PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Pada mata terdapat media refraksi yang terdiri degan kornea, aqueous humour, lensa,
vitreous humour. Agar dapat melihat, mata menangkap pola pencahayaan di lingkungan
sebagai bayangan optis di suatu lapisan peka sinar, retina. Kelainan refraksi merupakan suatu
kondisi dimana cahaya yang masuk ke dalam mata tidak dapat difokuskan dengan jelas,
sehingga bayangan benda terlihat buram atau tidak tajam. Pada mata normal, cahaya yang
masukakan difokuskan tepat pada retina (saraf mata) dan menghasilkan bayangan benda yang
jelas.1,7
2.1.1 Kornea1,8
Kornea adalah jaringan transparan yang disisipkan ke dalam sklera pada limbus,
lekukan melingkar pada sambungan ini disebut sulcus scleralis. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 550 µm dipusatnya. Kornea mempunyai lima lapisan :
d. Membran Descement
Merupakan lamina basalis endotel kornea, memiliki tampilan yang homogen. Saat
lahir tebalnya sekitar 3-4 μm dan terus menebal selama hidup mencapai 10-12 μm.7,8
e. Lapisan Endotel
Terdiri dari sel gepeng yang melapisi permukaan dalam Membran descemeti.
Merupakan lapisan tipis di depan retina. Lapisan cairan ini mengisi ruang antara lensa
dan kornea, ruang tersebut dibagi menjadi kamera okuli anterior dan posterior oleh iris.
Kedua ruangan ini saling berhubungan melalui pupil.
Aqueous humour dibentuk dari plasma di dalam jalinan kapiler prosesus siliaris
melalui difusi, ultrafiltrasi dan transportasi aktif lewat sel epitel yang melapisi prosesus
siliaris. Setelah terbentuk, aqueous humour mencapai kamera okuli posterior dengan
memintas lewat ligamentum suspensorium, kemudian menuju pupil lalu masuk menuju
kamera okuli anterior dan lalu menuju ke dalam limbus, yang selanjutnya melintas melewati
jalinan trabekula yang berada di dekat sambungan iris dengan kornea. Kemudian aqueous
Aqueous humor dihasilkan dengan kecepatan sekital 5 mL/ hari, cairan ini
mempunyai fungsi, yaitu: 7,8
2.1.3 Lensa1
Lensa merupakan jaringan yang berasal dari ektoderm permukaan yang terdapat di
dalam mata dan bersifat bening, terletak dibelakang iris atau terletak di bilik belakang mata
yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk cakram yang dapat menebal dan menipis saat
terjadi akomodasi. Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks, dibentuk oleh sel epitel
lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat
lensa terus menerus sehingga membentuk kepadatan serat lensa di bagian sentral sehingga
membentuk nukleus lensa. Di bagian dalam lensa dibedakan menjadi nukleus, embrional,
fetal, dan dewasa. Dibagian luar terdapat serat lensa, disebut korteks lensa yang terletak di
depan nukleus lensa sebagai korteks anterior, sedangkan yang dinbelakang nya terdapat
korteks posterior.
Secara fisiologik, lensa mempunyai sifat tertentu, seperti : kenyal atau lentur karena
memegang peranan dalam akomodasi untuk menjadi cembung serta jernih atau transparan
karena diperlukan sebagai media penglihatan.
Keadaan patologis lensa berupa : tidaak kenyal pada orang dewasa yang akan
mengakibatkan presbiopi, keruh yang dapat disebut katarak, tidak berada ditempat, seperti
subluksasio atau dislokasi.
Proses visual dimulai saat berkas cahaya menembus kornea untuk masuk ke bagian
dalam mata. Namun, tidak semua cahaya yang melewati kornea dapat mencapai retina karena
adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur mirip cincin di dalam
aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke bagian
dalam mata adalah pupil. Ukuran pupil dapat disesuaikan oleh kontraksi otot-otot iris untuk
menerima sinar lebih banyak atau lebih sedikit. Iris mengandung dua set anyaman otot polos,
satu sirkular dan satu radial.
Otot-otot ini dikendalikan oleh sistem saraf autonom, serat saraf parasimpatis
mempersarafi otot sirkular, sehingga menyebabkan otot sirkular berkontraksi dan
menyebabkan konstriksi pupil yang bertujuan untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk
ke mata pada keadaan sinar terang. Sementara saraf simpatis mempersarafi otot radial,
sehingga pada saat otot radial berkontraksi terjadi dilatasi pupil pada saat cahaya redup
sehingga sinar yang masuk ke mata lebih banyak.3,6
Mata memiliki seperangkat komponen optik yang mampu membiaskan sinar yang
melaluinya. Komponen optik tersebut adalah kornea, aqueous humour, lensa, vitreous
humour. Agar dapat melihat, mata menangkap pola pencahayaan di lingkungan sebagai
bayangan optis di suatu lapisan peka sinar, retina.6 Pada orang normal susunan pembiasan
oleh media refraksi dan panjangnya bola mata demikian seimbang sehingga bayangan benda
setelah melalui media refraksi dibiaskan tepat didaerah makula lutea. Mata yang normal
disebut sebagai mata emetropia dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya
pada keadaan mata yang tidak melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.1,7,8
Sinar berjalan lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lain
misalnya air dan kaca. Ketika masuk ke suatu medium dengan densitas tinggi, berkas cahaya
melambat (dan sebaliknya). Arah berkas berubah jika cahaya tersebut mengenai permukaan
medium baru yang tidak tegak lurus. Berbeloknya berkas sinar dikenal sebagai refraksi. Dua
struktur yang penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan
kornea yang melengkung merupakan struktur pertama yang dilewati oleh sinar saat sinar
masuk ke mata, berperan paling besar dalam kemampuan refraktif total mata karena
perbedaan densitas di pertemuan udara-kornea jauh lebih besar daripada perbedaan densitas
antara lensa dan cairan di sekitarnya.7
2.2.3 Akomodasi
Otot siliaris dikontrol oleh sistem saraf autonom, dengan stimulasi simpatis
menyebabkan otot siliaris berelaksasi sehingga ligamentum suspensorium menegang dan
ligamentum ini menarik lensa menjadi bentuk gepeng dan kurang refraktif. Sebaliknya,
stimulasi parasimpatis menyebabkan otot ini berkontraksi, kelilingnya berkurang sehingga
tegangan pada ligamentum suspensorium berkurang menyebabkan lensa menjadi lebih bulat
karena elastisitas inherennya dan meningkatkan kekuatan lensa dan lebih membelokan berkas
sinar. Pada mata normal, otot siliaris berelaksasi dan lensa menggepeng untuk melihat jauh,
dan menjadi lebih kuat untuk melihat dekat.3,6
Ketajaman visus atau visual acuity merupakan kemampuan mata untuk menentukan
bentuk dan detail obyek yang tepat, bisa juga didefinisikan sebagai kemampuan untuk
mengenali keterpisahan dua buah obyek yang diletakkan saling berdekatan. Sel kerucut pada
retina bertanggung jawab atas ketajaman visus. Apabila terjadi gangguan refraksi maka
ketajaman visus akan mengalami penurunan yang besar.3
Kemampuan mata melihat benda atau secara rinci sebuah obyek secara kuantitatif
ditentukan dengan dua cara1 :
1. Sebanding dengan sudut resolusi minimum (dalam busur menit), merupakan tajam
penglihatan resolusi, disebut juga resolusi minimum tajam penglihatan
2. Dengan fraksi Snellen, ditentukan dengan mempergunakan huruf atau cincin
Landolt atau obyek ekuivalen lainnya.
Pemeriksaan visus satu mata dilakukan pada mata tanpa atau dengan kacamata,
pemeriksaan ini dilakukan terpisah setiap mata. Biasanya memeriksa visus kanan terlebih
dahulu kemudian kiri lalu mencatat. Pemeriksaan visus sebaiknya dilakukan pada jarak 5
sampai 6 meter, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam keadaan beristirahat
atau tanpa akomodasi.1
Pada pemeriksaan visus dipakai kartu baku atau standar, misalnya Snellen chart yang
setiap hurufnya membentuk sudut 5 menit pada jarak tertentu sehingga huruf pada baris tanda
60, berarti huruf tersebut membentuk sudut 5 menit pada jarak 60 meter; dan pada baris tanda
30, berarti huruf tersebut membentuk sudut 5 menit pada jarak 30 meter. Huruf pada baris
Dengan menggunakan Snellen chart standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan
atau kemampuan melihat seseorang, seperti1 :
- Bila visus 6/6 maka ia dapat melihat huruf pada jarak 6 meter, yang oleh orang
normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6 meter
- Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf basis yang menunjukan angka 30,
berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30, dst.
- Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada Snellen chart maka dilakukan
uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada jarak 60 meter.
- Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang diperlihatkan pada
jarak 3 meter, maka dinyatakan visus 3/60
- Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan visus pasien yang lebih buruk
daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan atau lambaian tangan pada jarak
300 meter. Bila mata hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter, maka
visusnya adalah 1/300
- Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak dapat melihat
lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam penglihatan 1/ ∞, karena orang
normal dapat melihat sinar pada jarak tak terhingga
- Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan
penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total.
Hal tersebut dapat dilakukan pada orang yang telah dewasa atau dapat berkomunikasi.
Pada bayi tidak mungkin untuk dilakukan pemeriksaan tersebut, sehingga untuk menilai
apakah penglihatannya akan berkembang normal adalah dengan melihat refleks fiksasi. Bayi
normal dapat berfiksasi pada usia 6 minggu, sedangkan mempunyai kemampuan untuk dapat
mengikuti sinar pada usia 2 bulan. Pada anak yang lebih besar dapat dipakai benda-benda
yang lebih besar dan berwarna untuk digunakan dalam pengujian penglihatannya.1
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media pengelihatan yang terdiri atas
kornea, cairan mata, lensa, badan kaca dan panjangnya bola mata. Pada orang normal
susunan pembiasan bola mata seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media
pengelihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Emetropia diartikan sebagai mata tanpa
adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan berfungsi normal. Emetropia merupakan
mata yang akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak
melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.1
Ametropia (mata dengan kelainan refraksi) dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan
refraksi mata, dimana sinar sejajar dari jarak tak terhingga difokuskan didepan atau
dibelakang retina, pada satu atau dua meridian. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk
kelainan presbiopia, miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmatisme.1,7,8
a. Definisi
Merupakan gangguan akomodasi pada usia lanjut yang dapat terjadi akibat kelemahan
otot akomodasi dan lensa mata tidak kenyal atau berkurangnya elastisitas akibat sklerosis
lensa.
b. Etiologi
Penurunan kekuatan akomodasi dari lensa seiring meningkatnya usia akibat dari
perubahan degeneratif lensa (penurunan elastisitas kapsul lensa atau peningkatan ukuran dan
sklerosis progresif dari substansi lensa) dan penurunan kekuatan m.siliaris seiring dengan
peningkatan usia.
c. Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi mata karena
adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa
40 S+ 1.00 D
45 S+ 1.50 D
50 S+ 2.00 D
55 S+ 2.50 D
60 S+ 3.00 D
Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3,0 dioptri adalah lensa positif
terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini mata tidak melakukan
akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dibaca terletak pada titik api
Selain kaca mata untuk kelainan presbiopia saja, ada beberapa jenis lensa lain yang
digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada bersamaan dengan
presbiopia. Ini termasuk:
2.4.2 Ametropia
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 22 Oktober 2018 – 25 November 2018
\
2.4.2.1 Hipermetropia1,7,8
a. Definisi
b. Etiologi
Gejala pasien dengan hipermetropia dapat bervariasi tergantung dari usia dan derajat
beratnya kelainan refraksi. Dapat dikelompokan sebagai berikut:
1. Asimtomatik. Biasanya pasien usia muda dengan kelainan refraksi yang kecil dapat
mengkoreksi dengan kemampuan akomodasinya tanpa menimbulkan gejala
2. Gejala astenopia. Hipermetropia dapat terkoreksi secara penuh, namun karena terjadi
akomodasi terus menerus, pasien akan mengalami keluhan astenopia. Keluhannya
adalah mata lelah, nyeri kepala frontal atau fronto-temporal, mata berair, dan
fotofobia ringan. Gejala ini biasanya terjadi saat jam kerja dan meningkat saat malam.
3. Gejala astenopia dengan penurunan penglihatan. Bila kelainan hipermetropia cukup
Gejala obyektif:
1. Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kacamata sferis positif terkuat
atau lensa positif terbesar yang masih memeberikan tajam penglihatan maksimal.
2. Bila pasien dengan + 3.0 ataupun dengan +3.25 memberikan ketajaman penglihatan 6/6,
maka diberikan kacamata + 3.25
3. Pada anak di bawah 10 tahun koreksi tidak dilakukan terutama apabila pasien tidak
mengeluhkan gejala-gejala dan penglihatan normal pada setiap mata.
4. Pada remaja dan dewasa hingga berlanjut presbiopia, hipermetropia dikoreksi dengan
lensa positif yang terkuat. Bisa memakai kaca mata atau lensa kontak. Lensa kontak
dapat disarankan dengan hipermetropia unilateral (Anisometropia). Lensa kontak dapat
diresepkan setelah hipermetropia stabil, apabila tidak, harus mengganti lensa kontak
berkali-kali.
5.4.2.2 Miopia1,7,8
a. Definisi
Miopia merupakan suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang
berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan di depan retina, pada kondisi mata
yang tidak berakomodasi. Pada miopia, titik fokus sistem optik media penglihatan terletak di
depan makula lutea, yang disebabkan karena sistem optik (pembiasan) terlalu kuat, miopia
refraktif atau bola mata terlalu panjang. Kelainan ini menyebabkan penglihatan buram untuk
jarak jauh, atau penglihatan dekat.
Miopia merupakan variasi biologis normal pertumbuhan mata yang dapat atau tidak
berkaitan dengan genetik. Beberapa faktor yang berkaitan dengan miopia simpel yaitu :
Miopia simplek tipe aksial hanya merupakan variasi fisiologis panjang bola mata atau
dapat berkaitan dengan pertumbuhan neurologis dini saat usia anak.
Miopia simplek tipe kurvatura dianggap akibat kurang berkembangnya bola mata
Peran diet saat usia anak telah dilaporkan tanpa ada hasil konklusif.
Peran genetik. Genetik berperan pada variasi biologis perkembangan mata, dimana
prevalensi miopia lebih banyak pada anak dengan kedua orang tua miopia (20%)
daripada anak dengan 1 orang tua miopia (10%) dan anak tanpa orang tua miopia
(5%).
Teori pekerjaan jarak dekat berlebihan. Namun teori ini tidak membuktikan adanya
hubungan miopia dengan pekerjaan jarak dekat, menonton televisi dan tidak
melakukan pemakaian kacamata.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 22 Oktober 2018 – 25 November 2018
\
b. Tanda dan Gejala Klinis
Diagnosis miopia dapat ditegakkan setelah diperiksa adanya visus yang kurang dari
normal tanpa kelainan organik. Pemeriksaan dilakukan guna mengetahui derajat lensa negatif
yang diperlukan untuk memperbaiki tajam penglihatan sehingga menjadi normal atau tercapai
tajam penglihatan terbaik. Alat yang digunakan adalah kartu Snellen, bingkai percobaan dan
sebuah set lensa coba.
1. Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter (minimal 5 meter), jika
kurang dari 5 meter akan terjadi akomodasi.
2. Pada mata dipasang bingkai percobaan/trial frame dan satu mata ditutup dengan
occlude, didahului dengan mata kanan.
3. Penderita di suruh membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar dan diteruskan sampai
huruf terkecil yang masih dapat terbaca.
4. Lensa sferis negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam penglihatan
menjadi lebih baik ditambahkan kekuatannya perlahan-lahan hingga dapat terbaca
huruf pada baris terbawah.
5. Sampai terbaca basis 6/6.
6. Jika ditambah lensa sferis masih tidak bisa, kemungkinan pasien mempunyai
astigmatisma. Dilakukan Fogging Test.
7. Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama.
Pada miopia degeneratif atau maligna biasanya terjadi pada miopia berat (lebih dari 6
dioptri) disertai kelainan pada fundus okuli dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk
stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi
korioretina. Atrofi retina berjalan setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang terjadi ruptur
membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi
subretina. Pada miopia dapat terjadi bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan
perdarahan, atrofi lapis sensoris retina luar dan kemudian akan terjadi degenerasi papil saraf
optik.
Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu gambaran bulan sabit yang
terlihat pada polus posterior fundus mata miopia, sklera, koroid. Pada miopia tinggi akan
terdapat pula kelainan pada fundus okuli berupa degenerasi makula dan degenerasi retina
bagian perifer.
Cara optik :
1. Kacamata (Lensa Konkaf)
Koreksi miopia dengan kacamata, dapat dilakukan dengan menggunakan lensa konkaf
(cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu lensa cekung akan
menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila
bola mata terlalu panjang seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir dengan
meletakkan lensa sferis konkaf di depan mata. Lensa cekung yang akan
mendivergensikan berkas cahaya sebelum masuk ke mata, dengan demikian fokus
bayangan dapat dimundurkan ke arah retina.
2. Lensa kontak
Lensa kontak dari kaca atau plastik diletakkan dipermukaan depan kornea. Lensa ini
tetap ditempatnya karena adanya lapisan tipis air mata yang mengisi ruang antara lensa
kontak dan permukaan depan mata. Sifat khusus dari lensa kontak adalah
menghilangkan hampir semua pembiasan yang terjadi dipermukaan anterior kornea,
penyebabnya adalah air mata mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan kornea
sehingga permukaan anterior kornea tidak lagi berperan penting sebagai dari susunan
optik mata. Sehingga permukaan anterior lensa kontaklah yang berperan penting.
Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari kornea anterior
diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara langsung diablasi dengan
tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea menjadi flat. Sekarang teknik ini
digunakan pada kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri.
Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0D – (- 4,75)D sekitar 1/6662. Sedangkan
pada (- 5) D – (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335. Lebih dari (-10) D resiko
ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan faktor resiko pada miopia rendah
tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat menjadi 300 kali.
Miopic makulopaty
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah kapiler pada
mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapang pandang berkurang.Dapat
juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa menyebabkan kurangnya lapangan
pandang.Miopia vaskular koroid/degenerasi makular miopik juga merupakan
konsekuensi dari degenerasi makular normal, dan ini disebabkan oleh pembuluh darah
yang abnormal yang tumbuh di bawah sentral retina.
Glaukoma
Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia sedang
4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi dikarenakan stres
akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan ikat penyambung pada
trabekula.
2.4.2.3 Astigmatisme1,7,8
a. Definisi
Astigmatisma adalah keadaan dimana sinar yang masuk ke dalam mata tidak dipusatkan
pada satu titik, tetapi pada dua garis titik apa yang saling tegak lurus yang terjadi akibat
kelainan kelengkungan permukaan kornea.
Bentuk kornea yang oval seperti telur, dapat juga diturunkan atau terjadi sejak lahir,
jaringan parut pada kornea seteh pembedahan, ketidakteraturan lengkung kornea, dan
perubahan pada lensa.
Astigmatisma dapat disebabkan oleh kelainan pada kurvatur, aksis, atau indeks refraksi.
Astigmatisma kurvatur pada derajat yang tinggi, merupakan yang tersering pada kornea.
anomali ini bersifat kongenital, dan penilaian oftalmometrik menunujukkan. Kebanyakan
kelainan yang terjadi dimana sumbu vertical lebih besar dari sumbu horizontal (sekitar 0,25
D). Ini dikenal dengan astigmatisme direk dan diterima sebagai keadaan yang
fisiologis. Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis tipe
astigmatisma ini di dapatkan pada 68 % anak-anak pada usia 4 tahun dan 95% pada usia 7
tahun.
c. Klasifikasi
Astigmatisma dapat dikalsifikasikan berdasarkan orientasi dan posisi relatif dari 2 garis
focus (mata yang menderita astigmatisma memiliki 2 garis focus), yakni sebagai berikut:
Astigmatisma Reguler
Astigmatisme yang memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang
perlahan lahan secraa teratur dari satu meridian ke meridian berikutnya. Astigmatisma
reguler dapat dikoreksi dengan kacamata lensa silindris. Astigmatisma ini dapat
dibedakan menjadi 4:
1) Astigmatisma with-the-rule, yaitu tipe yang lebih sering ditemukan pada anak-anak,
dimana meridian vertikal adalah yang tercuram/ memiliki daya bias/ kelengkungan
yang lebih besar, dan sebuah koreksi lensa silinder plus dipakai pada/ mendekati
meridian 90.
2) Astigmatisma against-the-rule, yaitu tipe yang lebih sering ditemukan pada orang
dewasa, dimana meridian horizontal adalah yang tercuram/ memiliki daya bias/
kelengkungan yang lebih besar daripada meridian vertikal, dan sebuah koreksi silinder
plus dipakai pada/ mendekati meridian 180
d. Patofisiologi
Astigmatisma Reguler
Pada astigmatisma reguler, setiap meridian membiaskan cahaya secara teratur dan
equally, akan tetapi pembiasan meridian yang satu berbeda dengan meridian yang lain. Satu
meridian membiaskan cahaya berlebihan dan yang lainnya kurang. Dua jenis meridian ini
disebut dengan meridian utama, keduanya saling tegak lurus. Pada kebanyakan kasus, satu
meridian utama terletak secara vertikal dan satunya lagi terletak horizontal, namun bisa
terjadi oblik, namun sudutnya masih saling tegak lurus/ 90 satu sama lain.
Meridian vetikal, dalam banyak kasus, membiaskan cahaya lebih kuat daripada yang
horizontal, hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh tekanan palpebra ke kornea.Tipe
astigmatisma ini disebut with-the-rule dan lebih sering pada anak-anak.Sementara itu, apabila
meridian horizontal membiaskan cahaya lebih kuat, ini disebut dengan astigmatisma against-
the-rule dan lebih sering pada orang dewasa. Perbedaan refraksi antara kedua meridian utama
ini menggambarkan besarnya astigmatisma dan direpresentasikan dalam dioptri (D).
Ketika perbedaannya tidak lebih dari ½ sampai ¾ dioptri, maka disebut dengan
astigmatisma fisiologis dan biasanya tidak perlu dikoreksi, karena masih bisa dikompensasi
dan tidak menimbulkan keluhan subjektif pada seseorang. Namun jika lebih dari ¾ dioptri, ia
dapat mengganggu penglihatan dan menimbulkan gejala subjektif. Akan tetapi, astigmatisma
tipe reguler ini jarang yang melebihi 6-7 dioptri.
Berbeda dengan lensa sferis, permukaan lensa silindris tidak memiliki kelengkungan dan
kekuatan refraksi yang sama di semua meridian. Kelengkungan lensa silindris berbeda-beda
dari yang kecil hingga yang besar, dengan nilai yang ekstrim berada di meridian 90.Oleh
sebab itu, kekuatan refraksinya berbeda-beda dari satu meridian ke meridian lainnya, dan
Astigmatisma Irreguler
Astigmatisma ireguler muncul ketika pembiasan cahaya tidak teratur dan unequal pada
meridian-meridian yang sama pada mata. Biasanya merupakan konsekuensi dari perubahan
patologis terutama pada kornea (makula sentral kornea, ulkus, pannus, keratokonus, dan lain-
lain) atau lensa (katarak, opasifikasi kapsul posterior, subluksasi lensa, dan lain-lain).
Ketajaman visus pada mata dengan astigmatisma ireguler mengalami penurunan dan
kadang-kadang muncul diplopia monokuler atau poliopia.Semua mata memiliki setidaknya
sejumlah kecil astigmatisma ireguler, tapi terminologi astigmatisma ireguler dalam hal ini
digunakan secara klinis hanya untuk iregularitas yang lebih kuat.
Astigmatisma ireguler merupakan astigmatisma yang tidak memiliki 2 meridian yang saling
tegak lurus. Astigmatisma ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian
yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Astigmatisma ireguler terjadi akibat
infeksi kornea, trauma dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan pada meridian lensa yang
berbeda.
e. Manifestasi Klinis7,8
Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejala gejala
sebagai berikut :
a) Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umunya keluhan ini
sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
b) Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
c) Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
d) Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata,
seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak buram, sedang pada penderita astigmatismus
rendah, biasa ditandai dengan gejala – gejala sebagai berikut :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 22 Oktober 2018 – 25 November 2018
\
- Sakit kepala pada bagian frontal.
- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita
akan mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek- ucek mata.
f. Diagnosis
Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan,
atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan
pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi
baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan
media penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan
Uji refraksi
Subjektif: Optotipe dari Snellen & Trial lensa. Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas
tetap tidak tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin pasien mempunyai kelainan
refraksi astigmat. Pada keadaan ini lakukan uji pengaburan (fogging technique).
Objektif
a) Autorefraktometer, menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan
menggunakankomputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya
dihasilkan oleh alat dan respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur
berapa besar kelainan refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya
memerlukan waktu beberapa detik.
b) Keratometri adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius
kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat
berharga namun mempunyai keterbatasan.
Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada
kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta
melihat kisikisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas
terlihat.Bila garis juring pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan
sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengansumbu 180°.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Rumah Sakit Sumber Waras
Periode 22 Oktober 2018 – 25 November 2018
\
Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi -
kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau
semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang
ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan- lahan
ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.
g. Penatalaksanaan
1. Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif dilakukan dengan
sumbu tegak lurus (90o +/- 20o) atau dengan selinder positif dengan sumbu horizontal
(180o +/- 20o). Sedangkan pada astigmatism with the rule diperlukan koreksi silinder
negatif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o) atau bila dikoreksi dengan silinder positif
sumbu vertikal (90o +/- 20o).
A. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism with the rule dengan
selinder minus 180 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri yang ditemukan
ditambahkan dengan ¼ nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D.
B. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism againts the rule dengan
selinder minus 90 derajat, dengan astigmatisma hasil keratometri yang ditemukan
ditambahkan dengan ¼ nilainya dan ditambah dengan 0,5 D.
2. Lensa Kontak
3. Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau khusus atau dengan
laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau anormal. Ada beberapa prosedur
pembedahan yang dapat dilakukan, diantaranya :
KESIMPULAN
Gangguan penglihatan dan kebutaan akibat kelainan refraksi menjadi masalah yang
harus segera ditangani. Apalagi kelainan refraksi jarang mendapat perhatian oleh masyarakat.
Menurut perhitungan World Health Organization (WHO), tanpa ada tindakan pencegahan
dan pengobatan terhadap kelainan refraksi, maka akan mengakibatkan peningkatan jumlah
penderita. Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui penyebab
kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Pemeriksaan visus untuk
penglihatan jauh yang dapat dilakukan adalah menggunakan kartu Snellen dan bila
penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan menentukan kemampuan melihat
jumlah jari (hitung jari) ataupun proyeksi sinar.
Bila penglihatan seseorang lebih baik dengan menggunakan pinhole, maka terdapat
kelainan refraksi yang masih dapat dikoreksi dengan kacamata. Akan tetapi apabila
penglihatan berkurang dengan diletakkannya pinhole di depan mata maka terdapat kelainan
organik atau kekeruhan media penglihatan yang mengakibatkan penglihatan menurun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta: FKUI; 2017.
2. WHO. Global Data on Visual Impairments[Internet];. 2010 (Cited 2017 May 21).
Available from: http://www.who.int/blindness.
3. Media centre. Visual Impairment and Blindness. WHO. (Internet); 2012. WHO.
(Cited 2017 June 21). Available from:
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs282/en/
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.428/MENKES/SK/VI/2006 [PERATURAN]. 2006. (Cited 2017 June
11). Available from: 87 jKM http://jkm.fk.unri.ac.id Jurnal Kesehatan Melayu, Vol. 1
No. 2 (April 2018) eISSN : 2597-7407
perpustakaan.depkes.go.id:8180/bitstream//123456789/1265/1/KMK428-0606.pdf
5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Republik Indonesia.
Riset Kesehatan Dasar 2013 [PERATURAN]. 2013. (Cited 2017 June 30). Available
from: www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil
%20Riskesdas%202013.pdf
6. Vaughan, Asbury. Optik dan Refraksi dalam Oftalmologi Umum. Ed. 17.
Jakarta: EGC. 2009. Hal 8-12, 125.
7. Sembulingam K, Sembulingam P. Indera Khusus dalam Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, 2013. Hal 473-508.
8. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. 6th ed. Jakarta: EGC; 2012
9. Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian RI tahun 2013. Available from:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20
2013.pdf.
10. Keputusan menteri kesehatan RI nomor 1473/menkes/SK/x/2005 tentang Rencana
Strategi Nasional Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan untuk
mencapai Vision 2020.
11. Richard L Drake; Wayne Vogl; Adam W M Mitchell. 2014. Gray’s Anatomy:
Anatomy of the Human Body. Elsevier; 2014.