Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI PADA KLIEN DENGAN ABLATIO RETINA

DI RUANG MELATI RSUD Dr.SOETOMO SURABAYA

Dosen pembimbing:

Irfany Nurul Hamid, SST.M.Kes

Disusun oleh :

Gracia Irnadianis Ivada

P27820118060

II Reguler B

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN KAMPUS SOETOMO SURABAYA

2020
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI PADA KLIEN DENGAN ABLATIO RETINA

DI RUANG MELATI RSUD Dr.SOETOMO SURABAYA

1. DEFINISI
Ablasio retina adalah lepasnya retina dari tempatnya. Kejadian ini merupakan
masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada berbagai usia. Kejadian ini lebih
besar kemungkinannya pada penderita yang memakai kacamata minus (miopia) tinggi.
Juga dapat tejadi akibat pukulan yang keras.
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel
berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang
mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi,
maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan
berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).

2. ETIOLOGI
Sebagian besar lepasnya retina terjadi akibat adanya satu atau lebih robekan-
robekan kecil atau lubang-lubang di retina. Kadang-kadang proses penuan yang
normalpun dapat menyebabkan retina menjadi tipis dan kurang sehat, tetapi yang lebih
sering mengakibatkan kerusakan dan robekan pada retina adalah menyusutnya korpus
vitreum, bahan jernih seperti agar-agar yang mengisi bagian tengah mata. Korpus
vitreum erat melekat ke retina pada beberapa lokasi di sekeliling dinding mata bagian
belakang. Bila korpus vitreum menyusut, ia dapat menarik sebagian retina
bersamanya, sehingga menimbulkan robekan atau lubang pada retina. Walaupun
beberapa jenis penyusutan korpus vitreum merupakan beberapa hal yang normal
terjadi pada peningkatan usia dan biasanya tidak menimbulkan kerusakan pada retina,
korpus vitreum dapat pula menyusut pada bola mata yang tumbuh menjadi besar
sekali (kadang-kadang ini merupakan akibat dari rabun jauh), oleh peradangan, atau
karena trauma. Pada sebagian besar kasus retina baru lepas setelah terjadi perubahan
besar struktur korpus vitreum. Bila sudah ada robekan-robekan retina cairan encer
seperti air dapat masuk dari korpus vitreum kelubang di retina dan dapat mengalir
diantara retina dan dinding bagian belakang. Cairan ini akan memisahkan retina dari
dinding mata bagian belakang dan mengakibatkan retina lepas. Bagian retina yang
terlepas tidak akan berfungsi dengan baik dan di daerah itu timbul penglihatan kabur
atau daerah buta.
Ablasio retina merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada usia
berapapun, walaupun biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih tua.
Kejadian ini juga lebih besar kemungkinannya terjadi pada orang yang menderita
rabun jauh (miopia) atau berkacamata minus dan pada orang-orang yang anggota
keluarganya ada yang pernah mengalami lepas retina. Lepasnya retina dapat pula
terjadi akibat pukulan yang keras. Selain itu, walaupun agak jarang, kondisi ini dapat
merupakan penyakit keturunan yang bahkan dapat terjadi pada bayi dan anak-anak.
Bila tidak segera dilakukan tindakan, lepasnya retina akan mengakibatkan cacat
penglihatan atau kebutaan. Penyebab lain ablasio retina seperti trauma mata, abalisio
retina pada mata yang lain, pernah mengalami operasi mata, ada daerah retina yang
tipis/lemah yang dilihat oleh dokter mata, robekan retina, komplikasi, diabetus melitus
paradangan, pada usia lanjut (perubahan degeneratif dalam vitreus atau retina),
malformasi kongenital, kelainan metabolisme, penyakit vaskuler, dan inflanmasi
intraokuler neoplasma.

3. PATOFISIOLOGI
Retina adalah jaringan tipis dan transparan yang peka terhadap cahaya, yang
terdiri dari sel-sel dan serabut saraf. Retina melapisi dinding mata bagian dalam
seperti kertas dinding melapisi dinding rumah. Retina berfungsi seperti lapisan film
pada kamera foto: cahaya yang melalui lensa akan difokuskan ke retina. Sel-sel retina
yang peka terhadap cahaya inilah yang menangkap “gambar” dan menyalurkannya ke
otak melalui saraf optik. Sebab dan Gejala Lepasnya Retina Sebagian besar lepasnya
retina terjadi akibat adanya satu atau lebih robekan-robekan kecil atau lubang-lubang
di retina. Kadang-kadang proses penuaan yang normal pun dapat menyebabkan retina
menjadi tipis dan kurang sehat, tetapi yang lebih sering mengakibatkan kerusakan dan
robekan pada retina adalah menyusutnya korpus vitreum, bahan jernih seperti agar-
agar yang mengisi bagian tengah mata. Korpus vitreum erat melekat ke retina pada
beberapa lokasi di sekeliling dinding mata bagian belakang. Bila korpus vitreum
menyusut, ia dapat menarik sebagian retina bersamanya, sehingga menimbulkan
robekan atau lubang pada retina. Walaupun beberapa jenis penyusutan korpus vitreum
merupakan hal yang normal terjadi pada peningkatan usia dan biasanya tidak
menimbulkan kerusakan pada retina, korpus viterum dapat pula, menyusut pada bola
mata yang tumbuh menjadi besar sekali (kadang-kadang ini merupakan akibat dari
rabun jauh), oleh peradangan, atau karena trauma. Pada sebagian besar kasus retina
baru lepas setelah terjadi perubahan besar struktur korpus vitreum.
Bila sudah ada robekan-robekan retina, cairan encer seperti air dapat masuk
dari korpus vitreum ke lubang di retina dan dapat mengalir di antara retina dan dinding
mata bagian belakang. Cairan ini akan memisahkan retina dari dinding mata bagian
belakang dan mengakibatkan retina lepas. Bagian retina yang terlepas tidak akan
berfungsi dengan baik dan di daerah itu timbul penglihatan kabur atau daerah buta.
Perlu diketahui bahwa ada beberapa jenis lepasnya retina yang disebabkan oleh
penyakit mata lain, seperti tumor, peradangan hebat, atau sebagai komplikasi dari
diabetes. Ini disebut ablasio retina sekunder. Dalam hal ini tidak ditemukan robekan
ataupun lubang-lubang di retina, dan retina hanya bisa kembali ke posisinya yang
normal dengan mengobati penyakit yang menyebabkan lepasnya retina.

4. KLASIFIKASI
Dikenal ada tiga bentuk umum ablasoi retina yaitu :
1. Ablasio retina regmatogenosa
Ablatio Rhegmatogen merupakan ablasio yang terjadi setelah terbentuknya
tulang atau robekan dalam retina yang menembus sampai badan mata masuk ke ruang
sub retina, apabila cairan terkumpul sudah cukup banyak dapat menyebabkan retina
terlepas. Pada ablasoi retina regmatogenosa akan memberikan gejala terdapat
gangguan penglihatan yang kadang-kadang terlihat seperti tabir yang menutup.
Terdapat riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapanganpenglihatan.Ablasi yang
berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya Karena dapat mengagkat
macula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasi retina bila dilepasnya
mengenai macula lutea. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang
terangkat berwarana pucat dengan pembuluh darah di atasnya dan terlihat adanya
robekan retina berwarna merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas
(ablasi) bergoyang. Kadang-kadang terdapat pigmen di dalam badan kaca. Pada pupil
terlihat adanya defek aferen pupil akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata
rendah dan dapat meningkat bila telah terjadi neovaskularisasi glaucoma pada ablasi
yang telah lama.
2. Ablasio retina traksi atau tarikan
Ablasio ini merupakan ablasio yang terjadi karena lepasnya jaringan retina
terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio
retina dan penglihatan turun tanpa rasa sakit.
3. Ablasio retina eksudasi
Ablasio retina eksudasi merupakan ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya
eksudasi dibawah retina dan mengangkat retina. Pada ablasi tipe ini penglihatan dapat
berkurang dari ringan sampai berat. Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahun-
tahun setelah penyebabnya berkurang atau hilang. Tabir yang menutupi penglihatan
dan seperti melihat pijaran api, penglihatan menurun secara bertahap sesuai dengan
daerah yang terkena, bila makula yang terkena maka daerah sentral yang terganggu.

5. TIPE – TIPE ABLATIO RETINA


Ada 2 tipe ablasio retina :
1. Non rhemathogen retina detachmen :
a. Malignancy hypertensi
b. Choriodal tumor
c. Chorioditis
d. Retinopati
2. Rhemathogen retina detachmen :
a. Trauma
b. Degenerasi
c. Kelainan vitreus

6. MANIFESTASI KLINIK
Gejala pertama penderita ini melihat kilatan - kilatan bintik hitam mengapung
dan cahaya. Pada beberapa penderita lepasnya retina mungkin terjadi tanpa didahului
oleh terlihatnya bintik bintik hitam (floaters) ataupun kilatan cahaya yang nyata.
Dalam hal ini penderita mungkin menyadari penglihatannya seolah - olah pinggir.
Perkembangan lepasnya retina yang lebih lanjut akan mengaburkan penglihatan
sentral dan menimbulkan kemunduran penglihatan. Penglihatan seperti ada lapisan
hitam yang menutupi sebagian atau seluruh pandangan seperti terhalang
tirai/bergelombang.

7. PENATALAKSANAAN
Setelah dilakukan pemeriksaan penunjang ditemukan terjadi robekan retina,
maka pengobatan pada ablasio retina adalah dengan tindakan pembedahan atau
operasi. Tujuan operasi adalah untuk mengeluarkan cairan sub retina, menutup lubang
atau robekan dan untuk melekatkan kembali retina. Hal ini dikarenakan jarang terjadi
pertautan kembali secara spontan. Ada beberapa prosedur bedah yang dapat
digunakan. Prosedur yang dipilih tergantung pada beratnya lepas retina dan
pertimbangan dokter. Fotokoagulasi Laser Bila ditemukan robekan-robekan kecil di
retina dengan sedikit atau tanpa lepasnya retina, maka robekan ini dapat direkatkan
lagi dengan sinar laser. Laser akan menempatkan luka bakar-luka bakar kecil di
sekeliling pinggir robekan. Luka bakar ini akan menimbulkan jaringan parut yang
mengikat pinggiran robekan dan mencegah cairan lewat dan berkumpul di bawah
retina. Bedah laser oftalmologi sekarang biasanya dilakukan sebagai tindakan pada
pasien berobat jalan dan tidak memerlukan sayatan bedah. Pembekuan (Kriopeksi)
Membekukan dinding bagian belakang mata yang terletak di belakang robekan retina,
dapat merangsang pembentukan jaringan parut dan merekatkan pinggir robekan retina
dengan dinding belakang bola mata. Pembekuan biasanya dilakukan dengan prosedur
pasien berobat jalan tetapi memerlukan pembiusan setempat pada mata.
Tindakan bedah bila cukup banyak cairan telah terkumpul di bawah retina dan
memisahkan retina dengan mata bagian belakang, maka diperlukan operasi yang lebih
rumit untuk mengobati lepas retina itu. Teknik operasinya bermacam-macam,
tergantung pada luasnya lapisan retina yang lepas dan kerusakan yang terjadi, tetapi
semuanya dirancang untuk menekan dinding mata ke lubang retina, menahan agar
kedua jaringan itu tetap menempel sampai jaringan parut melekatkan bagian robekan.
Kadang-kadang cairan harus dikeluarkan dari bawah retina untuk memungkinkan
retina menempel kembali ke dinding belakang mata. Seringkali sebuah pita silikon
atau bantalan penekan diletakkan di luar mata untuk dengan lembut menekan dinding
belakang mata ke retina. Dalam operasi ini dilakukan pula tindakan untuk
menciptakan jaringan parut yang akan merekatkan robekan retina, misalnya dengan
pembekuan, dengan laser atau dengan panas diatermi (aliran listrik dimasukkan
dengan sebuah jarum).
Jenis pembedahan ablasio retina:
1. Pneumoretinopeksi
Operasi singkat untuk melekatkan kembali retina yang lepas (ablasio retina).
2. Vitrektomi
Operasi ini memerlukan alat khusus, ahli bedah akan melakukan operasi didalam
rongga bola mata untuk membersihkan vitreus yang keruh, melekatkan kembali
vitreus yang mengalami ablasio, mengupas jaringan ikat dari permukaan retina, dan
tindakan-tindakan lain yang diperlukan.
3. Sclera Buckling
Operasi untuk melekatkan kembali retina yang lepas. Sclera buckling
Merupakan suatu bentuk tehnik dengan jalan sclera dipendekkan, lengkungan terjadi
dimana kekuatan pigmen epithelium lebih menutup retina, mengatasi pelepasan retina
dan menempatkan posisi semula, maka sebuah silikon kecil diletakkan pada sclera dan
diperkuat dengan membalut melingkar. Peralatan tersebut dapat mempertahankan agar
retina tetap berhubungan dengan koroid dan sclera eksudat dari pigmen epithelium
lebih menutup sclera.
4. Photocoagulasi
Suatu sorotan cahaya dengan laser menyebabkan dilatasi pupil. Dilakukan dengan
mengarahkan sinar laser pada epithelium yang mengalami pigmentasi. Epithelium
menyerap sinar tersebut dan merubahnya dalam bentuk panas. Metode ini digunakan
untuk menutup lubang dan sobekan pada bagian posterior bola mata.
5. Elektrodiatermi
Dengan menggunakan jarum elektroda, melalaui sclera untuk memasukkan cairan
subretina dan mengeluarkan suatu bentuk eksudat dari pigmen epithelium yang
menempel pada retina.
6. Cyro Surgery
Suatu pemeriksaan super cooled yang dilakukan pada sclera, menyebabkan kerusakan
minimal seperti suatu jaringan parut, pigmen epithelium melekat pada retina.
7. Cerclage
Operasi yang dikerjakan untuk mengurangi tarikan badan kaca. Pada keadaan cairan
retina yang cukup banyak dapat dilaksanakan phungsi lewat sclera.

8. KOMPLIKASI
a. Komplikasi awal setelah pembedahan
1. Peningkatan TIO
2. Glaukoma
3. Infeksi
4. Ablasio koroid
5. Kegagalan pelekatan retina
6. Ablasio retina berulang
b. Komplikasi lanjut
1. Infeksi
2. Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata
3. Vitreo retinpati proliveratif (jaringan parut yang mengenai retina)
4. Diplopia
5. Kesalahan refraksi
6. Astigmatisme
9. PATHWAY

Non Trauma : TRAUMA

- Retinopati 
- Massa dikoloid Robekan pada retina
- Toxomigravidarum 
Cairan masuk ke belakang mendorong retina

Penimbunan eksudat dibawah retina

ABLASIO  Retina terangkat  Peningkatan TIO  Nyeri
(Non Retmatogen)

Kerusakan retina

Sel kerucut dan batang retina terpisah
dan sel epitel pigmen retina

Kecemasan/Ansietas Gangguan persepsi sensori/visual Defisit perawatan diri

Resiko infeksi Harga diri rendah

Isolasi sosial
DAFTAR PUSTAKA

Bare, B.G & Smeltzer, S.C. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Carpenito.1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta:EGC
Effendi, Nasrul. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. Jakarta:EGC
Junaidi, Purnawan. 1989. Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta.
Lismidar H, dkk . 1990. Proses Keperawatan. Jakarta:Penerbit Universitas
Indonesia.
Pedoman diagnosa dan terapi lab Ilmu Penyakit Mata. 1994. RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Habibi. W. Asuhan Keperawatan Ablasio Retina. Tersedia online
https://www.academia.edu/12984356/ASKEP_ABLASIO_RETINA
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
GANGGUAN PERSEPSI SENSORI PADA KLIEN DENGAN ABLATIO RETINA
DI RUANG MELATI RSUD Dr.SOETOMO SURABAYA

1. PENGKAJIAN
A. Identitas
Dibagi menjadi 2 yaitu identitas pasien dan identitas penanggung jawab.
identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, status perkawinan,
agama, suku, pendidikan, pekerjaan, no.registrasi, diagnosa medis, tanggal persalinan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian. Dan untuk identitas penanggungjawab meliputi
nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan pasien dan
alamat.
B. Alasan masuk RS
Pada klien yang mengeluhkan akan melakukan operasi
C. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan pasien yang dirasa paling menggangu seiring menjadi
alasan untuk meminta pertolongan kesehatan
D. Riwayat penyakit sekarang
Dikaji adanya keluhan pada penglihatan
E. Riwayat penyakit dahulu
Apakah klien pernah menderita penyakit ablosio retina sebelumnya miopi,
retinopati serta pernahkan klien mengalami trauma
F. Riwayat penyakit keluarga
Adakah riwayat keturunan dari salah satu anggota keluarga yang menderita ablosio
retina ataupiun yang menderita miopi.
G. Riwayat psikososial dan spiritual
Bagaimana hubungan pasien dengan orang-orang disekitarnya serta bagaimana
koping mekanisme yang digunakan oleh pasien dalam menghadapi masalah serta
bagaimana tentang kegiatan ibadah yang dilakukan.
H. Pola – pola kesehatan
1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Kemampuan merawat diri pasien menurun dan juga terjadi perubahan
pemeliharaan kesehatan.
2. Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien tidak mengalami perubahan nutrisi dan metabolisme.
3. Pola eliminasi
Pada klien tidak mengalami gangguan dan perubahan eliminasi.
4. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur klien berubah sampai berkurangnya pemenuhan kebutuhan tidur
klien.
5. Pola aktivitas
Biasanya pada pola ini pasien mengalami ketidak aktifan diri dan ganguan.
6. Pola hubungan dan peran
Hubungan klien dengan orang disekitarnya menurun begitu juga dalam
melaksanakan perannya.
7. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa resah dan cemas akan terjadi kebutaan.
8. Pola sensori dan kognitif
Pengelihatan klien kabur, adanya tirai dan adanya kilatan cahaya pada
pengelihatan.
9. Pola reproduksi seksual
Pola ini tidak mengalami gangguan.
10. Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering bertanya kapan akan dilakukan tindakan operasi dan
merasa cemas karena takut terjadinya kecacatan pada penglihatan.
11. Pola tata nilai dan kepercayaan
Pola ini tidak mengalami gangguan.

2. PENGKAJIAN FISIK
1. Status kesehatan umum: keadaan penyakit dan tanda – tanda vitalnya
2. Pemeriksaaan mata:
a. Pemeriksaan segmen anterior
1) Biasanya post op ablatio retina, palpebraenya bengkak
2) Keadaan lensa bila tidak ada komplikasi lain, jernih
3) Pupil pada klien MRS melebar akibat akibat pemberian atropin
4) Okuli anteriornya biasanya dalam
5) Konjungtiva post op mengalami hiperemi
b. Pemeriksaan segmen posterior
1) Corpus vitreum ada kelainan/tidak
2) Ada/tidak pupil syaraf optiknya
3. Pemeriksaan head to toe
a. Kepala : bentuk simetris/tidak,ada/tidak ada pembengkakan
b. Muka : bentuk simetris/tidak, ada/tidak ada odem, pucat/tidak pucat
c. Mata : bentuk simetris/tidak, sklera putih, konjungtiva merah muda,
tidak ada luka/ada. Pada klien dengan katarak selalu ada gangguan pada
mata
d. Hidung : bentuk simetris/tidak, ada/tidak ada polip, ada/tidak ada sekret
e. Telinga : bentuk simetris/tidak, keadaan bersih, ada/tidak ada serumen,
ada/tidak ada kelainan
f. Mulut dan Faring : bersih, biasanya pada klien ibu nifa bibir sedikit pucat,
ada/tidak ada caries tidak ada peradangan tonsil
g. Leher : ada/tidak ada pembengkakan vena jugularis, ada/tidak ada
pembesaran kelenjar tiroid, ada/tidak ada pembesaran kelenjar limfa, ada/
tidak ada gangguan gerak
h. Thoraks
Jantung : inspeksi : ada/tidak ada pembesaran jantung, perkusi : suara
sonor, palpasi : batas jantung dalam batas normal, auskultasi : tidak ada
suara tambahan jantung
Paru : inspeksi : ada/tidak ada tarikan/retaksi dada, perkusi : ada
suara sonor, palpasi : ada/tidak ada pembesaran paru, auskultasi : ada/tidak
ada suara tambahan paru
i. Abdomen : inspeksi : ada ruam/tidak pada abdomen, auskultasi :
mendengarkan bising usus, palpasi : apakah ada nyeri tekan, perkusi :
apakah ada timpani/ tidak
j. Inguinal-Genetalia-Anus : Periksa adanya kelainan atau keabnormalan
pada genetalia klien
k. Ekstermitas :Memeriksa adanya trompolebitis,edema,varises

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
1. Visus : untuk mengetahui tajam penglihatan
2. Funduskopi : mengetahui keadaan bola mata

4. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori b.d lepasnya retina
2. Nyeri akut b.d luka post op
3. Defisit perawatan diri b.d ketidak berdayaan
5. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa 1 : Gangguan persepsi sensori b.d lepasnya retina
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam klien
menyadari penyakitnya
Kriteria hasil :
1. Kooperatif dalam tindakan
2. Menyadari gangguan pada penglihatan
Intervensi :
1. Kaji ketajaman penglihatan
Rasional : Untuk menentukan kemampuan visual
2. Kaji deskripsi fungsional yang dilihat
Rasional : Keakuratan penglihatan dan perawatan
3. Sesuaikan penglihatan dengan lingkungan
Rasional : Untuk meningkatkan self care
4. Kaji jumlah dan tipe rangsangan
Rasional : Untuk meningkatkan penglihatan saat menurun
5. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain
Rasional : Membantu penyembuhan
2. Diagnosa 2 : Nyeri akut b.d luka post op
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam nyeri
berkurang/hilang
Kriteria hasil :
1. Klien mengatakan nyeri berkurang
2. Skala nyeri menurun
3. Klien tampak rileks dan nyaman
Intervensi :
1. Kaji skala nyeri
Rasional : Untuk mengetahui tingkat nyeri yang dialami
2. Berikan posisi rileks/nyaman pada klien
Rasional : Agar klien merasa nyaman
3. Ajarkan teknik distraksi & relaksasi
Rasional : Untuk membantu menurunkan nyeri klien
4. Kolaborasi pemberian analgetic
Rasional : Analgetic untuk menghilangkan nyeri
3. Diagnosa 3 : Defisit perawatan diri b.d ketidak berdayaan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam perawatan
diri terpenuhi
Kriteria hasil :
1. Klien bersih
2. Klien tenang dan merasa nyaman
Intervensi :
1. Bantu klien melakukan hygiene
Rasional : Untuk memenuhi perawatan diri klien
2. Berikan program perawatn diri klien
Rasional : Agar perawatan diri klien teratur
3. Kontrol hygiene klien 2x sehari
Rasional : Untuk mengetahui perawatan diri klien
4. Berikan HE tentang personal hygiene
Rasional : Agar klien memahami pentingnya perawatan diri

6. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan
keperawatan yang telah ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi
dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga
dibutuhkan ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan
cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan selalu memperhatikan
keamanan fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan
dokumentasi yang meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon
pasien

7. EVALUASI
Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan
membandingkan antara proses dengan pedoman / rencana proses tersebut.
Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara
tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya.
Adapun tujuan dari sasaran evaluasi keperawatan adalah sebagai berikut :
a. Proses asuhan keperawatan, berdasarkan kriteria / rencana yang telah disusun.
b. Hasil tindakan keperawatan ,berdasarkan kriteria keberhasilan yang telah di
rumuskan dalam rencana evaluasi.
LAPORAN KASUS

Kasus : Ny.S yang berumur 52 tahun datang ke RS dengan keluhan mata kanan pasien
buram, tidak merah dan tidak nyeri. Klien merasa pandangan menjadi gelap hingga seperti
ada rambut/asap berterbangan dimatanya. Lama kelamaan semakin gelap hingga yang
kelihatan hanya pinggir. Klien tidak melihat ada kilatan cahaya berulang. Klien berobat ke
dokter mata lalu diperiksa dan ada masalah pada retina mata kanan dan perlu dioperasi. Klien
dirujuk ke RSUD Dr.Soetomo Surabaya. Klien menggunakan kacamata minus (-3 dioptri)
sejak 10 tahun lalu. Klien memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun lalu.
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

GANGGUAN PERSEPSI SENSORI PADA KLIEN DENGAN ABLATIO RETINA

DI RUANG MELATI RSUD Dr.SOETOMO SURABAYA

Nama Mahasiswa : Gracia Irnadianis Ivada

Ruangan : Ruang Melati

No. Reg : 14.05.XX

Pengkajian Dilaksanakan

Tanggal : Senin, 1 Juni 2020 Pukul : 08.00

1. PENGKAJIAN
A. Identitas
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.S
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Gubeng, Surabaya
No. Register : 14.05.XX
Diagnosa Medis : Ablatio Retina
Tangal MRS : Minggu, 31 Mei 2020 Pukul : 12.00

IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB


Nama : Tn.R
Umur : 55 tahun
Jenis Kelamin : Laki - laki
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : PNS
Alamat : Gubeng, Surabaya
Hubungan dengan pasien : Suami

B. Alasan masuk RS
Klien dirujukan karena mengeluhkan penglihatan yang akan dilakukan operasi

C. Keluhan utama

Mata kanan buram, tidak merah dan tidak nyeri

D. Riwayat penyakit sekarang

Klien mengeluhkan mata kanan buram, tidak merah dan tidak nyeri. Klien mersa
pandangan lama kelamaan menjadi gelap seperti ada rambut/asap berterbangan di
mata yang kelihatan hanya pinggir mata sebelah kanan. Klien menggunakan kacamata
minus (-3 dioptri)

E. Riwayat penyakit dahulu

Klien memiliki riwayat hipertensi dan menggunakan kacamata sejak 10 tahun yang
lalu, namun hipertensi klien tidak diobati secara teratur

F. Riwayat penyakit keluarga

Tidak terdapat keluarga yang mengalami hal serupa degan klien

G. Riwayat psikososial dan spiritual

Hubungan keluarga dan tetangga baik dan klien taat beribadah

H. Pola – pola kesehatan

1. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat


MRS : Perhatian klien terfokus pada pelaksanaan operasi dan keadaan mata
SMRS : Klien memeriksakan ke dokter mata saat mata kanannya merasa
buram
2. Pola nutrisi dan metabolisme
MRS : Klien makan 3x sehari, 1 porsi habis, minum 8 gelas sehari
SMRS : Klien makan 3x sehari, 1 porsi habis, minum 8 gelas sehari

3. Pola eliminasi

MRS : BAB lancar 1x sehari, konsistensi lembek. BAK 5-6x sehari, bau
khas, warna kuning
SMRS : BAB lancar 1x sehari, konsistensi lembek. BAK 5-6x sehari, bau
khas, warna kuning

4. Pola tidur dan istirahat

MRS : Klien tidur 4-5 jam, tidur tidak nyenyak, sering terbangun

SMRS : Klien tidur 8-9 jam sehari, tidak ada gangguan tidur

5. Pola aktivitas

MRS : Aktivitas klien dibantu suaminya

SMRS : Aktivitas klien mandiri, klien ibu rumah tangga

6. Pola hubungan dan peran

MRS : Hubungan klien dengan klien lain baik, klien sedih tidak bisa
mengurus keluarganya karena sakit

SMRS : Hubungan Klien dengan tetangga dan keluarga baik

7. Pola persepsi dan konsep diri

MRS : Klien menyadari penyakitnya, merasa cemas akan keadaanya dan


operasinya

SMRS : Klien sudah memakai kacamata sejak 10 tahun yang lalu

8. Pola sensori dan kognitif

MRS : Penglihatan klien buram. Pandangan semakin lama semakin gelap


sperti ada rambut/asap berterbangan dimata, yang kelihatan hanya pinggir mata
sebelah kanan. Tidak melihat kilatan cahaya berulang

SMRS : Klien menggunakan kacamata (-3 dioptri)

9. Pola reproduksi seksual

MRS : Kebutuhan seksualitas tidak terpenuhi, klien dirawat oleh suaminya

SMRS : Klien mens dengan teratur, klien memiliki 2 anak

10. Pola penanggulangan stress

MRS : Klien cemas dengan kondisinya dan operasi yang akan dijalani
SMRS : Klien selalu mengambil keputusan dan membicarakannya dengan
suami

11. Pola tata nilai dan kepercayaan

MRS : Klien sholat dengan duduk diatas bed dibantu oleh suami

SMRS : Klien sering mengikuti pengajian, taat ibadah sholat 5 waktu

2. PENGKAJIAN FISIK

a. Status keadaan umum : kesadaran composmentis, GCS 4,5,6. RR: 18x/menit. TD:
140/80mmHg. HR: 84x/menit. spO2: 99% T: 36,5℃. Klien tampak sakit sedikit
b. Pemeriksaan head to toe :
- Kepala : simetris, kadang pusing dipaksa untuk melihat
- Wajah : simetris, tidak ada odema
- Mata : buram, tidak ada nyeri, tampak merah
- Hidung : tidak ada sekret, tidak ada kelainan
- Mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada karies gigi
- Telinga : tidak ada serumen, tidak ada kelainan
- Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak distensi vena jugularis
- Dada : tidak ada suara ronki, jantung S1-S2 reguler
- Abdomen : tiak ada benjolan, suara bising usus 10x/menit
- Integritas kulit : tidak ada alergi, kulit sawo matang
- Inguinal-genetalia-anus : tidak ada kelainan, normal
- Ekstermitas : Atas: tidak ada kelainan, simetris. Bawah: tidak ada kelainan,
simetris

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK

Mata kanan Pemeriksaan Mata kiri


1/300 proyeksi baik Visus 6/12
Tenang, jernih, dalam, Palpebra/konjungtiva/kornea/bilik Tenang, jernih, dalam,
baik ke segala arah mata depan/pergerakan baik ke segala arah
Bulat, sentral, Iris/pupil/lensa /tekanan/intra Bulat, sentral, refleks
middilatasi /keruh, okular/badan kaca cahaya /keruh, Shadow
Shadow test (+)/ n/p/ test (+)/ n/p/ jernih
Tobacco dust (+) Funduskopi Papil bulat, batas tegas,
Papil bulat, tegas, CDR CDR 0,3. aa/vv= 2/3
0,3, aa/vv=2/3. Ablatio
retina (+) di superior
temporal meluas ke
inferior temporal.
Corrugated (+), Tear (+)
macula on

4. ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH


DS : Trauma/non trauma Gangguan persepsi
- Penglihatan klien buram.  sensori
Pandangan semakin lama semakin Robekan pada retina
gelap sperti ada rambut/asap 
berterbangan dimata, yang kelihatan Cairan masuk
hanya pinggir mata sebelah kanan. kebelakang
Tidak melihat kilatan cahaya 
berulang Mendorong retina
DO : 
- Papil bulat, tegas, CDR 0,3, Penimbunan eksudat
aa/vv=2/3. Ablatio retina (+) di dibawah retina
superior temporal meluas ke inferior 
temporal. Corrugated (+), Tear (+) Retina Terangkat (non
macula on retmatogen)

TTV Ablatio Retina
RR: 18x/menit.
TD: 140/80mmHg.
HR: 84x/menit.
spO2: 99%
T: 36,5℃.
5. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori b.d lepasnya retina

6. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa Perencanaan
Keperawatan Tujuan& Kriteria Tindakan Rasonalisasi
Hasil Keperawatan
1. Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji ketajaman 1. Untuk
persepsi tindakan penglihatan menentukan
sensori b.d keperawatan selama 2. Kaji deskripsi kemampuan
lepasnya retina 1x24jam klien fungsional visual
menyadari yang dilihat 2. Keakuratan
penyakitnya dengan 3. Sesuaikan penglihatan
kriteria hasil : penglihatan dan perawatan
1. Kooperatif dengan 3. Untuk
dalam tindakan lingkungan meningkatkan
2. Menyadari 4. Kaji jumlah self care
gangguan dan tipe 4. Untuk
penglihatan rangsangan meningkatkan
5. Kolaborasi penglihatan
dengan tenaga saat menurun
kesehatan lain 5. Membantu
penyembuhan

7. IMPLEMENTASI

NO Diagnosa Implementasi Paraf


1 Gangguan Senin, 1 Juni 2020
persepsi Pukul 09.00
sensori b.d 1. Mengkaji ketajaman penglihatan
lepasnya R: Klien mengatakan mata kanan
retina buram
2. Mendeskripsikan fungsional
penglihatan
R: Klien mengatakan melihat asap
berterbangan/ seperti gelombang
3. Sesuaikan penglihatan dengan
lingkungan
R: Sedikit terlihat, tidak melihat
cahaya
4. Kaji jumlah dan tipe rangsangan
R: Visus 1/300 proyeksi baik
5. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan
lain
R: Membantu penyembuhan klien

8. EVALUASI

NO Diagnosa Evaluasi Paraf


1. Gangguan persepsi Senin, 01 Juni 2020
sensori b.d S : Klien mengerti hasil penglihatan masih buram
lepasnya retina O:
- Papil bulat, tegas, CDR 0,3, aa/vv=2/3. Ablatio
retina (+) di superior temporal meluas ke
inferior temporal. Corrugated (+), Tear (+)
macula on
- TTV
RR: 18x/menit.
TD: 140/80mmHg.
HR: 84x/menit.
spO2: 99%
T: 36,5℃.
A : Masalah belum tertatasi
P : Intervensi dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai