Anda di halaman 1dari 5

Laporan kasus : Katarak hipokalsemik bilateral post total tiroidektomi pada wanita usia

muda

ABSTRAK

Latar Belakang: Hipokalsemia adalah gangguan pada kadar kalsium serum akibat berbagai
kelainan, tetapi penyebab tersering adalah tindakan pembedahan, biasanya pembedahan
pada kelenjar tiroid. gejala hipokalsemia dapat disebabkan oleh peningkatan eksitasi
neuromuskuler yang mengakibatkan tetany, paresthesia, atau kejang. Bisa juga karena
pengendapan kalsium di jaringan lunak yang menyebabkan berkurangnya kemampuan
penglihatan / katarak atau kalsifikasi ganglia basal. Katarak adalah gejala pada mata yang
paling sering ditemukan dari hipokalsemia.

Laporan kasus: Seorang pasien wanita Ethiopia berusia dua puluh empat tahun mengalami
penurunan penglihatan kedua mata tanpa nyeri. Tujuh tahun sebelum penurunan
penglihatan pasien didiagnosis menderita hipokalsemia. Kadar kalsium serum sangat
rendah (3 mg / dl)? akibat kerusakan kelenjar paratiroid selama tiroidektomi total untuk
goiter toksik. Pasien telah mengonsumsi kalsium glukonat tambahan satu kali sehari. Pasien
memiliki katarak subkapsuler posterior simetris bilateral dengan opasitas iridescent
punctate di korteks anterior dan posterior lensa. Pemeriksaan sistemik menunjukkan scar
horizontal akibar pembedahan di leher anterior dan tanda Chvostek positif.

Kata Kunci : Hypocalcemia, Bilateral cataract, Total thyroidectomy, Hypoparathyroidism,


Tetany, Serum calcium dan Ethiopia

Pendahuluan

Tirotoksikosis adalah kondisi hipertiroidisme di mana berbagai gejala terjadi karena


peningkatan kadar hormon tiroid yang bersirkulasi. Ada empat tipe klinis penyakit ini
yaitu: goiter toksik difus (penyakit Graves), goiter nodular toksik, nodul toksik,
hipertiroidisme dengan penyebab yang lebih jarang.
Goiter toksik difus dan goiter nodular toksik dengan overaktif jaringan internodular
ditangani dengan pembedahan tiroidektomi total dengan mengurangi massa jaringan yang
terlalu aktif. Tiroidektomi total berhubungan dengan komplikasi seperti: perdarahan,
obstruksi jalan napas, dan cedera nervus laryngeus recurrent dengan perubahan suara.
Komplikasi lain termasuk: insufisiensi tiroid, tirotoksikosis rekuren, dan
hiperparatiroidisme sekunder yang bersifat sementara (dapat muncul dalam 2-5 hari pasca
operasi). Hipoparatiroidisme terjadi karena pengangkatan kelenjar paratiroid atau akibat
terjadinya infark karena kerusakan pada arteri end paratiroid. Hipoparatiroidisme permanen
jarang terjadi hanya sekitar 1% kasus. Hal ini terkait dengan beberapa manifestasi sistemik
hipokalsemia seperti tetany, kebingungan, kelemahan otot, dan paresthesia. Katarak
hipokalsemik adalah salah satu konsekuensi jangka panjang dari hipokalsemia disertai
dengan edema papil, kalsifikasi ganglia basal, nefrokalsinosis dan interval QT yang
berkepanjangan. Penulis melaporkan pasien wanita Ethiopia berusia dua puluh enam tahun
dengan katarak bilateral dengan riwayat operasi tiroid sebelumnya serta gejala dan tanda
hipokalsemik sistemik.

Laporan Kasus

Seorang wanita berusia 24 tahun datang ke JEC ORBITA dengan keluhan berkurangnya
penglihatan pada kedua mata tanpa nyeri dan keluhan bersifat progresif selama 2 tahun.
Pasien menjalani tiroidektomi total 7 tahun yang lalu untuk penyakit goiter difus toksik.
Seminggu setelah operasi, pasien mulai mengalami paresthesia atau mati rasa pada tangan
dan kaki, kram otot, kekakuan pada persendian, kebingungan dan mudah tersinggung.
Kemudian pasien didiagnosis menderita hipokalsemia karena kerusakan pada kelenjar
paratiroid selama operasi dan telah mendapat suplemen kalsium glukonas. Saat didiagnosis,
kadar kalsium serumnya sangat rendah (3 mg / dl) dan pasien mulai dengan suplemen
kalsium glukonat 500 mg tiga kali sehari. Saat ini kadar kalsium serumnya meningkat
menjadi 8,4 mg / dl (8,2-10,4 mg / dl) setelah itu pasien menghentikan penggunaan
suplemen dan dianjurkan untuk meningkatkan konsumsi kalsium yang berasal dari
makanan. Pasien membantah adanya riwayat trauma pada mata. Selain itu, Pasien tidak
memiliki penyakit sistemik lain seperti Diabetes Mellitus (DM), Hipertensi (HTN) atau
Tuberkulosis (TB).

Pada pemeriksaan visus didapatkan hasil 6/36 di kedua mata. Tekanan Intra Okuler
(TIO) adalah 14 mmHg di mata kanan dan 12mmHg di mata kiri. Konjungtiva normal,
kornea jernih dan transparan, kedalaman anterior chamber (AC) + 3 dengan klasifikasi Van
Herrick (VH) dan tidak ada sel atau flare. Pupil bulat teratur dan reaktif, tidak ada
psynechiae posterior di kedua mata. Terdapat opasitas subkapsular posterior simetris
bilateral dan opasitas punctate iridescent di korteks anterior dan posterior lensa (Gbr. 1).
Pemeriksaan fundus tidak menunjukkan kelainan. Pada pemeriksaan fisik sistemik
didapatkan pasien memiliki bekas luka horizontal akibat pembedahan di leher anterior dan
tanda Chvostek Positif. Pemeriksaan laboratorium didapatkan hormon paratiroid rendah
secara signifikan (4,03 pg / mL, normal 10-65 pg / mL). Kadar serum fosfat adalah 6,5 mg /
dl (normal 2,5-4,5 mg / dL). Kadar magnesium serum 1,8 mg / dl (normal 1,7-2,4 mg / dL).
Kadar troponin I 0,01 ng / ml.

Pemeriksaan sistemik lainnya tidak diddapatkan temuan yang bermakna. Hitung


Darah Lengkap berada dalam kisaran normal. Laju Sedimentasi Eritrosit (ESR) adalah
30mm / jam; Gula Darah Puasa adalah 103 mg / dl. Venereal Diseases Research Laboratory
(VDRL) dan Provider Initiative HIV Counseling and Testing (PIHCT) menunjukkan hasil
negatif.

Dengan temuan di atas dia didiagnosis menderita katarak hipokalsemik dan kami
merencanakan dan menasihati dia untuk melakukan fakoemulsifikasi dengan Posterior
Chamber Intra ocular Lens (PC-IOL). Namun pasien ingin meluangkan waktu untuk
mencoba pengobatan alternatif (doa religius dengan air suci). Dengan pengobatan alternatif
sampai saat ini tidak ada perubahan kematangan katarak.

Diskusi

Regulasi kalsium sangat penting untuk menjaga fungsi sel, stabilitas membran, transmisi
neural, struktur tulang dan pembekuan darah. Konsentrasi kalsium total normal dalam
plasma adalah 8,9-10,1 mg / dL (4,5-5.1mEq / L). Hipokalsemia adalah gangguan elektrolit
yang sering ditemui pada pelayanan medis dan bedah. Hipokalsemia mungkin bersifat
sementara, penanganannya dengan mengatasi penyebab yang mendasari, hipokalsemia juga
dapat bersifat kronis dan bahkan seumur hidup, bila karena kelainan genetik atau akibat
kerusakan permanen pada kelenjar paratiroid setelah operasi atau kerusakan sekunder
akibat autoimun. Setelah tiroidektomi, hipoparatiroidisme transien terjadi pada 5-10%
pasien; Insiden hipokalsemia transien berkisar 19-38% dan hipokalsemia permanen terjadi
pada 1% pasien.

Gejala klinis hipokalsemia disebabkan karena peningkatan eksitasi neuromuskuler


yang mengakibatkan tetani, paresthesia, atau kejang. Dapat juga diakibatkan pengendapan
kalsium di jaringan lunak yang menyebabkan penurunan penglihatan seperti katarak,
papillaedema atau kalsifikasi ganglia basal. Ada juga laporan mengenai hipokalsemia yang
berlangsung lama memiliki gejala yang sangat asimtomatik atau minimal seperti
paresthesia. Hipokalsemia jangka panjang yang bergejala dapat terjadi setelah operasi tiroid
dengan tetani, paresthesia, kejang, dan kebingungan. Pasien yang dilaporkan di sini
memiliki sebagian besar manifestasi sistemik yang membaik dengan suplementasi kalsium
glukonat tambahan.

Katarak hipokalsemia bersifat bilateral, punctate, opasitas iridescent di korteks


anterior dan posterior yang terletak di bawah kapsul lensa yang biasanya dipisahkan dari
kapsul lensa oleh zona lensa bening. Kekeruhan katarak dapat tetap stabil atau matur
menjadi katarak kortikal komplit. Morfologi dan bilateralitas katarak tanpa kondisi mata
primer lainnya dalam kasus yang dijelaskan di sini menunjukkan penyebab katarak adalah
menurunnya kadar kalsium serum dalam jangka panjang pada tubuh pasien. Mekanisme
pembentukan katarak pada hipokalsemia adalah kerusakan membran dengan kadar kalsium
rendah pada aqueous humor dan peningkatan kadar natrium pada lensa. Sejauh
pengetahuan penulis; ada beberapa kasus katarak bilateral yang dilaporkan akibat
hipokalsemia. Freedman dan dkk. melaporkan katarak bilateral sekunder akibat
hipokalsemia yang terjadi 4 tahun setelah tiroidektomi total. Pasien ini mengalami
hipokalsemia jangka panjang setelah tiroidektomi total yang membutuhkan waktu lebih
lama untuk kembali normal. Kadar kalsium serumnya saat didiagnosis sangat rendah.
Butuh 7 tahun pengobatan untuk meningkatkan kadar kalsium serumnya. Hipokalsemia
kronis akibat hipoparatiroidisme diobati dengan suplemen kalsium (1000–1500 mg / hari
unsur kalsium dalam dosis terbagi) dan vitamin D2 atau D3 (25.000–100.000 U per hari)
atau kalsitriol (1,25 (OH) 2D, 0,25 –2 g / d). Pasien yang dijelaskan di sini telah
mengonsumsi kalsium glukonat 500 mg tid yang sesuai dengan dosis yang dianjurkan;
tidak mengonsumsi vitamin D dan kalsitriol karena tidak tersedia di tempat kami dan
biayanya mahal untuk dibeli dari luar negeri.

Penyebab lain dari katarak simetris bilateral termasuk gangguan metabolisme


seperti hiperfosfatemia, pengurangan kalsitonin, insufisiensi vitamin D, dan gagal ginjal.
Hipoparatiroidisme idiopatik adalah penyebab penting lainnya dari katarak simetris
bilateral. Pasien yang dilaporkan ini memiliki riwayat yang jelas mengenai tiroidektomi
total dan telah didiagnosis mengalami hipokalsemia 7 tahun sebelum datang ke bagian
mata. Selain itu, investigasi yang dilakukan tidak mengarah ke diagnosis lain di atas.

Kesimpulan

Setelah pembedahan pada kelenjar tiroid, hipokalsemia permanen harus diketahui sebagai
salah satu komplikasi jangka panjang dan pasien harus terus di follow up untuk mengetahui
munculnya gejala tetani dan pemeriksaan kadar kalsium serum. Penanganan katarak
simetris bilateral pada pasien muda harus meliputi pemeriksaan kadar elektrolit serum,
terutama kalsium, pada mereka yang memiliki riwayat operasi tiroid.

Anda mungkin juga menyukai