Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN SMF MATA REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN Mei 2020


UNIVERSITAS HALU OLEO

DISLOKASI LENSA

Oleh :
Arhami Arman
K1A1 15 007

PEMBIMBING

dr. Nevita Yonnia Ayu Soraya, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HALU OLEO


KENDARI

2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Arhami Arman

NIM : K1A1 15 007

Judul Referat : Dislokasi Lensa

Telah menyelesaikan Referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian

Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Mei 2020

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Nevita Yonnia Ayu Soraya, Sp.M

2
DISLOKASI LENSA

Arhami Arman, Nevita Yonnia Ayu Soraya

A. PENDAHULUAN

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular tak berwarna dan

transparan. Tebal sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris

lensa digantung oleh zonula yang menghubungkannya dengan korpus

siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus dan disebelah

posterior terdapat viterus. kapsul lensa adalah suatu membrane

semipermeabel yang dapat dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan

terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada

korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar

subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama kelamaan menjadi kurang

elastis. Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada

retina. Fungsi lensa mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya

jatuh tepat pada bintik kuning retina. Untuk melihat objek yang jauh

cahaya datang dari jauh, lensa mata akan menipis. Sedangkan untuk

melihat objek yang dekat cahaya datang dari dekat, lensa mata akan

menebal.1

Dislokasi Lensa atau Luksasi Lensa adalah pindahnya lensa dari

dari pupil, menandakan lepasnya lensa dari zonular zonii. Dislokasi lensa ke

ruang anterior atau pupil dapat menyebabkan blok pupil dan glaukoma

sudut tertutup. Dislokasi lensa posterior ke dalam rongga vitreous sering

tidak memiliki gejala sisa yang merugikan. 1 Hampir 50% dari semua kasus

dislokasi lensa disebabkan oleh trauma, meskipun dislokasi lensa dapat

3
terjadi pada mata yang bahkan tanpa adanya trauma seperti kondisi ini

penyakit sistemik atau gangguan metabolisme.2

B. ANATOMI LENSA MATA

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak bewarna, dan

hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9

mm. Lensa tergantung pada zonula dibelakang iris, zonula

menghubungkannya dengan korpus siliar. Disebelah anterior lensa terdapat

aqueous humor, disebelah posteriornya, terdapat badan vitreus. Kapsul lensa

adalah suatu membran semipermeabel (sedikit lebih permeable daripada

dinding kapiler) yang akan memperbolehkan air dan lektrolit masuk.

Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih

keras daripada korteksnya. Seiring dengan bertambahnya usia, serat serat

lamelar subepitel terus diproduksi sehingga lensa perlahan-lahan menjadi

lebih besar dan kurang elastis. Nukleus dan korteks terbentuk dari lamellae

konsentrasi yang panjang Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamentum

suspensorium yang dikenal sebagai zonula (zonula zinnia), yang tersusun

atas banyak fibril; fibril –fibril ini berasal dari permukaan korpus siliari dan

menyisip ke dalam ekuator lensa 65 % lensa terdiri atas air, sekitar 35 %

nya protein (kandungan proteinnya tertinggi di antara jaringan-jaringan

tubuh). Selain itu, terdapat sedikit sekali mineral seperti yang biasa ada di

jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di

kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam

bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh

darah, atau saraf di lensa.3,4

4
Gambar 1. Lensa yang berstruktur bikonveks memanjang sampai

zonula fibers

C. DEFINISI

Dislokasi lensa adalah berpindahnya lensa dari posisi normalnya

oleh karena ruptur komplit dari zonula zonii. 2 Lensa tersebut mengalami

dislokasi atau luksasi dimana lensa tersebut berada diluar fossa patella, pada

kamera okuli anterior, atau mengambang di vitreous, atau pada retina. Pada

kedaan selain trauma, ektopia lentis dapat dibangkitkan oleh penyakit

sistemik yang menurun atau penyakit yang berhubungan dengan gangguan

okuler.6

D. ETIOLOGI

Dislokasi Lensa dapat disebabkan berbagai macam faktor antara

lain trauma, gangguan metabolisme sejak lahir (misalnya homosistinuria,

kelainan resesif dengan defek mental dan ciri skeletal). Sindrom tertentu

(sindrom Marfan, kelainan dominan dengan abnormalitas skeletal dan

jantung dan resiko diseksi aneurisma aorta), Sindrom Weill-Marshecani,

katarak hipermatur, peradangan uvea, tumor intraokuler, tekanan bola

mata yang tinggi seperti pada buftalmus. Dislokasi lensa herediter

biasanya bilateral dan sering meyertai homosistinuria dan sindroma

marfan. Dislokasi lensa traumatik dapat terjadi setelah terjadi kontusio,

5
seperti pukulan tinju ke mata.3,5,8 Gangguan atau disfungsi serat zonular

lensa, terlepas dari penyebab (trauma atau herediter), adalah patofisiologi

yang mendasari ectopia lentis. Tingkat kerusakan zonular menentukan

derajat perpindahan lensa.10

E. EPIDEMIOLOGI

Insidensi populasi dislokasi lensa umumnya tidak diketahui. Penyebab

paling umum dari dislokasi lensa adalah trauma, yang menyumbang hampir

setengah dari semua kasus dislokasi lensa. Dislokasi lensa dapat

menyebabkan gangguan visual yang nyata yang bervariasi sesuai dengan

derajat perpindahan lensa dan kelainan etiologis yang mendasarinya. Pria

tampak lebih rentan terjadi trauma okular daripada wanita, oleh karena itu

pada kasus dilaporkan dislokasi lensa terjadi dominan pada laki-laki.

Frekuensi pria dan wanita bervariasi sesuai dengan etiologi perpindahan

lensa. Dislokasi lensa dapat terjadi di segala usia. Dapat terjadi saat lahir,

atau dapat terjadi di usia lanjut.10

F. GEJALA KLINIS

Kelemahan zonula zinni menyebabkan pergeseran lensa. Lensa

menjadi lebih bundar (spherophakia) dan dan lensa yang menebal akan

menginduksi terjadinya miopik. Penurunan visus sekunder akibat dislokasi

lensa paling sering disebabkan oleh karena terjadinya anisometropik

ambliopia, astigmatisme irreguler dan miopia ekstrem

(lenticular).6 Penglihatan kabur, khususnya bila lensa mengalami dislokasi

keluar dari garis pandangan. Jika lensa mengalami dislokasi total kedalam

viterus, lensa dapat dilihat dengan oftalmoskop.

6
1. Luksasi Lensa Anterior

Bila seluruh zonula zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma

maka lensa dapat masuk kedalam bilik mata depan. Akibat lensa terletak

di dalam bilik mata depan ini maka akan terjadi gangguan pengaliran

keluar cairan bilikmata sehingga akan timbul glaukoma kongestif akut

dengan gejala pasien mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai

rasa sakit yang sangat berat, muntah, mata merah dengan blefarospasme.

Terdapat injeksi siliar yang berat, edema kornea, lensa didalam bilik

mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. 7

Tekanan bola mata sangat tinggi. Dislokasi lensa ke dalam pupil atau ke

ruang anterior dapat menyebabkan blok pupil dengan glaukoma sudut

tertutup akut atau kronis.6

2. Luksasi Lensa Posterior

Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi

lensa posterior akibat putusnya zonula zinn diseluruh lingkaran ekuator

lensa sehingga lensa jatuh kedalam badan kaca dan tenggelam didataran

bawah polus posterior fundus okuli. Pasien akan mengeluh adanya

skotoma pada lapang pandangnya akibat lensa mengganggu kampus.

Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau afakia. Pasien

akan melihat normal dengan lensa + 12.00 dioptri untuk jauh, bilik mata

depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang terlalu lama berada polus

posterior dapat menimbulkan penyulit akibat degenerasi lensa, berupa

glaucoma fakolitik ataupun uveitis fakolitik.7

7
Dislokasi ke vitreous seringkali menebabkan penglihatan kabur

dan penarikan vitreous ke retina dengan kebocoran protein lensa ke

dalam viterus yang dapat menyebabkan vitritis kronis dan

peradangan chorioretinal.6

Gambar 2. Dislokasi lensa dengan dilatasi pupil

G. DIAGNOSIS

Diagnosis dislokasi lensa dapat dilakukan dengan anamnesis

riwayat pasien, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium.2,7

1. Anamnesis

Pada anamnesis tanyakan riwayat trauma pada mata atau kepala

dalam waktu dekat. Dislokasi lensa akibat trauma dapat disertai dengan

keluhan nyeri pada mata dan mata merah. Pada pasien tanpa riwayat

trauma, tanyakan riwayat penyakit pasien, riwayat penyakit keluarga,

dan riwayat pembedahan pada mata. Riwayat trauma yang terjadi

belum lama sangat penting. Diperlukan riwayat keluarga yang

terperinci untuk gejala dengan pasien tanpa trauma dan trauma ringan.

Pasien dislokasi lensa umumnya mengeluhkan penglihatan kabur

akibat penurunan tajam penglihatan jauh maupun dekat dan diplopia

monokular. Perubahan tajam penglihatan yang terjadi tergantung dari

8
tipe dislokasi dan ada tidaknya defek lain pada mata. Subluksasi ringan

umumnya tidak menimbulkan gangguan tajam penglihatan yang

signifikan atau bisa menimbulkan gangguan tajam penglihatan dekat

karena gangguan akomodasi.

Pemeriksa harus secara khusus bertanya tentang gangguan

penglihatan, penyakit kardiovaskular, atau kelainan tulang pada pasien

atau keluarga pasien. Gejala yang paling signifikan dari dislokasi lensa

adalah berkurangnya ketajaman visual. Gangguan penglihatan umum

termasuk penglihatan dekat yang buruk karena kehilangan akomodasi,

penglihatan jauh yang buruk karena astigmatisme atau miopia, dan

diplopia monokular. Tingkat pengurangan ketajaman visual akan

bervariasi dengan tingkat dislokasi, jenis dislokasi, dan cacat okuler

bersamaan lainnya.

2. Pemeriksaan Fisis dan Penunjang

Pemeriksaan mata untuk dislokasi lensa harus terdiri dari

pemeriksaan ketajaman visual, pemeriksaan mata eksternal,

pemeriksaan slit lamp, retinoskopi dan refraksi, dan pemeriksaan

dilatasi fundus.

a. Tajam Penglihatan

Pasien yang mengalami dislokasi total (luksasi) lensa dapat

mengalami penurunan tajam penglihatan hingga lambaian tangan

(1/300) atau bisa juga terjadi perbaikan tajam penglihatan pada

pasien yang sebelumnya mengalami miopia. Sedangkan, pasien

subluksasi lensa bisa memiliki tajam penglihatan yang lebih

9
bervariasi. Pada pemeriksaan refraksi dapat ditemukan

hipermetropia (afakia pada dislokasi/ luksasi lensa), miopia atau

astigmatisme.

b. Pemeriksaan Slit Lamp

Pada pemeriksaan segmen anterior mata dapat ditemukan edema

kornea, hifema, atau tampak lensa pada kamera okuli anterior.

Pengukuran diameter kornea perlu dilakukan untuk mendeteksi

megalokornea yang berkaitan dengan sindroma Marfan. Pemeriksa

juga perlu mengamati kelainan mata lain yang mungkin

berhubungan dengan penyakit sistemik, misalnya enoftalmus yang

juga sering ditemukan pada pasien sindroma Marfan. Pemeriksaan

kedudukan bola mata dapat tidak simetris (strabismus) apabila

sudah terjadi ambliopia.

Pemeriksaan menggunakan slit-lamp dapat menemukan iris

yang bergerak (bergetar) yang disebut iridodonesis. Pupil bisa

tampak iregular dari pemeriksaan. Pemeriksaan pada lensa yang

mengalami subluksasi bisa tampak fakodonesis (lensa tampak

bergetar terutama saat mata bergerak) atau kekeruhan lensa

(katarak).

c. Pemeriksaan Tekanan Intraokuler

Tekanan intraokular dapat menunjukkan peningkatan apabila terjadi

blokade pupil oleh lensa di kamera okuli anterior. Tekanan

intraokular dapat meningkat karena blok pupil atau resesi sudut

pasca trauma.

10
d. Pemeriksaan funduskopi

Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan karena beberapa kasus

dislokasi lensa dapat disertai dengan perdarahan vitreous atau

ablasio retina. Diperlukan pemeriksaan dilatasi fundus untuk

melihat adanya ablasi retina oleh karena dislokasi lensa. Dislokasi

lensa yang tetap berada di dalam kapsul (in-the-bag) meningkatkan

kecurigaan adanya gangguan pada zonula baik akibat trauma

maupun suatu penyakit lain. Sedangkan, dislokasi lensa out-the-bag

dapat timbul karena kerusakan kapsul akibat trauma, termasuk

iatrogenik. Tidak ada sistem grading yang baku untuk kasus

dislokasi lensa.

e. Pemeriksaan Keratometer

Pemeriksaan keratometri dapat dilakukan untuk menentukan

penyebab lain astigmatisme selain karena dislokasi lensa, misalnya

akibat iregularitas kornea diameter kornea harus diukur, karena

megalokornea dikaitkan dengan sindrom Marfan. Jika terdapat

astigmatisme, keratometri dapat membantu menentukan apakah

astigmatisme utamanya karena primer kornea atau apakah dari

perubahan lokasi lensa.

3. Pemeriksaan Laboratorium

Jika dicurigai kondisi herediter, lakukan evaluasi laboratorium dan

diagnostik yang sesuai (mis. Konsentrasi total plasma homosistein untuk

homocystinuria, evaluasi jantung untuk sindrom Marfan).

H. DIAGNOSIS BANDING1

11
1. Dislokasi Intra Okular Lens (IOL)

Operasi katarak adalah operasi yang paling umum dilakukan oleh dokter

mata. Meskipun memiliki tingkat keberhasilan yang sangat tinggi,

komplikasi tertentu dapat terjadi. Malposisi lensa intraokular (IOL)

mulai dari pergeseran IOL sedikit dari sentral hingga luksasi ke segmen

posterior. Ketidak sesuaian IOL dapat merupakan penempatan dari lensa

bedah yang asli, atau dapat merupakan perkembangan pada saat periode

pasca operasi karena kekuatan eksternal (mis. Trauma, gosok mata) atau

kekuatan internal (misalnya Parut, sinekia anterior perifer [PAS] ,

kontraksi kapsuler, disparitas ukuran). Pasien mungkin mengeluhkan

penurunan penglihatan, silau tepi, diplopia, garis cahaya, lingkaran

cahaya, fotosensitifitas. Hilangnya penglihatan yang tiba-tiba karena

aphakia yang tidak dikoreksi, ablasi retina, edema makula sistoid, atau

perdarahan vitreous terjadi dengan IOL dislokasi. Jika IOL bergerak di

rongga vitreous, pasien dapat mengeluh efek floaters atau optik yang

tidak biasa.9

2. Katarak Traumatik

Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh trauma benda asing

pada lensa atau trauma tumpul pada bola mata. Lensa menjadi putih

segera setelah masuknya benda asing karena gangguan kapsul lensa

memungkinkan cairan menembus ke dalam struktur lensa akibatnya

lubang pada kapsul lensa menyebabkan humour-aqueus dan kadang-

kadang viterus masuk ke dalam struktur lensa.3, 11

3. Sindrom Pseudoexfoliation (Pseudoexfoliation glaucoma)5

12
Pseudoexfoliation glaucoma (PXG) merupakan glaukoma sekunder

yang terjadi akibat kerusakan anyaman trabekular dan obstruksi aliran

humor akuos oleh endapan materi pseudoeksfoliasi. Glaukoma ini

terjadi pada pseudoexfoliation syndrome (PXS), suatu penyait sistemik

yang ditandai oleh adanya materi pseudoeksfoliasi pada segmen

anteriornya. Sedangkan pseudoexfoliation syndrome (PXS) sendiri

merupakan kelainan sistemik yang banyak menimbulkan manifestasi

pada mata dan merupakan penyebab terbanyak glaukoma sudut terbuka.

Penyakit ini ditandai oleh terdapatnya partikel-partikel putih pada

segment anterior mata yang belum diketahui dari mana asalnya.

Pseudoexfoliation glaucoma (PXG) umumnya unilateral, namun dapat

terjadi secara bilateral asimetris. Manifestasi klinis yang dapat dijumpai

pada PXG antara lain peningkatan tekanan intra okular, defek papil saraf

optik, iridodonesis, phacodenesis, iris transiluminasi dengan gambaran

moth-eaten dan endapan materi pseudoeksfoliasi pada daerah pupil,

pigmen pada trabecular meshwork, Sampaolesi's line, dan subluksasi

lensa. Katarak, miosis dan sinekia posterior juga dapat dijumpai pada

kelainan ini. Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan biomikroskopik

dengan lampu celah dan histologi. Materi eksfoliasi dapat ditemukan

pada segmen anterior mata dan pengendap terutama pada sudut bilik

mata depan dan marginal pupil pada iris. Peningkatan tekanan

intraokular pada glaukoma eksfoliasi lebih tinggi dari penderita

glaukoma primer sudut terbuka sehingga kelainan lapangan pandangan

dan kerusakan saraf optik juga dapat ditemukan lebih buruk.

13
I. TATALAKSANA

Tanpa riwayat trauma sebelumnya, pasien dengan ectopia lentis

mungkin memiliki penyakit sistemik dengan efek yang berpotensi merusak

oleh karena itu, manajemen bersama dengan dokter anak atau internis

pasien sangat penting. Pembatasan diet mungkin sebagian efektif pada

pasien dengan homocystinuria. Perbaikan aneurisma aorta pembedahan

yang akan datang pada sindrom Marfan mungkin menyelamatkan nyawa.

Jika kondisi turun-temurun ditemukan, konseling genetik yang tepat harus

diberikan. Selain itu, semua kerabat dengan risiko potensial harus

diperiksa.

Pengobatan glaukoma tergantung pada mekanisme etiologinya.

Pada blok pupil (misalnya, pasien yang menderita Weil-Marchesani

dengan mikrosferofakia), laser iridotomi perifer atau iridektomi harus

dilakukan dan peningkatan tekanan intraokular harus ditangani secara

medis. Profilaksis laser Iridotomi pada pasien dengan mikrosferofakia

dapat bermanfaat.

Perawatan lensa yang terlepas ke ruang anterior awalnya

farmakologis dengan mydriasis/cycloplegia (untuk memungkinkan lensa

migrasi posterior ke belakang iris) bersamaan dengan pijatan okular

melalui kelopak mata yang tertutup untuk membantu migrasi ke posterior.

Perawatan bedah akan diperlukan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut.

Pengobatan dislokasi lensa di vitreous adalah bedah. Namun, banyak ahli

bedah vitreoretinal menganjurkan observasi jika tidak ada gangguan visual

atau komplikasi retina yang akan terjadi. Indikasi untuk dilakukan

14
lensectomi diantaranya: Lensa di ruang anterior, Uveitis yang disebabkan

oleh lensa, Glaukoma yang disebabkan oleh lensa, Opacity lenticular

dengan fungsi visual yang buruk, Anisometropia atau kesalahan refraksi

tidak dapat menerima koreksi optik (misalnya, pada anak untuk mencegah

ambliopia).11

Jika tidak ada komplikasi, dislokasi lensa paling baik dibiarkan

tanpa terapi. Jika terjadi uveitis dan glaukoma yang tidak dapat

dikendalikan, harus dilakukan ektraksi lensa meskipun hasilnya mungkin

buruk. Teknik ekstraksi terpilih adalah lansektomi pars plana atau limbus

dengan menggunakan motor-driven lens dan vitreous cutter.3 Pengankatan

lensa dengan pembedahan diindikasikan jika terdapat amtropia berat,

meridional amblyopia, kataract, lens-induced glaucoma or uveitis, atau

mengenai endothelial.6

J. KOMPLIKASI

Dislokasi lensa dapat dipersulit dengan pembentukan katarak, jika

demikian kataraknya mungkin harus diangkat, namun prosedur ini harus

ditunda selama mungkin karena adanya resiko kehilangan vitreus yang

cukup bermakna, yang menimbulkan ablasio retina. Jika dislokasi lensa

terdapat bebas di dalam viterus dapat terjadi glaukoma yang berespon

jelek terhadap terapi di masa yang akan datang. Uveitis dan glaukoma

merupakan komplikasi yang sering terjadi pada dislokasi lensa.3,11

Komplikasi utama dislokasi lensa adalah kesalahan bias jenis apa pun

tergantung pada posisi lensa, distorsi optik karena

15
astigmatisme dan atau efek tepi lensa, glaukoma dan kadang uveitis yang

disebabkan oleh dislokasi lensa.6

K. PROGNOSIS

Tergantung pada derajat dislokasi lensa, usia onset, dan komplikasi

yang terkait sekunder, prognosis kebanyakan pasien adalah dubia ad

bonam. Pasien yang memiliki trauma terkait dislokasi lensa mungkin

memiliki komplikasi yang lebih mengancam jiwa lainnya (tergantung pada

beratnya trauma).11

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Jogi R. Basic Ophtalmology Ed.4. 2009. Jaypee Brothers Medical

Publishers (P) Ltd

2. American Academy of Ophthalmology. 2019. Ectopia Lentis..

https://www.aao.org/bcscsnippetdetail.aspx?id=f57c194d-bbf3-4caa-ae73-

6f715745c50c.

3. Vaughan, Asbury. 2007. Oftalmology Umum Ed. 17. EGC: Jakarta

4. James, B., Bron, A. 2011 . Lecture Notes Ophthalmology. Wiley

Blackwell

5. Bowling B. 2016. Kanki’s Clinical Ophtalmology Ed. 8. www.

elsevierhealth.com

6. Noorani, S., etc. 2007. Management of Ectopia Lentis in Children.

Pediatric Ophthalmologist PCB Cell, Eye OPD,Civil Hospital Karachi

7. Ilyas, H., Yulianti R., S., 2017. Ilmu Penyakit Mata Ed.5. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia

8. American Academy of Ophthalmology. Cataract/Anterior Segment

Practicing Ophthalmologists Curriculum 2017–20199.

9. https://emedicine.medscape.com/article/1211310-clinical. Intraocular Lens

(IOL) Dislocation Clinical Presentation

10. Efrig, W., C. 2018. Ectopia Lentis.

https://emedicine.medscape.com/article/1211159-overview#a6

11. Ausburger, J. 2018. Asbury & Vaughan General Ophtalmology Ed. 19th.

McGraw-Hill Education, Inc.

17

Anda mungkin juga menyukai