Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Buta warna adalah ketidak mampuan seseorang untuk mebedakan warna
tertentu. Orang tersebut biasanya tidak buta semua warna melainkan warna-warna
tertentu saja. Meskipun demikian ada juga orang yang sama sekali tidak bisa
melihat warna. Jadi hanya tanpak hitam, putih dan abu-abu.

Buta warna merupakan kelainan genetik / bawaan yang diturunkan dari


orang tua kepada anaknya, kelainan ini sering juga disebaut sex linked, karena
kelainan ini dibawa oleh kromosom X. Artinya kromosom Y tidak membawa
faktor buta warna. Hal inilah yang membedakan antara penderita buta warna pada
laki dan wanita. Seorang wanita terdapat istilah 'pembawa sifat' hal ini
menujukkan ada satu kromosom X yang membawa sifat buta warna. Wanita
dengan pembawa sifat, secara fisik tidak mengalami kelainan buta warna
sebagaimana wanita normal pada umumnya. Tetapi wanita dengan pembawa sifat
berpotensi menurunkan faktor buta warna kepada anaknya kelak. Apabila pada
kedua kromosom X mengandung faktor buta warna maka seorang wanita tersebut
menderita buta warna.

Buta warna lebih sering terjadi pada seseorang berjenis kelamin lelaki
dibandingkan perempuan. Sebanyak 99% seorang buta warna tidak mampu
membedakan antara warna hijau dan merah. Juga ditemukan kasus penderita yang
tak bisa mengenali perbedaan antara warna merah dan hijau. Cacat mata ini
merupakan kelainan genetik yang diturunkan oleh ayah atau ibu. Belum dapat
dipastikan berkaitan jumlah penderita, akan tetapi sebuah penelitian menyebutkan
sebesar 8 -12% lelaki Eropa adalah pengidap buta warna. Sementara persentase
perempuan Eropa yang buta warna adalah 0,5 -1%. Tingkat buta warna di benua
lain tentu bervariasi. Di Australia yang terjadi pada 8% laki-laki dan 0,4% wanita.
Komunitas yang terisolasi dengan populasi gen yang terbatas, biasanya memiliki
prevalensi yang cukup tinggi.

1.2 Tujuan
Tujuan Umum : Memberikan informasi mengenai buta warna

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi Buta warna


Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Buta warna
juga dapat diartikan sebagai suatu kelainan penglihatan yang disebabkan
ketidakmampuan sel-sel kerucut (cone cell) pada retina mata untuk menangkap suatu
spektrum warna tertentu sehingga objek yang terlihat bukan warna yang sesungguhnya
(Karina, 2007). Abnormalitas penglihatan warna tidak banyak mempengaruhi kehidupan
awal manusia seperti pada masa kanak-kanak, karena tidak disertai oleh kelainan tajam
penglihatan. Abnormalitas penglihatan warna mulai mempengaruhi ketika seseorang
dihadapkan pada persyaratan untuk masuk jurusan tertentu yang buta warna menjadi
salah satu kriteria seperti kedokteran, teknik, desain grafis, dan lain-lain. Oleh karena hal
tersebut, identifikasi dini kelainan buta warna perlu dilakukan untuk membimbing anak
dalam menentukan jenjang pendidikannya kelak (Ilyas,2012).

2.2. Etiologi Buta Warna


Dua gen yang berhubungan dengan munculnya buta warna adalah OPN1LW
(Opsin 1 Long Wave), yang menyandi pigmen merah dan OPN1MW (Opsin 1 Middle
Wave), yang menyandi pigmen hijau (Deeb dan Motulsky, 2005). Buta warna dapat juga
ditemukan pada penyakit makula, saraf optik. Pada kelainan retina ditemukan cacat
relatif penglihatan warna biru dan kuning,sedang pada kelainan saraf optik kelainan yang
didapat adalah melihat warna merah dan hijau (Ilyas, 2012). Buta warna merah-hijau
adalah kelainan genetik yang timbul hampir hanya pada laki-laki. Gen-gen pada
kromosom X perempuan menyandi untuk masing-masing sel kerucut. Namun buta warna
hampir tidak pernah terjadi pada perempuan karena setidaknya satu dari dua kromosom X
hampir selalu memiliki gen normal untuk setiap jenis sel kerucut. Karena laki-laki hanya
memiliki satu kromosom X, gen yang hilang dapat menyebabkan buta warna.

Karena kromosom X pada laki-laki selalu diturunkan dari ibu, dan tidak pernah
dari ayahnya, buta warna diturunkan dari ibu ke anak laki-lakinya dan ibu tersebut

1
dikatakan sebagai carrier buta warna. Keadaan tersebut terjadi pada sekitar 8 persen dari
seluruh perempuan (Guyton, 2008).

Gambar 2.1 Bagan X-linked


Dikutip dari : Howard Hughes Medical Institute,2006. Colour Blindness: More Prevalent
Among Males.

2.3. Anatomi Retina


Retina adalah lembaran jaringan saraf berlapis yang tipis dan semitransparan yang
melapisi bagian dalam dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
anterior hampir sejauh korpus siliaris dan berakhir pada ora serrata dengan tepi yang
tidak rata. Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serata dan 0,5 mm pada kutub
posterior. Di tengah retina posterior terdapat makula berdiameter 5-5,6 mm yang secara
klinis dinyatakan sebagai daerah yang dibatasi oleh cabang-cabang pembuluh darah
retina temporal (Vaughan, 2012).

Pada pertengahan bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan


yang disebut makula lutea, yang merupakan area retina dengan daya lihat paling jelas.
Bagian anterior retina bersifat tidak peka dan hanya terdiri atas sel-sel berpigmen dengan

1
lapisan silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi prosessus dan belakang
iris (Snell, 2006).

Permukaan luar retina sensorius bertumpuk dengan lapisan-lapisan epitel


berpigmen retina sehingga juga berhubungan dengan membran bruch, koroid, dan sklera.
Di sebagian besar tempat, retina, dan epitel pigmen retina saling melekat kuat sehingga
perluasan cairan subretina pada ablasi retina dapat dibatasi. Hal ini berlawanan dengan
ruang subkoroid yang dapat terbentuk antara koroid dan sklera, yang meluas ke taji
sklera. Dengan demikian, ablasi koroid akan meluas melampaui ora serrata, dibawah pars
plana dan pars plikata. Lapisan-lapisan epitel pada permukaan dalam korpus siliaris dan
permukaan posterior iris merupakan perluasan retina dan epitel pigmen retina ke anterior.
Permukaan dalam retina berhadapan dengan vitreus (Vaughan, 2012).

Retina menerima darah dari dua sumber khorio kapilaria yang berada tepat diluar
membran bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar
dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina, serta cabang-cabang
dari arteri sentralis retina, yang mendarahi dua pertiga dalam retina (Vaughan, 2012).

Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut: (Ilyas, 2012)

1. Membrana limitans interna, merupakan membran hialin antara retina dan badan
kaca.
2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan
menuju ke nervus optikus. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar
pembuluh darah retina.
3. Lapisan sel ganglion, yang merupakan lapis badan sel dari neuron kedua.
4. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungansambungan sel
ganglion dengan sel amakrin dan sel ganglion.
5. Lapisan inti dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal dan sel Muller.
Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
6. Lapisan pleksiformis luar, merupakan lapis aselular dan merupakan tempat
sinapsis sel fotoreseptor dengan sel bipolar dan sel horizontal.
7. Lapisan inti luar, merupakan susunan lapis nukleus sel kerucut dan sel batang.
8. Mambrana limitans eksterna, merupakan membran ilusi.
9. Lapisan fotoreseptor, merupakan lapisan terluar retina terdiri atas sel batang yang
mempunyai bentuk ramping dan sel kerucut.

Retina merupakan bagian mata yang peka terhadap cahaya, mengandung sel-sel
kerucut yang berfungsi untuk penglihatan warna dan sel-sel batang yang terutama

1
berfungsi untuk penglihatan hitam dan putih serta penglihatan di dalam gelap. Pada
umumnya, sel batang lebih pipih dan lebih panjang daripada sel kerucut, namun tidak
selalu demikian. Pada bagian perifer retina, sel batang berdiameter 2 sampai 5
mikrometer, sedangkan diameter sel kerucut sebesar 5 sampai 8 mikrometer. Pada bagian
tengah retina, yakni di dalam fovea sel batang dan sel kerucut lebih ramping dan
memiliki diameter 1,5 mikrometer (Guyton, 2008).

2.4. Fisiologi Mata


Retina adalah jaringan mata yang paling kompleks. Mata berfungsi sebagai suatu
alat optik, suatu reseptor yang kompleks, dan suatu transduser yang efektif. Sel-sel
batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya menjadi suatu
impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks penglihatan
oksipital (Vaughan,2011).

Fotoreseptor tersusun sedemikian rupa sehingga kerapatan sel kerucut meningkat


di pusat makula (fovea), semakin berkurang ke perifer, dan kerapatan sel batang lebih
tinggi di perifer. Di foveola, terdapat hubungan hampir 1:1 antara fotoreseptor kerucut,
sel ganglionnya dan serat-serat saraf yang keluar, sedangkan di retina perifer, sejumlah
fotoreseptor dihubungkan ke sel ganglion yang sama. Fovea berperan pada resolusi
spasial (ketajaman penglihatan) dan penglihatan warna baik. Keduanya memerlukan
pencahayaan yang terang (penglihatan fotopik) dan paling baik di foveola. Sementara
retina sisanya terutama dipergunakan untuk penglihatan gerak kontras, dan penglihatan
malam (skotopik) (Vaughan, 2012).

Cahaya harus melewati lapisan ganglion dan bipolar sebelum mencapai


fotoreseptor di semua daerah di retina, kecuali fovea. Lapisan bipolar dan ganglion
tertarik ke samping, sehingga cahaya secara langsung mengenai fotoreseptor (Sherwood,
2003).

Fotoreseptor kerucut dan batang terletak dilapisan terluar retina sensorik yang
avaskular dan merupakan tempat berlangsungnya reaksi kimia yang mengawali proses
penglihatan. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel pigmen retina yang berperan penting
dalam proses penglihatan. Epitel ini bertanggung jawab untuk fagositosis segmen luar
fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi hamburan sinar, serta membentuk sawar
selektif antara koroid dan retina (Vaughan, 2012).

1
2.5. Fisiologi Mata Melihat Warna
Penglihatan warna diperankan oleh sel kerucut yang mempunyai pigmen terutama
cis aldehida A2. Penglihatan warna merupakan kemampuan membedakan gelombang
sinar yang berbeda. Warna ini terlihat akibat gelombang elektromagnetnya mempunyai
panjang gelombang yang terletak antara 440-700 nm (Ilyas, 2012).

Penglihatan warna sangat dipengaruhi oleh tiga macam pigmen di dalam sel
kerucut sehingga sel kerucut/ conus menjadi peka secara selektif terhadap berbagai warna
biru, merah, dan hijau. Banyak teori berbeda diajukan untuk menjelaskan fenomena
penglihatan, tapi biasanya teori-teori itu didasarkan pada pengamatan yang sudah dikenal
dengan baik, yaitu bahwa mata manusia dapat mendeteksi hampir semua gradasi warna
bila cahaya monokromatik merah, hijau, dan biru dicampur secara tepat dalam berbagai
kombinasi. Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh cahaya.
Benda-benda tertentu di lingkungan, misalnya matahari, api, dan bola lampu,
memancarkan cahaya

Pigmen-pigmen di berbagai benda secara selektif menyerap panjang gelombang


tertentu cahaya yang datang dari sumber-sumber cahaya, dan panjang gelombang yang
tidak diserap dipantulkan dari permukaan benda. Berkas-berkas cahaya yang dipantulkan
inilah yang memungkinkan kita melihat benda tersebut. Suatu benda yang tampak biru
menyerap panjang gelombang cahaya merah dan hijau yang lebih panjang dan
memantulkan panjang gelombang biru yang lebih pendek, yang dapat diserap oleh
fotopigmen di sel-sel kerucut biru mata, sehingga terjadi pengaktifan sel-sel tersebut
(Sherwood, 2003).

Gambar 2.2 Panjang Gelombang Persepsi Warna

1
Dikutip dari:Guyton, A.C & Hall, J.E (2008) Textbook of Medical Physiology,
Philadephia: Elsevier Sauders.

2.6. Klasifikasi Buta Warna


Mata merupakan corak gelombang dengan kejenuhannya pada warna putih.
Dikenal warna primer yaitu warna dasar yang dapat memberikan jenis warna yang
terlihat dengan campuran ukuran tertentu. Buta warna dikenal berdasarkan istilah Yunani
protos (pertama), deutros (kedua), dan tritos (ketiga). Adapun klasifikasinya sebagai
berikut: (Ilyas,2012)

1. Trikomat yaitu keadaan pasien mempunyai 3 pigmen kerucut yang mengatur fungsi
penglihatan. Pasien buta warna dapat melihat berbagai warna akan tetapi dengan
interpretasi berbeda dari normal,yang paling sering ditemukan adalah:

 Trikomat anomali, dimana pasien mempunyai ketiga pigmen kerucut akan tetapi
satu tidak normal. Pada anomali ini perbandingan merah hijau yang dipilih pada
anomaloskop berbeda dibanding dengan orang normal.
 Deutronomali dengan cacat pada hijau sehingga diperlukan lebih banyak hijau
karena terjadi gangguan lebih banyak daripada warna hijau
 .Protanomali di mana diperlukan lebih banyak warna merah untuk
menggabungkan menjadi kuning baku pada anomaloskop, yang pada pasien
terdapat buta berat terhadap warna hijau merah dimana merah lebih banyak
terganggu.

Protanomalia dan deutronomali diturunkan X-linked dan di Amerika terdapat pada 5%


anak lak-laki. Bentuk keempat disebut akromatopsia atau buta warna total, di mana
seseorang hanya dapat membedakan warna dalam bentuk hitam putih saja.

2. Dikromat, adalah pasien yang mempunyai 2 pigmen kerucut dan mengakibatkan


sukar membedakan warna tertentu.

 Protanopia, keadaan yang paling sering ditemukan dengan cacat warna merah
hijau.
 Deutronopia, kurang pigmen hijau.
 Tritanopia, dimana terdapat kesukaran membedakan dengan warna merah dari
kuning.
3. Monokromat atau akromatopsia dimana hanya terdapat satu pigmen kerucut
(monokromat rod atau batang). Bentuk-bentuk buta warnanya dikenal juga:

1
 Monokromatisme rod (batang) atau disebut juga dengan suatu akromatopsia
dimana terdapat kelainan pada kedua mata bersama dengan keadaan lain
seperti tajam penglihatan kurang dari 6/60, nistagmus, fotofobia, skotoma
sentral, dan mungkin terjadi akibatkelainan sentral hingga terdapat gangguan
penglihatan warna total, hemeralopia (buta silang) tidak terdapat buta senja/
malam, dengan kelainan refraksi yang tinggi.
 Monokromatisme cone (kerucut), dimana terdapat hanya sedikit cacat, hal
yang jarang, tajam penglihatan normal tidak terdapat nistagmus.

Gambar 2.3 Persepsi Warna Pada Gangguan Mata


Dikutip dari:Guyton, A.C & Hall, J.E (2008) Textbook of Medical Physiology,
Philadephia: Elsevier Sauders

2.7. Diagnosis Buta Warna


Tes yang umum digunakan untuk tes buta warna adalah uji Ishihara, Hardy-Rand
Rittler, City University. Ishihara Test Merupakan uji untuk mengetahui defek penglihatan
warna didasarkan pada penentuan angka yang ada pada kartu dengan berbagai warna.
Merupakan pemeriksaan untuk penglihatan warna dengan memakai satu seri titik bola
kecil dengan warna dan besar yang berbeda, sehingga dalam keseluruhan terlihat warna
pucat dan menyukarkan pasien dengan kelainan penglihatan warna melihatnya. Penderita
buta warna atau dengan kelainan penglihatan warna dapat melihat sebagian atau sama

1
sekali tidak dapat melihat gambaran yang diperlihatkan. Pada pemeriksaan pasien
diminta melihat dan mengenali tanda gambar yang diperlihatkan dalam waktu 10 detik
(Ilyas, 2012). Ishihara merupakan alat yang sering digunakan untuk screening buta warna
yang banyak dipakai dibanyak Negara (Miyahara, 2007).

Gambar 2.4. Uji Ishihara


Dikutip dari: Ilyas,Sidarta. 2012. Edisi ketiga. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit
FK UI

b. Hardy Rand Rittler


Hardy Rand Rittler Test merupakan tes yang dikembangkan oleh Hardy,Rand, dan
Rittler dan dipublikasi di American Optical Company tahun 1955 untuk menguji
defisiensi warna protan, deutan, dan tritan (Cole,2005).

Hardy Rand Rittler merupakan tes yang hampir sama seperti pada Ishihara, hanya saja
pada Hardy Rand Rittler menggunakan pola dan simbol yang harus dibaca pada latar
belakang berwarna dengan yang terdiri dari banyak titik-titik (American Academy
Opthalmology, 2001).

1
Gambar 2.5. Hardy Rand Rittler
Dikuti dari: Kanski, Jack. 2007. Clinical Opthalmology. Sixth Edition. British: Elsevier

c. City University
Uji yang terdiri dari 10 platelet yang berisi satu warna pada bagian sentral dan 4
warna yang ada pada bagian pinggir. Cara melalukannya, pasien diminta untuk
mencocokan satu warna pada bagian pinggir dengan warna pada bagian sentral
(American Academy of Opthalmology,2001).

1
Gambar 2.6. City University
Dikutip dari: Kanski, Jack. 2007. Clinical Opthalmology. Sixth Edition. British: Elsevier

2.8. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mengobati
masalah gangguan persepsi warna. Namun penderita buta warna ringan dapat belajar
mengasosiasikan warna dengan objek tertentu. Untuk mengurangi gejala dapat digunakan
kacamata berlensa dengan filter warna khusus yang memungkinkan pasien melakukan
interpretasi kembali warna. Gangguan penglihatan warna yang diturunkan tidak dapat
diobati atau dikoreksi. Beberapa gangguan penglihatan warna yang didapat dapat diobati,
bergantung pada penyebabnya. Sebagai contoh jika katarak merupakan penyebab
gangguan penglihatan warna, operasi untuk mengangkat katarak dapat mengembalikan
penglihatan warna menjadi normal. Beberapa cara untuk membantu gangguan
penglihatan warna, antara lain:

1. Memakai lensa kontak berwarna. Hal ini dapat membantu membedakan warna,
tetapi lensa ini tidak menjadikan penglihatan menjadi normal dan objek yang dilihat
dapat terdistorsi.
2. Memakai kacamata yang memblok sinar yang menyilaukan. Orang dengan masalah
penglihatan dapat membedakan warna lebih baik saat ada penghalang sinar yang
menyilaukan (stiles,2006).

1
2.9. Pencegahan
Tidak ada cara untuk mencegah buta warna genetik. Tidak ada cara juga untuk
mencegah buta warna didapat yang berhubungan dengan penyakit Alzheimer, diabetes
mellitus, leukemia, penyakit hati, degenerasi makular, multipel sklerosis, penyakit
Parkinson, anemia sel bulan sabit, dan retinitis pigmentosa. Membatasi penggunaan
alkohol dan obat, seperti antibiotik, barbiturat, obat antituberkulosis, pengobatan
tekanan darah tinggi, dan beberapa pengobatan yang digunakan untuk penyakit saraf
dan psikologis, ke level yang dibutuhkan untuk keuntungan terapeutik dapat
membatasi buta warna didapat. Pencegah peningkatan kasus buta warna misalnya
dengan melakukan konseling pranikah. Kejadian buta warna juga meningkat pada pool
genetic dengan perkawinan di antara satu komunitas terisolir (Daniel, 2002).

1
BAB III

KESIMPULAN

Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Pasien tidak
atau kurang dapat membedakan warna yang didapat dari faktor keturunan ataupun
didapatkan akibat penyakit tertentu.

Ciri-ciri seorang buta warna adalah retina tidak mampu merespon warna dengan
semestinya. Sel-sel kerucut di dalam retina mata mengalami pelemahan atau kerusakan
permanen.

Buta warna merupakan kecacatan yang disebabkan oleh gen resesif c (color blind)
yang terdapat pada kromsom X

Jumlah penderita buta warna di dunia, kira-kira 5-8% pria dan 0,5% wanita
dilahirkan buta warna.

Buta warna dibedakan menjadi tiga yaitu Monokromat, dikromat dan trikomat

1
REFERAT MATA

BUTA WARNA
Referat ini dibuat untuk melengkapi syarat mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
di Bagian Ilmu Mata RSUD Dr. R.M. Djoelham Binjai

Disusun Oleh :
Mukhlis Rizka Ahda Petra 19360028
Akbar Hidayat 102118185
Putri Intan Sari 102119001
PEMBIMBING:
dr. Syarifah Yusriani, M.Ked (Oph), Sp.M

PROGRAM KKS SMF ILMU MATA


RSUD Dr.R.M. DJOELHAM BINJAI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BATAM
UNIVERSITAS MALAHAYATI
BINJAI

1
2020

Anda mungkin juga menyukai