Anda di halaman 1dari 12

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi

Atropi papil merupakan kerusakan pada saraf optik mengakibatkan


degenerasi saraf optik yang terjadi sebagai hasil akhir suatu proses patologik yang
merusak akson pada sistem penglihatan anterior.1

1.2 Anatomi

a. Persarafan

Saraf optikus terutama tersusun atas akson sel-sel ganglion retina. Akson-akson
tersebut bertemu di papil saraf optikus yang berdiameter sekitar 1,5 mm,
menembus sklera pada lamina kribrosa, dan kemudian membentuk berkas-berkas
serabut saraf bermyelin yang dipisahkan oleh sekat jaringan ikat. Setiap saraf
optikus dilapisi oleh selaput yang identik dengan meningen. 2

Saraf optikus dapat dibagi menjadi empat bagian, yaitu: 2,3

1. Bagian intraokular yang terbagi menjadi kepala saraf optikus ( papil saraf
optikus / optic disc), bagian pre-laminar yang berada di depan lamina
kribrosa, bagian laminar yang berada di dalam lamina kribrosa, dan bagian
post-laminar yang berada di belakang lamina kribrosa
2. Bagian intraorbital yang memiliki panjang sekitar 3 cm, berbentuk huruf
S, dan menjulur dari bola mata sampai ke apeks orbita
3. Bagian kanalis optikus dengan panjang sekitar 5-7 mm
4. Bagian intrakranial yang menjulur dari kanalis optikus ke bagian anterior
kiasma optikum dan traktus optikus

Gambar 1. Saraf Optikus

1
b. Pendarahan

Pasokan darah untuk saraf optikus di anterior lamina kribosa berasal dari
arteri siliaris. Bagian orbital mendapatkan darah dari arteri oftalmikus beserta
cabang-cabangnya termasuk arteri retina sentralis. Saraf optikus yang berada di
kanalis optikus mendapat darah dari arteri oftalmikus. Sedangkan bagian
intrakranial mendapatkan darah secara sentripetal dari pembuluh darah pial.
Drainase vena dari bagian okular dan orbital saraf optikus akan mengalir ke vena
sentralis retina. 2,3

Gambar 2. Arteri Retina Sentralis

c. Jalur Penglihatan Sensoris

Setelah meninggalkan mata, saraf optikus memanjang ke kiasma optikum


yang berlokasi tepat di bawah-depan kelenjar pituitari. Di kiasma optikum serat-
serat saraf optikus yang berasal dari bagian nasal retina masing-masing mata
kanan dan kiri menyeberang ke sisi yang lain, namun serat-serat saraf yang
berasal dari sisi temporal tidak menyeberang. Dari kiasma optikum serat-serat
saraf bersatu menjadi traktus optikus yang melewati talamus, kemudian berubah
menjadi radiasi optikus hingga mencapai korteks visual di lobus oksipitalis.
Korteks visual inilah yang akan menterjemahkan sinyal-sinyal listrik yang
diproduksi oleh stimulasi cahaya di retina menjadi gambaran visual.

2
Gambar 3. Jalur Penglihatan

d. Papil Saraf Optikus

Permulaan saraf optikus di retina inilah yang disebut sebagai papil saraf
optikus (optic disc). Karena ketiadaan fotoreseptor di papil saraf optikus, maka
bagian retina ini tidak dapat berespon terhadap stimulus cahaya. Karenanya
bagian ini disebut juga sebagai blind spot, dan memiliki diameter sekitar 1,5
4
mm.
Papil saraf optikus merupakan tanda oftalmoskopik penting pada
pemeriksaan funduskopi. Yang perlu diperhatikan dari papil saraf optikus
adalah warna, batas, cup-disc ratio dan lingkaran neuroretinal. Papil yang
normal akan berwarna merah musa kekuningan, dengan batas yang jelas, non-
elevated, dan memilki cup-disc ratio kurang dari 0,3. 3

Gambar 4. Gambaran papil saraf optikus (kiri) dan cup-disc ratio (kanan)

3
1.3 Epidemiologi

Menurut Tielsch dkk, prevalensi kebutaan disebabkan atrofi nervus


optikus di Amerika Serikat yaitu 0,8%. Menurut Munoz dkk, prevalensi gangguan
penglihatan dan kebutaan akibat atrofi nervus optikus yaitu 0,04% dan 0,12%.
Atrofi nervus optikus bukanlah suatu penyakit melainkan tanda dari berbagai
proses penyakit. Oleh karena itu, morbiditas dan mortalitas pada atrofi nervus
optikus tergantung pada etiologinya. Berdasarkan ras, atrofi nervus optikus lebih
menonjol pada orang kulit hitam yaitu 0,3% dibandingkan dengan kulit putih
yaitu 0,05%. Atrofi papil tidak ada berhubungan dengan jenis kelamin dan terjadi
pada setiap kelompok usia.5

1.4 Etiologi dan Klasifikasi

Klasifikasi atropi papil berdasarkan etiologi, gambaran oftalmoskop dan


patofisiologi.

A. Klasifikasi berdasarkan Etiologi1,6,7

1. Atropi Papil Primer

Atropi papil primer disebabkan oleh adanya lesi yang mengenai jalur
visual pada bagian retrolaminar saraf optik ke badan genikulatum lateral. Lesi
yang mengenai saraf optik akan menghasilkan atropi papil yang unilateral,
sedang lesi yang mengenai chiasma dan traktus optikus akan menyebabkan
atropi papil yang bilateral.

Gambaran papil :

- Papil putih, datar dengan gambaran batas yang tegas

- Penurunan jumlah pembuluh darah kecil pada papil

- Pengecilan pembuluh darah peripapiler dan penipisan lapisan sarabut saraf


retina.

4
Penyebab:

a. Neuritis retrobulbar

b. Lesi yang menekan saraf optik,seperti tumor (pituitary adenoma,


craniopharyngioma dan suprasellar meningioma), aneurisma, chiasmal
arachnoiditis.

c. Toxic neuropati : methanol (spritus), ethambutol, isoniazid, penyebab yang


jarang amiodaron, streptomisin, chlorpropamide.

d. Nutritional Optik neuropathy

- Defisiensi thiamine (vitamin B1)

- Defisiensi vitamin B12

- Defisiensi niacin (vitamin B6)

e. Traumatic optic neuropathy

f. Atropi papil herediter

2. Atropi Papil Sekunder1,5

Didahului oleh pembengkakan optic nerve head. Gambaran papil :


bervariasi tergantung dari penyebabnya.

Gambaran utama :

- Papil putih,meninggi dengan gambaran batas yang berhubungan dengan gliosis

- Penurunan jumlah pembuluh darah kecil pada papil

Penyebab :

a. Papil edema kronis

b. Anterior Ischaemic Optic Neuropathy

c. Papillitis

5
Gambar 5. Atropi papil,(a) primer (b) sekunder (Kanski JJ,2007)

B. Klasifikasi berdasarkan Ophthalmoskop

1. Primary (simple) optic atrophy

Lesi proksimal optik disk tanpa didahului papil edema. Sering terjadi pada
multiple sklerosis,retrobulbar neuritis (idiopatik),Leber’s dan herediter papil
atropi lainnya,tumor intrakranial yang menekan visual pathway anterior
(tumor pituitary),trauma atau avulsi saraf optik,toxic amblyopias (neuritis
retrobulbar kronis) dan tabes dorsalis. Papil putih seperti kapur,batas
tegas,pembuluh darah retina normal. Lamina kribrosa jelas terlihat.

2. Consecutive optic atrophy

Terjadi akibat destruksi sel ganglion akibat proses degenerasi atau


inflamasi koroid dan atau retina. Penyebab tersering adalah korioretinitis
difus,retinal pigmentary dystrophies (retinitis pigmentosa),patologik myopia
dan oklusi arteri retina sentral. Papil pucat dengan margin yang normal,arteri
tipis,dan cup yang normal.

3. Post Neuritic Optic Atrophy

Terjadi akibat dari papillitis atau papil oedem yang luas.

4. Glaucomatous Optic Atrophy

Terjadi karena peningkatan tekanan bola mata yang berlangsung lama.


Juga disebut sebagai cavernous optic atrophy.

6
5. Vascular (ischaemic) optic atrophy

Terjadi akibat keadaan iskemik pada disk seperti pada giant cell
arteritis,severe haemorrhage,anemia berat dan keracunan quinine.

C. Klasifikasi berdasarkan Patofisiologi1,7

1. Ascending Optik Atrophy

Kerusakan sel ganglion atau lapisan serabut saraf akibat penyakit pada
retina atau papil.Degenerasi serabut saraf berjalan dari bola mata ke arah
badan genikulatum.Penyebab tersering toksik retinopati dan glaukoma kronis
simpleks. Dijumpai penebalan dan degerasi akson di badan genikulatum
lateral dalam waktu 24 jam.

2. Descending atau Retrograde Optik Atrophy

Prosesnya dari traktus optikus,kiasma atau bagian posterior dari saraf optik
ke arah optik disk(kompresi saraf optik akibat tumor intrakranial)

1.5 Patogenesis

Degenerasi saraf optik berhubungan dengan kegagalan regenerasi,di mana


terjadi proliferasi astrosit dan jaringan glial. Akson saraf optik ditutupi oleh
oligodendrosit, jika sekali akson ini rusak maka tidak akan dapat beregenerasi.1,5

Terdapat 3 teori patogenesis:

1. Degenerasi serabut saraf yang berhubungan dengan gliosis


berlebihan.Perubahan ini merupakan tanda patologis dari consecutive optic
atrophy dan postneuritic optic atrophy.

2. Degenerasi serabut saraf dan gliosis dalam keadaan normal,di mana astrosit
berproliferasi dengan sendirinya dan tersusun pada kolum longitudinal
mengganti serabut saraf (columnar gliosis).Keadaan ini terjadi pada atropi
papil primer.

7
3. Degenerasi serabut saraf yang berhubungan dengan gliosis yang tidak
berfungsi.Hal ini terjadi akibat berkurangnya aliran darah.Perubahan patologi
ini disebut sebagai cavernous optic atrophy dan merupakan ciri dari
glaukoma dan ischaemic optic atrophy.

1.6 Gambaran Klinis1,8,9

1. Hilangnya penglihatan,dapat terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan


(tergantung pada penyebab atropi papil) dan bersifat parsial atau total
(tergantung derajat atropi papil).
2. Pupil semi dilatasi dan reflex cahaya langsung sangat sedikit atau tidak
ada sama sekali
3. Hilangnya lapang pandangan akan bervariasi dengan distribusi serabut-
serabut saraf yang rusak.
4. Gambaran funduskopi dari papil bervariasi tergantung dari tipe atropi
papil
5. Gangguan penglihatan warna

1.7 Diagnosis dan Pemeriksaan13,14

Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis berupa keluhan subjektif


pasien dan kemungkinan faktor risiko yang diderita pasien. Selain itu dapat pula
dilakukan pemeriksaan fisik yang menginterpretasikan adanya gangguan pada
nervus optikus, yaitu:
1. Gangguan lapangan pandang
Lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik,
akan menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang. Lesi
pada nervus optikus akan mengakibatkan kebutaan atau anopsia pada mata yang
disarafinya. Hal ini disebabkan karena penyumbatan arteri centralis retina yang
memperdarahi retina tanpa kolateral, ataupun arteri karotis interna yang akan
bercabang menjadi arteri oftalmika yang kemudian menjadi arteri centralis retina.
Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan disebut amaurosis fugax.
Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan
temporal yang disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian

8
lateralnya akan menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan
menyebabkan hemianopsia homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika
bagian temporal akan menyebabkan quadroanopsia superior homonim
kontralateral, sedangkan lesi pada serabut parietal akan menyebabkan
quadroanopsia inferior homonim kontralateral.

Gambar 6. Kelainan lapangan pandang

2. Kelainan pada pemeriksaan refleks pupil

Reaksi pupil terhadap cahaya dapat menghilang atau berkurang jika


terdapat lesi yang mengenai jaras penglihatan pada lintasan saraf yang berperan
pada refleks pupil atau refleks cahaya tersebut. Kelainan tersebut termasuk
diantaranya :
 Kegagalan cahaya untuk mencapai retina, misalnya akibat katarak dan
kekeruhan cairan vitreus pada pasien diabetes melitus.
 Penyakit pada retina, seperti retinitis pigmentosa, perdarahan makula, atau
scar.
 Penyakit atau kelainan pada nervus optikus seperti neuritis optik, neuritis
retrobulbar, dan atrofi nervus optikus.
 Kelainan yang mengenai traktus optikus dan hubungannya dengan batang
otak
 Penyakit atau kelainan pada batang otak

9
 Penyakit atau kelainan pada nervus okulomotorius atau gangion siliare
Gangguan pada N.optikus (nervus II) dapat mengakibatkan gangguan
relatif jaras aferen pupil/RAPD (pupil Marcus Gunn). Tes yang digunakan
dinamakan tes penyinaran secara alternatif (swinging test), dimana bila mata yang
sehat disinari cahaya kedua pupil akan berkontraksi, kemudian re-dilatasi
perlahan. Bila cahaya dipindahkan ke mata yang sakit, konstraksi kedua pupil
berkurang atau tidak ada re-dilatasi yang lebih lama dapat terjadi.

3. Kelainan pada pemeriksaan funduskopi


Dalam bidang neurologi, kelainan papil nervus optikus yang perlu
diperhatikan adalah papil yang mengalami atrofi dan sembab atau papiledema.

1.8 Diagnosis Banding

 Saraf optic pit


 Hypoplasia saraf optik
 Diskus optic drusen
 Myopic cresent
 Myelinated nerve fibers

1.9 Tatalaksana12

Tidak ada pengobatan yang terbukti untuk atrofi optik. Namun,


pengobatan yang dimulai sebelum atrofi optik berkembang dapat membantu
menyelamatkan visus. Peran steroid intravena terbukti dalam kasus neuritis optik
atau neuropati optik iskemik anterior arteritic. Diagnosis dini dan pengobatan
yang tepat dapat membantu pasien dengan neuropati toksik dan bersifat
kompresif.

Idebenone, analog kuinon, telah digunakan baru-baru ini dalam beberapa


kasus Leber neuropati optik untuk memperbaiki jaring sintesis ATP dengan
menyediakan jalur alternatif.

10
Atrofi papil saraf optikus dapat dicegah dengan melakukan pemeriksaan
mata teratur, terutama bagi mereka yang mengalami penurunan penglihatan.
Deteksi awal adanya inflamasi atau masalah lain akan memperkecil kemungkinan
terjadinya atrofi. Pasien yang secara genetic berisiko menderita leber’s hereditary
optic neuropathy, disarankan untuk mengkonsumsi vitamin c, vitamin atau anti
oksidan lainnya serta menghindari paparan terhadap zat beracun dan mencegah
malnutrisi untuk menjauhkan kemungkinan terjadinya neuritis optikus toksik atau
nutritional.

1.10 Prognosis10,11,12

Pengobatan dini dan intensif pada neuropati optik akibat nutrisi dapat
memberikan pasien dengan visus mendekati normal. Tapi setelah cadangan nutrisi
habis terjadi perubahan kecil akibat hilangnya serat saraf dimana menyebabkan
penurunan yang signifikan dalam penglihatan.
Deteksi dini adalah kunci karena kita tidak dapat menggantikan akson
mati. Degenerasi dan atrofi papil saraf optic merupakan keadaan yang bersifat
irreversible dan perlu tindakan pencegahan terhadap progresivitas kerusakan
nervus optikus dan kemungkinan perbaikan fungsi penglihatan tergantung dari
penyebab.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS. 2003. Basic and clinical science course :
Neuro-Ophthalmology American academy of ophthalmology, section 5. P
159
2. Montgomery TM. Anatomy, Physiology, and Pathology of the Human Eye.
Dalam: http://www.tedmontgomery.com/the_eye/optcnrve.html
3. Barnard S. An Introduction to Diseases of the Optic nerve. Dalam
http://www.academy.org.uk/lectures/barnard3.htm
4. Haddad W. Intraocular Anatomy. Dalam: www.eyeweb.org/anatomy.htm
5. Gandhi R et all. Optic atrophy. Available at emedicine.medscape.com
6. Clifford RF. 2012. Optic Atrophy. Dalam www.bjopthalmo.com
7. Kanski JJ. 2007. Optic Atrophy in Clinical Ophthalmology : a systemic
approach. p 787
8. Orssaud C. 2003. Optic atrophy, Orphanet Encyclopedia. Dalam
www.orpha.net/data/patho/GB/uk.OA.pdf
9. Pavan DL. 2008. Optic Atrophy in manual of ocular diagnosis and
therapy. p 391
10. Rashmin Gandhi, MBBS, FRCS(Edin), FRCS(Glasg); Optic atropy.

Dalam http://emedicine.medscape.com/article/1217760-followup#showall.

11. Optic atrophy. Dalam http://eyewiki.aao.org/Optic_Atrophy

12. Haddad W.Intraocular Anatomy. Dalam www.eyeweb.org/anatomy.htm

13. Lanning B. Kline, MD ; Neuro Opthalmology ; American Acedemy of

Opthalmology section 5.2008- 2009; p87

14. Cécile Delettre-Cribaillet, PhD, Optic Atrophy Type 1 Dalam

.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1248/?report=printable

12

Anda mungkin juga menyukai