Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

Ischemic optic neuropathy (ION) dapat diklasifikasikan menjadi


anterior (dengan edem papil) dan posterior (papil nervus optik tampak
normal saat onset). Anterior Ischemic optic neuropathy(AION) diperdarahi
oleh sirkulasi arteri ciliary.1,2
Anterior Ischemic optic neuropathy (AION) dapat diklasifikasikan
menjadi arteritic anterior Ischemic optic neuropathy(AAION) dan Non-
arteritic anterior Ischemic optic neuropathy(NA-AION).4 Kebanyakan
kasus AAION disebabkan oleh giant cell arteritis, sedangkan kasus NA-
AION disebabkan penyebab lain selain giant cell arteritis.1,3
Non-arteritic anterior Ischemic optic neuropathy merupakan NA-
AION yang paling sering terjadi. NA-AION menempati 90-95% kasus
Anterior Ischemic optic neuropathy (AION) dan terjadi pada kelompok usia
yang relatif lebih muda (dengan usia rata-rata 60 tahun).3Secara global,
insidens tahunan NA-AION dilaporkan sekitar 82/100.000 penduduk.
Tidak dijumpai adanya predileksi jenis kelamin, namun AAION cenderung
lebih tinggi pada populasi kulit putih.1,2

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi
Neuropati optik iskemik anterior (AION) dapat diklasifikasikan
menjadi neuropati optik iskemik anterior arteritis (AAION) dan neuropati
optik iskemik anterior non-arteritis (NA-AION).4 Kebanyakan kasus AAION
disebabkan oleh arteritis sel raksasa (giant cell arteritis), sedangkan kasus
NA-AION disebabkan penyebab lain selain arteritis sel raksasa.6,9
Anterior ischemic optic neuropathy berhubungan dengan arteritis
giant sel.4, Giant cell arteritis merupakan vaskulitis idiopatik yang umumnya
menyerang pasien usia lanjut. Vaskulitis ini biasanya menyerang arteri
berukuran sedang dan besar, terutama arteri temporalis superfisialis, arteri
oftalmika, arteri siliaris posterior, dan arteri di bagian proksimal vertebra.
Derajat keparahan dan luas keterlibatan berkaitan dengan kualitas
jaringan elastin pada tunika media dan adventitia arteri (Gambar 2.1). Oleh
karena itu, arteri intrakranial yang memiliki sedikit jaringan elastis
umumnya terkena.8 Inflamasi vaskuler pada giant cell arteritis
menyebabkan stenosis lumen pembuluh dan oklusi yang berasal oklusi
luminal atau trombosis in situ.7

2
Gambar 1 Arteritis sel raksasa (giant cell arteritis). Kiri: arteri temporal
yang tampak berkelok-kelok; tengah: gambaran histologis menunjukkan
distrupsi lamina elastis internal, proliferasi tunika intima, dan beberapa sel
raksasa; kanan: penampakan klinis arteritis sel raksasa pascabiopsi arteri
temporalis superfisialis.8,
Dikutip dari : Boghen DR, Glaser JS. Ischemic optic neuropathy: the
clinical profile and natural history. Brain. 2017.

2.2 Epidemiologi
Anterior ischemic optic neuropathy merupakan neuropati optik akut
yang paling sering terjadi pada pasien yang berusia lebih dari 50 tahun
akibat iskemik diskus optikus. Arteritic anterior ischemic optic neuropathy
lebih jarang terjadi daripada NA-AION.8,12
Arteritic anterior ischemic optic neuropathy merupakan 5-10%
kasus anterior ischemic optic neuropathy.4 Berdasarkan hasil analisis
epidemiologi oleh Olmsted County, Amerika Serikat dalam kurun waktu 50
tahun, insidens rata-rata kasus arteritis sel raksasa sekitar 18,8 kasus per
100.000 penduduk yang berusia 50 tahun atau lebih. 3Anterior ischemic
optic terjadi pada 25% pasien arteritis sel raksasa yang tidak
ditatalaksana.1

3
Arteritic anterior ischemic optic umumnya terjadi pada pasien yang
lebih tua (dengan usia rata-rata 70 tahun).4 Berdasarkan data penelitian
pada 85 pasien arteritis sel raksasa (giant cel arthritis) dengan AAION,
usia rata-rata pasien adalah 76,2±7 (dengan rentang usia antara 57-93
tahun).6 Insidens AAION pada wanita lebih tinggi dibandingkan dengan
pria.8 Perbandingan kasus AAION pada wanita dan pria adalah 2,45
(71%):1 (29%).6-8
Frekuensi kasus meningkat seiring dengan pertambahan garis
lintang.8 Kasus giant cel arthritis paling banyak terjadi pada ras Kaukasoid.
Namun, beberapa kasus giant cel arthritis pernah dilaporkan di India.6
Tidak dijumpai adanya predileksi jenis kelamin, namun AAION cenderung
lebih tinggi pada populasi kulit putih.1

2.3 Etiologi
Anterior ischemic optic adalah infark segmental atau generalisata
pada bagian prelaminer atau laminar nervus optikus yang disebabkan oleh
oklusi arteri siliaris posterior minor. Anterior ischemic optic juga
disebabkan oleh giant cel arthritis dan berbagai penyakit vaskuler
lainnya.4,

2.4 Patofisiologi
Berdasarkan suplai pembuluh darah, nervus optikus dibagi menjadi
2 daerah, yaitu bagian anterior nervus optikus yang terutama diperdarahi
oleh sirkulasi arteri siliaris posterior dan sisa nervus optikus diperdarahi
oleh berbagai arteri (Gambar 2.2). Kasus AION disebabkan oleh jejas
iskemik pada sirkulasi arteri siliaris posterior, sedangkan kasus PION
terjadi akibat jejas iskemik pada segmen posterior nervus optikus yang
tidak diperdarahi oleh arteri siliaris posterior.5,6

4
Gambar 2 Gambaran skematik pembuluh darah yang memperdarahi
nervus optikus. (A = araknoid; C = koroid; CRA = arteri retina sentral; Col.
Br. = cabang-cabang kolateral; CRV = vena retina sentral; D = duramater;
LC = lamina kribrosa; ON = nervus optikus; P = piamater; PCA = arteri
siliaris posterior; PR = regio prelaminer; R = retina, S = sklera; SAS = ruang
subaraknoid)6
Dikutip dari : Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. American Academy
Ophthalmology. Neuro- Ophthalmology, Section 5. 2018-2019.

Pada kasus AAION, giant cell arthritis merupakan penyebab utama.


Penyebab lain AAION adalah vaskulitis tipe lain, seperti poliarteritis
nodosa, lupus eritematosus sistemik, dan herpes zoster.Di mata, arteritis
sel raksasa memiliki predileksi khusus, yaitu arteri siliaris posterior dan
menyebabkan oklusi trombotik. Oklusi ini menyebabkan infark segmen
atau keseluruhan diskus optikus, tergantung pada area arteri siliaris
posterior yang mengalami oklusi. Infark ini mengakibatkan hilangnya
penghilangan masif pada satu atau kedua mata pasien AAION.6,

5
Variasi anatomi dan fisiologi pembuluh darah yang memperdarahi
nervus optikus dapat mencetuskan AION pada beberapa pasien. Konsep
watershed yang menyatakan bahwa gangguan perfusi dan distribusi
dalam arteri siliaris posterior menyebabkan infark diskus optikus masih
diperdebatkan. Arnold dan Helper menunjukkan penundaan pengisian
zona watershed lebih sering dijumpai pada mata normal dibandingkan
dengan mata AION. Selanjutnya, penurunan perfusi pada daerah cabang
paraoptik arteri siliaris posterior minor menyebabkan hipoperfusi diskus
optikus.2,8
Mekanisme penyebab AION berupa obstruksi mekanik aliran
aksoplasmik, statis aksoplasmatik, kekakuan lempeng kribriformis, dan
penurunan ketersediaan faktor neurotropik sel ganglion retina setelah
iskemia.2,
Iskemia nervus optikus secara in vitro menyebabkan destruksi
aksonal. Ketika penghantaran oksigen menurun, adenosine trifosfat (ATP)
terdeplesi dan menyebabkan depolarisasi membran, influks Na+ dan Ca2+
via specific voltage-gated channels, dan reversal pompa Na+-Ca2+.
Penumpukan berlebihan Ca2+ merusak sel akibat aktivasi proteolitik dan
enzim lainnya. Neuropati iskemik akan menyebabkan jelas neurologis
akibat meningkatnya apoptosis sel yang disebabkan oleh berkurangnya
suplai oksigen.2-3,7
Saat ini, dijumpai beberapa hipotesis pada kasus AAION, seperti
hipotesis infeksi. Hipotesis ini berkembang karena adanya lonjakan kasus
AAION secara periodik. Namun, studi epidemiologi yang menginvestigasi
hubungan antara giant cell arthritis dengan berbagai agen infeksi
menunjukkan hasil yang tidak konsisten.Akhir-akhir ini, hipotesis ini
mencuat kembali karena berhasil diisolasinya fragmen gen prokariotik dari
lesi arteritis sel raksasa dan dikenalinya immunoglobulin pada pasien
arteritis sel raksasa melalui kloning produk translasi. Fakta ini merupakan
pendekatan biologi molekuler sensitif yang menunjukkan bukti awal infeksi
sebagai penyebab arteritis sel raksasa.1-2,

6
Hipotesis lain yang berkembang adalah hipotesis autoimun.
Hipotesis ini dikemukan karena dijumpai adanya antigen dinding arteri
yang mengawali jejas vaskuler. Pada model ini, pematangan dan
presentasi antigen oleh sel dendritis adventitia menyebabkan produksi
sitokin lokal tipe I, infiltrasi sel mononuclear, pembentuk sel raksasa berinti
banyak, destruksi lamina elastik internal, dan oklusi luminal. Hipotesis
terakhir yang berkembang adalah hipotesis genetik karena meningkatnya
haplotype HLA tipe DRB1*04 dan DRB1*01 pada pasien arteritis sel
raksasa, polimialgia reumatika, dan artritis reumatoid.1,7

2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis arteritis sel raksasa umumnya muncul pada
dekade ke-7 dan 8 kehidupan dengan gejala-gejala sebagai berikut.4,7,8
1. Sakit kepala
Sakit kepala dapat terlokalisasi di regio frontal, oksipital atau temporal,
namun dapat pula menyeluruh di seluruh bagian kepala. 8 Sakit kepala
umumnya dirasakan sangat hebat dan disertai dengan nyeri tekan
scalp atau arteri temporal.4,8
2. Gejala sistemik non-spesifik
Gejala sistemik non-spesifik berupa penurunan berat badan,
anoreksia, malaise, demam, keringat malam, dan depresi umum
dijumpai.4,7,8
3. Klaudikasio rahang
Klaudikasio rahang akibat iskemia otot masseter merupakan tanda
patognomonik yang spesifik. Klaudikasio ini menyebabkan nyeri saat
berbicara dan mengunyah.4,7,8 Gejala ini kadang disertai nyeri telinga.4
4. Polimialgia reumatika

7
Polimialgia reumatika ditandai dengan nyeri dan kekakuan pada
kelompok otot proksimal yang memburuk pada pagi hari dan setelah
beraktivitas. Polimialgia dapat terjadi beberapa bulan atau tahun
sebelum gejala kranial muncul dan tidak menonjol ketika sakit kepala
mulai muncul.7,8 Polimialgia dapat juga disertai dengan nyeri sendi.4

Tanda klinis arteritis lainnya adalah sebagai berikut.8


1. Arteritis temporal superfisial ditandai dengan arteri noduler yang
mengalami inflamasi yang disertai dengan nyeri tekan. Awalnya,
pulsasi tetap ada walaupun arteri yang menebal tidak dapat mendatar
terhadap tulang tengkorak. Namun, selanjutnya pulsasi arteri
menghilang, bahkan gangren kulit kepala dapat terjadi pada kasus
berat. Lokasi terbaik untuk merasakan pulsasi adalah di depan bagian
atas daun telinga. Hilang atau melemahnya pulsasi merupakan tanda
sugestif arteritis temporal superfisial. Kadang kala, pembuluh darah
kulit kepala tampak normal secara klinis dan belum menunjukkan
perubahan arteritis sel raksasa tipikal ketika diperiksa secara
histopatologi.
2. Arteritis arteri lainnya dapat menyebabkan dissecting aneurysms,
inkompetensi aorta, infark miokard, stroke batang otak, dan gagal
ginjal.
Arteritis sel raksasa tanpa gejala sistemik yang jelas (occult
arteritis) terjadi pada hingga 20% pasien neuropati optik iskemik anterior
arteritis.4,7,8 Manifestasi awal arteritis ini adalah kebutaan unilateral.8
Gambaran klinis AAION berupa hilangnya penglihatan monokular,
tiba-tiba, dan profound yang disertai dengan nyeri periokuler dan didahului
oleh pandangan gelap dan kilatan cahaya.8 Hilangnya penglihatan dan
kesuraman (dimming) nervus optikus pada AAION terjadi selama
beberapa minggu. Hilangnya penghilatan umumnya berat (tajam
penglihatan < 20/200 pada lebih dari 60% pasien). 4Dari suatu penelitian
yang melibatkan 123 pasien AAION, tajam penglihatan 20/40 atau lebih

8
pada onset awal sekitar 21%, 20/50-20/100 pada 17% pasien, 20/100-
hanya dapat menghitung jari pada 24% pasien, dan hanya dapat melihat
lambaian tangan hingga tidak ada persepsi sinar pada 38% pasiem.6,9
Selama stadium akut AAION, diskus optikus tampak pucat dan
edema yang dikelilingi oleh serpihan perdarahan kecil. 8Edema diskus
optik pada AAION umumnya lebih pucat dibandingkan dengan NA-AION.4
Sekitar 69% pasien NA-AION menunjukkan edema diskus optikus
berwarna putih kapur.6Dalam 1-2 bulan, edema akan menghilang dan
keseluruhan diskus optikus atropi.8 Diskus optik menunjukkan cupping
yang sulit dibedakan dengan neuropati optik glaukomatosa, kecuali
adanya pucat di pinggir diskus.6,
Cotton-wool spots merupakan petunjuk adanya iskemik retina
konkuren. Iskemik koroid menyebabkan pallor peripapiler dan edema
hingga retina sehingga mengeksaserbasi hilangnya penglihatan. Diameter
diskus optikus dari mata sebelahnya biasanya normal, tampak sebagai
cup fisiologis.4,7
Amaurosis fugaks merupakan gejala visual penting pada AAION.
Diperkirakan 1/3 pasien AAION mengalami amaurosis fugaks.6
Manifestasi okuler arteritis sel raksasa lainnya adalah oklusi arteri retina
sentral, retinal cotton-wool spots, oklusi arteri oftalmika, iskemia okuler
difus, kebutaan kortikal, dan kelumpuhan saraf ekstraokuler.7,8 Pasien
juga dapat mengalami gejala dan tanda klinis lain, seperti diplopia,
oftalmoplegia, halusinosis, uveitis, dan hipotonus.1,6,8

9
Gambar 3 A. Penampakan diskus optik pada NA-AION: edema segmental
dengan superimposed pallor dan flame hemorrhages ringan; B.
Penampakan diskus optik pada AAION: pallor tampak menonjol, pada
kasus ini, iskemia koroid peripapiler menyebabkan pembengkakan yang
pucat pada koroid dan deep retina peripapiler (tanda panah) yang berlanjut
hingga tepi diskus-retina.4
Dikutip dari : Liu GT, Volpe NJ, and Galetta’s SL. Neuro-Ophthalmology:
Diagnosis and Management. 3th edition. London. 2019. P.153-166

Tabel 2.1 Perbedaan Neuropati Optik Iskemik Arteritis dan Neuropati


Optik Iskemik Non-arteritis.4,9
Karakteristik Neuropati Optik Neuropati Optik
Iskemik Arteritis Iskemik Non-arteritis
Umur (rata-rata) 70 tahun 60 tahun
Jenis Kelamin Perempuan > laki-laki Perempuan = laki-laki
Gejala terkait Sakit kepala, nyeri Biasanya tidak ada
tekan scalp,
klaudikasio rahang,
hilangnya penglihatan
Tajam penglihatan transien > 20/200 pada > 60%
Fundus/diskus < 20/200 pada > 60% kasus
kasus Edema diskus
Edema diskus pucat hiperemis
Cup normal Cup kecil
Cotton-wool spots
Laju endap darah 70 mm/jam 20-40 mm/jam
(rata-rata)
Protein C-reaktif Meningkat Normal
Angiografi fluorescens Disc and choroid Disc delay
Perjalanan klinis delay 31% memburuk

10
Jarang memburuk Fellow eye 12-19%
Pengobatan Fellow eye 54-95% Belum terbukti secara
Steroid sistemik klinis

Tabel 2.2 Distribusi dan Gambaran Klinis Neuropati Optik pada Pasien
Usia Lanjut3

2.6 Diagnosis
Diagnosis AAION ditegakkan berdasarkan bukti adanya AION, nilai
laju endap darah (LED) dan protein C-reaktif (CRP) yang tinggi pada
pasien usia lanjut dengan atau tanpa gejala sistemik atau fokal.4 Laju

11
endap darah pada arteritis sel raksasa sering kali sangat tinggi (lebih dari
60 mm/jam). Dalam menginterpretasikan laju endap darah pada kasus
arteritis sel raksasa, harus ditekankan bahwa LED 40 mm/jam normal
pada pasien usia lanjut.8 Nilai LED sendiri sangat tidak sensitif atau
spesifik. Ketika dikombinasikan dengan peningkatan kadar platelet, LED
menjadi prediktor arteritis sel raksasa yang lebih baik, namun peningkatan
hanya marginal.1 Protein C-reaktif meningkat dengan kadar yang
bervariasi dan dianjurkan diperiksa pada kasus di mana hasil LED
dianggap meragukan.8 Trombositosis meningkatan nilai prediktif kenaikan
nilai CRP.1,3
Peningkatan LED dan CRP memiliki spesifisitas yang sangat tinggi
mencapai 97% dalam deteksi arteritis sel raksasa. 3 Walaupun demikian,
kadar LED dan CRP pada beberapa kasus dapat normal. 4,7 Sekitar 20%
pasien arteritis sel raksasa memiliki nilai laju endap darah normal. Pada
beberapa kasus arteritis sel raksasa yang terbukti melalui biopsi, pasien
memiliki laju endap darah < 30 mm/jam.8
Diagnosis pasti ditegakkan melalui biopsi arteri temporal. 4 Biopsi
dilakukan untuk konfirmasi diagnosis secara histopatologis. Biopsi arteri
temporalis umumnya dilakukan 1 minggu setelah terapi awal karena
pengobatan steroid selama lebih dari 7 hari akan menghilangkan
gambaran histologis arteritis aktif. Jika ada ketelibatan okuler,
direkomendasikan pengambilan spesimen biopsi dari sisi ipsilateral.
Dalam biopsi arteri temporalis, setidaknya 2,5 cm arteri harus diambil dan
dibuat potongan serial agar dapat menilai variasi luasnya keterlibatan
sepanjang arteri tersebut.8
Hasil biopsi menunjukkan infiltrasi sel radang, namun tidak selalu
dijumpai adanya sel raksasa dan kerusakan nyata pada lamina elastik
internal.6 Gambaran histologis klasik adalah inflamasi granulomatosa
segmental pada taut tunika intima dan media dinding arteri.Gambaran
klasik ini hanya ditemui pada 50% kasus, sisa kasus menunjukkan reaksi
inflamasi campuran dengan infiltrasi sel mononuclear tanpa pembentukan

12
sel raksasa. Pada kasus lain yang jarang ditemui, gambaran histologis
hanya berupa vaskulitis pembuluh darah kecil mengelilingi arteri
temporalis normal.1
Biopsi arteri temporal dapat memberikan hasil negatif palsu bila
spesimen diperoleh tidak adekuat yang disebabkan oleh sulitnya mencari
lokasi insisi akibat hilangnya pulsasi arteri. Lokasi ideal untuk insisi adalah
kulit kepala di daerah pelipis karena dapat mencegah kerusakan cabang
besar nervus aurikulotemporal.8
Angiografi fluorescens pada stadium akut AION menunjukkan
penurunan perfusi diskus optikus (sering kali segmental pada bentuk non-
arteritis, tetapi biasanya difus pada bentuk arteritis) dan kebocoran diskus
pada stadium lanjut. Gambaran ini berkaitan dengan gangguan perfusi
koroid peripapiler.7 Angiografi fluorescens menunjukkan penundaan
pengisian koroid pada AAION sehingga membantu membedakan antara
AAION dan NA-AION.4 Angiografi fluorescens pada NA-AION
menunjukkan penurunan pengisian diskus optikus dan penundaan
sirkulasi arteri siliaris posterior, tetapi gambaran histopatologi tidak selalu
menunjukkan oklusi pembuluh darah kecil.1

Gambar 4 Angiografi fluorescens menunjukkan penundaan pengisian


koroidal dan bercak pengisian koroidal pada pasien arteritis sel raksasa. 1
Dikutip dari : Walsh and hoyts. Clinical Neuro-Ophthalmology. 6th
edition. Vol 1. Philadelphia. 2005.

13
Pada pasien AION yang berusia muda, vaskulitis (seperti lupus
eritematosus sistemik, sindrom antibodi antifosfolipid, dan poliarteritis
nodosa), migraine, dan keadaan protrombotik yang diturunkan (defisiensi
protein C, protein S atau antitrombin III dan resistensi protein C teraktivasi)
harus dieksplorasi dan ditangani secara tepat.7 Investigasi khusus, seperti
uji serologis, kadar lipid serum, kadar glukosa darah, dan faktor yang
mempengaruhi viskositas (fibrinogen dan packed cell volume) diperlukan.8
Hal lain yang penting dilakukan adalah menyingkirkan arteritis sel raksasa
occult dan penyakit autoimun lainnnya.1,5-7
Kriteria diagnosis menurut American College of Rheumatology's :3
1. Pasien usia ≥ 50 tahun pada saat onset penyakit (gejala dimulai
pada usia 50 tahun).
2. Nyeri kepala yang baru dirasakan.
3. Abnormalitas dari arteri temporalis (nyeri arteri temporalis pada
palpasi atau penurunan denyut arteri temporalis, yang tidak berhubungan
dengan arteriosklerosis arteri servikal).
4. Peningkatan LED (> 50 mm/jam dengan metode Westergreen).
5. Biopsi abnormal (Biopsi specimen arteri menunjukkan vasculitis
yang ditandai adanya dominasi infiltrasi sel mononuclear atau inflamasi
granulomatosa, biasanya dengan sel-sel raksasa berinti).

2.7 Penatalaksanaan
Dua pertimbangan penting lain dalam manajemen kasus AION
adalah manajemen kasus harus memiliki rasionalisasi ilmiah dan
manajemen kasus harus berdasarkan pemahaman penuh tentang
patogenesis dan gambaran klinis penyakit.5 Langkah awal yang paling
penting dalam manajemen AION adalah mencari bukti adanya arteritis sel
raksasa.4 Hal dilakukan untuk mencegah risiko hilangnya penglihatan
berat dengan risiko kebutaan sempurna bila tatalaksana kasus tertunda. 7

14
Tujuan utama terapi AAION (selain mencegah komplikasi vaskuler
sistemik) adalah mencegah hilangnya penglihatan mata kontralateral
karena jika ditangani dengan tepat, mata sebelahnya akan mengalami
keluhan yang sama pada hingga 95% kasus dalam beberapa hari hingga
minggu.4,8 Terapi steroid sistemik dosis tinggi harus dimulai segera setelah
diagnosis AAION ditegakkan secara klinis tanpa menunggu hasil biopsi
arteri temporal.4,7
Regimen yang digunakan adalah prednisolon oral dengan dosis
awal 80-100 mg/hari.Hidrokortison intravena dengan dosis 250-500 mg
dapat diberikan sebagai alternatif bila terapi oral tidak dimungkinkan.
Metilprednisolon intravena dapat meningkatkan luaran penglihatan dan
dapat dipertimbangkan pada pasien yang mengalami AAION bilateral,
termasuk pasien yang mengalami episode transien hilangnya penglihatan
pada mata kontralateral, pasien yang mengalami hilangnya penglihatan
progresif atau manifestasi sistemik, dan pasien dengan laju endap darah
tinggi yang tidak respons terhadap terapi oral. Dosis steroid biasanya
diturunkan menjadi 40 mg prednisolon setiap hari selama 2 minggu, lalu
di-tappering off secara bertahap dan dihentikan setelah 6 bulan tidak
dijumpai rekurensi penyakit.7
Literatur lain merekomendasikan pemberian injeksi intravena
metilprednisolon (1 gram/hari selama 3-5 hari pertama) yang dilanjutkan
dengan pemberian prednison per oral (hingga 100 mg/hari, lalu di-
tapperingoff secara perlahan selama 3-12 bulan atau lebih tergantung
pada dosis awal untuk kasus AAION.4 Terapi kortikosteroid alternate-day
tidak sesuai pada kasus AAION.4
Lama pengobatan ditentukan oleh gejala pasien dan nilai LED.
Gejala dapat rekuren tanpa disertai peningkatan LED dan vice versa.
Durasi optimal terapi steroid tidak dapat dipastikan. Beberapa pasien
hanya membutuhkan 1-2 tahun terapi, sedangkan pasien lainnya
membuktikan terapi pemeliharaan dalam batas waktu yang tidak dapat
diperkirakan.8 Diperkirakan 30% pasien membutuhkan terapi steroid

15
jangka panjang.7 Namun, secara umum, terapi steroid oral dosis tinggi
diberikan selama beberapa minggu, lalu diturunkan perlahan hingga dosis
pemeliharaan untuk mempertahankan kadar LED dan CRP agar tetap
rendah.1

Gambar 5 (A) Fundus photograph taken at initial examination of the right


eye shows a chalky, white disc swelling. (B,C) Histopathology
presentations of a right temporal arterial biopsy. (B) Diffuse thickening of
the intima and fragmentation of the internal elastic lamina of the arterial
wall (elastin stain, ×40). (C) Inflammatory cells within the arterial wall,
especially in the media (H&E, ×40). (D) After 1month of treatment, a pale
optic disc was found in the right eye.10

16
2.8 Prognosis
Prognosis AAION sangat buruk karena hilangnya penglihatan
biasanya permanan. Meskipun awalnya mata yang sakit dapat membaik
dan jarang dijumpai keterlibatan bilateral simultan, perbaikan pada kasus
AAION umumnya tidak signifikan.4,8 Sekitar 65% pasien yang tidak diterapi
menjadi buta total dalam waktu beberapa minggu. Walaupun demikian,
administrasi steroid sistemik yang tepat dapat memberikan perbaikan
parsial.8
Penyakit serebrovaskuler terjadi pada 3-4% pasien arteritis sel
raksasa bersamaan dengan AAION Gambaran histopatologi menunjukkan
penyebab utama adalah vaskulitis pada bagian ekstradural arteri karotis
dan vertebralis; vaskulitis intrakranial jarang dijumpai.1
Risiko keterlibatan nervus optikus kontralateral atau rekuran pada
kasus withdrawal kortikosteroid dilaporkan mencapai 7%.Oleh karena itu,
tappering off kortikosteroid harus dilakukan secara perlahan dan hati-
hati.Gejala rekuren harus direevaluasi secara tepat untuk memantau
perjalanan klinis penyakit.4
Prognosis NA-AION lebih baik daripada AAION.8 Kasus NA-AION
yang tidak ditangani umumnya tetap stabil setelah mencapai titik terendah
fungsi penglihatan. Pada kebanyakan pasien, tidak dijumpai hilangnya
penglihatan lebih lanjut.4,8 Hanya sedikit pasien yang mengalami
hilangnya penglihatan progresif setelah 6 minggu.8

17
BAB III
KESIMPULAN

Kebanyakan kasus AAION disebabkan oleh arteritis sel raksasa


(giant cell arteritis), Giant Cell Arteritis/Arteritis Sel Raksasa) adalah
penyakit peradangan menahun pada arteri-arteri besar. Giant Cell Arteritis
merupakan penyakit imunitas seluler.
Gejala klinis : nyeri kepala, nyeri tekan kulit kepala ketika pasien
menyisir rambut, nyeri saat mengunyah, hilangnya penglihatan sementara
pada salah satu mata (amaurosis fugax) atau kebutaan total, diplopia,
gejala konstitusional meliputi demam yang tidak terlalu tinggi, keringat
pada malam hari, nyeri pada otot bahu/gelang panggul, malaise, anoreksia
dan penurunan berat badan.
Diagnosis AAION ditegakkan berdasarkan bukti adanya AION, nilai
laju endap darah (LED) dan protein C-reaktif (CRP) yang tinggi pada
pasien usia lanjut dengan atau tanpa gejala sistemik atau fokal.4 Laju
endap darah pada arteritis sel raksasa sering kali sangat tinggi (lebih dari
60 mm/jam).
Terapi steroid sistemik dosis tinggi harus dimulai segera setelah
diagnosis AAION ditegakkan secara klinis tanpa menunggu hasil biopsi
arteri temporal.
Prognosis AAION sangat buruk karena hilangnya penglihatan
biasanya permanen.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. American Academy Ophthalmology.


Neuro- Ophthalmology, Section 5. 2018-2019. P. 84-87, 119-120
2. Liu GT, Volpe NJ, and Galetta’s SL. Neuro-Ophthalmology: Diagnosis
and Management. 3th edition.London. 2019.P.153-166
3. Chan JW. Optic Nerve Disorders. Diagnosis and Management. Pp 44
4. Walsh and hoyts. Clinical Neuro-Ophthalmology. 6th edition. Vol 1.
Philadelphia. 2005. P.349-355
5. Arnold AC, Biousse V, et all. Clinical Neuro-Ophthalmology. 6. Vol. 1.
Philadelphia: Lippincott, Williams & Wilkins; 2016. pp. 349–384.
6. Beck RW, Servais GE, Hayreh SS. Anterior ischemic optic neuropathy.
Cup-to-disc ratio and its role in pathogenesis. Ophthalmology.
2013;94(11):1503–8.
7. Bernstein SL, Guo Y, Kelman SE, et al. Functional and cellular
responses in a novel rodent model of anterior ischemic optic
neuropathy. Invest Ophthalmol Vis Sci. 2015;44(10):4153–62.
8. Boghen DR, Glaser JS. Ischemic optic neuropathy: the clinical profile
and natural history. Brain. 2017;98(4):689–708.
9. Deramo VA, Sergott RC, Augsburger JJ, et al. Ischemic optic
neuropathy as the first manifestation of elevated cholesterol in young
patients. Ophthalmol. 2017;110(5):1041–6.
10. Cha DM, Lee T,Choe, et al. Silent giant cell (temporal) arteritis in an
elderly Korean women. Korean J Ophthalmol 2013,27:224-7.

19

Anda mungkin juga menyukai