Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Mata bisa bergerak pada orbitnya tanpa memutar pusat rotasi. Gerakan mata
pada rotasinya itu diatur oleh enam otot penggerak bola mata yang terdiri dari empat
buah muskulus rektus yaitu muskulus rektus medial (MRM), muskulus rektus lateral
(MRL), muskulus rektus superior (MRS), muskulus rektus inferior (MRI), dan dua
buah muskulus oblikus yaitu muskulus oblikus superior (MOS), muskulus oblikus
inferior (MOI) yang berotasi seperti globe dalam rongga mata. Sebagian besar otototot tersebut berasal dari annulus Zinn yang memiliki insersi, pasokan darah,
persyarafan dan ukuran yang berbeda-beda. Gerakan mata di sekitar pusat rotasi
digambarkan dengan istilah yang spesifik yaitu Axes of Fick dan Listings plane yang
membagi pusat rotasi mata menjadi tiga sumbu yaitu sumbu x, y dan sumbu z.(1,2,3)
Otot-otot penggerak bola mata mempunyai kombinasi kontraksi dan relaksasi
secara sinkron memberikan posisi lirik pada mata. Otot-otot penggerak bola mata ini
masing-masing mempunyai efek primer, sekunder dan tersier. Efek primer adalah
efek utama yang ditimbulkan pada pergerakan bola mata. Efek sekunder dan tersier
adalah efek yang lebih kecil. Sehingga dari sini ada sembilan posisi yang merupakan
posisi diagnostik, di antaranya enam posisi kardinal (yaitu atas dan kanan, atas dan
kiri, kanan, kiri, bawah dan kanan, bawah dan kiri), lurus ke atas, lurus ke bawah dan
posisi primer. (2,4,5)
Gerakan mata secara garis besar ada dua tipe yaitu gerakan monokular atau
duksi dan gerakan binokular yang terbagi menjadi versi (gerakan mata dengan arah
yang sama secara bersamaan) dan vergen (gerakan dua mata dalam arah yang
berlawanan).(1,2,6)

Posisi mata ditentukan oleh keseimbangan yang dicapai oleh tarikan otot-otot
penggerak bola mata. Hal tersebut bisa terjadi dari rangsangan persyarafan yang di
dapat oleh masing-masing otot penggerak bola mata yang dikontrol di kortek dan
brain stem. Kerja setiap otot juga tergantung pada orientasi mata di dalam orbita dan
pengaruh jaringan ikat orbita yang mengatur arah kerja otot-otot penggerak bola mata
dengan menjadi origo mekanis fungsional otot-otot tersebut. (3,4)
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai embriologi, anatomi, fisiologi
otot-otot penggerak bola mata.

BAB II
EMBRIOLOGI OTOT-OTOT PENGGERAK BOLA MATA

Mata berkembang dari tiga lapisan embrionik primitif : ektoderm permukaan,


termasuk derivatnya krista neuralis, ektoderm neural dan mesoderm. Endoderm tidak
termasuk dalam pembentukan mata. (4,5)
Mesoderm berkontribusi membentuk vitreus, otot-otot palpebra dan otot-otot
ekstraokuler, serta endotel vaskular orbita dan okuler. Otot-otot penggerak bola mata
berasal dari agregasi mesenkim yang mengelilingi cawan optikus dan dapat
diidentifikasi pada kehamilan 7 minggu dan pertumbuhan struktur ini akan sempurna
pada kehamilan 4 bulan. Mioblast yang terdiri dari miofibril dan immature Z band
dapat dibedakan dalam kehamilan 5 minggu. (4,5,7)
Pada kehamilan 7 minggu bagian dorsomedial dari muskulus rektus superior
memberi kesempatan berkembangnya muskulus levator palpebra dan pertumbuhan
bagian lateral muskulus rektus superior ke arah palpebra. Tendon otot-otot penggerak
bola mata menyatu dengan sklera di sekitar equator pada kehamilan 3 bulan. Kapsul
tenon mulai terbentuk di dekat insersi otot rektus pada usia kehamilan 3 bulan dan
sempurna pada usia kehamilan 5 bulan. (4,5,7)

Gambar 1. Otot Penggerak Bola Mata Dapat Diidentifikasi pada


Usia Kehamilan 7 Minggu (7)

BAB III
ANATOMI OTOT-OTOT PENGGERAK BOLA MATA

3.1. Anatomi Otot-Otot Penggerak Bola Mata


Otot-otot penggerak bola mata terdiri terdiri dari empat otot rektus yaitu
muskulus rektus medial (MRM), muskulus rektus lateral (MRL), muskulus rektus
superior (MRS) dan muskulus rektus inferior (MRI) dan 2 otot oblikus yaitu
muskulus oblikus superior (MOS) dan muskulus oblikus inferior (MOI) yang
merupakan 3 pasang otot yang bekerja antagonis dan menyebabkan mata berotasi
seperti bola dalam rongga mata.(1,2,3,5)

Gambar 2. Otot Penggerak Bola Mata Dilihat dari Depan (1)

Gambar 3. Otot Penggerak Bola Mata Dilihat dari Samping(1)

3.1.1. Muskulus Rektus Medial (MRM)


MRM ini berorigo pada annulus Zinn dan berjalan sepanjang dinding medial
orbita. Insersi pada meridian horizontal 5,5 mm dari limbus. Tendon rektus medial
merupakan tendon rektus yang insersinya paling dekat ke limbus dibanding insersi
tendon rektus lainnya. Otot ini paling besar dari otot-otot ekstraokular lainnya dan
lebih kuat dari MRL. (2,8,9)
Panjang otot 40,8 mm, panjang tendon 3,7 mm, lebar 10,3 mm dan panjang otot
setelah menembus kapsul tenon kira-kira 12 mm dari insersi. Pada posisi primer, M.
rektus medial berfungsi adduksi. (1,2,8,9)
Perdarahan otot-otot ekstraokuler berasal dari cabang-cabang muskular dari
arteri oftalmika yang sangat penting untuk suplai darah ke otot-otot ekstraokuler,
arteri lakrimalis dan arteri infraorbital. MRM memperoleh suplai darah dari cabang
muskular inferior arteri oftalmika dan diinervasi oleh nervus okulomotorius (N III)
yang terdiri atas 2 bagian yaitu bagian superior dan bagian inferior. MRM dipersarafi
oleh N III bagian inferior. (1,2,8,9)

Gambar 4. M. Rektus Medial dan M. Rektus Lateral(1)

3.1.2. Muskulus Rektus Lateral (MRL)


MRL ini berorigo pada annulus Zinn dan berjalan sepanjang dinding lateral
orbita. Insersi pada meridian horizontal 6,9 mm dari limbus. Panjang otot 40,6 mm,
panjang tendon adalah 9,2 mm, lebar 9,2 mm dan panjang otot setelah menembus
kapsul tenon kira-kira 15 mm dari insersi. MRL berfungsi abduksi. (1,2,8,9)
MRL memperoleh suplai darah tunggal dari arteri lakrimalis. Inervasi MRL
oleh nervus abdusen (N VI). (1,2,10,11)

SR

N
LR

SR

SO

MR

IR

IO

SO
IR

N
IO

IO

SR
LR
IR

Gambar 5. Insersi Otot Ekstraokuler Dilihat dari A. Depan; B. Atas; C. Bawah; dan
D. Sisi Lateral. LR, Lateral rectus; MR, medial rectus; SR, superior rectus; IR, inferior rectus; SO,
superior oblique; IO, inferior oblique; N, nasal; T, temporal. (10)

3.1.3. Muskulus Rektus Superior (MRS)


MRS ini berorigo pada annulus Zinn dan berjalan ke anterior pada bagian atas
bola mata dan lateral membentuk sudut 23 dari aksis visual mata pada posisi primer.

Otot ini berinsersi pada meridian vertikal 7,7 mm dari limbus. Tendon rektus superior
yang terjauh dari limbus, panjang otot 41,8 mm, panjang tendon 5,8 mm, lebar 10,8
mm dan panjang otot setelah menembus kapsul tenon kira-kira 15 mm dari insersi.
(1,2,9,11)

Pada posisi primer, aksi primer otot adalah elevasi, aksi sekunder adalah intorsi
(insikloduksi) dan aksi tersier adalah adduksi. MRS memperoleh suplai darah dari
cabang muskular superior arteri oftalmika dan diinervasi oleh nervus okulomotorius
(N III) bagian superior. (1,2,9,11)

Gambar 6. M. Rektus Superior dan M. Rektus Inferior,(9)

3.1.4. Muskulus Rektus Inferior (MRI)


MRI ini berorigo pada annulus Zinn dan berjalan ke anterior di bawah dan
lateral sepanjang lantai orbita membentuk sudut 23 dari aksis visual mata pada posisi
primer. Berinsersi di meridian vertikal 6,5 mm dari limbus.(1,2,11,12)
Panjang otot 40 mm, panjang tendon 5,5 mm, lebar 9,8 mm dan panjang otot
setelah menembus kapsul tenon kira-kira 15 mm dari insersi. Pada posisi primer otot,
aksi primer adalah depresi, aksi sekunder adalah ekstorsi dan aksi tersier adduksi.
MRI memperoleh suplai darah dari cabang medial muskular arteri oftalmika dan juga
sedikit dari sumber lainnya yaitu arteri infraorbita. Sistem vena bersifat paralel
7

dengan sistem arteri, bermuara ke vena oftalmika superior dan inferior. Terdapat 4
vena vortex yang biasanya ditemukan di daerah nasal dan temporal dari pinggir MRS
dan MRI dan berlokasi di posterior dari equator. Innervasi MRI oleh nervus
okulomotorius (N III) bagian inferior. (1,2,11,12)
Keempat otot rektus berinsersi di anterior bola mata dan menarik bola mata ke
belakang. Dimulai dari insersi MRM dan berlanjut hingga MRI, MRL, dan MRS,
merupakan urutan insersi tendon otot-otot mulai dari yang terdekat hingga yang
terjauh dari limbus. Gambaran berkelok-kelok pada insersi membentuk pola spiral
yang dikenal dengan spiral of Tillaux. Fungsi klinis dari spiral of Tillaux adalah
berperan pada saat tindakan operasi strabismus karena kita perlu mengetahui dengan
pasti di mana insersi dari setiap otot sebelum melakukan tindakan tertentu. Besarnya
kerja otot ditentukan oleh panjang otot, bila semakin ke depan insersinya, maka
semakin besar daya tariknya. Otot ekstraokuler bila berkontraksi akan diikuti oleh
otot-otot yang lainnya. Jika satu otot berkontraksi, maka otot yang lain akan relaksasi
pada mata yang sama.(2,11,13,14)

Gambar 7. Spiral of Tillaux (1)

3.1.5. Muskulus Oblikus Superior (MOS)


8

Otot ini berorigo di periosteum tulang spenoid di atas annulus Zinn, berjalan ke
anterior sepanjang dinding superomedial orbita. MOS berbentuk tendon sebelum
mencapai trochlea, sebuah kartilago yang dekat dengan tulang frontal dari bola mata
sebelah nasal bagian superior. Serat tendon mempunyai ciri tersendiri bagian sentral
bergerak lebih jauh dari yang bagian perifer. Fungsi trochlea mengalihkan arah
tendon ke inferior, posterior dan lateral, membentuk sudut 51 dengan sumbu visual
mata pada posisi primer. (2,8,11,12)
Tendon menembus kapsul tenon pada jarak 2 mm dari nasal dan 5 mm posterior
nasal dari insersi otot rektus superior. Berputar di bawah MRS, tendon masuk ke
kuadran posterosuperior bola mata. Insersi tendon di kuadran posterosuperior bola
mata hampir seluruhnya dari arah lateral terhadap bidang vertikal atau pusat rotasi.
(1,2,11,12)

MOS panjangnya 40 mm, panjang tendon 20 mm, lebar 10,8 mm dan panjang
otot setelah menembus kapsul tenon kira-kira 20 mm dari panjang otot. Pada posisi
primer, aksi primernya adalah intorsi (insikloduksi), aksi sekunder adalah depresi dan
aksi tersier adalah abduksi. MOS memperoleh suplai darah cabang muskular superior
dari arteri oftalmika dan diinervasi oleh nervus trochlearis (N IV). (1,2,11,12)

Gambar 8. M. Oblikus Superior dan M. Oblikus Inferior(8)

3.1.6. Muskulus Oblikus Inferior (MOI)


9

Otot ini berorigo pada periosteum tulang maxilla, anteromedial pinggir orbita
dan lateral dari orifisium fossa lakrimal. Berjalan ke lateral, superior dan posterior,
melintasi bagian inferior dari MRI dan berinsersi di bawah MRL pada daerah postero
lateral dari bola mata pada area makula. Membentuk sudut 51 dari aksis visual mata
pada posisi primer. Panjang otot adalah 37 mm dan tidak memiliki tendon dan lebar
9,6 mm. Pada posisi primer, aksi primer otot adalah ekstorsi (eksikloduksi),
aksi sekunder adalah elevasi dan aksi tersier adalah abduksi. (1,2,11,12)
MOI memperoleh suplai darah dari cabang muskular inferior arteri oftalmika
dan arteri infraorbita serta diinervasi oleh nervus okulomotorius (N III) bagian
inferior. (1,2,11,12)

3.2. Hubungan Antara Orbita dan Fasia


Dalam orbita struktur kompleks muskulofibroelastik menggantung bola mata,
mendukung otot-otot ekstraokular dan memisahkan bantalan lemak. Keadaan dan
kompleksitas dari keterkaitan jaringan-jaringan orbital baru-baru ini terungkap dan
masih sedang diselidiki. (1,2)
3.2.1. Kapsul Tenon
Kapsul tenon adalah fasia orbita utama, merupakan sistem fasia orbita yang
disebut juga fasia bulbi, yang membentuk pembungkus berbentuk amplop yang
memudahkan mata untuk bergerak. Kapsul tenon adalah sebuah amplop dengan
jaringan penyambung elastik di posterior bergabung dengan sarung nervus optik dan
di anterior bergabung dengan septum intermuskular sejauh 3 mm dari limbus. Bagian
posterior tipis dan fleksibel sehingga memungkinkan pergerakan bebas nervus optik,
nervus siliaris dan pembuluh darah siliaris saat bola mata berputar, memisahkan
lemak orbita dalam konus muskularis dengan sklera (1,2,3)

10

Gambar 9. Hubungan Orbita dan Fasia(1)

3.2.2. Septum Intermuskular


Ke-4 otot rektus dihubungkan oleh lapisan tipis jaringan yang berada di bawah
konjungtiva yang disebut septum intermuskular. Septum ini berada di antara otot-otot
rektus dan bergabung dengan konjungtiva pada 3 mm di posterior limbus. Di daerah
posterior bola mata, septum ini memisahkan lemak intrakonal dengan ekstrakonal,
selain itu terdapat perluasan kapsul otot penggerak bola mata yang melekat ke orbita
dan menunjang bola mata.(1,2,3)
3.2.3. Kapsul Otot
Masing-masing otot rektus memiliki fasia yang mengelilinginya dari origo
hingga insersi yang disebut kapsul otot. Kapsul ini tipis pada bagian posterior, tapi
dekat ke ekuator menebal saat menembus kapsul tenon, terus ke anterior bersama otot
ke tempat insersinya. Di anterior dari ekuator, di antara permukaan otot dan sklera
hampir tidak terdapat fasia, hanya beberapa lapis jaringan penunjang yang
menghubungkan otot ke bola mata. Permukaan kapsul otot yang rata dan avaskular
memudahkan pergerakan di atas permukaan bola mata.(1,2,3)
3.2.4. Konus Muskularis
Konus muskularis terletak posterior dari ekuator, terdiri dari otot ekstraokular,
sarung otot ekstraokular dan membran intermuskular. Namun apakah konus
muskularis meluas ke apeks orbita masih kontroversial.(2,12)
11

3.2.5. Ligament of Lockwood


Sarung otot dari MOI berikatan dengan sarung MRI, penyatuan ini disebut
ligament of Lockwood. Ligament ini juga berhubungan dengan kelopak mata. (1,11)
3.2.6. Jaringan Adiposa
Mata ditunjang dan dialasi oleh jaringan lemak yang banyak di dalam orbita
yang disebut jaringan adiposa. Jaringan lemak di luar konus muskularis berjalan ke
depan bersama-sama otot rektus, berhenti sekitar 10 mm dari limbus. Jaringan lemak
juga terdapat dalam konus muskularis, dibatasi dari sklera oleh kapsul tenon. (2,12)
3.2.7. Ligamentum Check
Ligamentum Check adalah jaringan elastis

yang

mirip kipas yang

menghubungkan kapsul otot dengan kapsul tenon. (1,2,11)


3.2.8. Sistem Katrol
Keempat otot rektus dikelilingi oleh katrol fibroelastik yang berbeda. Tidak
berbeda jauh seperti trochlea pada MOS, katrol-katrol ini mempertahankan posisi
relatif dari otot-otot ekstraokular terhadap orbita. Katrol tersebut terdiri dari kolagen,
jaringan elastis, dan otot polos yang memungkinkan untuk berkontraksi dan
berelaksasi. (1,2,10,11)
Ketika lapisan otot berkontraksi, katrol ini harus ditarik ke belakang sehingga
jarak antara lokasi katrol dan insersi otot pada bola mata tetap konstan. Seperti
trochlea yang beraksi sebagai origo fungsional dari otot oblik superior, katrol-katrol
ini beraksi secara mekanik sebagai origo otot-otot rektus. Katrol-katrol tersebut terdiri
dari cincin kolagen padat yang terpisah, yang mengelilingi otot ekstraokular, berubah
menjadi jaringan kologen yang lebih kasar di posterior dan di anterior. (1,2,10,11)
Jaringan kolagen ini menstabilkan jalur otot, mencegah pergesaran ke samping
atau pergerakan tegak lurus terhadap sumbu otot. Di anterior, perluasan jaringan
kolagen tersebut menipis untuk membentuk ayunan di antara otot rektus (septum

12

intermuskular), yang menyatu dengan konjungtiva 3 mm posterior dari limbus.


Bagian posterior dari septum intermuskular memisahkan bantalan lemak intrakonal
dari bantalan lemak ekstrakonal. Perluasan dari semua selubung otot ekstrakular
melekat ke orbita dan membantu menyokong bola mata. (2,5,8,11)

3.3. Struktur Otot Penggerak Bola Mata


Rasio serat saraf : serat otot penggerak bola mata sangat tinggi = 1:3 sampai 1:5
dibandingkan dengan otot rangka lain = 1:50 sampai 1:125, sehingga pergerakan otot
dapat dikontrol dengan lebih akurat. Serat-serat otot penggerak bola mata campuran
dari tipe lambat, tonic type (felderstruktur) dan tipe cepat, twitch type
(fibrilenstruktur). (1,5)
Serat otot tonic type merupakan serat otot ektraokuler yang unik. Lebih kecil
daripada serat tipe twitch, serat ini memiliki kontraksi yang halus, pelan dan
cenderung berlokasi lebih superfisial di dalam otot, lebih dekat ke dinding orbita.
Serat tipe tonik ini diinervasi oleh ujung serat saraf multipel yang berbentuk anggur
(en grape), dan berguna untuk gerakan halus.

(1,5)

Serat twitch type lebih mirip dengan serat otot rangka. Lebih lebar dari pada
serat tonic type dan berlokasi lebih dalam di otot, serat ini memiliki kontraksi yang
cepat dan bertujuan untuk gerakan mata saccadic yang cepat.(1,5)nnnnnnnnnn

13

BAB IV
FISIOLOGI OTOT-OTOT PENGGERAK BOLA MATA

4.1. Prinsip Dasar


Posisi mata ditentukan oleh keseimbangan yang dicapai oleh tarikan otot-otot
penggerak bola mata. Pergerakan mata di sekitar pusat rotasi teoritik dijelaskan
dengan terminologi spesifik. Terdapat dua konsep dasar pusat rotasi pada pergerakan
mata yaitu Axes of Fick dan Listing's Plane. Axes of Fick digambarkan dengan x, y
dan z. Aksis x adalah suatu aksis melintang yang berjalan melalui pusat bola mata
pada ekuator, rotasi vertikal mata terjadi di aksis ini. Aksis y adalah aksis sagital
melalui pusat mata melewati pupil dan rotasi involunter torsional. Aksis z adalah
aksis vertikal melewati pusat mata melalui ekuator dan rotasi volunter horizontal.
Listing's Plane melewati pusat rotasi dan memotong ke aksis x dan z. Aksis y tegak
lurus terhadap Listing's Plane. (5,12,15,16)

Gambar 10. Sumbu Pergerakan Bola Mata(2)

14

4.2. Posisi Pandangan


Dinding orbital bagian medial dan lateral masing-masing membentuk sudut 45.
Oleh sebab itu, sumbu orbital di kedua dinding medial dan lateral tersebut
membentuk sudut 23. Bola mata biasanya bisa bergerak kira-kira 50 pada setiap
arah dari posisi primer, di mana normalnya saat melihat mata hanya bergerak kirakira 15-20 dari posisi primer sebelum kepala bergerak. Lain halnya dalam keadaan
mata istirahat. Posisi istirahat adalah posisi dimana seluruh otot ekstraokular dalam
keadaan relaksasi atau lumpuh.Normalnya posisi mata dalam keadaan istirahat adalah
dalam keadaan divergen, dengan sumbu penglihatan satu garis dengan sumbu orbita.
Sedangkan mata pada pasien dibawah pengaruh anastesi biasanya menyimpang dari
posisi divergen.(2,12)
Beberapa macam posisi mata dalam melihat :
1. Posisi primer adalah posisi mata ketika terpaku lurus ke depan, yaitu saat
kepala dan mata terletak sejajar dengan benda yang dilihat.
2. Posisi sekunder adalah posisi mata lurus ke atas, lurus ke bawah, pandangan
ke kanan dan ke kiri.
3. Posisi tersier adalah 4 posisi lirik oblik, yaitu atas dan kanan, atas dan kiri,
bawah dan kanan, bawah dan kiri.
4. Posisi kardinal adalah enam posisi melihat yang digerakkan oleh satu otot
pada masing-masing mata, yaitu atas dan kanan, atas dan kiri, kanan, kiri,
bawah dan kanan, bawah dan kiri. Fungsi klinis dari posisi kardinal adalah
untuk mengetahui otot mana yang dominan dan otot mana yang mengalami
kelumpuhan atau untuk mengetahui underaksi dan overaksi dari otot-otot
penggerak bola mata.
Jadi posisi diagnostik bisa dilihat dari sembilan posisi gerakan mata, yaitu: enam
posisi kardinal, lurus keatas, lurus kebawah dan posisi primer.(2, 5,17,18)

15

Gambar 11. Diagnostic Positions of Gaze: Primary Position (e); Secondary Positions (b, d, f, h);
Tertiary Positions(a, c, g, i); Cardinal Positions (a, c, d, f, g, i).(10)

Untuk menggerakkan mata kearah pandangan yang lain, otot agonis menarik
mata ke arah tersebut dan otot antagonis berelaksasi. Bidang kerja suatu otot adalah
arah pandangan yang dihasilkan saat otot itu mengeluarkan daya kontraksinya yang
terkuat sebagai suatu agonis.

(2,12,16)

4.3. Gerakan Otot-Otot Penggerak Bola Mata


Agar gerakan kedua mata berada dalam arah yang sama, otot-otot agonis yang
berkaitan harus menerima persarafan yang setara (hukum Hering). Pasangan otot
agonis dengan kerja primer yang sama disebut pasangan searah (yoke muscles). Yoke
muscles menggambarkan 2 otot (pada mata yang berbeda) yang merupakan
pergerakan utama pada masing-masing mata, pada arah lirik yang diinginkan. Misal
pada saat mata bergerak ke kanan, rektus lateral kanan dan rektus medial kiri
mengalami innervasi dan kontraksi yang simultan. Masing-masing mata memiliki
yoke muscles pada mata sebelahnya.(2,12,19,20)
RSR

RLR

LIO

RIO

RMR

LMR

LSR

LLR

16

RIR

LSO

RSO
Right Eye

LIR
Left Eye

Gambar 12. Posisi Cardinal dan Yoke Muscles. RSR, Right Superior Rectus; LIO, Left Inferior
Oblique; LSR, Left Superior Rectus; RIO, Right Inferior Oblique; RLR, Right Lateral Rectus;
LMR, Left Medial Rectus; LLR, Left Lateral Rectus; RMR, Right Medial Rectus; RIR, Right
Inferior Rectus; LSO, Left Superior Oblique; LIR, Left Inferior Rectus; RSO, Right Superior
Oblique.( 2)

Otot- otot sinergistik adalah otot-otot yang memiliki bidang kerja yang sama,
Dengan demikian, untuk pandangan arah vertikal, otot rektus superior dan oblikus
inferior bersinergi untuk menggerakkan mata ke atas. Otot-otot yang sinergistik
untuk suatu fungsi mungkin antagonis untuk fungsi yang lain. Otot-otot
penggerak bola mata memperlihatkan persarafan otot-otot antagonis yang timbal
balik (hukum Sherington). (2,12,18,20)
4.3.1. Muskulus Rektus Horizontal
Muskulus rektus horizontal adalah MRM dan MRL. Dalam posisi primer,
MRM berfungsi untuk adduksi dan MRL untuk abduksi. (2,12,20)
4.3.2. Muskulus Rektus Vertikal
Muskulus rektus vertikal adalah MRS dan MRI. Dalam posisi primer, MRS
akan berelevasi, sekundernya intorsi (insikloduksi)

dan tersiernya adduksi.

Sedangkan MRI dalam posisi primer berfungsi untuk depresi, sekundernya untuk
ekstorsi (eksikloduksi)

dan tersiernya adduksi. Sumbu penglihatan dalam posisi

primer adalah 23 ke sumbu otot dari muskulus rektus vertikal. (2,12,20)

4.3.3. Muskulus Oblikus

17

Karena otot oblikus beriklinasi 510 terhadap aksis visual, torsi adalah aksi
primer. Dalam posisi primer, MOS akan bergerak secara intorsi (insikloduksi),
sekundernya depresi dan tersiernya abduksi. Sementara itu, MOI berfungsi untuk
ekstorsi (eksikloduksi) dalam posisi primer, elevasi untuk kerja sekunder dan
tersiernya abduksi.( 2,12,17,20)
Tabel 1. Gerakan Otot-Otot Ekstraokular (1,2,12,20)
Otot

Primer

Sekunder

Tersier

MRM

Adduksi

MRL

Abduksi

MRS

Elevasi

Insikloduksi

Adduksi

MRI

Depresi

Eksikloduksi

Adduksi

MOS

Insikloduksi

Depresi

Abduksi

MOI

Eksikloduksi

Elevasi

Abduksi

4.4. Gerakan Bola Mata


Posisi melihat menentukan efek dari kontraksi otot penggerak bola mata pada
rotasi mata. Dalam setiap enam posisi kardinal ini, masing-masing dari enam otot
penggerak bola mata memiliki efek yang berbeda pada rotasi mata, berdasarkan
hubungan antara sumbu penglihatan dan arah dari bidang otot ke sumbu penglihatan.
Pasien yang bisa menggerakan matanya dalam enam posisi kardinal, akan
mempermudah seorang ahli untuk mengevaluasi kemampuan dari masing-masing
keenam otot ekstraokular dalam bergerak.(2,12,14,17)
4.4.1. Gerakan Monokular
Duksi adalah rotasi monokular bola mata. Adduksi yaitu gerakan mata ke arah
nasal, abduksi merupakan gerakan mata ke arah temporal. Elevasi (supraduksi atau

18

sursumduksi) yaitu rotasi mata ke atas, depresi (infraduksi atau dorsumduksi) adalah
rotasi mata ke arah bawah. Intorsi (insikloduksi) diartikan sebagai rotasi mata
meridian jam 12 ke arah garis tengah kepala dan eksikloduksi (ekstorsi) yaitu rotasi
mata meridian jam 12 menjauhi garis tengah kepala. (2,12,20)
Berikut adalah hubungan antar otot yang digunakan dalam gerakan mata
monokular :
1.

2.

3.

Agonis : otot utama yang menggerakkan mata ke arah yang diberikan


petunjuk.
Sinergis : otot-otot yang memiliki bidang kerja yang sama. Contoh : MOI
sinergis dengan agonis MRS dalam elevasi mata.
Antagonis : otot pada mata yang sama yang kerjanya berlawanan dengan otot
agonis. Contoh: MRM berfungsi dalam abduksi, sementara MRL berfungsi
dalam abduksi. Jadi kedua otot tersebut berhubungan antagonis satu sama
lain. (2,12,20)
Persyarafan timbal balik menurut hukum Sherrington menyatakan bahwa ketika

sebuah otot agonis menerima impuls untuk kontraksi, otot antagonis juga menerima
impuls yang memerintahkannya untuk bekerja sebaliknya. Misalnya, ketika mata
kanan abduksi, persyarafan ke MRL kanan akan meningkat, sementara persyarafan ke
MRM kanan berkurang. (2,12,20)

4.4.2. Gerakan Binokular


Ada dua tipe yaitu :
4.4.2.1.Versi
19

Dikenal juga sebagai gerakan konjugasi (gerakan yang sinkron dari kedua
mata dengan arah yang sama). (2,12,20)
Gerak ke kanan (dekstroversi) adalah gerakan dari kedua mata ke arah kanan.
Gerak ke kiri (levoversi) merupakan gerakan kedua mata ke arah kiri. Elevasi atau
gerak ke atas (sursumversi) adalah rotasi kedua mata ke atas dan depresi atau gerak
ke bawah (dorsumversi) sebaliknya. Untuk dekstrosikloversi yang merupakan
gerakan rotasi sekitar sumbu anteroposterior, di mana kutub superior kornea dari
kedua mata miring menghadap ke kanan. Sedang levosikloversi sebaliknya.(2,5,12,20)
Istilah yoke muscles digunakan untuk menggambarkan 2 buah otot (1 otot
pada 1 mata) yang menghasilkan gerakan konjugasi. Contohnya, ketika mata
bergerak atau mencoba untuk bergerak ke kanan, MRL kanan dan MRM kiri akan
menerima persarafan dan berkontraksi secara simultan. Otot-otot ini dikatakan
pasangan searah (yoke muscles). Masing-masing otot ekstraokular dalam 1 mata
mempunyai otot yang berhubungan dengan mata yang lain. Konsep ini digunakan
untuk mengevaluasi kerja sama dari masing-masing otot ekstraokular dalam
pergerakan mata. (2,12,20)
Hukum Hering menjelaskan agar gerakan kedua mata dalam arah yang sama,
otot-otot agonis yang berkaitan harus menerima persarafan yang sama dan serentak.
Pasangan otot agonis dengan kerja primer yang sama disebut pasangan searah (yoke
muscles). MRL kanan dan MRM kiri adalah pasangan searah umtuk menatap
kekanan.MRI kanan dan MOS kiri adalah pasangan searah untuk memandang ke
bawah dan ke kanan. (2,12,20)

4.4.2.2.Vergen
Disebut juga sebagai gerakan disjungsi (gerakan dua mata dalam arah yang
berlawanan). (2,12,20)

20

Konvergen merupakan gerakan kedua mata yang serentak ke dalam, karena


kontraksi dari MRM.. Divergen adalah gerakan kedua mata yang serentak keluar
karena kontraksi dari MRL. Ada beberapa konsep dalam gerakan vergen, yaitu;
1.

Konvergen tonik (sifat persyarafan yang konstan ke otot-otot ekstraokular


saat pasien sadar). Dikarenakan bentuk anatomis dari tulang orbita dan
posisi dari otot rektus, arah gerak mata yang terkena paralisis otot adalah
divergen.

Oleh

sebab

itu,

gaya

konvergen

diperlukan

untuk

mempertahankan mata tetap lurus ke depan walaupun dalam kondisi tidak


2.

3.

4.

5.

6.

ada strabismus.
Konvergen akomodasi dari sumbu penglihatan, merupakan bagian dari
refleks dekat.
Konvergen volunter berupa gerakan konvergen secara sadar saat melihat
dekat.
Konvergen proksimal. Suatu gerakan mata ketika seseorang melihat
melalui suatu alat, misalnya mikroskop.
Konvergen fusional merupakan gerakan konvergen agar bayangan jatuh
pada area retina yang koresponden.
Divergen fusional merupakan gerakan divergen agar bayangan jatuh pada
area retina yang koresponden.(2,5,12)

BAB V
KESIMPULAN

1. Otot-otot penggerak bola mata terdiri terdiri dari empat otot rektus yaitu :

21

muskulus rektus medial (MRM), muskulus rektus lateral (MRL), muskulus


rektus superior (MRS) dan muskulus rektus inferior (MRI) dan 2 otot oblikus
yaitu: muskulus oblikus superior (MOS) dan muskulus oblikus inferior (MOI)
yang berperan dalam mengontrol gerakan bola mata, yang memiliki ukuran,
fungsi yang berbeda-beda.
2. Otot-otot penggerak bola mata berasal dari mesoderm, pada sistem embriologi
dimulai pada minggu ke-5 kehamilan dan sempurna pada bulan ke-4
kehamilan.
3. Kerja otot mata terdiri dari kerja primer, sekunder dan tersier yang memiliki
fungsi yang berbeda-beda yaitu sebagai adduksi, abduksi, depresi, elevasi,
ekstorsi dan intorsi.
4. Gerakan bola mata terdiri atas gerakan monokular dan gerakan binokular
(versi dan vergen)
5. Posisi melihat terdiri dari posisi primer, sekunder, tersier dan posisi kardinal
terdiri atas kanan atas, kiri atas, kanan, kiri, kanan bawah dan dan kiri bawah.
Masing-masing posisi bola mata memiliki peran penting dalam penilaian
klinis pada kelainan akibat gangguan gerak bola mata.

DAFTAR PUSTAKA

1. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Extraocular Muscles. In: Basic and Clinical Science
Course section 2. Fundamentals and Principles of Opthalmology. American Academy of
Opthalmology; 2011-2012.p,16-21.

22

2. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Anatomy of the Extraocular Muscles and Their Fascia
and Motor Physiology. In: Basic and Clinical Science Course section 6. Pediatric
Opthalmology and Strabismus. American Academy of Opthalmology; 2011-2012.p,1337.
3. Parks.M.M. Ocular Motility, Physiology of the Eye and Visual System. In: Duanes
Clinical Opthalmology. Chapter 23. Volume 2.

Edited by Tasman.W. Lippincott

Williams & Wilkins. Philadelphia; 2007.


4. Eva PR. Anatomy and Embryology of The Eye. Chapter 1. Edition In: Vaughan and
Asburys General Opthalmology. 17th. Edited by Eva PR, Whitecher JP. McGraw Hill
Company. UK; 2007.
5. Remington.L.A. Extraoculer Muscles. Chapter10. In: Clinical Anatomy and Physiology
of The Visual System. Third edition. edited by Butterworth-Heinemann. Elsevier
Inc.United States of America; 2005.p,182-200.
6. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. Extraocular Muscles and Orbital Fat. In: Basic and
Clinical Science Course section 7. Orbit, Eyelids, and Lacrimal System. American
Academy of Opthalmology; 2011-2012.p,10-11.
7. Wright.K.W. Embryology. In: Handbook of Pediatric Neuro-Ophthalmology. Edited by
Peter H. Spiegel. Lisa S. Thompson. United States of America; 2006.p,32.
8. Wright.K.W. Anatomy and Physiology of The Extraocular Muscles. In: Handbook of
Pediatric Strabismus and Amblyopia. Edited by Peter H. Spiegel. Lisa S. Thompson.
United States of America; 2006.p,24-67.
9. Coats. DK. Surgical Management of Strabismus. Chapter 1. In: Strabismus Surgery and
Its Complication Edited by Marion Philipp. Springer. Germany; 2007.p,8-20.
10. Khurana.A.K.

Strabismus

and

Nystagmus.

Chapter

13.

In:

Comprehensive

Opthalmology. Fourth edition. New Age International; 2003.p,313-320.


11. Von Norden.GK. Summary of The Gross Anatomy of the Extraocular Muscles. Chapter
3. In: Binocular Vision and Ocular Motility Theory and Management of Strabismus.
Sixth edition. Mosby. London; 1980. p,38-51.

23

12. Von Norden.GK. Physiology of The Ocular Movement. Chapter 4. In: Binocular Vision
and Ocular Motility Theory and Management of Strabismus. Sixth edition. Mosby
Company. London; 1980. p,52-81.
13. Kanski Jack J. Strabismus. In: Clinical Opthalmology A Systematic Approach. Sixth
Edition Elsevier Company. UK; 2007.p,124-135.
14. Lang.GK. Ocular Motility and Strabismus. In Opthalmology A pocket Textbook Atlas.
Second edition. Thieme Company. Germany; 2006.p,459-466.
15. Skuta GL. Basic and Clinical Science Course section 5. Neuro-Ophthalmology.
American Academy of Opthalmology; 2011-2012.p,55-56.
16. Eva PR. Strabismus. Chapter 12. Edition In: Vaughan and Asburys General
Opthalmology. 17th. Edited by Eva PR, Whitecher JP. McGraw Hill Company. UK;
2007.p,231-237.
17. Remington.L.A. Ocular Adnexa and Lacrimal System. Chapter 9. In: Clinical Anatomy
and Physiology of The Visual System. Third edition. edited by Butterworth. Elsevier
Inc.United States of America; 2005.p,161-167.
18. Coats. DK. Physiology of Eye Movements. Chapter 2. In: Strabismus Surgery and Its
Complication Edited by Marion Philipp. Springer. Germany; 2007.p,21-26.
19. James Kirszrot, Peter A.D. Rubin. Surgical Orbital Anatomy. Chapter 5. In: Essentials In
Opthalmology. Oculoplastics and Orbit. Edited by Krieglstein.GK. Springer. Germany;
2007.p,79-81.
20. Crick, Khaw. Squinting Eyes (Strabismus) Disorders of Ocular Motility. Chapter 11. In:
A Textbook of Clinical Ophtalmology. 3rd Edition. London; 2003.p,239-241.

24

Anda mungkin juga menyukai