relative sedikit. (1)
Tumor mata bisa berasal dari semua jaringan, jaringan mata sendiri
(primer), di sekitar bola mata (sekunder), atau karena metastasis dari sinus,
otak, rongga hidung, atau penyebaran dari organ lain di seluruh tubuh.
Menurut American Cancer Society (2018), terminologi neoplasma mata
adalah pertumbuhan sel kanker di setiap bagian mata (bola mata, orbita, atau
struktur- struktur adneksanya). Menurut Brown, Charles H. (2015), kanker
mata dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori dasar menurut lokasinya,
yaitu tumor kelopak mata dan konjungtiva, tumor intraokuler, dan tumor
orbita. (3)
D. Epidemiologi
Kanker mata merupakan jenis kanker yang terjadi pada organ mata dan
bisa menyerang bagian luar mata (ekstraokuli), misalnya kelopak mata dan
bagian dalam mata (intraokuli). Selain itu, kanker mata juga bisa terjadi
sebagai akibat dari penyebaran kanker pada organ lain. Pada umumnya, sel
kanker di mata dapat berbentuk primer atau sekunder. Secara primer, kanker
terjadi jika sel-sel kanker murni tumbuh dari massa asalnya (dari bagian
mata) dan berbentuk sekunder jika massa asalnya berkembang dari sel kanker
lain selain di mata, misal kanker payudara, prostat, usus, ataupun paru-paru
yang menyebar ke seluruh tubuh termasuk ke mata. (3)
E. Etiologi
Secara garis besar, tumor mata disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: (3)
Tumor eksternal atau biasa disebut dengan ocular surface tumor rata-rata
muncul karena paparan sinar matahari (ultraviolet) dan virus. Tumor yang
c. Tumor Dermoid
Tumor kongenital ini tampak berupa massa meninggi kekuningan,
yang bulat dan licin, sering dengan rambut. Sebuah tumor dermoid
bisa tetap tenang walaupun ukurannya dapat membesar. Pengangkatan
hanya diindikasikan jika deformitasnya jelas atau jika penglihatan
terganggu atau terancam. Dermoid limbus dan dermolipoma adalah
lesi tunggal yang paling sering ditemukan, tetapi kelainan-kelainan
tersebut sesekali merupakan bagian dari sindrom dysplasia
okuloaurikulovertebral (Sindrom goldenhar).(1)
Tumor dermoid konjungtiva mempunyai bentuk berupa massa
soliter berbatas tegas, berwarna kuning-putih, yang paling sering
terjadi di limbus inferotemporal. Slit lamp biomicroscopy
menunjukkan rambut halus yang timbul dari lesi. Ukuran bisa
bervariasi dari dermoid limbal yang kecil hingga dermoid besar yang
menyebar sehingga menutupi seluruh permukaan kornea dan dalam
beberapa kasus lesi dermoid yang luas melibatkan iris. (5)
d. Dermolipoma
Dermolipoma adalah tumor komgenital yang sering dijumpai dan
umumnya tampak sebagai pertumbuhan bulat licin di kuadran
temporal-atas konjungtiva bulbaris di dekat kantus lateralis. Terapi
umunya tidak diindikasikan, tetapi pembuangan sebagian lesi bisa
dilakukan jika pertumbuhannya semakin besar atau buruk secara
kosmetik.
Pada dermolipoma tampak Lesi muncul kuning pucat, konsistensi
lunak, fluktuantif, massa menonjol dari orbit melalui forniks
konjungtiva secara superotemporal. Lesi dapat meluas ke posterior ke
orbita dan atau ke anterior menuju limbus. (5)
Gambar 6. Dermolipoma: lesi subkonjungtiva kuning keputihan di
konjungtiva bulbar superotemporal mata kiri, dengan penebalan
konjungtiva di atasnya.(5)
e. Racemose Hemangioma
Lesi ini muncul sebagai dilatasi pembuluh darah di stroma
konjungtiva tanpa adanya faktor langsung maupun faktor pemicu
vaskularisasi lainnya. Dilatasi terjadi pada arteri dan vena yang saling
berhubungan tanpa adanya capillary bed diantaranya. Kondisi ini
biasanya berhubungan dengan Wyburn-Mason Syndrome. Malformasi
serupa juga dapat terjadi di retina. Tatalaksana meliputi observasi.(5)
Gambar 8. Dilatasi vaskular pada daerah konjungtiva bulbar yang
meluas dari kelopak mata dan daerah orbital kiri (5)
2. Tumor Ganas
a. Karsinoma
Karsinoma konjungtiva paling sering muncul di limbus, di
daerah fissure palpebralis dan lebih jarang pada daerah konjungtiva
yang tertutup. Beberapa tumor ini bisa menyerupai pterygium.
Kebanyakan memiliki permukaan gelatinosa. Jika terdapat keratinisasi
yang abnormal di epitel, akan dihasilkan suatu lesi leukoplakia.
Pertumbuhannya perlahan dan sangat jarang terjadi invasi-dalam serta
metastasis sehingga eksisi total dapat menyembuhkan. Kekambuhan
sering terjadi pada lesi yang tidak dieksisi sempurna. Terapi tambahan
berupa krioterapi; mitomycin C topical, fluorouacil dapat membantu
mencegah kekambuhan. Biopsi eksisi akan menegakkan diagnosis
sekaligus menyembuhkan kebanyakan lesi ini. (1)
b. Melanoma Maligna
Melanoma malgna konjungtiva jarang ditemukan. Sebagian besar
kelainan ini muncul dari lokasi melanosis di dapat primer; beberapa
dari nevus konjungtiva; sebagian kecil tampaknya tumbuh de novo.
Beberapa diantaranya bersifat melanotik, sisanya sangat terpigmentasi.
(1)
G. Patogenesis
H. Manifestasi Klinis
Gambar 13. Gejala klinis kanker ekstraokuler berupa benjolan dan lesi. A:
Benjolan pada konjungtiva; B: Lesi dengan area gelap berpigmen(3)
I. Diagnosis
1. anamnesis;
2. pemeriksaan fisik, yaitu pemeriksaan mata dan orbita;
3. pemeriksaan dengan diagnosis penunjang; dan
4. konsultasi antardisiplin ilmu.
ANAMNESIS
Gejala klinis tumor mata bergantung pada jenis tumor mata dan stadium
dari tumor atau kanker. Anamnesis terhadap gejala klinis yang perlu
ditanyakan kepada penderita adalah adanya inflamasi yang aktif di mana
penderita mengalami gejala-gejala yang tidak tampak, seperti mengeluh mata
merah, pusing, dan disertai rasa nyeri. Gejala pasien tumor mata yang sering
dikeluhkan dan tidak tampak di antaranya adalah: (3)
Saat melakukan anamnesis, ada beberapa hal yang perlu ditanyakan terkait
dengan keluhan utama pada tumor mata. Secara umum, hal yang perlu
ditanyakan pada penderita dengan keluhan gangguan penglihatan adalah
apakah gangguan tersebut terjadi saat melihat jauh atau dekat, onset mendadak
atau gradual (bertahap), kabur di seluruh lapang pandang atau hanya sebagian,
dan jika defek lapang pandang hanya sebagian, apakah letaknya sentral,
perifer, atau hanya pada satu mata. Jika terdapat diplopia, yang perlu
ditanyakan adalah apakah diplopia horisontal atau vertikal, kedua mata atau
salah satu mata, dan apakah persisten bila salah satu mata ditutup. Selain itu,
hal yang juga penting ditanyakan secara umum adalah riwayat penyakit
terdahulu. (3)
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik terdiri dari pemeriksaan mata secara umum dan secara
eksternal serta pemeriksaan orbita secara lebih detail ke bagian orbita.
Pemeriksaan mata secara umum di antaranya adalah: (3)
2. Confocal Microscopy
Confocal Microscopy in vivo dapat mendeteksi anisositosis seluler dan
pembesaran inti pada neoplasia intraepitel konjungtiva. Confocal
Microscopy adalah teknik non-invasif untuk penilaian histologi in vivo. (10)
3. Ultrasound Biomicroscopy
Lesi konjungtiva yang melekat pada struktur sekitarnya dapat dinilai lebih
lanjut dengan ultrasonografi frekuensi tinggi (USG biomikroskopi) untuk
menentukan kedalaman tumor dan perluasannya ke dalam sklera dan
kornea atau jarang ke dalam struktur intraokular. (10)
4. Biopsi
J. Tatalaksana
Tatalaksana dari tumor konjungtiva tergantung pada diagnosis, ukuran
serta luasnya lesi. Talaksana tumor konjungtiva dapat terdiri dari observasi
serial, biopsi insisi, biopsi eksisi, krioterapi, kemoterapi, radioterapi,
modifikasi enukleasi, eksenterasi orbital, atau berbagai kombinasi metode
yang disebutkan. (11)
1. Observasi
Observasi umumnya merupakan penatalaksanaan pilihan untuk
sebagian besar tumor konjungtiva jinak dan asimtomatik. Contoh lesi atau
tumor yang bisa di observasi terlebih dahulu yaitu nevus dan
dermolipoma. Penggunaan Slit Lamp sangat disarankan untuk mengetahui
semua lesi dan dapat menentukan penatalaksanaan selanjutnya pada lesi
yang mencurigakan. Kebanyakan pasien diperiksa setiap 6 sampai 12
bulan untuk mengetahui adanya pertumbuhan, progresifitas menjadi ganas,
atau efek sekunder pada jaringan normal di sekitarnya. (11)
2. Biopsi Insisi
Biopsi insisi dilakukan untuk tumor luas yang mencurigakan yang
bergejala atau diduga ganas. Contohnya termasuk karsinoma sel skuamosa
yang besar, melanosis primer didapat, melanoma, dan invasi konjungtiva
oleh karsinoma kelenjar sebaceous. Harus diketahui jika tumor seluas arah
jam atau kurang pada konjungtiva bulbi, Biopsi eksisi lebih disarankan
dibandingkan insisi biopsi. Namun, lesi yang lebih luas bisa menggunakan
insisi biopsy. Terapi definitif bisa ditentukan dan dilakukan jika
pemeriksaan biospi telah menunjukkan hasil. Biopsi insisi juga sesuai
untuk kondisi yang idealnya diobati dengan radioterapi, kemoterapi, atau
obat topikal lainnya. Lesi ini termasuk lymphoid tumors, metastatic
tumors, extensive papillomatosis, dan beberapa kasus karsinoma sel
skuamosa dan melanosis primer didapat. Biopsi insisi umumnya harus
dihindari untuk digunakan pada tumor melanositik, terutama melanoma,
karena hal ini dapat meningkatkan risiko kekambuhan tumor. (11)
3. Biopsi Eksisi
Biopsi eksisi primer sesuai untuk tumor yang relatif lebih kecil
(tumor limbal ≤ arah jam 4 atau dimensi basal ≤15 mm) yang bergejala
atau diduga ganas. Pada kondisi ini, biopsi eksisi lebih disarankan
daripada biopsi insisi untuk menghindari perluasan tumor yang tidak
disengaja. Contoh tumor jinak dan ganas yang dapat menggunakan teknik
biopsi eksisi meliputi dermoid limbal simptomatik, epibulbar osseous
choristoma, steroid‐resistant pyogenic granuloma, squamous cell
carcinoma, dan melanoma. Jika lesi tersebut terletak di forniks
konjungtiva, lesi tersebut dapat dieksisi seluruhnya dan konjungtiva
direkonstruksi terutama dengan jahitan yang absorbable, kadang-kadang
dengan jahitan yang dalam pada bagian forniks atau cincin symblepharon
untuk mencegah perlekatan. Jika defek tidak dapat ditutup terlebih dahulu,
maka mucous membrane graft dapat menjadi pilihan. (11)
4. Cryotheraphy
Dalam penatalaksanaan tumor konjungtiva, cryotherapy dapat
digunakan sebagai penatalaksanaan tambahan untuk biopsi eksisi seperti
yang dijelaskan di atas. Keuntungan cryotherapy dapat menghilangkan sel
tumor subklinis, mikroskopis dan pencegahan kekambuhan tumor ganas,
termasuk karsinoma sel skuamosa dan melanoma. Penatalaksanaan ini
juga dapat digunakan sebagai pengobatan utama untuk primary acquired
melanosis. Jika penggunaan cryotherapy dapat merusak sel ganas atau
berpotensi ganas dalam kasus ini, operasi radikal seperti eksenterasi orbital
dapat ditunda atau dihindari. Kerugian dari cryotherapy yaitu dapat
menyebabkan kemosis konjungtiva yang dapat berlangsung lebih dari satu
minggu dan jika teknik yang digunakan tidak tepat dapat menyebabkan
katarak, uveitis, skleral, dan penipisan kornea, dan phthisis bulbi dapat
terjadi. (11)
5. Chemotherapy
Bukti terbaru telah mengungkapkan bahwa obat tetes mata topikal
yang terdiri dari mitomisin C, 5-fuorourasil, atau interferon efektif dalam
mengobati keganasan epitel seperti karsinoma sel skuamosa, primary
acquired melanosis, dan invasi pagetoid karsinoma kelenjar sebasea.
Mitomycin C atau 5‐ fuorouracil paling efektif digunakan untuk karsinoma
sel skuamosa, terutama pada kekambuhan tumor setelah operasi
sebelumnya. Obat ini diresepkan secara topikal 4 kali sehari selama 1
minggu diikuti dengan jeda 1 minggu untuk memungkinkan permukaan
mata pulih. Siklus ini diulangi sekali lagi sehingga kebanyakan pasien
menerima total dua minggu kemoterapi secara topikal. Baik mitomisin C
dan 5-fuorourasil paling efektif untuk karsinoma sel skuamosa dan kurang
efektif untuk primary acquired melanosis dan invasi pagetoid dari
karsinoma kelenjar sebasea. (11)
6. Radioterapi
Dua bentuk radioterapi digunakan untuk tumor konjungtiva, yaitu
external beam radiotherapy dan custom‐designed plaque radiotherapy.
External beam radiotherapy dengan dosis total 3.000–4.000 cGy
digunakan untuk mengobati limfoma konjungtiva dan karsinoma
metastatik jika ukurannya terlalu besar atau digunakan untuk eksisi secara
lokal. Efek samping mata kering, punctate epithelial abnormalities, dan
katarak harus dicegah. Custom‐designed plaque radiotherapy. External
beam radiotherapy dengan dosis 3.000–4.000 cGy dapat digunakan untuk
mengobati limfoma atau metastasis konjungtiva. Dosis yang lebih tinggi
dari 6.000–8.000 cGy dapat digunakan untuk mengobati melanoma yang
resisten dan karsinoma sel skuamosa. Dalam kasus yang unik, radioterapi
dengan dosis rendah 2.000 cGy digunakan untuk kondisi jinak, termasuk
granuloma piogenik resisten steroid yang menunjukkan kekambuhan
setelah penatalaksanaan pembedahan. (11)
7. Modified Enucleation
Modified Enucleation adalah pilihan pengobatan untuk tumor
ganas primer konjungtiva yang telah menyerang melalui jaringan limbal
ke bola mata, menyebabkan glaukoma sekunder. Kasus ini cukup jarang
tetapi kadang-kadang dapat ditemukan dengan karsinoma sel skuamosa
dan melanoma. Pada saat enukleasi, konjungtiva yang terlibat perlu untuk
diangkat secara utuh untuk menghindari penyebaran sel tumor. (11)
8. Eksenterasi Orbita
Eksenterasi orbital dapat menjadi pilihan untuk tumor konjungtiva
ganas primer yang telah menginvasi orbita atau yang telah mengenai
konjungtiva seluruhnya. Baik eksenterasi kelopak mata secara menyeluruh
atau sebagian tergantung sejauh mana keterlibatan kelopak mata terkena.
Pilihan lain untuk eksenterasi adalah radioterapi dengan menggunakan
external beam radiotherapy atau penatalaksanaan brachytherapy. (11)
9. Mucous Membrane Graft
Mucous Membrane Graft kadang-kadang diperlukan untuk
menggantikan jaringan konjungtiva setelah pengangkatan tumor
konjungtiva yang luas. Tempat paling bagus untuk mengambil sampel
yaitu pada konjungtiva forniceal mata ipsilateral atau kontralateral dan
mukosa bukal pada bagian posterior bibir bawah atau bagian lateral mulut.
Jaringan dikirim dalam keadaan beku dan harus dicairkan selama 20
menit. (11)
DAFTAR PUSTAKA
Bibliography