Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Ulkus didefinisikan sebagai suatu lesi yang disebabkan oleh kehilangan

lapisan superfisial kornea dan biasanya timbul dengan adanya inflamasi. Ulkus

kornea jarang terjadi pada mata sehat dan normal. Berdasarkan lokasinya ulkus

kornea dibagi menjadi sentral dan perifer, dimana ulkus dikatakan sentral apabila

berada dalam radius 6mm dari apex kornea dan perifer bila berada 6mm diluar

dari radius apex kornea.

Ulkus mooren pertama kali ditemukan oleh Bowman pada tahun 1894

kemudian oleh Mc.Kenzie pada tahun 1854 yang dikenal dengan chronic

serpiginous ulcer atau ulkus roden pada kornea. Ulkus mooren adalah penyakit

autoimmun yang jarang ditemukan. Penyakit ini ditandai dengan adanya ulkus

perifer stromal progresif sirkumferensial yang pada akhirnya akan menyebar ke

bagian sentral. Penyebab dari ulkus mooren sendiri masih belum diketahui, akan

tetapi terdapat beberapa hal yang dapat menjadi faktor pencetus untuk terjadinya

ulkus mooren, seperti trauma, operasi, atau terkena infeksi parasit. Gejala dari

ulkus mooren sendiri ialah nyeri yang dapat menjadi hebat, adanya fotofobia,

buram dan mata berair.

Penatalaksanaan pada ulkus mooren memiliki banyak strategi dalam

terapi, dikenal dengan step-wise therapy, termasuk terapi lokal, sistemik dan

operatif. Laporan kasus ini akan membahas mengenai tahapan penatalaksanaan

ulkus mooren pada dewasa muda.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

Gambar 2.1 Bola mata

Kornea terletak di bagian tengah anterior bola mata. Kornea dewasa rata-

rata mempunyai diameter horizontal 12 mm dan diameter vertikal 11 mm. Bagian

perifer kornea lebih tebal dibandingkan bagian sentral, dimana bagian perifer

mempunyai ketebalan 1 mm dan bagian sentral 0,5 mm. Limbus, yang membatasi

kornea dan sclera, berwarna keabuan dan jernih.

Bagian kornea yang terekspos dengan dunia luar dilindungi oleh

precorneal tear film, yang terdiri dari 3 lapisan: superficial oily layer yang

diproduksi oleh kelenjar meibom; middle aqueous layer yang diproduksi oleh

kelenjar lakrimal utama dan aksesori; dan deep mucin layer yang berasal dari sel

2
goblet konjungtiva. Peranan precorneal tear film ini sangat vital bagi fungsi

normal kornea. Selain untuk lubrikasi permukaan kornea dan konjungtiva, tear

film juga menyediakan oksigen dan nutrisi, serta mengandung immunoglobulin,

lisosim, dan laktoferin.1,2

Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43

dioptri. Jika terjadi edema kornea karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak

sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat

halo.1 Dari anterior ke posterior, kornea mempunyai 5 lapisan :

Gambar 2.2 Lapisan Kornea

3
1. Lapisan epitel

Lapisan ini mempunyai lima atau enam lapis sel dan berbatasan dengan

lapisan epitel konjungtiva bulbaris.

a. Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling

tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.

b. Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan

menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel

basal berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal

didepannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan ini menghambat

pengaliran air, elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.

c. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila

terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.

d. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.

2. Lapisan Bowman

Lapisan Bowman merupakan lapisan jernih aselular yang terletak di

bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak

teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak

mempunyai daya regenerasi.

3. Stroma

Lapisan ini menyusun sekitar 90% ketebalan kornea. Bagian ini tersusun

atas jalinan lamella serat-serat kolagen dengan lebar sekitar 10-250 µm dan tinggi

1-2 µm yang mencakup hampir seluruh diameter kornea. Lamella ini berjalan

4
sejajar dengan dengan permukaan kornea, dan karena ukuran dan kerapatannya

menjadikan kornea jernih secara optik.

Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian perifer

serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu

lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma

kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat kolagen stroma. Diduga

keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio

atau sesudah trauma.

4. Membran Descemet

Membran Descemet merupakan lamina basalis endotel kornea. Saat lahir

tebalnya sekitar 3 µm dan terus menebal selama hidup mencapai 10-12 µm.

5. Lapisan endotel

Lapisan endotel berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal,

besar 20-40 nm. Endotel melekat pada membran Descemet melalui hemidosom

dan zonula okluden. Memiliki satu lapis sel yang berperan dalam

mempertahankan deturgesensi stroma kornea. Endotel kornea rentan terhadap

trauma dan kehilangan sel-selnya seiring dengan penuaan. Reparasi endotel terjadi

hanya dalam wujud pembesaran dan pergeseran sel, dengan sedikit pembelahan

sel. Kegagalan fungsi endotel akan menimbulkan edema kornea.

Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf

siliar longus, saraf nasosiliar, nervus V, saraf siliar longus berjalan supra koroid,

masuk ke dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan

5
selubung Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara.

Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3

bulan.1

Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus, humour

aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian besar

dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,

avaskularitasnya dan deturgensinya.1

2.2 Definisi

Ulkus Mooren atau yang dikenal dengan chronic serpiginious ulcer atau

ulkus roden merupakan ulserasi pada daerah perifer kornea yang sangat nyeri

dengan penyebab yang tidak diketahui. Penyakit ini umumnya dimulai dengan

inflamasi limbus dan pembengkakan pada episklera dan konjungtiva.1 Perubahan

kornea dimulai dari 2-3 mm dari limbus dengan tampakan pembengkakan

berwarna abu-abu yang menyebar dengan luas sampai mengenai sepertiga bagian

superfisial dari kornea dan kemudian membentuk seperti bulan sabit atau

lingkaran setelah 4-12 bulan.1,2

Daerah ulkus menjadi tervaskularisasi dengan pembuluh yang berlanjut

pada dasar tepi ulkus. Lesi ulkus biasanya dapat mengenai stroma kornea dan

mengganti jaringan tersebut dengan membran fibrovaskular yang tipis.3 Inflamasi

tidak terlihat pada sklera sampai ulkus perifer serta tidak mengenai membran

Descemet.4 Kerusakan kornea umumnya hanya mengenai jaringan stroma

sedangkan endotelium dan epitelium tetap intak. Bagian sentral dari ulkus dapat

6
membentung tepi dengan atau tanpa opasifikasi dan neovaskularisasi kornea dapat

muncul dari limbus ke daerah lesi ulkus.5

Gambar 2.3 Ulkus Mooren.1


Ulkus tampak berbentuk bulan sabit di bagian temporal.

2.3 Etiologi dan Faktor Risiko

Ulkus mooren dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu primer dan

sekunder. Ulkus mooren primer merupakan tipe dengan penyebabnya tidak

diketahui, sedangkan ulkus mooren sekunder disebabkan oleh hal-hal yang dapat

mengganggu kornea seperti operasi katarak, penetrating keratoplasty, trauma

pada kornea, infeksi herpes zooster, sifilis, dan tuberkulosis. Walaupun etiologi

ulkus Mooren masih tidak diketahui, ada teori yang membuktikan bahwa dasar

dari penyakit ini autoimun.10 Terdapat teori yang menyebutkan keterlibatan reaksi

hipersensitivitas terhadap protein tuberkulosis.12 Gottsch dan kawan-kawan

membuktikan bahwa gangguan ini merupakan hasil dari respon tubuh terkait

kalgranulin C yaitu antigen yang normalnya diekspresikan oleh keratinosit pada

7
stroma kornea.6 Molekul ini juga dapat ditemukan pada sel polimorfonuklear

(PMN).5 Reseptor antigen ini dapat ditemukan pada permukaan beberapa

golongan cacing tertentu yang menimbulkan spekulasi bahwa penyakit ini

diakibatkan infeksi cacing. Teori lain mengatakan bahwa beberapa human

lymphocyte antigen (HLA) dikaitkan dengan ulkus Mooren. Suatu penelitian

mengemukakan bahwa 83% pasien dengan ulkus Mooren teridentifikasi HLA-

DR17 positif pada serum pasien tersebut.5

Faktor risiko yang umum menyebabkan ulkus Mooren adalah pembedahan

kornea, trauma dan infeksi. Walaupun pembedahan kornea merupakan faktor

risiko, studi yang dilakukan Srinivasan dan kawan-kawan menemukan pada

pasien yang dilakukan tindakan extracapsular cataract extraction (ECCE)

menimbulkan ulserasi pada 31% pasien. Selain itu, keterlibatan pyoderma

gangrenosum juga disebutkan dengan dugaan akibat inflamasi neutrofilik aseptik

dan timbulnya imunosupresi.7

2.4 Epidemiologi

Ulkus Mooren merupakan penyakit yang jarang ditemukan. Suatu studi

menunjukkan insiden penyakit ini hanya 0,03% di China.2 Penyakit ini lebih

umum ditemukan pada Asia Selatan khususnya India dan Afrika Tengah yang

mengindikasikan hal ini merupakan penyakit genetik dan memiliki predisposisi

geografik.5

Ulkus Mooren lebih umum ditemukan pada laki-laki daripada perempuan

dengan rasio 5 : 1. Sebuah studi di India Selatan dan China menunjukkan bahwa

pasien umumnya berusia 60-80 tahun. Walaupun demikian, terdapat perbedaan

8
pada populasi yang berbeda di setiap negara. Di Nigeria, penyakit ini kebanyakan

mengenai laki-laki pada usia 20-30 tahun..8

2.5 Patofisiologi

Teori utama penyebab ulkus Mooren adalah gangguan autoimun.

Sensitisasi kalgranulin C yang merupakan antigen keratinosit stroma kornea

biasanya akan muncul setelah trauma atau infeksi pada kornea. Biasanya antigen

ini muncul secara alami pada orang tua. Hal ini dihipotesiskan dengan antigen-

presenting cells (APC) pada limbus dapat memunculkan kalgranulin C melalui

HLA tipe II ke sel T. APC juga muncul pada antigen helmintik yang bereaksi

silang (mengikat antigen) dengan kalgranulin C dan menghasilkan reaksi yang

sama.5

Sejumlah besar sel di spesimen ulkus Mooren mengekspresikan antigen

MHC kelas II, sebuah refleksi dari tingkat inflamasi yang dimediasi kekebalan

tubuh di dalam jaringan. Disebutkan bahwa autoreaktivitas terhadap antigen

spesifik kornea dapat berperan dalam patogenesis gangguan ini, dan mekanisme

kekebalan yang dimediasi oleh sel humoral mungkin terlibat dalam inisiasi dan

perkembangan kerusakan kornea. Proyeksi lesi ulseratif pada limbus mungkin

memiliki peranan patofisiologis, karena reseksi atau resesi limbus seringkali

memiliki efek terapeutik yang bermanfaat.12

Trauma atau pembedahan yang tidak disengaja dan paparan terhadap

infeksi parasit berperan dalam patogenesis. Kejadian ulkus Mooren sangat tinggi

di daerah dimana infeksi parasit (misalnya helminthic) bersifat endemik. Hipotesis

utama adalah bahwa peradangan yang terkait dengan cedera atau infeksi

9
sebelumnya dapat mengubah ekspresi antigen kornea atau konjungtiva atau

reaktivitas silang terjadi antara efektor normal yang dihasilkan sebagai respons

terhadap infeksi dan autoantigen. Kehadiran simultan beberapa jenis sel inflamasi

menunjukkan bahwa interaksi sel tersebut dapat berkontribusi terhadap aktivasi

kekebalan tubuh yang berkelanjutan setidaknya sebagai bagian dari mekanisme

patogen dari gangguan ini.12

Martin dan kawan-kawan membuktikan bahwa infeksi, trauma atau

penyakit sistemik dapat mengekspos antigen kornea dan menstimulasi respon

imun dengan aktivasi komplemen dan mendegranulasi neutrofil serta melepaskan

kolagenase. Kolagenase akan menghancurkan stroma kornea yang akan

mengeluarkan antigen kornea semakin banyak. Kornea akan hancur secara terus-

menerus. Bukti untuk respon imun humoral dikaitkan dengan ditemukannya

peningkatan IgG pada serum pasien. Penelitian lainnya juga menemukan antibodi

dan komplemen yang terikat pada epitelial konjungtiva dan peningkatan IgA.4

2.6 Diagnosis

Diagnosis ulkus Mooren harus dibuktikan dengan tidak adanya infeksi

okular oleh bakteri dan virus atau penyakit reumatologik sistemik yang

menyebabkan ulserasi kornea perifer.3 Srinivasan dan kawan-kawan menjelaskan

tiga pola ulserasi pada ulkus Mooren yaitu periferal parsial, periferal total dan

ulserasi kornea total (Gambar 2.4). Pada ulserasi periferal total, penyakit ini

mengenai kornea perifer dan memiliki tampakan seperti pulau akibat hancurnya

seluruh kornea perifer yang biasanya teropasifikasi. Pada ulserasi total kornea,

stroma kornea telah digantikan secara total oleh membran fibrovaskular. Lokasi

10
ulserasi periferal parsial dapat dibagi menjadi nasal, temporal, superior dan

inferior (kornea intrapalpebral) dengan keterlibatan temporal dan nasal lebih

sering ditemukan.3

Menurut Wood dan Kaufman, terdapat dua tipe ulkus mooren primer. Tipe

pertama adalah ulkus mooren primer terbatas yaitu tipe pasien ulkus Mooren

dengan populasi yang lebih tua , unilateral dan respon dengan terapi sedangkan

tipe kedua adalah tipe ulkus mooren yang leih resisten pada imunosupresi

sistemik yang melibatkan golongan yang lebih muda, bilateral, nyeri, dan

kerusakan kornea yang progresif.11

Watson dan kawan-kawan mengklasifikasikan penyakit ini menjadi tiga

tipe berdasarkan gejala klinis, tampakan fluoresens angiografi dan respon terapi.1

Tipe pertama adalah ulserasi Mooren unilateral yang sangat nyeri dan muncul

pada usia tua (lebih dari 60 tahun). Mata yang terkena terlihat merah dan

kongestif tetapi inflamasi tidak meluas lebih dari 3 mm dari limbus. Vaskularisasi

lesi ulkus biasanya terlihat dengan munculnya pembuluh-pembuluh darah baru

yang sangat banyak. Ulserasi meluas di sekitar globus dan biasanya

meninggalkan bekas yang tebal dan opak pada kornea sentral. Stroma kornea

sentral biasanya dapat dihilangkan dan lapisan jaringan parut intak pada

endotelium dan ditutupi oleh epitelium dari konjungtiva. Ketika stroma

menghilang, nyeri akan muncul. Jika jaringan parut meretraksi titik yang

mengekspos membran Descemet, proses ini sama seperti transplantasi dilakukan.1

11
Gambar 2.4 Ulkus Mooren (A) tipe perifer parsial (B) tipe perifer total.4

Fluoresens angiografi segmen anterior menunjukkan oklusi vena episklera

dan pembuluh darah konjungtiva bersamaan dengan disrupsi limbus dan

banyaknya pembuluh darah dari limbus dan dasar ulkus. Selain itu, obliterasi

pembuluh darah superfisial juga merupakan karakteristik dari ulkus Mooren

unilateral.

Gambar 2.5 Angiografi ulkus Mooren.5

12
Ulkus Mooren bilateral yang agresif muncul pada pasien dengan usia

muda (diantara 14-20 tahun) dan muncul dengan nyeri yang lebih ringan daripada

ulkus Mooren unilateral. Pasien dengan ulkus Mooren tipe ini biasanya datang

dengan ulkus pada satu mata dan injeksi konjungtiva pada mata lainnya yang akan

menjadi gray patches pada stroma kornea sekita 2 mm dari tepi limbus. Hal ini

yang akan berkembang menjadi ulkus Mooren tipikal yang melingkar pada kornea.

Fluoresens angiografi menunjukkan banyaknya pembentukan pembuluh darah

baru yang mencapai dasar ulkus. Angiografi juga dapat menunjukkan perubahan

karakteristik pembuluh darah episklera dan blokade yang akan memecah limbus.

Pleksus pembuluh darah superfisial akan tetap dapat perfusi walaupun berdilatasi.

Tipe ketiga dari ulkus Mooren adalah ulkus Mooren yang indolent

bilateral yang muncul pada usia pertengahan (sekitar 50 tahun) yang menunjukkan

guttering pada kornea di kedua mata dengan sedikit inflamasi. Walaupun kedua

mata terkena ulkus, penyakit ini biasanya lebih parah pada satu mata dan pasien

mengeluhkan rasa tidak nyaman dibandingkan nyeri.1 Kebanyakan kasus bersifat

progresif tetapi beberapa dapat sembuh sendiri. Beberapa kasus tersebut dapat

teraktivasi kembali dalam jangka waktu yang lama. Struktur pembuluh darah pada

tipe ini biasanya normal kecuali pada pembuluh darah baru yang mungkin akan

meluas ke dasar ulkus.9

2.7 Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Pasien biasanya mengalami nyeri yang sangat sakit, fotofobia dan epifora

disertai mata merah pada mata yang sakit. Pada sepertiga kasus ditemukan

ulserasi pada kedua mata.9 Pada pemeriksaan slit lamp biasanya akan terlihat

13
ulkus perifer berbentuk bulan sabit yang dalam pada bagian tengahnya. Defek

epitel berbentuk garis mungkin dapat ditemukan pada batas tengah diikuti dengan

kerusakan stroma yang progresif. Ulkus biasanya meluas secara sirkuferensial dan

sentral sehingga mengakibatkan reepitelisasi serta konjungtivalisasi kornea.9

Inflamasi episklera dan konjungtiva mungkin dapat terlihat, tetapi tidak mengenai

sklera. Penurunan visus dapat muncul secara sekunder jika telah muncul iritis,

keterlibatan kornea sentral atau astigmatisme ireguler.4

2.8 Diagnosis Banding

Untuk membedakan penyebab dari ulkus perifer, perlu dilakukan hitung

darah lengkap, hitung trombosit, LED, rheumatoid factor, ANA, ANCA,

circulating immune complexes, LFT, VDRL, BUN dan kreatinin serta urinalisis.4

Kultur juga dapat dilakukan untuk mengetahui penyebab yang mungkin berasal

dari bakteri.

Degenerasi marginal Terrien dapat dibedakan dari ulkus Mooren dari

gejala klinis yang khas meliputi tidak nyeri dan penipisan kornea tidak disertai

ulserasi. Degenerasi Terrien juga biasanya muncul dari kornea superior dan

meluas secara sirkumferensial tetapi tidak secara sentral. Daerah yang bersih dari

vaskularisasi superfisial biasanya menetap diantara limbus dan infiltrat.4

Reumatoid artritis juga dapat menimbulkan ulkus kornea perifer yang akan

dimulai dengan daerah keabu-abuan yang membengkak sekitar 2 mm dari

limbus.1 Penebalan kornea menghilang secara cepat dan dapat meninggalkan

bekas berupa descemetokel. Angiografi menunjukkan gambaran vena yang tidak

ada perfusi dan limbus yang disrupted dengan neovaskularisasi yang mencapai

14
dasar gutter. Skleritis juga dapat ditemukan ketika ulkus Mooren mencapai sklera.

Temuan lainnya pada reumatoid artritis adalah adanya keratoconjungtivitis sicca,

episkleritis dan keratitis sklerosis.4 Keratolisis merupakan diagnosis banding lain

dari ulkus Mooren. Penyakit ini ditandai dengan disintegrasi stroma kornea sentral

yang dapat dilihat pada pasien yang sudah lama mengidap reumatoid artritis.

Selain itu, penyakit kolagen lain seperti Wegener granulomatosis dan poliarteritis

dapat menyerupai ulkus Mooren.

2.9 Penatalaksanaan

2.9.1 Steroid topikal

Penatalaksanaan ulkus Mooren harus dilakukan dengan beberapa langkah

pendekatan termsuk medikamentosa Penggunaan steroid topikal dengan eyedrop

prednisolon asetat atau prednisolon fosfat 1% tiap jam disertai dengan pemakaian

siklopegik dan antibiotik profilaks dapat diberikan. Penyembuhan epitel tidak

akan terjadi dalam 2-3 hari, frekuensi penggunaan steroid topikal dapat

ditingkatkan menjadi tiap 30 menit.

Penggunaan steroid topikal secara oral (prednison 60-100 mg tiap hari)

dapat dipertimbangkan jika pengobatan dengan steroid topikal tidak efektif dalam

7-10 hari atau pada beberapa kasus dimana penggunaan steroid menjadi

kontraindikasi. Penggunaan lensa kontak dan patching pada mata yang sakit

sangat berguna untuk menghindari trauma saat mata berkedip.

15
2.9.2 Reseksi konjungtiva

Jika ulkus terus berkembang walaupun sudah diterapi dengan steroid,

maka reseksi konjungtiva harus dilakukan dengan menggunakan anestesi topikal

dan subkonjungtiva. Konjungtiva dieksisi ke arah sklera setidaknya sebanyak 2

mm dari arah sisi perifer ulkus dan sekitar 4 mm ke arah posterior dari

korneoskleral limbus dan sejajar dengan ulkus. Penggunaan lensa kontak setelah

dilakukan reseksi konjungtiva berguna untuk membantu penyembuhan epitel.

Penyembuhan konjungtiva dan ulkus tersebut dapat terjadi beberapa hari sampai

beberapa mnggu setelah dilakukannya prosedur ini. Cryotherapy pada

konjungtiva di daerah limbus juga dapat memberikan hasil yang sama. Reseksi

konjungtiva dan termokoagulasi juga dapat memperbaiki daerah ulkus walau

persentase rekurensi mencapai 50%.

2.9.3 Kemoterapi Imunosupresif

Pada kasus-kasus bilateral atau progresif dengan ulkus Mooren gagal

diterapi dengan steroid dan reseksi konjungtiva, maka penggunaan kemoterapi

sistemik diperlukan untuk menghentikan kerusakan lanjut pada kornea.

Penggunaan imunosupresif sistemik seperti kortikosteroid, siklofosfamid

2mg/kgBB/hari, metotreksat 7,5-15mg/minggu dan topikal siklosporin A 0,05%

menunjukkan hasil yang menjanjikan pada kasus-kasus ulkus Mooren. Foster dan

kawan-kawan melaporkan hasil yang sangat memuaskan pada penggunaan

siklofosfamid (Cytoxan) dengan dosis 2-3mg/kgBB.

16
2.10 Prognosis

Ulkus Mooren dapat terjadi pada kasus ringan yang unilateral dan tidak

mengancam visus sampai dengan kasus bilateral dan mengancam visus. Oleh

karena ulkus Mooren merupakan kasus yang jarang terjadi maka pengetahuan

yang lebih terperinci sulit didapatkan. Beberapa studi telah mencoba mencari

hubungan antara jenis kelamin, umur dan ras namun tidak ada lagi penelitian lebih

lanjut untuk mengkonfirmasi hal tersebut.

2.11 Komplikasi

Selain iritis, komplikasi dari ulkus Mooren dapat berupa glaukoma,

katarak dan perforasi.4 Uveitis anterior muncul pada 6,8% kasus dan dapat

melibatkan sinekia posterior,2 sedangkan munculnya katarak terdapat pada 2,3%

kasus. Rasio perforasi sangat bervariasi dan tergantung pada daerah geografis

yang meneliti. Perforasi biasanya muncul pada limbus diikuti dengan bagian

perifer dan sentral dari kornea.2 Sebuah studi di India Selatan menunjukkan rasio

perforasi sebanyak 11% dari total kasus.3 Perforasi lebih banyak ditemukan pada

pasien dengan usia dibawah 60 tahun yang melibatkan ulkus di bagian perifer

kornea.

Gambar 2.6 Perforasi ulkus Mooren dengan herniasi iris.4

17
BAB III

ILUSTRASI KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. M

Umur : 28 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Pasaman Barat

Tanggal pemeriksaan : 16 Juni 2017

3.2 Anamnesis

a. Keluhan Utama

Telah diperiksa di poli RSUP M Djamil Padang pada tanggal 16 Juni

2017 seorang pasien dengan keluhan utama yaitu mata kanan terasa kabur

sejak 13 tahun yang lalu..

b. Riwayat Penyakit Sekarang

 Mata kanan terasa kabur sejak 13 tahun yang lalu. Penglihatan kabur

terjadi secara perlahan.

 Kedua mata merah disertai rasa nyeri berdenyut. Mata kanan lebih merah

dan nyeri dibandingkan mata kiri

 Sebelumnya kedua mata pasien sudah dirasakan merah sejak tahun 1995.

Awalnya pada tahun 1995 tersebut, mata kanan kemasukan odol. Sejak

saat itu mata menjadi merah.

18
 Terdapat gambaran lesi bewarna putih pada sekeliling perifer kornea mata

kanan, sedangkan pada mata kiri hanya bagian perifer atas saja seperti

bulan sabit.

 Penglihatan mata sebelumnya normal.

 Riwayat trauma tidak ada

 Sudah pernah berobat ke RSUP M. Djamil pada tanggal 12 Mei 2017.

Dan sekarang merupakan kontrol ke-3

c. Riwayat Penyakit Dahulu

 Tidak ada riwayat gangguan penglihatan sebelumnya.

 Pasien tidak pernah menderita penyakit yang sama dengan keluhan yang

dialami sekarang.

 Riwayat penggunaan kacamata (+), tetapi penurunan visus tidak dapat

dikoreksi.

 Riwayat penyakit sistemik tidak ada.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan mata kabur

seperti yang dialami pasien.

 Tidak ada riwayat DM dan hipertensi

e. Riwayat Pengobatan

 Saat usia 5 th pasca kemasukan odol, pasien diberi obat tetes mata xytol

dan dipakai bila mata merah.

 Pasien pernah diresepkan kaca mata oleh dokter pada tahun 2004, akan

tetapi penglihatan tetap saja kabur.

19
3.3 Pemeriksaan Fisik

 Keadaan umum : Baik

 Kesadaran : komposmentis kooperatif

 Tekanan darah : 120/80 mmHg

 Pernapasan : teratur, frekuensi 18x/ menit

 Nadi : 90x/ menit

 Suhu : afebris

 Kulit : tidak ditemukan kelainan

 KGB : tidak membesar

 Mata : sesuai status oftalmologi

 Thoraks : dalam batas normal

 Abdomen : dalam batas normal

 Ekstremitas : dalam batas normal

3.4 Status Oftalmikus

Status Opthalmikus OD OS

Visus tanpa koreksi 3/60 6/6

Tidak dpt dikoreksi


Visus dengan koreksi -
dengan kaca mata

Refleks fundus (+) (+)

Madarosis (-) Madarosis (-)


Silia/ supersilia
Trikiasis (-) Trikiasis (-)

20
Poliosis (-) Poliosis (-)

Edema (-) Edema (-)

Palpebra superior Hematom (-) Hematom (-)

Ekskoriasi (-) Ekskoriasi (-)

Edema (-) Edema (-)

Palpebra inferior Hematom (-) Hematom (-)

Ekskoriasi (-) Ekskoriasi (-)

Ektropion (-) Ektropion (-)


Margo palpebra
Entropion (-) Entropion (-)

Normal Normal
Aparatus lakrimalis
Epifora (-) Epifora (-)

Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Konjungtiva tarsalis Folikel (-) Folikel (-)

Papil (-) Papil (-)

Hiperemis (+) Hiperemis (+)

Konjungtiva forniks Folikel (-) Folikel (-)

Papil (-) Papil (-)

Hiperemis (-) Hiperemis (-)

Konjungtiva bulbi Folikel (-) Folikel (-)

Papil (-) Papil (-)

Sklera Putih Putih

21
Ulkus (+) di perifer Ulkus (+) di

kedalaman 1/3 stroma perifer kedalaman


Kornea
kornea arah jam 4 1/3 stroma kornea

smpai jam 2 arah jam 11-jam 3

Kamera okuli anterior Cukup dalam Cukup dalam

Coklat Coklat
Iris
Rugae (+) Rugae (+)

Bulat Bulat

Pupil Refleks pupil +/+ Refleks pupil +/+

Diameter 3 mm Diameter 3 mm

Korpus vitreum Jernih Jernih

Funduskopi :

Media Media jernih Media jernih

Papil optik Bulat, batas tegas Bulat, batas tegas

cup/disc 0,3 cup/disc 0,3

Pembuluh darah Aa:Vv 2:3 Aa:Vv 2:3

Retina Perdarahan (-) Perdarahan (-)

Eksudat (-) Eksudat (-)

Makula Refleks fovea (+) Refleks fovea (+)

Tekanan bulbus okuli Normal (palpasi) Normal (palpasi)

Posisi bulbus okuli Ortho Ortho

22
Gerakan bulbus okuli Bebas Bebas

3.5 Diagnosis Kerja : Ulkus Mooren ODS

3.6 Diagnosis Banding : Peripheral ulcerative keratitis

Terrien’s Marginal Degeneration

3.7 Terapi : LFX ed 4x1 ODS

Cendolyteers ed 6x1 ODS

repithel ed 6x1 ODS

Vit C 3x250 mg

3.8 Dokumentasi Kasus

23
Slit Lamp

OD

OS

24
BAB IV

DISKUSI

Telah diperiksa seorang wanita berusia 28 tahun dengan diagnosis ulkus

mooren okuli dekstra sinistra. Diagnosis ditegakan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Berdasarkan anamnesis, didapatkan keluhan penglihatan kabur sejak tahun

2004 dengan keluhan tersebut dirasakan lebih berat pada mata kanan. Selain itu

pasien juga mengeluhkan nyeri dan mata merah pada kedua mata. Pasien sudah

kontrol yang kedua kalinya di RSUP M. Djamil. Pemeriksaan fisik dan penunjang

didapatkan visus OD 3/60 dan OS 6/6. Dari pemeriksaan slitlamp didapatkan

adanya lesi perifer kornea di okuli dekstra sinistra. Dari pemeriksaan funduskopi

tidak didapatkan adanya kelainan. Berdasarkan temua tersebut, maka ditegakkan

diagnosis Ulkus Mooren okuli dekstra sinistra.

Ulkus mooren memiliki banyak strategi terapi, dimulai dengan pengobatan

topikal dan oral. Reseksi konjungtiva dan terapi operatif berupa Lamellar

Keratoplasty dilakukan apabila pasien tidak menunjukkan adanya perbaikan dan

progresifitas penyakit terus berlanjut. Pada kasus ini ulkus tidak aktif sehingga

pasien cukup diberikan antibiotik, tear film, repitheal dan vitamin. Edukasi

mengenai prognosis penyakit kepada pasien meupakan hal yang penting dalam

tahapan terapi ulkus mooren.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Watson, P.G., Management of Mooren's ulceration. Eye (Lond), 1997. 11 ( Pt

3): p. 349-56.

2. Chen, J., et al., Mooren's ulcer in China: a study of clinical characteristics and

treatment. Br J Ophthalmol, 2000. 84(11): p. 1244-9.

3. Srinivasan, M., et al., Clinical characteristics of Mooren's ulcer in South India.

Br J Ophthalmol, 2007. 91(5): p. 570-5.

4. Sangwan, V.S., P. Zafirakis, and C.S. Foster, Mooren's ulcer: current concepts

in management. Indian J Ophthalmol, 1997. 45(1): p. 7-17.

5. Taylor, C.J., et al., HLA and Mooren's ulceration. Br J Ophthalmol, 2000.

84(1): p. 72-5.

6. Gottsch, J.D., et al., Cytokine-induced calgranulin C expression in keratocytes.

Clin Immunol, 1999. 91(1): p. 34-40.

7. Liang, C.K., et al., Association of HLA type and Mooren's Ulcer in Chinese in

Taiwan. Br J Ophthalmol, 2003. 87(6): p. 797-8.

8. Zelefsky, J.R., et al., Hookworm infestation as a risk factor for Mooren's ulcer

in South India. Ophthalmology, 2007. 114(3): p. 450-3.

9. Zegans, M.E., et al., Mooren ulcer in South India: serology and clinical risk

factors. Am J Ophthalmol, 1999. 128(2): p. 205-10.

10. Yanoff, M. & Duker, J.S. Ophthalmology. 4th ed. Philadelphia: Saunders, 2014.

11. Schanzlin DJ. Mooren’s Ulceration. Foster CS , Azar DT, Dohlman CH,

editors. Smolin and Thoft’ The Cornea Scientific Fundations and Clinical

Practice. 4ed.Philadelpia: Lipincot William & Wilkins. 2005. pp. 408-13.

26
12. AAO American Academy of Opthalmology Basic and Clinical Course 2011-

2012, Section 8 External Disease and Cornea, San Fransisco: American

Academy of Opthalmology. 2012, p: 213-16

27

Anda mungkin juga menyukai