Anda di halaman 1dari 52

BAGIAN ILMU MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2020

UNIVERSITAS HALU OLEO

PEMERIKSAAN SEGMEN POSTERIOR MATA

Oleh:

Meildy Susanty Samuddin, S.Ked

K1A1 15 025

Pembimbing

dr. Nevita Yonnia Ayu Soraya, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama : Meildy Susanty Samuddin, S.Ked

Stambuk : K1A1 15 025

Judul Refarat : Pemeriksaan Segmen Posterior Mata

Telah menyelesaikan tugas Refarat dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian
Ilmu Penyakit Mata Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo
.

Kendari, Agustus 2020

Mengetahui :

Pembimbing,

dr. Nevita Yonnia Ayu Soraya, Sp.M

i
PEMERIKSAAN SEGMEN POSTERIOR MATA

Meildy Susanty Samuddin, Nevita Yonnia Ayu Soraya

A. PENDAHULUAN
Segmen posterior mata terdiri dari dua pertiga bagian belakang mata
yatiu vitreous humor, retina, koroid dan saraf optik. Posterior Segment Eye
Diseases (PSEDs) atau Penyakit Mata Segmen Posterior didefinisikan sebagai
kelainan yang mengenai jaringan ini dengan berbagai derajat gangguan
penglihatan dan kebutaan. Penyakit yang paling umum adalah glaukoma, age-
related macular degeneration (AMD) dan retinopati diabetik.1
Menurut perkiraan terbaru, penyebab global utama dari gangguan
penglihatan sedang sampai berat yaitu, age-related macular degeneration
(AMD) 4%, glaukoma 2%, dan retinopati diabetik 1% dan katarak yang tidak
dioperasi 25%. Tiga penyakit pertama berada di segmen posterior. Dengan
meningkatkan populasi orang lanjut usia, lebih banyak orang yang akan
berisiko mengalami gangguan penglihatan karena penyakit mata kronis. Pada
penelitian yang dilakukan di Nigeria Barat Daya di dapatkan tiga PSEDs yang
paling umum terjadi yaitu glaukoma, retinopati diabetik dan AMD.2
Pemeriksaan segmen posterior mata terdiri dari penilaian menyeluruh
terhadap struktur pada segmen posterior mata yang bertujuan untuk
memperoleh diagnosis penyakit, gangguan daan disfungsi mata dan sistem
visual. Informasi yang diperoleh dari pemeriksaan segmen posterior
merupakan bagian yang diperlukan untuk informasi klinis.3
PSEDs berbeda dari penyakit mata segmen anterior seperti katarak dan
kelainan refraksi dalam hal modalitas untuk pencegahan dan pengobatannya.
Sebagian besar kelainan segmen posterior sulit diobati dan kehilangan
penglihatan yang sulit untuk sembuh seperti pada banyak orang PSEDs yang
tidak mendapatkan pengobatan kuratif. Tetapi pemeriksaan yang dibutuhkan
untuk mendeteksi dan menangani PSEDs sangat mahal dan seringkali tidak
tersedia di sebagian besar pusat perawatan mata.4

1
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Mata secara anatomis terbagi menjadi segmen anterior dan posterior yang
dipisahkan lensa-iris secara kasar membatasi dua segmen ini. Segmen anterior
terdiri dari sepertiga bagian depan mata yang mencakup pupil, kornea, iris,
badan siliaris, aqueous humor, dan lensa sedangkan segmen posterior terdiri
dari dua pertiga bagian belakang mata yang mencakup vitreous humor, retina,
koroid, makula dan saraf optik.5

Gambar 1. Anatomi mata6


1. Vitreous Humor
Vitreous humor atau badan kaca merupakan suatu jaringan seperti
kaca bening yang terletak antara lensa dengan retina. Badan kaca
merupakan bagian yang terbesar dari isi bola mata yaitu sebesar 4/5 dair isi
bola mata. Badan kaca merupakan masa gelatinosa dengan volume 4,3 cc.
Badan kaca bersifat transparan, tak berwarna, dengan konsistensi seperti
gelatin (agar-agar). Badan kaca terdiri dari 99% air dan 1% kombinasi
kolagen dan asam hialuronat. Serabut kolagennya dapat mengikat air hingga
sebanyak 200 kali beratnya, sedangkan asam hialuronatnya dapat mengikat
air hingga 60 kali beratnya sendiri.7
Badan kaca dikelilingi oleh membran hyaloid. Membran hyaloidea
melekat pada kapsul posterior lensa, zonula, pars plana, retina dan papil

2
nervus II. Sesungguhnya fungsi badan kaca sama dengan air mata yaitu
mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang
untuk meneruskan sinar dari lensa ke retina. Pada bagian tengan badan kaca
terdapat kanal hyaloid cloquet yang berjalan dari depan papil N. II menuju
tepi belakang lensa. Ukuran kanal ini adalah 1-2 mm. Badan kaca
berhubungan dengan retian dan hanya terdapat perlekatan yang lemah.
Namun demikian badan kaca ini mempunyai perlekatan erat dengan diskus
optikus dan ora serrata. Basis vitreus adalah suatu area pada vitreus (3-4
mm) yang melekat pada retina tepat di belakang ora serrata. Kebeningan
badan kaca disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel. Pada
pemeriksaan tidak terdapatnya kekeruhan badan kaca akan memudahkan
melihat bagian retina pemeriksaan funduskopi.7,8
2. Retina
Retina melapisi dua pertiga dinding bagian dalam bola mata. Retina
merupakan lapisan terdalam dari bola mata. Lapisan mata dari luar ke dalam
berturut-turut adalah sklera (warna putih), lapisan koroid, dan yang paling
dalam retina. Retina merupakan 2/3 bagian dari dinding dalam bola maya,
lapisannya transparan, dan tebalnya kira-kira 1 mm. Retina merupakan
membran tipis, bening, berbentuk seperti jaring dan metabolisme
oksigennya sangat tinggi. Retina sebenarnya merupakan bagian dari otak
karena secara embriologis berasal dari penonjolan otak. Dengan demikian
nervus optikus sebenarnya merupakan suatu traktus dan bukan “nervus”
yang sebenarnya. Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang
mengandung reseptor yang menerima rangsangan cahaya.7,8

3
Gambar 2. Lapisan retina9
a. Epitel pigmen retina
Lapisan ini merupakan lapisan terluar, terdiri atas satu lapis, dan
lebih melekat erat pada koroid dibandingkan pada retina di sebelah
dalamnya. Pada ablasi retina terjadi pemisahan antara lapisan retina
sensoris dan epitel pigmen ini. Epitelnya berbentuk kuboid, dan
mengandung lebih banyak melanin. Inilah yang menyebabkan makula
tampak lebih gelap pada pemeriksaan oftalmoskop. Epitel pigmen retina
(RPE) berfungsi sebagai sawar luar darah-retina. Epitel ini berdekatan
letaknya dengan lapisan koroid yang kaya vaskularisasi. Apabila terjadi
infeksi, epitel pigmen retina juga berfungsi sebagai sawar agar kuman
tidak menginfeksi bagian dalam bola mata. Epitel pigmen retina melekat
di membran basal yang disebut membran Bruch. RPE juga sangat
berperan dalam metabolisme vitamin A, regenerasi siklus visual,
fagositosis dan degradasi ujung fotoreseptor segmen luar, absorbsi
kelebihan sinar, pertukaran panas, sekresi matrik interselular
fotoreseptor, serta transpor aktif material dari kapiler koroid ke ruang
subretina.7

4
b. Lapisan retina sensoris
Lapisan ini jauh lebih tebal dibandingkan dengan epitel pigmen
retina. Lapisan ini dimulai dari saraf optik hingga ora serata. Tebal retina
pada polus posterior 0,23 mm dan pada ora serata 0,1 mm. Lapisan-
lapisan retina adalah 3 lapisan yang berisi badan sel neuron (sel ganglion,
lapisan nukleus dalam, lapisan nukleus luar), 2 lapisan yang berisi sinaps
akson neuron-neuron (lapisan pleksiform dalam, lapisan pleksiform luar),
2 lapisan membran limitan (membran limitan eksterna, membran limitan
interna), 1 lapis serabut saraf merupakan akson neuron orde III (lapis
serabut saraf), dan 1 lapis epitel pigmen retina (RPE).7
1) Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel
batang yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
2) Membran limitan eksterna yang merupakan membran maya.
3) Lapis nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan
batang. Ketiga lapis diatas avaskular dan mendapat metabolisme dari
kapiler koroid.
4) Lapis pleksiform luar, merupakan lapis aselular dan merupakan
tempat sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
5) Lapis nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan
sel Muller. Lapis ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6) Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular merupakan tempat
sinaps sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
7) Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron
kedua.
8) Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke
arah saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar
pembuluh darah retina.
9) Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina
dan badan kaca.7

5
Adanya struktur 9 lapis secara histologis disebabkan oleh letak sel-
sel dan serabut saraf yang membentuk retina sensoris, yaitu sel-sel
fotoreseptor, sel-sel bipolar, sel-sel Muller, dan sel-sel horizontal.7
Bagian retina yang mengandung sel-sel epitel dan retina sensoris
disebut pars optika retina yang artinya bagian yang berfungsi untuk
penglihatan. Bagian retian yang mengandung sel-sel epitel pigmen yang
melua dari ora serrata hingga tepi belakang pupil disebut sebagai pars
seka yang berarti bagian “buta”, dan hal ini harus dibedakan dengan
“bintik buta”.7
Pada retina terdapat daerah yang penting untuk diskriminasi visual
yang disebut makula lutea (bintik kuning), atau disebut sebagi fovea,
yang terletak 3,5 mm di temporal papil N. II. Makula lutea mempunayi
serabut saraf yang sangat banyak menuju ke papil N. II, sehingga makula
lebih terlindung dari kerusakan yang mungkin terjadi pada retina. Berkas
serabut saraf dari makula papil disebut sebagai berkas papilomakular.7
Retina berfungsi menerima cahaya dan merubahnya jadi sinyal
elektrokimiawi, untuk selanjutnya meneruskan sinyal tersebut ke otak.
Retina terdiri dari 3 macam sel saraf (neuron) yang berestafet dalam
meneruskan impuls penglihatan. Sel-sel tersebut adalah sel-sel
fotoreseptor (konus dan basilus), sel horizontal dan sel bipolar, serta sel
ganglion.7

Gambar 3. Vaskularisasi Retina7

6
Retina mendapat vaskularisasi dari lamina koriokapilaris koroid
dan arteria retina sentralis. Lamina koriokapilaris koroid memberi makan
lapisan epitel pigmen retina dan sel-sel fotoreseptor. Pembuluh darahnya
mempunyai endotel berjendela (fenestrated) yang menyebabkan dapat
bocornya protein serum.7
Arteria retina sentralis memberi makan neuron orde II (sel
horizontal dan bipolar) dan neuron orde III (sel-sel ganglion). Pembuluh
darah arteria ini mempunyai endotel yang tersusun rapat (berperan
sebagai sawar dalam darah-retina) dan vasa-vasa cabangnya terletak di
alpisan serabut saraf retina. Arteria retina sentralis masuk bersama
dengan N. Optikus di daerah yang disebut sebagai papil nervus optika
atau diskus optikus (warnanya lebih terang dari daerah sekitarnya pada
oftalmoskopi). Dari sini, arteri tersebut bercabang-cabang.7
Pada retina terdapat dua macam reseptor, yaitu sel konus (sel
kerucut) dan sel basilus (sel batang/tongkat). Pada segmen luar sel konus
terdapat tumpukan sakulus, sedangkan pada sel basilus terdapat cakram.
Sakulus dan cakram mengandung pigmen fotosensitif. Segmen dalam sel
konus dan basilus kaya akan mitokondria. Segmen luar basilus diperbarui
dengan pembentukan cakram baru pada tepi dalm segmen dan cakram
lama akan difagositosis oleh sel epitel pigmen retina.7
Makula merupakan daerah yang lebih gelap di sentral retina.
Daerah makula mengandung pigmen yang lebih banyak, jadi terlihat
lebih gelap. Lapisan retina pada makula tidak selengkap di daerah lain
(perifer), di sini lebih tipis. Ini memungkinkan sinar yang datang bisa
langsung ditangkap oleh sel-sel fotoreseptor. Daerah makula merupakan
daerah yang paling banyak mengandung fotoreseptor, sel yang dominan
yaitu sel konus. Di tengah makula ada daerah depresi kecil yang disebut
fovea. Fovea mengandung banyak sel konus dan tidak mengandung
basilus.7
Sel konus penting untuk menerima rangsang cahaya kuat dan
rangsang warna. Sel konus mengandung 3 macam pigmen: pigmen yang

7
sensitif terhadap gelombang panjang (570 nm), merupakan pigmen yang
peka terhadap sinar merah, pigmen yang peka terhadap gelombang
menengah (540 nm), merupakan pigmen yang peka terhadap sinar hijau,
dan pigmen yang sensitif terhadap gelombang pendek (440 nm),
merupakan pigmen yang peka terhadap sinar biru. Rodopsin merupakan
protein majemuk gabungan antara retinen (vitamin A) dan opsin (suatu
protein). Rodopsin terdiri dari rodopsin untuk warna merah, warna hijau
dan warna biru. Dari kombinasi kerja ketiga macam reseptor ini sehingga
dapat menerima gangguan reseptor merah, maka warna merah masih bisa
diterima oleh reseptor hijau dan biru, tetapi tidak semerah jika diterima
oleh reseptor merah. Kerusakan reseptor merah disebut sebagai
protanopia (buta warna merah), sedangkan kelemahan reseptor merah
disebut sebagai protanomali. Kerusakan reseptor hijau disebut juga
deuteranopia (buta warna hijau), sedangkan kelemahan reseptor hijau
disebut sebagai deuteranomali. Kerusakan reseptor biru disebut sebagai
tritanopia (buta warna biru), sedangkan kelemahannya disebut sebagai
tratanomali.7
Dibagian retina lain (perifer) sel yang dominan adalah basilus,
mengandung 6 juta sel konus, 120 juta sel basilus dengan 1,2 juta serabut
saraf dalam tiap nervus optikus. Konvergensi keseluruhan reseptor
melalui sel bipolar pada sel ganglion 105:1. Sel basilus mengandung
pogmen rodopsin, yang terdiri dari retinal dan opsin. Basilus sangat
sensitif terhadap cahaya dan merupakan reseptor untuk penglihatan
malam (penglihatan skotopik), tetapi tidak mampu memisahkan perincian
dan batas objek atau menentukan warna.7
Pada keadaan gelap, akan terjadi kenaikan cyclic guanosine
monophosphate (cGMP) intrasel sehingga saluran Na+ terbuka dan Na+
masuk. Ini menyebabkan neurotransmitter terus dikeluarkan, dan
rangsang diteruskan. Pada keadaan terang sebaliknya. Konus merupakan
reseptor penglihatan didalam cahaya terang (penglihatan fotopik) dan
untuk penglihatan warna.7

8
Proses melihat retina menyangkut perubahan reseptor (rodopsin)
baik di konus maupun basilus menjadi retinen dan opsin tadi menjadi
rodopsin kembali.7
3. Koroid
Koroid merupakan bagian uvea yang paling luas dan terletak antara
retian dan sklera, terdiri atas anyaman pembuluh darah. Lapisan koroid dari
luar ke dalam berturut-turut adalah suprakoroid, pembuluh darah
koriokapiler, dan membran Bruch. Karena koroid banyak mengandung
pembuluh darah dan retina itu jernih, maka koroid dapat dilihat dengan
oftalmoskop dan tampak berwarna merah. Refleks fundus merah cemerlang
berasal dari warna koroid.7
4. Saraf Optik
Bayangan dari retina akan dibawa mula-mula oleh saraf optik untuk
menuju fissura kalkarina. Satu nervus optikus tersusun kira-kira oleh 1,2
juta axon yang berasal dari sel-sel ganglion di retina. Yang disebut nervus
optikus adalah serabut saraf yang terletak antara papil nervus optikus
sampai khiasma optikum, sedangkan yang dari khiasma optikus sampai
korpus genikulatum lateral disebut traktus optikus. Sebenarnya serabut saraf
tadi sejak dari sel ganglioner sampai korpus genikulatum lateral adalah
traktus dan bukan saraf tepi, dan memiliki efek fisiologis maupun patologis
sebagai traktus. Namun demikian nama nervus optikus tetap dipakai untuk
menamai bagian saraf yang terletak antara papil N. II dan khiasma optikum,
walaupun sebenarnya ini salah. Yang merupakan nervus optikus yang
sebenarnya hanyalah serabut saraf yang sangat pendek yang berupa sel
bipolar yang terletak pada retina yang menghubungkan fotoreseptor dengan
sel ganglioner.7
Nervus optikus memiliki panjang kira-kira 50 mm dari bola mata
hingga khiasma optikum, dan dibagi menjadi empat bagian yaitu bagian
intraokular (disebut sebagai papil nervus optik), bagian intraorbita, bagian
intraosea, dan bagian intrakranial. Papil N.II (diskus optikus, optic disc,
optic nerve head, atau bintik buta) merupakan tempat berkumpulnya

9
serabut-serabut saraf yang berasal dari sel-sel ganglioner dari seluruh
permukaan retina. Panjang papil saraf optik adalah 1 mm, dengan diameter
1,5 mm. Bentuk papil tergantung pada besarnya foramen skleralis posterior
(kanalis skleralis). Pada orang miopik, kanalis skleralis besar sehingga papil
besar dan datar, dan terdapat cekungan yang lebih dalam. Pada mata
hiperopik kanalis lebih kecil sehingga papil tampak lebih menonjol. Hal ini
disebabkan karena jumlah serabut saraf tiap orang relatif sama, sehingga
pada mata miopik lubang yang dilewati adalah longgar dan pada mata
hiperopik lubang yang dilewati lebih sempit sehingga pada mata hiperopik
serabut sarafnya lebih berdesakan dan tampak seperti tergencet oleh kanalis
skleralis dan tampak menonjol.7
Nervus optikus intraorbita panjangnya kira-kira 20-30 mm,
memanjang antara bola mata sampai foramen optikum, berbentuk huruf S
dengan diameter 3-4 mm. Karena bentuknya seperti huruf S dan panjang,
maka bola mata bisa bergerak bebas tanpa menyebabkan ketegangan nervus
optikus. Nervus optikus intrakranial merupakan bagian nervus optikus
setelah keluar dari kanalis optikus ke kavum kranii sampai khiasma
optikum, dan panjangnya kira-kira 10 mm.7
C. PEMERIKSAAN SEGMEN POSTERIOR MATA
1. Oftalmoskop
Oftalmoskop merupakan alat untuk melihat bagian dalam mata atau
fundus okuli. Oftalmoskop digunakan untuk pemeriksaan saraf mata (papil
saraf optik) apakah mengalami degenerasi/atrofi serta melihat penggaungan
(cupping) papil. Oftalmoskop dibedakan dalam oftalmoskop langsung dan
tidak langsung. Pemeriksaan dengan kedua jenis oftalmoskop ini adalah
bertujuan menyinari bagian fundus okuli kemudian bagian yang terang di
dalam fundus okuli dilihat dengan satu mata melalui celah alat pada
oftalmoskopi langsung dan dengan kedua mata dengan oftalmoskopi tidak
langsung. Perbedaan antara oftalmoskopi langsung adalah pada
oftalmoskopi langsung daerah yang dilihat, paling perifer sampai ekuator,
tidak stereoskopis, berdiri tegak atau tidak terbalik, dan pembesaran 15 kali.

10
Dengan oftalmoskopi tidak langsung akan terlihat daerah fundus okuli 8 kali
diameter papil, dapat dilihat sampai daerah ora serata, karena dilihat dengan
2 mata maka terdapat efek stereoskopik, dan dengan pembesaran 2-4 kali.
Terdapat dua kegunaan oftalmoskop:7,8
a. Melihat adanya kekeruhan pada media penglihatan yang keruh, seperti
pada kornea, lensa dan badan kaca.8
b. Melihat fundus okuli terutama retina dan papil saraf optik. Pemeriksaan
dilakukan dengan oftalmoskop, dan dilihat:8
1) Papil
a) Batasnya apakah tegas, bulat atau lonjong, kabur
b) Warnanya apakah pucat atau merah jambu
c) Batasnya kabur, edema atau edema papil
d) Serta ekskavasinya8
2) Pembuluh darah retina
a) Ikuti dan lihat bentuk pembuluh darah retina supero temporal,
inferotemporal, superonasal, dan inferonasal. Perhatikan
kemungkinan embolus, aneurisma, eksudat, hemoragi, oklusi arteri.
b) Vena, apakah normal, melebar atau kelokannya bertambah.
c) Arteri, apakah normal, spasme, atau terdapat sklerosis cooper-
silver wire
d) Rasio arteri dan vena8
3) Makula retina
Diperiksa terakhir karena pasien akan merasa silau sekali.
Makula lutea terletak dengan jarak 2,5 diameter papil di bagian
temporal papil atau dapat dilihat dengan meminta pasien melihat
lampu oftalmoskop pemeriksaan. Merupakan bagian retina yang
berwarna sedikit gelap. Makula tanpa pembuluh darah dengan sedikit
lebih berpigmen dibanding daerah retina lainnya. Bagian sentral
makula sedikit tergaung akibat lapisannya yang kurang memberikan
refleks makula bila disinari.8

11
Pemeriksaan dengan oftalmoskop (oftalmoskopi) dilakukan di kamar
gelap.8
a. Oftalmoskop langsung
Oftalmoskop langsung memberikan gambaran normal atau tidak
terbalik pada fundus okuli. pemeriksaan dilakukan di kamar gelap
dengan pasien duduk dan dokter berdiri di sebelah mata yang diperiksa.
Mata kanan diperiksa dengan mata kanan demikian pula sebaliknya.
Jarak pemeriksaan antara kedua mata pemeriksa dan pasien adalah 15
cm. Setelah terlihat refleks merah pada pupil maka oftalmoskop
didekatkan hingga 2-3 cm dari mata pasien. Bila kelopak
memperlihatkan tanda menutup maka kelopak tersebut ditahan dengan
tangan yang tidak memegang alat oftalmoskop. Untuk memperluas
lapang penglihtan maka pasien dapat disuruh melirik ke samping ataupun
ke bawah, dan ke atas.8

Gambar 4. Pemeriksaan dengan funduskopi langsung10

12
Gambar 5. Oftalmoskop langsung11
Sumber cahaya di fokuskan oleh serangkaian lensa mini dan
diarahkan melalui cermin ke mata pasien. Lakukan pengamatan retina
yang diterangi melalui lubang penglihatan di cermin. Diskus dari lensa
yang berputar dapat diputar untuk mengimbangi kedua pengamat dan
gangguan refraksi pasien, jika pengamat dan pasien sama emetropik,
maka tidak ada lensa yang dimasukkan. Gambar yang dihasilkan adalah
virtual dan tegak dan diperbesar dengan bidang pandang 6◦.9
Alat dan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan oftalmoskop
yaitu midriatikum tetes mata dan funduskopi langsung (direk). Teknik
pemeriksaan yaitu:10
1) Untuk memeriksa fundus, pupil harus cukup berdilatasi, sehingga
sebelum melakukan pemeriksaan pasien dapat diberikan cairan
midriatikum. Oleh kare itu penting diinformasikan kepada pasien
efek dari midriatikum seperti silau dan penurunan visus sementara
yang berlangsung selama 4-6 jam. Pasien sebaiknya tidak datang
sendiri atau membawa kendaraan saat pemeriksaan.
2) Cahaya pada ruang periksa diredupkan.
3) Pemeriksa dan pasien duduk berhadapan.
4) Nyalakan oftalmoskop.

13
5) Atur lensa pada oftalmoskop (sesuaikan bila pemeriksa memiliki
kelainan refraksi). Atur dioptri funduskopi sesuai dengan visus
pasien, mata pemeriksa harus normal atau menggunakan kacamata
sesuai visus.
6) Atur jenis cahaya pada jenis lingkaran penuh.
7) Pasien diminta memfiksasi pandangan jauh melewati bahu
pemeriksa.
8) Saat memeriksa mata kanan pasien, pemeriksa meletakkan
oftalmoskop di depan mata kanannya, dipegang dengan tangan
kanan. Sedangkan tangan kiri pemeriksa memfiksasi kepala pasien.
9) Periksa secara seksama dengan perlahan maju mendekati penderita
kurang lebih 5 cm.
10) Amati ke dalam pupil dengan sudut aksis 0◦ untuk melihat diskus
optikus dan pembuluh darah retina. Nilai retina, diskus optikus, cup-
disc ratio dan pembuluh darah retina. Kemudian arahkan 15◦ ke
temporal untuk menilai daerah sekitarnya.
11) Lakukan prosedur yang sama terhadap mata lainnya.10

Gambar 6. Interpretasi oftalmoskop normal. Refleks fundus ada. Papil


nervus optik diskus batas tegas, warna tidak hiperemis. CDR 0,3. Arteri
banding vena 2:3. Makula kesan normal, reflex fovea ada, retina perifer
dalam batas normal.10

14
b. Oftalmoskop tidak langsung
Oftalmoskop tak langsung memberikan bayangan terbalik, dan
kecil serta lapangan penglihatan yang luas di dalam fundus okuli pasien.
Jarak periksa adalah 50 cm atau sejarak panjang lengan. Selain
dipergunakan oftalmoskop tak langsung juga dipergunakan lensa 15-20
dioptri yang diletakkan 10 cm dari mata sehingga letak fundus berada di
titik api lensa. Sama dengan oftalmoskop langsung pasien dapat diminta
untuk melihat ke berbagai jurusan untuk dapat di periksa bagian-bagian
retina.8
Oftalmoskopi tidak langsung digunakan untuk pemeriksaan retina
perifer saat mencari lubang retina. Dengan lekukan itu dapat mengakses
paling perifer bagian retina. Bentuk oftalmoskopi ini juga berguna dalam
mengatasi kekaburan media semacam pada katarak atau perdarahan
vitreous untuk mendapatkan penglihatan dari retina.11

Gambar 7. Oftalmoskop tidak langsung9


2. Slit lamp Biomicroscopy (lampu celah biomikroskopi)
Salah satu alat dasar dari dokter mata adalah lampu celah, dirancang
untuk memberikan gambaran tiga dimensi yang diperbesar pandangan mata.
Ini bergantung pada observasi cahaya yang dipantulkan dari struktur mata
untuk menghasilkan bagian optik. Gullstrand mengembangkan iluminator
lampu celah pertama. Awalnya celah cahaya dilihat dengan pembesar

15
teropong independen. Selanjutnya, mikroskop binokuler majemuk
ditempatkan pada dudukan yang sama dengan lampu celah. Lampu celah
modern yang dibuat oleh Goldmann. Keduanya fokus pada titik yang sama
(coincident) dan terlepas dari sudut antara keduanya. Peralatan tambahan
memungkinkan pengukuran optik yaitu ketebalan kornea (pachymetry) dan
kedalaman anterior chamber. Penggunaan lensa kontak khusus dan non-
konyak memungkinkan tampilan tiga dimensi retina (funduskopi) dan sudut
iridokornea (gonioskopi).11
Instrumen yang digunakan pada tipe Haag-Streit pada lampu celah,
posisi kontrol mungkin berbeda pada tiap mesin tetapi prinsip umum sama.11

Gambar 8. Alat Slit Lamp


a. Meja
Lampu celah dipasang di atas dudukan atau meja. Ketinggian meja
atau tinggi kursi pemeriksaan disesuaikan sehingga pasien dapat
diposisikan dengan nyaman. Idealnya meja harus memiliki roda atau
dudukan yang bisa di gerakkkan untuk mendapatkan jarak ternyaman di
antara pasien dan instrumennya. Ini berlaku terutama saat memeriksa
pasien cacat.11
b. Stage
Mikroskop dan lampu celah iluminator dipasang di atas stage
dalam satu kolom. Joystick memungkinkan panggung dipindahkan ke kiri
dan kanan, maju dan mundur di atas pelat gesekan rendah disekrup ke

16
meja. Selain itu, rotasi joystick menggerakkan kolom tengah ke atas dan
ke bawah. Mikroskop dapat difokuskan secara kasar dengan bergerak
stage secara manual, menggunakan joystick untuk mencapai fokus halus
di dalam mata. Jika stage bergerak dengan kasar atau menempel di
piring, maka harus dibersihkan secara menyeluruh dengan kain
berminyak. Sekrup pengunci dapat digunakan untuk mencegah
pergerakan pelat dasar saat bergerak lampu celah dari satu tempat ke
tempat lain.11
c. Mikroskop
Mikroskop binokuler memiliki dua lensa mata yang dapat
disesuaikan secara independen untuk mengoreksi pada gangguan refraksi
pemeriksa. Perbesaran mikroskop itu sendiri bisa juga disesuaikan. Pada
lampu celah tipe Haag-Streit dilakukan dengan tuas di bawah eyepieces,
sementara di lampu celah Zeiss itu dicapai dengan memutar sebuah
kenop di samping. Manuver ini mengubah kekukatan lensa obyektif.
Perbesaran tambahan dicapai dengan mengubah kekuatan eyepiece lensa
10x dan 16x okuler biasanya disediakan dengan setiap lampu celah.
Perkalian kekuatan lensa okuler dan lensa obyektif menghasilkan
pembesaran total. Pada Haag-Streit adalah 10x dan 16x untuk lensa mata
berdaya rendah (10x) dan 16x dan 25x untuk lensa mata berdaya tinggi.
Semakin besar pembesaran, semakin sedikit kedalaman fokus.11
Jarak antara eyepieces juga bisa disesuaikan untuk jarak antarpupil
yang berbeda dengan memutar prisma mikroskop. Mikroskop dapat
diputar pada pilar tengah melalui sudut 180◦. Sekrup pengunci
memperbaiki posisi jika diperlukan.11
d. Celah iluminator
Proyeksi celah cahaya yang tajam dan seragam bidang fokus
penting untuk pengamatan yang jelas pada struktur mata. Intensitas,
tinggi, lebar, sudut (keduanya horizontal dan vertikal) dan warna balok
celah semuanya dapat disesuaikan. Celah iluminator juga bisa tergeser
jauh dari pusat bidang penglihatan (terdesentralisasi atau dipisahkan)

17
dengan melonggarkan sekrup sentral. Pada Haag-Streit, lampu mesin
diproyeksikan secara vertikal dari lampu pijar melewati lensa kondensor
dan kemudian di pantulkan ke mata dengan kemiringan cermin.
Tegangan ke lampu bisa di atur untuk memvariasikan kecerahannya,
dengan tiga posisi saklar atau rheostat variabel kontinyu.11
1) Penyesuian ukuran celah
Lebar celah disesuaikan dengan kenop knurled di bagian bawah
slit lamp housing. Skala asalkan tidak menunjukkan lebar sebenarnya
dari celah tetapi memungkinkan pengaturan sebelumnya untuk
ditetapkan kembali.11
Kenop knur dibagian atas slit lamp menyesuaikan ketinggian
vertikal balok celah. Ini juga mengubah ketinggian dengan jumlah
tetap atau memberikan penyesuaian variabel kontinyu (antara 1 dan 8
mm), yang dapat digunakan untuk mengkur ukuran struktur mata.
Pada beberapa mesin kontrol ini juga memungkinkan pemicu biru
kobalt dimasukkan ke dalamnya balok pada ketinggian celah
maksimal untuk melihat mata setelah pemberian fluoresein.11
2) Filter
Tuas kontrol filter dapat digunakan untuk menempatkan
tambahan filter di celah balok. Dengan tuas lurus ke depan filter abu-
abu dengan kepadatan netral dimasukkan di balok yang mengurangi
intensitas cahaya. Menggerakkan tuas satu klik ke kiri layar menyerap
panas di jalur cahaya. Ini harus digunakan saat lampu dinyalakan
dengan tegangan maksimum dan celah terbuka penuh. Selanjutnya
klik di sebelah kiri tempat tidak ada filter di jalur cahaya. Perpindahan
ke kanan dari posisi tengan, tuas menyediakan filter hijau (red-free),
yang menyebabkan benda merah seperti pembuluh darah dan
perdarahan tampil hitam, dengan kontras yang ditingkatkan. Klik
memungkinkan untuk penyediaan tambahan, khusus filter.11
3) Gerakan iluminator

18
Celah penerangan dapat dipindahkan di sekitar vertikal sumbu
dan dari kiri ke kanan. Sebuah kait dibagian bawah dari kolom
memungkinkan gerakan horizontal sumbu antara 0 dan 20◦,
memungkinkan horizontal bagian optik yang akan diproduksi, ini
berguna dalam pemeriksaan sudut iridokornea, vitreus dan fundus. Di
dasar skala kolom diembos pada keduanya lengan iluminator dan
lengan mikroskop. Tanda pusat panjang pada lengan mikroskop
menujukkan sudut antara sumbu mikroskop penerangan satuan. Tanda
pendek di mikroskop dikedua sisi tanda panjang menunjukkan sudut
6,5◦ ke kiri dan kanan antara mikroskop dan unit penerangan. Posisi
ini digunakan dengan cermin pendek di tempatnya. Sebuah klik roller
pendukung dalam posisi saat penerangan dan mikroskop kolom
langsung sejajar dan pada 10◦ ke arah kiri atau kanan satu sama lain.11
4) Cermin
Slit lamp dilengkapi dengan cermin panjang dan pendek miring.
Cermin panjang umumnya digunakan untuk pemeriksaan anterior
ketika sudut antara kolom yang menerangi dan mikroskop umumnya
lebih dari 10◦. Jika sudut antara mikroskop dan penerangan kolom
antara 0 dan 10◦, misalnya jika memeriksa vitreous, bagian dari
cermin panjang menghalangi mikroskop dan cermin pendek itu
digunakan sebagai gantinya. Untuk memaksimalkan penerangan,
kolom harus dimiringkan secara vertikal sebesar 10◦ bila cermin
pendek digunakan.11
5) Desentrasi
Sekrup sentral ditemukan di bagian bawah kolom. Saat
dikencangkan, penerangan menyala bagian tengah bidang mikroskop
sebaga celah balok dan fokus mikroskop adalah koinsiden.
Melonggarkan sekrup memungkinkan kolom penerangan diputar
secara manual pada sumbu vertikalnya sehingga offset dari tengah
lapangan.11
e. Sandaran kepala

19
Sandara kepala terpasang erat ke bagian depan instrumen. Sandaran
dagu bisa digerakkan dengan memutar kenop di sisi lainnya untuk
memungkinkan posisi kepala subjek yang akan disesuaikan. Mata pasien
harus sejajar dengan penanda di samping dari bingkai. Bantalan keras
jaringan bisa melekat pada dagu dengan paku keling kecil. Dahi subjek
harus menekan ke pita dahi.11

Gambar 9. Posisi saat pemeriksaan slit lamp11


f. Target fiksasi
Melekat pada sandaran kepala adalah target fiksasi, yang dapat
berputar melintasi bagian atas sandaran kepala dan bisa diposisikan di
depan mata kanan atau kiri. Tambahan pergerakan target fiksasi dapat
diperoleh dengan memutar kenop di bagian atas sandaran kepala. Posisi
yang benar dari lampu fiksasi ditunjukkan bila pantulan cakramnya
terlihat di kornea. Gerakan lampu fiksasi akan selalu berada dalam
bidang visual subjek. Sebuah tuas kecil selongsong lampu fiksasi
memungkinkan fokus cahaya untuk disesuaikan dengan jarak gambar
subyek koreksi dengan membawa target yang diterngai ke dalam fokus.
Ini membatasi akomodasi dan terkait konvergensi mata.11
g. Pelat pemandu, slide dan pasak
Perlengkapan tambahan dapat dipasang pada slit lamp. Di bagian
bawah kolom, sebuah pelat dapat ditempatkan menjadi lubang fiksasi
sentral sehingga tonometer Goldmann bisa dipasang. Lubang fiksasi
pusat juga memungkinkan untuk penyisipan pemusatan (atau
pemfokusan) yang diperlukan selama pengaturan instrumen. Meski

20
sebagian besar tidak langsung digantikan oleh lensa modern, lampu celah
juga dilengkapi dengan lampiran untuk lensa funduskopi tidak langsung
Hruby. Ini cocok ke slide di bawah sandaran dagu dan kemudian slot
fiksasi pusat pada pelat dasar. Pasak di tengah mikroskop memunkinkan
pachymeter untuk dilampirkan untuk penilaian ketebalan kornea dan
kedalaman ruang anterior.11
Teknik penerangan baik langsung dan tidak langsung digunakan pada
pemeriksaan mata slitlamp. Gunakan level terendah penerangan yang
memberikan pandangan mata yang bagus dan meminimalkan waktu
pemeriksaan.11
a. Pemeriksaan langsung
Penerangan difus langsung biasanya digunakan di fotografi,
berguna juga dalam pemeriksaan awal penilaian mata. Balok celah lebar
digunakan. Cahaya dapat disebarkan lebih jauh dengan penempatan
sebuah layar penyebaran tambahan. Struktur kontras tinggi seperti
tutupnya bisa dilihat dengan cara ini tetapi struktur lebih transparan
membutuh teknik yang berbeda. Semakin tinggi perbesarannya, maka
kedalaman fokus kurang, lebih baik memulai pemeriksaan dengan
perbesaran rendah. Mempersempit celah memungkinkan pembuatan file
bagian optik klasik. Indeks refraktif bervariasi dri struktur transparan
hamburan mata menghasilkan cahaya yang berbeda secara kualitatif pada
fitur bagian ini. Sinar terang tipis memberikan kejelasan terbesar untuk
bagian ini. Kornea, iris dan lensa terlihat dengan memindahkan kolom
cahaya dari samping ke samping dengan balok panjang penuh yang
sempit mencari kelainan pada struktur dan bentuk. Posisinya mikroskop
diatur untuk mendapatkan tampilan yang jelas dari struktur yang sedang
diperiksa. Celah sangat sempit dan pendek digunakan untuk memeriksa
ruang anterior, terutama saat mencari sel dan suar. Tingkat cahaya sekitar
harus rendah. Filter biru kobalt berguna untuk mendeteksi garis besi pada
kornea dan untuk memeriksa mata yang diberikan fluorescein. Ciri-ciri
film sobek dan meniskus dapat dinilai dan pewarnaan apapun dari

21
konjungtiva dan kornea. Pewarnaan dari konjungtiva terlihat lebih baik
jika absorbsi filter kuning ditempatkan di jalur optik untuk menyaring
cahaya biru dipantulkan kembali dari sklera. Kelainan mungkin lebih
terlihat pada bayangan balok celah ditempatkan miring, sehingga
menghindari pantulan cerah dari film air mata. Sebuah balok ditempatkan
di tepi kelainan kornea akan tersebar ke jaringan sekitarnya, sehingga
menekankan perimeter kelainan tersebut.11
b. Pemeriksaan tidak langsung
Ruang pemeriksaan harus dibuat segelap mungkin, sebagai
pantulan cahaya dari iris dan pupil mengurangi kontras gambar yang
dihasilkan oleh teknik ini. Lampu celah awalnya difokuskan pada puncak
kornea. Balok celah kemudian diteruskan memproyeksikan celah cahaya
denan lebar 1-2 mm dan tinggi 4-5 mm ke limbus temporal. Jika balok
datang dari kanan maka offset juga ke kanan. Cahaya memasuki kornea
dan dipantulkan secara total refleksi internal meninggalkan korena yang
berlawanan limbus, dimana menghasilkan lingkaran cahaya di sekitar
kornea yang berubah. Kornea dilihat dengan mikroskop tegak lurus
dengan kornea pada titik rendah pembesaran untuk memaksimalkan
kedalaman fokus.11
Sebagian besar digunakan oleh dokter mata untuk pemeriksaan mata.
Gambar retina terbalik dan dari belakang ke depan.9

Gambar 10. Besarnya retina yang dapat dilihat menggunakan oftalmoskop


langsung, tidak langsung dan slit lamp9

22
3. Teknologi imaging
a. Uji ultrasonografi
Ultrasonografi dipakai untuk melihat struktur abnormal pada mata
dengan kepadatan kekeruhan media dimana tidak memungkinkan melihat
jaringan dalam mata secara langsung. Sinar ultrasonik direkam yang akan
memberikan kesan keadaan jaringan yang memantulkan getaran yang
berbeda-beda.8
Sken B ultrasonografi (USG) merupakan tindakan melihat dan
memotret alat atau jaringan dalam mata dengan menggunakan
gelombang tidak terdengar. Alat ini sangat penting untuk melihat
susunan jaringan intraokular.8
Bila USG normal dan terdapat defek aferen pupil maka operasi
walaupun mudah, tetap akan memberikan tajam penglihatan yang
kurang. Kelainan USG dapat disertai kelainan makula. USG juga
merupakan pemeriksaan khusus untuk katarak terutama monokular
dimana akan terlihat kelainan badan kaca seperti perdarahan, peradangan,
ablasi retina dan kelainan kongenital atapun adanya tumor intraokular.11

Gambar 11. USG segmen posterior mata11


Aplikasi klinis USG yaitu :11
1) Vitreous dan retina
Kelainan yang diduga pada vitreous dan retina adalah indikasi
yang sangat umum untuk pemeriksaan USG. Ini sangat berguna dalam
menilai vitreous dan segmen posterior saat medianya buram.
Karakteristik suara normal vitreous meliputi:11

23
a) Tidak ada refleksi
b) Kebutuhan akan pengaturan gain tinggi untuk melihat kondensasi
yang kecil
c) Sedikit gerakan pada pengujian dinamis pada tidak adanya
posterior vitreous detachment (PVD) 11
Perdarahan vitreous, endoftalmitis, asteroid hyalosis, gumpalan
sel inflamasi dan kondisi lainnya yang menyebabkan kondensasi
reflektifitas ditingkatkan. Perdarahan vitreous bervariasi dari
kepadatan sedang hingga tinggi pada awalnya, sekali kaskade
koagulasi kaskade dimulai dengan pembentukan fibrin, reflektifitas
meningkat lebih jauh. Reflektifitas tinggi ini karakteristik perdarahan.
Retina menunjukkan reflektifitas yang mirip dengan sklera dalam
kondisi normal. Saat menilai retina harus selalu dibandingkan dengan
reflektifitas sklera yang mendasari menggunakan A-scan. Ini sangat
berguna saat mencoba membedakan membran vitreous dan retina.11

Gambar 12. Adanya perdarahan vitreous (a) cepat dan (b) lambat11

24
Temuan terkait USG juga mungkin membantu diagnosis,
misalnya rusak atau robekan di retina perifer, membran atau PVR
ablasi retina. Sebagai ablasi retina memajukannya menjadi berbentuk
corong, reflektifitas meningkat dan lebih sedikit gerakan rejadi. Ablasi
retina traksi dapat menghasilkan seperti tanda konfigurasi retina,
dengan satu atau lebih titik traksi dan kontraksi.11
2) Koroid
Pada kondisi normal USG tidak mampu membedakan lapisan
tipis koroid dari atasnya retina dan sklera. Kompleks ini biasanya
terlihat pada B-scan sebagai pita cerah dan lapisan beberapa gema di
A-scan. Namun cairan atau lesi infiltratif dapat menyebakan
pemisahan lapisan. Penebalan dan/atau pelepasan koroid terlihat pada
peyakit inflamasi, hipotoni, trauma, setelah operasi intraokular dan
tumor.11

Gambar 13. Detasemen koroid11


3) Saraf optik
Pemeriksaan USG pada saraf optik sangat berguna dalam
diagnosis saraf optik kepala drusen. Ini memiliki reflektifitas yang
tinggi karena kandungan kalsiumnya dan mudah didapat
didemonstrasikan pada pemindaian aksila. Distensi cairan dan padat
dari saraf optik anterior juga bisa dibuktikan. B-scan juga dilakukan
untuk mencari tanda-tanda reflektifitas tinggi dan massa di orbita.11

25
Gambar 14. A) Munculnya kepala saraf optik drusen. B) Tampilan
klinis dari kepala saraf11
b. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
CT-Scan dikembangkan pada awal 1970-an dan didasarkan pada
radiasi pengion. Saat sinar X-ray lewat melalui jaringan akan diserap atau
dilemahkan pada level yang berbeda tergantung pada jenisnya jaringan
yang mereka lewati. Pemindai CT menggunakan banyak detektor untuk
mengukur profil atenuasi sinar-X ini dan menghasilkan gambar.11
Bidang pandang (area yang akan dipindai) harus meluas ke arah
inferior untuk memasukkan bagian atas dari sinus maksilaris dan diatas
mencakup fossa hipofisis dan sinus frontal. Jika pasien diminta angkat
dagu sebanyak mungkin selama akuisisi pemindaian, pandangan optimal
dari saraf optik dan formina akan diperoleh.11
Indikasi pemeriksaan CT-Scan yaitu:
1) Trauma orbita, untuk mendeteksi lesi tulang seperti fraktur,
perdarahan, herniasi ekstraokular otot ke sinus maksilaris dan
emfisem bedah.

26
2) Evaluasi otot ekstraokular pada penyakit mata tiroid
3) Keterlibatan tulang dari tumor orbital dinilai lebih baik menggunakan
CT daripada MRI
4) Selulitis orbita untuk menilai perluasan intraorbital dan pembentuan
abses subperiosteal.
5) Deteksi kalsifikasi intraortbital seperti pada meningioma dan
retinoblastoma.
6) Deteksi perdarahan serebral akut atau subaraknoid
7) Jika kontraindikasi MRI (misalnya benda asing besi)12

Gambar 15. a) Potongan aksial menunjukkan kalsifikasi kasar pada


globe kiri membesar karena retinoblastoma. b) Potongan aksial T1 dari
anak yang sama. Kalsifikasi yang buruk terlihat tetapi tumor jaringan
lunak dan jangkaunnya lebih jelas digambarkan11
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Berbagai jaringan tubuh memiliki waktu relaksasi yang berbeda
sehingga jaringan tertentu dapat berbobot T1 atau T2 (yaitu
divisualisasikan paling baik pada jenis gambar tertentu). Mudah untuk

27
membedakan gambar CT dan MRI karena tulang tampak putih pada CT
tetapi sebenarnya tidak jelas ditunjukkan pada MRI.12
1) Gambar T1 umumnya optimal untuk dilihat pada anatomi normal.
Termasuk struktur hipointens (gelap) cairan serebrospinal (CSF) dan
vitreous. Hiperintens (terang) struktur termasuk lemak, darah, zat
kontras dan melanin.
2) Gambar T2, dimana air ditampilkan sebagai hiperintens, berguna
untuk melihat perubahan patologis karena jaringan edema (misalnya
peradangan) akan menunjukkan sinyal lebih terang dari jaringan
sekitarnya yang normal. CSF dan vitreous bersifat hiperintens karena
memiliki kandungan air yang tinggi.12
MRI adalah teknik pilihan untuk lesi jalur visual intrakranial.12
1) Saraf optik paling baik divisualisasikan pada gambar dengan potongan
koronal berhubungan dengan saturasi lemak T1 koronal dan aksial
gambar post-gadolinium. Gambar aksial T1 berguna untuk
menampilkan anatomi normal. MRI dapat mendeteksi lesi pada bagian
intraorbital dari saraf optik (misalnya neuritis, glioma) sebagai
perluasan intrakranial tumor saraf optik.
2) Lesi selubung saraf optik (misalnya meningioma) serupa intensitas
sinyal ke saraf pada gambar dengan T1 dan T2 tetapi di tingkatkan
dengan gadolinium.
3) Massa sellar (misalnya tumor hipofisis) paling baik divisualisasikan
dengan kontras T1.
4) Patologi sinus kavernosa paling baik ditunjukkan pada gambar
koronal, kontras mungkin diperlukan.
5) Lesi intrakranial pada jalur visual (misalnya inflamasi, demielinasi,
neoplastik dan vaskular). MRI memungkinkan karakterisasi lebih
lanjut dari lesi ini juga lokalisasi anatomi yang lebih baik.12

28
Gambar 16. (A) Potongan koronal T1 melalui globe dimana vitreous adalah
hipointens (gelap) dan lemak orbital adalah hiperintens (terang), (B)
Potongan aksial T2 dimana cairan vitreus dan serebrospinal (CSF) bersifat
hiperintens, (C) Potongan sagital garis tengah T1 melalui otak dimana CSF
di ventrikal ketiga adalah hipointens, (D) Potongan aksial T2 melalui otak
dimana CSF di ventrikel lateral hiperintens12

D. KELAINAN PADA SEGMEN POSTERIOR MATA


1. Age-Related Macular Degeneration (AMD)
a. Definisi
Makula degenerasi sering disebut sebagai age-related macular
degeneration (AMD) merupakan kelainan mata yang berhubungan
dengan usia yang mengakibatkan gangguan penglihatan. AMD adalah
suatu gangguan penglihatan sentral retina (makula) yang bersifat
progresif yang terjadi pada populasi usia 50 tahun atau dii atas 50
tahun.8,13
b. Etiologi
Etiologi dari penyakti ini belum diketahui. Framingham Eye Study
menunjukkan bahwa risiko meningkatnya usia akan menambah angka

29
kejadian AMD sebesar 6,4% penderita pada usia 65-74 tahun dan pada
usia diatas 75 tahun meningkat menjadi 19,7%.14
Faktor risiko yang lain adalah riwayat keluarga, perokok,
hiperopia, warna iris yang terang, hipertensi, hiperkolesterol, gender dan
penyakit kardiovaskular.14
c. Patomekanisme
Secara klinis dibagi:
1) Non-neovaskular=dry type= non eksudatif
Tipe ini ditemukan sekitar 85-90% kasus. Terdapat hilangnya
granula melanin diganti lipofusin dan penumpukan “recidual bodies”
dan penumpukan basal laminar deposit. Pada pemeriksaan fundus
okuli tampak drusen yang makin lama dapat bertambah banyak.14

Gambar 17. AMD dry type14


2) Neovaskular =wet type= eksudatif
Tipe ini ditemukan sekitar 10-15% kasus. Perubahan progresif
terbentuknya neovaskularisasi pada kapiler koroid daerah makula.14
d. Manifestasi Klinis
Keluhan penderita tergantung stadium dan bentuk AMD. Gangguan
pada stadium awal berupa metamorposis (perubahan bentuk benda yang
dilihat), skotoma sentral, gangguan penglihatan warna, kemunduran visus
sampai dengan kebutaan.14

30
e. Diagnosis
Pemeriksaan fundus okuli dengan cara pemberian tetes mata untuk
dilatasi pupil menggunakan obat:14
1) Tropicamide 0,5% 1% ditetesi 1-2 kali ditunggu 30 menit.
2) Phenylephrine 10%
Setelah pupil midriasis kemudian diperiksa dengan:14
1) Oftalmoskop direk
Bayangan tegak diperbesar 14 kali, tampak gambar satu bidang
(tidak stereoskopis).14
2) Biomikroskop dan Goldmann 3 mirror (lensa kontak 3 cemin dari
goldmann)
Disini diberikan bahan lubrikasi CMC 2% atau Methocel 2% untuk
memasang lensa kontak pada kornea.
a) Bayangan tegak 3 dimensi, diperbesar 10-16 kali
b) Sebelum lensa kontak dipasang, ditetesi Tetracain 0,5%14
3) Angiografi fluoresin
Di sini akan terlihat jelas gambaran neoaskularisasi khoroid, dan
dapat menentukan tindakan/pengobatan dan prognosis pasca
pengobatan.14
4) Foto fundus apabila media optis jernih akan tampak penimbunan
bahan koloid di daerah makula yang berwarna putih kekuningan (pada
tipe noneksudatif) dan perdarahan subretian (pada tipe eksudatif).14
5) Optical Coherence Tomography (OCT) daerah makula akan tampak
jelas penebalan makula sentral karena proses neovaskularisasi
khoroidal di bawahnya. OCT sangat bermanfaat untuk mendiganosis
dan follow up pengobatan secara periodik.14
2. Retinopati Diabetik
a. Definisi
Kelainan retina dan sistem vaskular yang diakibatkan diabetes melitus.14

b. Patomekanisme

31
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan
perubahan fisiologi dan biokimia aliran darah dan berakhir dengan
terjadinya kerusakan endotel kapiler (intraretinal mikroangiopati).
Mikroangiopati ini pada pemeriksaan histologi adalah hilangnya pericyte
dan menebalnya dinding pembuluh darah sehingga mengecilnya lumen
pembuluh darah kapiler bahkan dalam keadaan yang berat terjadinya
pembuntutan pembuluh darah kapiler retina, keadaan ini diperberat
dengan terjadinya fenomena lumpur dari rheologi darah sehingga
menimbulkan terbentuknya mikroaneurisma dan daerah hipoksia di retina
atau iskemia.14
c. Manifestasi Klinis
Pada umumnya klasifikasi retinopati diabetik dibagi menjadi 3:14
1) Retinopati diabetik nonproliferatif (Background diabetic retinopathy)
yang ditandai dengan mikroaneurisma, perdarahan retina, eksudat
lunak, eksudat keras dan daerah yang hipoksia dan iskemia, dapat
disertai edema makula atau tanpa edema makula.
2) Retinopati Diabetik Preproliferatif yang dapat disertai edema makula
atau tanpa edema makula.
3) Retinopati Diabetik Proliferatif di tandai adanya pembuluh darah baru
atau neovaskularisasi, perdarahan di subhyaloid jaringan ikat
vitreoretinal dan ablasi retina, dapat disertai edema makula atau tanpa
edema makula.

Gambar 18. Retinopati diabetik tipe proliferatif (a) dan tipe


nonproliferatif (b)14
d. Diagnosis

32
Pemeriksaan funduskopi secara baik yaitu dengan melebarkan
pupil yang maksimal dan memeriksa dengan oftalmoskop direk, indirek
dan Goldmann 3 mirror. Untuk menegakkan dan mengetahui indikasi
pengobatan perlu dilakukan pemeriksaan Fundal Fluorescein
Angiography (FFA).14
Pada pemeriksaan FFA dengan jelas dapat melihat adanya
mikroaneurisa yang berdifusi atau tidak berdifusi, daerah hipoksia atau
iskemi, adanya neovaskularisasi di retina, di papil maupun di viterus dan
melihat dengan pasti adanya edema di makula atau diretina, serta
intraretina micro angioptahy (IRMA).14
Untuk mendiagnosis ada atau tidaknya edema makula, dapat
ditentukan melalui FFA (Fundal Fluorescein Angiography) dimana dapat
membedakan antara edema makula tipe difus atau fokal, sedangkan
dengan OCT (optical coherence tomography) dapat diketahui kuantitas
dari edema makula.14
3. Glaukoma
a. Definisi
Glaukoma berasal dari bahasa yunani glaukos yang berarti hijau
kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita
glaukoma. Glaukoma merupakan suatu neuropati optik kronik, yang
dapat ditandai oleh pencekungan (cupping) diskus optikus dan
pengecilan lapangan pandang, dan biasanya disertai dengan peningkatan
tekanan intraokular. Pada glaukoma akan terdapat melemahnya fungsi
mata dengan terjadinya cacat lapang pandang dan kerusakan anatomi
berupa ekskavasi (penggauangan) serta degenerasi papil saraf optik yang
dapat berakhir dengan kebutaan.8,15
b. Etiologi
Penyebab glaukoma tergantung pada jenis glaukoma yang diderita.
Tidak semua jenis glaukoma diketahui penyebabnya. Berdasarkan ada
atau tidaknya penyebab, glaukoma dibedakan menjadi dua jenis. Jenis
glaukoma yang diturunkan dan tidak diketahui sebabnya disebut sebagai

33
glaukoma primer. Jenis glaukoma yang tidak diturunkan dan diketahui
penyebabnya disebut glaukoma sekunder. Apabila dalam satu keluarga
diketahui ada yang menderita glaukoma primer, maka keluarga terdekat
mempunyai risiko yang besar untuk menderita glaukoma jenis ini juga.
Glaukoma sekunder bisa disebabkan oleh banyak hal, antara lain trauma
mata, peradangan, diabetes melitus, perdarahan dalam mata, bahkan
katarakpun bisa menyebabkan glaukoma.16
c. Patomekanisme
Cairan aqoues diproduksi dari korpus siliaris, kemudian mengalir
melalui pupil ke kamera okuli posterior (COP) sekitar lensa menuju
kamera okuli anterior (COA) melalui pupil. Cairan aqoeus keluar dari
COA melalui jalinan trabekula menuju kanal Schlemm’s dan disalurkan
ke dalam sistem vena.17
Beberapa mekanisme peningkatan tekanan intraokular:
1) Korpus siliaris memproduksi terlalu banyak cairan bilik mata,
sedangkan pengeluaran pada jalinan trabekular normal.
2) Hambatan pengaliran pada pupil sewaktu pengaliran cairan bilik mata
belakang ke bilik mata depan.
3) Pengeluaran di sudut bilik mata terganggu.
Glaukoma sudut terbuka ditandai dengan sudut bilik mata depan
yang terbuka, dan kemampuan jalinan trabekula untuk mengalirkan
cairan aqoues menurun. Glaukoma sudut tertutup ditandai dengan
tertutupnya trabekulum oleh iris perifer, sehingga aliran cairan melalui
pupil tertutup dan terperangkap di belakang iris dan mengakibatkan iris
mencembung ke depan. Hal ini menambah terganggunya aliran cairan
menuju trabekulum.17
Mekanisme utama kehilangan penglihatan pada glaukoma adalah
apoptosis sel ganglion retina. Optik disk menjadi atropi dengan
pembesaran cup optik. Efek dari peningkatan tekanan intraokular
dipengaruhi oleh waktu dan besarnya peningkatan tekanan tersebut. Pada
glaukoma akut sudut tertutup. Tekanan intraokular (TIO) mencapai 60-80

34
mmHg, mengakibatkan iskemik iris, dan timbulnya edem kornea serta
kerusakan saraf optik. Pada glaukoma primer sudut terbuka, TIO
biasanya tidak mencapai di atas 30 mmHg dan kerusakan sel ganglion
retina berlangsung perlahan, biasanya dalam beberapa tahun.17
d. Manifestasi Klinis
Pasien dengan glaukoma primer sudut terbuka (glaukoma kronik
sudut terbuka) dapat tidak memberikan gejala sampai kerusakan
penglihatan yang berat terjadi sehingga dikatakan sebagai pencuri
penglihatan. Berbeda pada glaukoma akut sudut tertutup, peningkatan
TIO berjalan cepat dan memberikan gejala mata merha, nyeri dan
gangguan penglihatan.17
1) Peningkatan TIO
2) Halo sekitar cahaya dan kornea yang keruh
3) Nyeri
4) Penyempitan lapang pandang
5) Perubahan pada diskus optik
6) Oklusi vena
7) Pembesaran mata
e. Diagnosis
1) Glaukoma sudut tertutup primer akut
Lampu celah biomikroskop:14
a) Kongesti pembuluh darah epiklera dan konjungtiva
b) Edema epitel kornea
c) Bilik Mata depan dangkal, flare dan cells
d) Pupil ireguler, middilatasi
e) Lensa membesar dan lebih terdorong ke depan.

35
Gambar 19. Edema kornea dan bilik mata depan dangkal pada
sudut tertutup akut
2) Glaukoma sudut terbuka primer14
a) TIO tinggi atau normal
b) Penipisan RNFL
c) Gaung Pupil= cupping= excavation (cup disk ratio/CDR)
d) Gambaran hilangnya lapang pandang yang khas
e) Sudut BMD terbuka

Gambar 20. Nervus optikus14


4. Papil Edema
a. Definisi
Pembengkakan tanpa peradangan dari papil saraf optik yang
disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial. Menurut Vaughan,
papil edema adalah pembengkakan papil saraf optik atau diskus optik
sebagai akibat peningkatan tekanan intrakranial baik oleh karena proses
inflamasi maupun non infamasi yang berhubungan dengan penyakit-
penyakit intrakranial, orbita atau penyakit sistemik.14

36
b. Etiologi
Massa intrakranial akan menaikkan tekanan intrakranial dengan
cara sebagai lesi desak ruang, menyebabkan edema otak difus atau lokal
dan menyumbat cairan serebrospinalis. Tumor infratentorial lebih
mungkin menyebabkan papiledema dibanding dengan supratentorial.14
Adanya gangguan aliran humor akuous yang disebabkan karena
stenosis akuaduktus sylvii yang bisa kongenital (malformasi Chiari) atau
akuisita (infeksi intrakranial misalnya toksoplasmosis, perdarahan
subaraknoid yang dapat menyebabkan papiledema dalam beberapa jam
tetapi dapat pula baru terjadi setelah beberapa minggu,
mukopolisakaridosis dapat disertai papiledema akibat deposisi
mukopolisakarida sehingga menghambat aliran serebrospinal.14
Penyebab yang lain meningitis dan ensefalitis, sindrom kenaikan
tekanan venosa yang dapat disebabkan oleh berbagai proses patolog,
trauma kepala, kraniotosis, lesi ekstrakranial, dan pseudotumor serebri.14
c. Manifestasi Klinis
Tekanan intrakranial tidak tergantung berat badan atau tinggi
badan, sedikit lebih tinggi apabila seseorang batuk, bersin, mengejan, dan
menahan napas.14
Gejala yang ditemui pada pasien dengan papil edema berupa visus
yang normal kecuali pada stadium lanjut, sefalgia, nausea, mual, defek
lapang pandangan. Defek lapang pandangan berupa pelebaran bintik
buta. Selain pembesaran bintik buta, apabila papiledema terus
berlangsung dan memberat dapat terjadi berbagai bentuk kelainan lapang
pandang misalnya skotoma arkuata, nasal step, konstriksi, sisa temporal
dan bahkan kebutaan total.14
d. Diagnosis
Pemeriksaan visus sangat diperlukan, penderita papil edema fase
awal dan fase sempurna bisanya tidak didapatkan gejala visual.14
Pemeriksaan papil edema dengan funduskopi harus dilakukan
secara teliti dengan melihat tanda-tanda atau perubahan yang terjadi.

37
Tanda-tanda atau perubahan yang terjadi pada pemeriksaan funduskopi
berupa:14
1) Hiperemi papil
2) Batas papil kabur
3) Peningkatan ketinggian papil
4) Perubahan serabut saraf peripapiler, dapat terjadi edema
5) Pelipatan retina dan koroid, yang dikenal dengan sebutan paton’s line
6) Kongesti vena dan pembuluh darah peripapiler, pembuluh darah
peripapiler terlihat berkelok-kelok dan ukuran lebih besar disebut
turtoisity
7) Perdarahan papiler dan peripapiler
8) Eksudat serabut saraf
9) Hilangnya denyutan vena spontan
Berdasarkan Walsh & Hoyt’s stadium papil edema dibagi menjadi
stadium awal, perkembangan lengkap, kronis dan atrofi.14
1) Papil edema awal
Ditandai dengan adanya hiperemi diskus, edema diskus, papil
saraf optik batas kabur dan lapisan serat saraf kabur.14
2) Perkembangan lengkap
Ditandai dengan elevasi tinggi pada papil saraf optik, vena
tampak lebih besar dan lebih hitam, perdarahan disekitar papil
(peripapillary splinter hemorrhage) dan kadang terdapat lipatan koroid
serta lipatan retina.14
3) Papil edema kronis
Terjadinya perdarahan lebih jelas, papil saraf optik terobliterasi
sempurna, hiperemi saraf optik berkurang, terjadi eksudat keras pada
papil dan shunt vena retina koroidal mulai terlihat.14
4) Papil edema lambat (Atrofi)
Terjadi sekunder atrofi optik, edema pada papil menurun, atrofi
retina mengecil, diskus saraf optik terlihat abu-abu kotor dan kabur,
sekunder gliolisis. Tampak adanya shunt vena retinal koroidal.

38
Gambar 21. a) papil edema awal, b) perkembangan lengkap, c) kronis, d)
atrofi14
5. Papil atrofi
a. Definisi
Papil atrofi adalah degenerasi saraf optik yang tampak sebagai
papil saraf optik yang berwarna lebih pucat daripada normal.14
b. Etiologi
Etiologi papil atrofi meliputi gangguan lokal dan sistemik, dimana
yang tersering disebabkan oleh beberapa kondisi antara lain:14
1) Trauma
2) Kompresi
3) Iskemia
4) Toksin
5) Pasca inflamasi
6) Malnutrisi
7) Metabolik
8) Penyakit degeneratif
9) Herediter
c. Klasifikasi
1) Papil atrofi primer
a) Terjadi sebagai akibat proses degenerasi diretina atau proses
retrobulbar

39
b) klinis tampak pupil berbatas jelas, ekskavasio yang lebar, tampak
lamina kribrosa pada dasar ekskavasio.14
2) Papil atrofi sekunder
a) Terjadi sebagai akibat peradangan akut saraf optik yang berakhir
dengan proses degenerasi
b) Tampak tepi papil agak kabur, warna pucat sedangkan lamina
kribrosa tidak tampak.14

Gambar 22. a) Papil atrofi primer, b) Papil atrofi sekunder14


6. Neuritis Optik
a. Definisi
Kehilangan penglihatan akut yang disebabkan suatu proses
inflamasi, infeksi atau demielinating yang mengenai saraf optik.14
b. Pembagian
Ada dua macam neuritis optik, yaitu:
1) Papilitis adalah peradangan papil saraf optik dan apabila jaringan
retina disekitarnya juga terkena disebut neuroretinitis.14

Gambar 23. Papilitis14


2) Neuritis retrobulbar adalah peradangan saraf optik yang berada di
belakang bola mata.14

40
Gambar 24. Neuritis retrobulbar14
c. Manifestasi klinis
1) Visus mendadak menurun (jam-hari)
2) Biasanya unilateral
3) Usia 18-45 tahun
4) Nyeri di orbita terutama pada pergerakan mata
5) Defisiensi persepsi warna
6) Persepsi intensitas cahaya menurun
7) Bila disertai gejala neurologi atau infeksi virus
8) Persepsi warna menurun
9) Papil batas kabur, hiperemi14
7. Neuropati Optik Iskemik Anterior
a. Definisi
Neuropati Optik Iskemik Anterior (Anterior Ischemic Optic
Neuropathy (AION)) adalah neuropati optik akut yang paling umum
dijumpai pasien yang berumur di atas 50 tahun, yang mencerminkan
adanya kerusakan yang bersifat iskemik pada papil saraf optik.14
b. Pembagian
1) Arteritik (AAION)
Berhubungan dengan temporal giant cell arteritis
2) Non Arteritik (NAION)

41
Gambar 25. Papil optik pada NOIA. A) Penampakan papil optik pada
non arteritis. Edema segmental, dengan lapisan pucat ringan dan
perdarahan lidah api. B) Penampakan papil optik pada NOIA arteritis.
Pucat lebih menonjol, dan pada kasus ini, iskemi koroidal peripapiler
membuat pembengkakan pucat pada retina dalam peripapiler dan
koroid, selnajutnya mengaburkan tepi retina-papil.14
c. Manifestasi klinis
1) Visus menurun
2) Tidak nyeri
3) Dimulai pada satu mata tapi bisa dua mata
4) Defek pupil afferent
5) Edema papil segmental yang pucat
6) Flame shaped Hemorrhages
7) Penglihatan warna menurun
8) Defek lapang pandangan: altitudinal atau sentral14
8. Retinopati Hipertensi
a. Definisi
Gambaran fundus mata akibat hipertensi yang mengenai sistem
vaskuler, retina, kapiler koroid dan saraf optik.14
b. Manifestasi klinis
Perubahan sistem vaskular di retina dan saraf optik tidak memberi
gejala klinis penurunan tajam penglihatan, kecuali bila sudah terjadi
komplikasi sumbatan vaskular yang mengganggu perfusi makula.14
1) Vakskulopati dan retinopati
Tekanan sistolik yang tinggi dan persisten akan menyebabkan
disfungsi endotel permanen dan manifestasinya berupa sklerotik

42
vaskular yang tampak sebagai fenomena AV crossing, perubahan
perbandingan A:V dan arteriole light reflex. Retinopati terjadi karena
dekompensasi sistem vaskuler dan bersifat reversible.14

Gambar 26. Retinopati hipertensi didapatkan cotton wool spots14


2) Khoroidopati
Terjadi pada penderita usia muda, akut dan tekanan sistolik yang
tinggi misalnya eklamsi-preeklampsi, feokromositoma. Zona
nonperfusi luas yang mengenai kapiler koroid akan menyebabkan
eksudasi masuk keruangan sub retina (separasai retina).14
3) Neuropati saraf optik
Edema papil saraf optik, perdarahan retina superfisial
sekitarnya, menunjukkan ensefalopati hipertensi. Keadaan ini bisa
terjadi pada tekanan sistolik yang tinggi pada keadaan akut maupun
kronis.14
9. Ablasi Retina
a. Definisi
Separasi dari lapisan sensoris retina dari lapisan epitel pigmen
retina (RPE) yang disebabkan oleh akumluasi subretina.14
b. Klasifikasi
1) Rhegmatogenous Retinal Detachment (RRD): diawali dengan adanya
robekan (break) pada retina yang menyebabkan masuknya cairan yang
berasal dari vitreius yang mencair di antara lapisan sensoris retina dan
RPE.
2) Non Rhegmatogenous Retinal Detachment14

43
Gambar 27. Ablasi retina disertai horseshoe retinal tear14
c. Manifestasi klinis
Retina yang lepas memberikan gambaran retina konveks, warna
lebih pucat, konfigurasi pembuluh darah retina yang berkelok-kelok serta
retina bergoyang, jika mata bergerak.14
10. Sumbatan Arteri Retina Sentral (Central Retinal Artery Obstructio/CRAO)
a. Definisi
Suatu keadaan yang menggambarkan adanya sumbatan yang
bersifat akut pada aliran darah arteri retina sentral.14
b. Etiologi
Sumbatan arteri retina sentral seringkali timbul pada penderita
berusia di atas 65 tahun, tetapi juga terjadi pada semua usia. Kelainan
ini timbul unilateral pada 99% kasus. Tidak dikenal adanya pola
herediter pada kelainan ini.14
c. Manifestasi klinis
Tajam penglihatan didapatkan adanya riwayat penurunan tajam
penglihatan yang bersifat akut, unilateral dan tanpa disertai nyeri, yang
timbul dalam hitungan detik.14
Pada pupil terdapat defek afferent pupil biasanya timbul dengan
segera.14
Pada segmen posterior didapatkan:14

44
1) Kepucatan pada retina superfisial, yang dapat terjadi beberapa jam
setelah serangan.
2) Gambaran cherry red spot pada foveola
3) Adanya cilioretinal arterial sparing pada fovea sentral
4) Tampak embol intra-arterial retina
5) Adanya emboli kolesterol yang berwarna kekuningan dan mengkilat
pada arteri retina (Hollenhorst plaque), biasanya menunjukkan
emboli berasal dari arteri karotis.
6) Kalsfikasi berupa plak yang besar dan berwarna keputihan,
menandakan plak berasal dari katup-katup jantung.14

Gambar 28. Foto fundus CRAO14


11. Retinopathy of Prematurity (ROP)
a. Definisi
ROP merupakan retinopati iskemik pada bayi prematur dan bayi
berat lahir rendah (BBLR). Dinyatakan juga bahwa ROP adalah
retinopati vasoproliferatif yang terjadi pada bayi prematur dan bayi
berat lahir sangat rendah (BBLSR) yang mendapat terapi oksigen
dengan konsentrasi tinggi.14
b. Manifestasi klinis
Gambaran klinis ROP meliputi keadaan aktif dan sikatrik.
Klasifikasi internasional untuk ROP akut dibedakan berdasarkan lokasi,
luas dan tingkat keparahannya sesuai dengan The International

45
Classification of Retinoptahy of Prematurity (ICROP). Luasnya
kelainan retina yang avaskular ditentukan dalam arah jam 1-12. Untuk
menentukan lokasi anteroposterior dari ROP, lokasi dibagi menjadi 3
zona konsentrik dengan papil saraf optik sebagai pusatnya, yaitu:14
1) Zona I meliputi retina posterior dalam lingkaran 60 derajat berpusat
pada papil saraf optik dengan radius 2 kali jarak antara papil saraf
optik dan makula.
2) Zona II berawal dari lingkaran posterior zona I ke arah anterior nasal
ora serrata sampai akuator sisi temporal
3) Zona III merupakan area sisa retina perifer temporal, superior dan
inferior.14
Berdasarkan derajat keparahan, ROP diklasifikasikan menjadi 5
stadium sebagai berikut:14
1) Stadium 1, didapatkan garis demarkasi (demarcation line) yang
memisahkan area retina yang tervaskularisasi dan yang tidak.
2) Stadium 2, terbentuk ridge yaitu garis demarkasi yang memiliki
tinggi, kedalaman dan volume.
3) Stadium 3, ridge disertai proliferasi fibrovaskular ekstraretinal yang
dibedakan menjadi ringan, sedang dan berat sesuai dengan
banyaknya proliferasi jaringan.
4) Stadium 4, terjadi partial retinal detachment dimulai dari perifer
menuju ke tengah yang disebabkan traction fibrovaskular proliferatif
yang progresif. Pada stadium 4A, lepasnya retina tidak mengenai
makula, sedangkan stadium 4B mengenai makula.
5) Stadium 5, terjadi total retinal detachment dengan bentuk funnel.
Dalam klasifikasi internasional ROP, terdapat bentuk lain ROP
yaitu plus disease, thereshold disease dan rush disease.

46
Gambar 29. A) ROP stadium 2, B) ROP stadium 3, C) ROP stadium 5,
D) ROP plus disease14
12. Central Serous Chorioretinopathy (CSC/CSCR)
a. Definisi
Suatu kelainan idiopatik pada makula yang ditandai adanya ablasi
serora dari neuroepitelium retina sensoris yang mengakibatkan
akumulasi cairan subretina tanpa disertai perdarahan subretina maupun
eksudat.14
b. Manifestasi klinis
CSC banyak terjadi pada laki-laki sehat berusia antara 25-55 tahun.
Sebagian besar asimptomatis, kecuali makula sentral terkena. Pada
penderita simptomatis akan mengeluhkan penglihatan kabur mendadak
dan buram/redup, mikropsia (objek terlihat lebih kecil dari aslinya
dibanding mata yang sehat), metamorpopsia (distorsi objek yang
dilihat), skotoma parasentral, atau penurunan penglihatan warna
(disktomatopsia). Pada umunya visus bervariasi dari 20/20 sampai
20/200, tapi pada kebanyakan penderita, visus lebih baik dari 20/30.
Penurunan penglihatan tersebut dapat dikoreksi dengan korekso
hipermetropia.14
c. Diagnosis
Pada pemeriksaan visus dengan koreksi terbaik didapatkan koreksi
hipermetropia atau mendekati normal. Pemeriksaan retina dengan pupil

47
dilatasi menggunakan oftalmoskopi direk/indirek tampak area makula
retina yang menonjol dan berbatas jelas disertai penurunan reflek fovea.
Tes amsler frid menunjukkan area yang terkena dan pada pemeriksaan
penglihatan warna dengan ishihara didapatkan penurunan.14
Pemeriksaan dengan flurescein angiography (FA) didapatkan
kebocoran ke dalam cairan subretina atau retina subsensoris yang
ditunjukkan adanya hiperfluoresensi.14

Gambar 30. Ablasi retina serosa dan epitel retina12

48
DAFTAR PUSTAKA
1. Fernandez, RV., Tome, VD., Rodriguez, AL., Penedo, AC., Otore, XG.,
Alvarez, AL., Ferreiro, AF., Espinar, FJ. 2020. Drug Delivery to the
Posterior Segment of The Eye Biopharmaceutic and Pharmacokinetic
Considerations. Pharmaceutics 12(269): 1-39.
2. Bogunjoko, TJ., Hassan, AO., Ogunro, A., Akanbi, T., Abudu, B. 2019.
Posterior SegmentEye Disease In Ijebu, Soutwestern Nigeria. International
Journal Of Community Medicine and Public Health 6(1): 8-12.
3. College of Optometrists of Ontario. 2016. Optometric Practice Reference.
College of Optometrists of Ontario.
4. Elmorsy, E., Parrey, MU. 2019. Posterior Segment Eye Disease: Prevalence,
Pattern, adn Attribution to Visual Impairment Among Adult Saudi
Population. The Annals of Clinical and Analytical Medicine 10(4): 505-509.
5. Shah, JN., Shah, HJ., Groshev, A., Hirani, AA., Pathak, YV., Sutariya, VB.
2014. Nanoparticulate Transscleral Ocular Drug Delivery. Journal of
Biomolecular Research & Therapeutics 3(3):1-14.
6. Hirani, A., Grover, A., Lee, YW., Pathak, Y., Sutariya, V. 2013. Polymer-
based Therapies for Segment Ocular Disease. Journal of Biomolecular
Research & Therapeutics 3(122):1-3.
7. Suhardjo., Hartono. 2007. Ilmu Kesehatan Mata. Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
8. Ilyas, S., Yulianti, SR. 2017. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
9. Olver, J., Cassidy, L., Jutley, G., Crawley, L. 2014. Opthalmology at a
Glance. Edisi 2. Blackwell Science. United Kingdom.
10. Clinical Education Unit (CEU). 2018. Buku Ajar Bagian Ilmu Kesehatan
Mata. Universitas Muslim Indonesia Fakultas Kedokteran. Makassar.
11. James, B., Benjamin, L. 2007. Opthalmology Investigation and
Examination Techniques. Elsevier Limited. China.
12. Bowling, B. 2016. Kanski’s Clinical Ophthalmology A Systematic
Approach. Edisi 8. Elsevier Limited. Australia.

49
13. Tany, CE., Sumual, V., Saerang, JSM. 2016. Prevalensi Age Related
Macular Degeneration di Poliklinik Mata BLU RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado Periode Januari 2013-Oktober 2015. Jurnal e-Clinic 4(1):
279-283.
14. Budiono, S., Saleh, TT., Moestidjab., Eddyanto. 2013. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Mata. Airlangga University Press. Surabaya.
15. Putri, PGAB., Sutyawan IWE., Triningrat AMP. 2018. Karakteristik
Penderita Glaukoma Primer Sudut Terbuka dan Sudut Tertutup di Divis
Glaukoma di Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
Periode 1 Januari 2014 hingga 31 Desember 2014. E-Jurnal Medika 7(1):
16-21.
16. Kemenkes RI. 2015. Situasi dan Analisis. Pusdatin Kemenkes RI. Jakarta.
17. Khaw, T., Shah, P., Elkington AR., 2005. ABC of Eyes 4th Edition. BMJ
Publishing Group: 52-59.

50

Anda mungkin juga menyukai