Anda di halaman 1dari 13

INFEKSI CORONAVIRUS PADA PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI

Havriza Vitresia
Divisi Infeksi Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Mata, RS Dr M Djamil / FK UNAND, Padang
Indonesian Ocular Infection and Immunology Society (INOIIS)
Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) Sumatera Barat

Sejak diketahui pertama kali Penyakit Coronavirus 2019 (COVID-2019) di Wuhan, Cina

Desember lalu, dan kemudian WHO menetapkan COVID-19 sebagai Public Health Emergency

of International Concern pada 30 Januari 2020 serta akhirnya ditetapkan sebagai dan menjadi

Pandemi pada tanggal 11 Maret 2020, berbagai langkah untuk pencegahan, perlindungan dan

penatalaksanaan mulai aktif dilakukan dimana mana. Semua profesi bergerak bersama

melakukan berbagai upaya sesuai dengan keahlian dan kompetensinya untuk mencegah laju

pandemi ini.

Corona Virus dan Keberadaanya di Mata

COVID-19 merupakan coronavirus baru (severe acute respiratory syndrome coronavirus 2

[SARS-CoV-2]) yang dikenal sebagai Coronaviridae family. Dibandingkan dengan Coronavirus

lain, yaitu SARS-CoV-1, SARS-CoV-2 mempunyai binding receptor yang sama, karakteristik

epidemiologic dan manifestasi sistemik yang sama. Meskipun belum ada bukti langsung bahwa

replikasi SARS-CoV-1 menimbulkan konjungtivitis atau kelainan ocular lainnya, beberapa

penelitian menyatakan bahwa mata merupakan lokasi potensial untuk transmisi virus. Begitu

pula halnya dengan transmisi SARS-CoV-2 melalui mata perlu dicurigai 1


Gambar 1. Struktur Coronavirus2

Droplet infeksius dan cairan tubuh dapat dengan mudah mengkontaminasi konjungtiva

manusia. Virus pada saluran nafas juga dapat menginduksi komplikasi okuler pada pasien

terinfeksi, yang selanjutnya menimbulkan infeksi saluran nafas, terkait dengan anatomi dan

distribusi reseptor seluler antara jaringan okuler dan saluran nafas. Transmisi SARS-CoV

terutama melalui kontak langsung atau tidak langsung dengan membrana mukosa di mata,

hidung dan mulut. Kenyataan bahwa membrana mukosa yang terekspose dan mata yang tidak

terlindungi diduga dapat meningkatkan resiko transmisi SARS-CoV yang menunjukkan bahwa

paparan dari mata yang tidak diproteksi terhadap virus ini dapat menyebabkan infeksi saluran

nafas akut.3,4

Gambar 2. Anatomi Mata dan


Hubungannya dengan Sistim Respirasi 4
BelumTidak terlalu banyak laporan mengenai manifestasi okuler pada pasien dengan

SARS-CoV-1 dan SARS-CoV-2. Namun, terdapat beberapa penelitian yang melaporkan

adanya SARS-CoV-2 pada air mata. 1 Penelitian Wu dkk, 2020 di Hubei, China , mendapatkan

12 dari 38 pasien (31,6%) mempunyai konjungtivitis dengan sebagian besar diantaranya

dengan manifestasi sistemik yang berat atau hasil laboratorium yang abnormal. Pada

pemeriksaan RT-PCR untuk COVID-19, ditemukan 73.7% sample positif dari swab nasofaring

dan 5,2% positif swab konjungtiva.

Penelitian Loon dkk, 2004, melakukan pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)

pada 36 kasus SARS di Singapura, mendapatkan bahwa tiga sample positif ditemukan SARS

di air mata pasien pada periode awal infeksi. Dia menyatakan bahwa kemampuan mendeteksi

dan mengisolasi virus ini pada fase awal infeksi dapat dipertimbangkan menjadi salah satu

diagnostik yang penting, karena sample air mata lebih mudah didapat dan pemeriksaan dapat

diulang. Dokter mata dan petugas kesehatan yang bekerja dalam jarak dekat dengan mata

pasien dapat saja menjadi sumber penularan. Untuk itu perlindungan yang ketat, isolasi yang

tepat, penting dalam tatalaksana pasien SARS5

Berbeda dengan Chan, 2004 yang melakukan pemeriksaan kultur virus dan RT-PCR

dari sample swab nasofaring, swab konjungtiva dan air mata. Dari 17 pasien positif SARS-CoV

ditemukan hanya 5 (29,4%) sample swab nasofaring yang positif, sementara dari swab

konjungtiva dan air mata, virus SARS-CoV tidak terdeteksi. Tidak ditemukannya material

genetik dari virus SARS-C0V atau virus viable dalam air mata ataupun sekret konjungtiva

mempunyai beberapa interpretasi. Pertama, RT PCR atau kultur virus diketahui merupakan

pemeriksaan yang spesifik tapi kurang sensitif. Peiris dkk juga hanya mendapatkan 50%

sample swab nasofaring yang terdeteksi RT-PCR pada pasien SARS. Sehingga dikatakan hasil

negatif dapat berupa negatif palsu dan belum menyingkirkan kemungkinan tidak terdapatnya

virus. Sensitivitas dapat ditingkatkan dengan memeriksa beberapa specimen. Kedua adalah
waktu pengambilan sampelle yang tidak tepat dan kemungkinan berikutnya virus memang tidak

terdapat pada sample itu sama sekali. Peneliti juga menyampaikan keterbatasan penelitiannya

yaitu sample yang sedikit dan pengambilan hanya satu specimen, sehingga disimpulkan bahwa

mereka tidak sepenuhnya dapat mengabaikan adanya virus SARS-CoV didalam air mata

maupun swab konjungtiva, namun spescimen ini tidak dapat digunakan untuk konfirmasi atau

menyingkirkan diagnosis6

Penelitian oleh Xia J, 2020, pada 30 pasien pneumonia Coronavirus, pengambilan

sample air mata dan swab konjungtiva pada hari ke 2 dan 3 untuk dilakukan pemeriksaan RT-

PCR untuk SARS-CoV-2. Didapatkan hanya satu pasien pneumonia Coronavirus yang

menderita konjungtivitis dan pemeriksaan RT-PCR sample air mata dan sekret konjungtivanya

positif ditemukan RNA virus. Gambaran klinis yang ditemukan, khas konjungtivitis virus dengan

kemosis konjungtiva dan peningkatan sekresi air mata. Pada pasien yang tidak menderita

konjungtivitis, tidak terdeteksi adanya RNA virus dalam air mata maupun sakus konjungtiva.

Hal ini mengindikasikan bahwa airmata dan sekret konjungtiva pada pasien tanpa konjungtivitis

bukanlah merupakan rute transmisi SARS-CoV-2. Peneliti juga menyampaikan beberapa

keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu kemungkinan konsentrasi sample yang tidak mencukupi

untuk deteksi RT-PCR untuk virus, dan pengaruh obat anti virus yang diberikan. Selain itu juga

tidak dapat dipastikan apakah semua pasien pneumonia coronavirus dengan konjungtivitis,

mempunyai virus tersebut didalam sakus konjungtivanya dan apakah virus tersebut

menyebabkan konjungtivitis.7

Penelitian yang dipublikasi American Academy of Ophthalmology pada Maret 2020,

menyatakan transmisi ocular tidak dapat dipastikan. Dari 64 sample air mata yang dikumpulkan

pada pasien COVID-19 selama hari ke 3 - hari 20, tidak satupun ditemukan kultur virus atau

deteksi melalui RT-PCR. Ditambah dengan rendahnya insiden konjungtivitis (sekitar 1-3%)

pada pasien terinfeksi coronavirus, hal ini menunjukkan rendahnya resiko trasnmisi okuler. 8,9
MANIFESTASI KLINIS CORONAVIRUS PADA MATA

Manifestasi klinis COVID-19 yang khas adalah gangguan saluran nafas, termasuk

demam, batuk dan kesulitan bernafas, diare dapat terjadi pada infeksi awal. Konjungtivitis

folikularis atau konjungtivitis viral merupakan manifestasi klinis mata yang pernah dilaporkan

pada pasien COVID-19 dengan pneumonia. Wu, 2020 melaporkan 12 dari 38 (31,6%) pasien

COVID-19 mempunyai manifestasi dimata berupa konjungtivitis, meliputi hiperemis konjungtiva,

kemosis konjungtiva dan peningkatan sekresi air mata. Sebagian besar pasien tersebut

mempunyai manifestasi sistemik berat atau hasil pemeriksaan laboratorium yang abnormal.

Hal ini menunjukkan bahwa manifestasi ocular terjadi pada kondisi pneumonia berat. 1,8

Sedangkan Yu Jun, 2020 mendapatkan hanya 1 kasus dari 17 pasien yang mempunyai

kelainan okuler berupa injeksi konjungtiva dan khemosis selama perawatan.

Konjungtivitis dapat terjadi pada masa awal infeksi sebelum munculnya keluhan demam

dan batuk, Sehingga pada masa wabah coronavirus, pasien konjungtivitis yang datang

sebaiknyaagar tetap ditanyakan beberapa hal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya

infeksi COVID-19. Pertanyaan mengenai adanya riwayat kontak dengan individu positif COVID-

19, riwayat perjalanan dari daerah pandemikc dalam waktu dekat, adanya keluhan gangguan

saluran nafas dan demam, sebaiknya sudah dilakukan di awal kedatangan.

RESIKO COVID-19 PADA DOKTER MATA DAN PASIEN

Transmisi coronavirus diketahui terutama melalui droplet infeksius saluran nafas ketika

pasien batuk atau bersin dan sekresi cairan tubuh lainnya. Virus ini juga dapat menyebar

melalui transmisi asimptomatik. Kontaminasi lingkungan oleh kontak aerosol SARS-CoV-2 juga

dapat terjadi ketika seseorang menyentuh objek atau permukaan yang terinfeksi, kemudian

menyentuh mulut, hidung atau mata. Transmisi melalui kontak aerosol dengan konjungtiva juga
dapat menyebabkan infeksi. Meskipun terdapat penelitian yang mendeteksi adanya virus di

swab air mata dan sekret konjungtiva pasien COVID-19 dengan konjungtivitis, namun transmisi

melalui air mata belum dapat dipastikan.

Berdasarkan hal tersebut diatas, pada praktek oftalmologi, dokter mata dan petugas

kesehatan merupakan salah satu profesi yang rentan terhadap resiko ini. Pertama, karena

pemeriksaan mata memerlukan kontak fisik yang dekat, seperti pemeriksaan biomikroskopi slit

lamp, pemeriksaan funduskopi adalah posisi yang beresiko infeksi pada dokter mata. Kedua,

meskipun transmisi melalui air mata belum dapat dipastikan, tapi pada masa pandemi, laporan

laporan klinis menyoroti kemungkinan air mata sebagai medium infeksi, sementara dokter mata

dan instrument berkontak dengan cairan ini setiap harinya. Jika hal itu benar, sangat diperlukan

panduan desinfeksi dan alat pelindung diri di klinik Mata 2,9.

Umumnya, sebagian besar pasien mata adalah orang berumur tua yang merupakan

kelompok beresiko tinggi untuk infeksi dan mortalitas COVID-19. Selain itu pemeriksaan mata

melibatkan beberapa pemeriksaan seperti pemeriksaan visus, tekanan bola mata, dilatasi pupil,

dan lainnya, menyebabkan pasien membutuhkan waktu lama berada di ruangan periksa.

Semua faktor faktor ini berpotensi meningkatkan resiko infeksi antara pasien, petugas

kesehatan dan dokter mata. 2,9

PENCEGAHAN TRANSMISI SAAT PEMERIKSAAN MATA. 9,10

Secara umum terdapat tiga pendekatan untuk mengontrol resiko di klinik mata yaitu

pengendalian administratif, pengendalian lingkungan dan penggunaan alat pelindung diri (APD).
1. Pengendalian administratif

Merupakan pendekatan yang penting karena melibatkan banyak orang dan bertujuan

mengurangi resiko paparan dari pasien yang terinfeksi COVID-19. Terdapat beberapa metode

antara lain :

a. Mengurangi jumlah kunjungan dan penundaan pelayanan non emergensi

Pemberian informasi kepada masyarakat dan pasien untuk penundaan kunjungan ke klinik jika

tidak diperlukan atau melakukan pelayanan konsultasi jarak jauh. Operasi non emergensi

ditunda, namun tindakan emergensi tetap dilakukan. Hal ini bertujuan meminimalkan

berkumpulnya pasien rawat, menghemat sarana yang ada seperti ruang rawatan, petugas

kesehatan dan alat pelindung diri yang diperlukan untuk mengatasi wabah COVID -19 .

b. Triasge Pasien

Pada ruang triasge, semua individu di rumah sakit diminta menggunakan masker. Brosur

brosur atau petunjuk petunjuk tentang etika batuk dan pentingnya kebersihan tangan hand

hygiene dipampang. Karena 98% kasus infeksi COVID-19, bermanifestasi demam,

pemeriksaan suhu tubuh dengan thermometer infra red dianjurkan.

Pasien yang akan berkunjung ditanyakan mengenai riwayat kontak dengan kasus positif

atau diduga COVID-19 atau riwayat perjalanan dari daerah pandemic dan riwayat pekerjaan.

Keluhan infeksi saluran nafas seperti batuk atau pasien dengan konjungtivitis akut juga

diskrining. Jika terdapat kriteria tersebut, dan pasien memerlukan tindakan emergensi,

sebaiknya dilakukan diruang khusus dan dokter maupun petugas kesehatan menggunaan alat

perlindungan diri.

c. Pengurangan peralatan aerosol dan droplet pada pelayanan kesehatan mata

Prosedur pelayanan mata yang mecetuskan aerosol dihindari, seperti tonometri non kontak,

yang merupakan sumber potensial mikroaerosol. Pemeriksaan tekanan bola mata


menggunakan tonometry Applanasi Goldman dapat dilakukan sebagai gantinya. Tindakan

dakriosistorhinostomi endoskopik yang biasanya memerlukan nasal endoskopi dihindari, karena

dapat mengiritasi membrana mukosa dan mencetuskan bersin.

Jika tindakan bedah yang memang harus dilakukan, dianjurkan dengan anestesi lokal,

hindari anestesi umum, karena intubasi endotracheal juga menghasikan aerosol. Pada keadaan

anestesi umum harus dilaksanakan, lakukan dengan prosedur dan perlindungan yang tepat.

d. Pelatihan Pengendalian Infeksi dan Pemantauan Petugas

Semua petugas sebaiknya menjalani Pelatihan Pengendalian Infeksi agar paham dengan

prosedur tepat dari hand hygiene, mengenakan dan melepaskan APD. Semua petugas

kesehatan harus diperiksa suhu tubuh dan melaporkan jika sakit, serta melaporkan jika baru

kembali dari perjalanan.

2. Pengendalian Lingkungan

Tujuan pendekatan ini adalah mencegah penyebaran dan menurunkan konsentrasi droplet

infeksi pada udara sekitar.

 Ventilasi udara di ruang tunggu yang baik

 Pemakaian HEPA (high efficiency particulate air) portable jika diperlukan

 Menurunkan resiko via droplet, pemakaian protective shields (dari plastic) yang

dipasang di slit lamp dan secara rutin dibersihkan

 Desinfeksi peralatan yang sering digunakan seperti biomicroscope slitlamps, binocular

indirect ophthalmoscopy dan permukaan lain yang sering disentuh.


Gambar 3. Pemasangan protective
shields pada biomikroscopy slit lamp

3. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD )

Tujuan pendekatan ini untuk menurunkan resiko paparan pada petugas terhadap droplet

infeksius pasien COVID-19

 Pemakaian masker untuk dokter mata, petugas dan pasien

 Pemakaian kacamata pelindung untuk dokter mata

 Dokter mata yang merawat pasien dengan resiko tinggi sebaiknya menggunakan

surgical mask, baju proteksi, sarung tangan, topi, kacamata pelindung .

 Etika Hand hygiene penting dilakukan

PEDOMAN PADA PASIEN TRIASE MATA10

SITUASI KLINIK PENCEGAHAN DAN MANAJEMEN PASIEN

1. Pemeriksaan mata rutin atau yang  Pemeriksaan rutin dianjurkan di tunda


sudah terjadwal sebelumnya  Dijadwalkan ulang.
 Penambahan obat yang diperlukan

2.Pemeriksaan mata emergensi, pada  Pencegahan Standar


pasien tanpa keluhan saluran nafas,  Minimalkan percakapan selama pemeriksaan slit lamp
tanpa demam dan tanpa factor resiko biomikroskop
 Penggunaan surgical mask dan proteksi mata bagi dokter dan
pasien menggunakan surgical mask untuk mengurangi transmisi
3. Kondisi mata emergensi pada  Pasien dapat diperiksa diklinik.
pasien dengan keluhan saluran nafas,  Pasien diperiksa dengan ruang terpisah. Dokter dan perawat
tapi tanpa demam dan factor resiko minimal menggunakan surgical mask
Covid-19  Pemakaian baju proteksi, sarung tangan dan kacamata pelindung
dianjurkan untuk dokter. Pada prosedur yang menimbulkan virus
aeorosl, sebaiknya digunakan Masker N-95.
 Desinfeksi ruangan setelah pemeriksaan

4. Pemeriksaan mata emergensi pada  Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada ruang IGD atau RS
pasien dengan resiko tinggi COVID- dengan fasilitas lengkap untuk evaluasi dan manajemen COVID-
19 19
 Jika kondisi mata emergensi, evaluasi dan manajemen dilakukan
di RS.
 Jika infeksi SARS-CoV-2 sudah dikonfirmasi, panduan CDC
atau pedoman RS harus dipatuhi
 Tindakan pencegahan untuk dokter mata dengan memakaian
APD : memakai masker bedah, baju proteksi, sarung tangan dan
kacamata pelindung

5. Pemeriksaan mata emergensi pada  Pasien tetap dalam pengawasan RS jika memungkinkan
pasien dengan COVID-19 atau PPD  Jika kondisi mata emergensi, evaluasi dan manajemen
dilakukan di RS.
 Pemeriksaan dilakukan di ruang IGD atau RS dengan fasilitas
lengkapuntuk penanganan COVID-19 dan perawatan mata
 Panduan CDC atau RS harus diikuti dalam perawatan pasien
COVID-19
 Pemakaian APD untuk dokter mata yang merawat ; memakai
masker N-95, baju proteksi, sarung tangan dan kacamata
proteksi
Skema Alur Pemeriksaan Pasien Di Klinik Mata (dikutip dari kepustakaan 9)

KESIMPULAN

Telah diketahui bahwa penyebaran COVID-19 terutama melalui droplet infeksius saluran

nafas ketika pasien batuk atau bersin. Dapat juga menyebar jika seseorang menyentuh objek
atau permukaan yang terdapat virus dari pasien terinfeksi dan kemudian menyentuh mulut,

hidung atau mata. Virus ini juga dapat menyebar melalui transmisi asimptomatik. Transmisi

melalui kontak aerosol dengan konjungtiva juga dapat menyebabkan infeksi.

Meskipun terdapat beberapa penelitian yang mendeteksi adanya virus di swab air mata dan

sekret konjungtiva pasien COVID-19 dengan konjungtivitis, namun transmisi melalui air mata

belum dapat dipastikan. Ditambah lagi dengan rendahnya insiden konjungtivitis pada pasien

terinfeksi coronavirus, memperkuat dugaan ini.

Manifestasi klinis coronavirus di mata yang dilaporkan adalah konjungtivitis folikularis

atau konjungtivitis viral berupa konjungtivitis, meliputi hiperemis konjungtiva, kemosis

konjungtiva dan peningkatan sekresi air mata. Umumnya konjungtivitis terjadi pada kondisi

pneumonia berat. Pada pasien ini perlu ditanyakan beberapa hal untuk menyingkirkan

kemungkinan terinfeksi COVID-19

Pemeriksaan mata yang memerlukan kontak fisik yang dekat, mayoritas pasien yang

merupakan kelompok resiko tinggi serta waktu pemeriksaan yang membutuhkan waktu lebih

lama di dalam ruangan, merupakan fakctor fakctor yang berpotensi meningkatkan resiko infeksi

antara pasien, petugas kesehatan dan dokter mata

Untuk mengurangi riesiko transmisi terdapat beberapa pendekatan yaitu pengendalian

administratif, pengendalian lingkungan dan penggunaan alat pelindung diri. Semua ini bertujuan

tidak hanya mencegah penyebaran, menurunkan konsentrasi droplet infeksi yang terdapat

dilingkungan juga menurunkan resiko paparan dokter mata dan petugas kesehatan terhadap

kemungkinan terinfeksi COVID-19

References
1. Wu P, Duan F, et al. Characteristics of Ocular Findings of Patients With Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19) in Hubei Province, China . JAMA Ophthalmol. Published
online March 31, 2020.

2. Seah I, Su X, Lingam G. Revisiting the danger of the coronavirus in the ophthalmology


practice. Eye. Publish Online February 06, 2020

3. Lu CW, Liu X. 2019-nCov transmission through the ocular surface must not be
ignored.www.thelancet.com Vol 395 February 22, 2020. https://doi.org/10.1016/s0140-
6736(20)30313-5

4. Belser J, Rota P. Ocular Tropism of respiratory Viruses. Microbiology and Molecular


Biology Reviews. March Vol 77 (1). March,2013

5. Loon SC, Teoh SCB et al. The Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus in
Tears. Br.J Ophtalmol 2004;88:861-863

6. Chan WM, Yuen KSC et al. Tears and conjunctival scrapings for coronavirus in patients
with SARS, Br J Ophthalmol 2004 ; 88:968-977

7. Xia J. Tong J. Liu M, et all. Evaluation of Coronavirus in tears and conjunctival


secretions of patients with SARS-CoV-2 Infection. Journal of Medical virology. First
Published 26 February 2020

8. Yu Jun IS, Anderson D. Assesing Viral Shedding and Infectivity of tears in Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19) Patients. American Academy of Ophthalmology. Published by
Elsevier Inc. 2020

9. American Academy of Ophthalmology. Low Risk of Coronavirus Spreading Through


Tears. March 25, 2020. https://www.aao.org/newsroom/news-releases

10. Lai TH, Tang E. Stepping up infection control measure in ophthalmology during the
novel coronavirus outbreak : an experience from Hongkong. Graefe’s Archive for Clinical
and Experimental Ophtalmology. March 2020

11. American Academy of Ophthalmology. Important coronavirus updates for


ophtahlmologists. CDC.WHO. March 31, 2020

Anda mungkin juga menyukai