Disusun Oleh :
KELOMPOK 6
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ablasi retina merupakan masalah mata yang serius dan dapat terjadi pada
berbagai usia. Ablasi retina yang terjadi pada kedua mata sebanyak 12 – 30%. Angka
kejadian terjadinya ablasi retina ialah 8,9 per 100.000 penduduk di Amerika Serikat
(AS).Sedangkan di Indonesia, data yang ada di poliklinik RSCM sub bagian
vitreoretina, ablasi retina berada di urutan pertama dari sepuluh kelainan dan penyakit
vitreoretina pada tahun 1998.
Penyakit mata akibatnya lepasnya retina. Dalam banyak kasus terjadi pada
usia lanjut tapi berpotensi terjadi pada semua tingkatan usia. Umumnya terjadi akibat
benturan keras di kepala (trauma), miopia tinggi, penyakit sistemik, peradangan dan
afakia dan dapat menyebabkan kebutaan permanen apabila tidak ditangani dengan
serius.
2
Memerlukan tindakan operasi untuk melekatkan kembali retina pada
tempatnya. meskipun prosedur ini hanya berperan untuk mempertahankan agar
keadaan tidak semakin progresif atau lebih parah.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
3. Rumusan Masalah
3
4. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari ablasio retina ?
4. Manfaat
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Retina atau selaput jala, merupakan bagian mata yang mengandung reseptor
yang menerima rangsangan cahaya.
Retina berbatas dengan koroid dengan sel pigmen epitel retina, dan terdiri atas
lapisan:
1. Lapis fotoreseptor, merupakan lapis terluar retina terdiri atas sel batang
yang mempunyai bentuk ramping, dan sel kerucut.
2. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
3. Lapis nucleus luar, merupakan susunan lapis nucleus sel kerucut dan batang.
Ketiga lapis di atas avaskular dan mendapat metabolisme dari kapiler
koroid.
5
6. Lapis pleksiform dalam, merupakan lapis aselular, merupakan tempat sinaps
sel bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
7. Lapis sel ganglion yang merupakan lapis badan sel daripada neuron kedua.
8. Lapis serabut saraf, merupakan lapis akson sel ganglion menuju ke arah
saraf optik. Di dalam lapisan-lapisan ini terletak sebagian besar pembuluh
darah retina.
9. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca.
Warna retina biasanya jingga dan kadang-kadang pucat pada anemia dan merah
pada hiperemia.
Makula adalah pusat dari retina dan merupakan bagian yang paling vital dari
retina. Makula merupakan bagian dari retina yang memungkinkan mata melihat detil-
detil halus pada pusat lapang pandang.
Pembuluh darah di dalam retina merupakan cabang arteri oftalmika, arteri
retina sentral masuk retina melalui papil saraf optik yang akan memberikan nutrisi
pada retina dalam.
Lapisan luar retina atau sel kerucut dan batang mendapat nutrisi dari koroid.
2. Definisi
6
Ablasio retina terjadi bila ada pemisahan retina neurosensori dari lapisan epitel
berpigmen retina dibawahnya karena retina neurosensori, bagian retina yang
mengandung batang dan kerucut, terkelupas dari epitel berpigmen pemberi nutrisi,
maka sel fotosensitif ini tak mampu melakukan aktivitas fungsi visualnya dan
berakibat hilangnya penglihatan (C. Smelzer, Suzanne, 2002).
Lepasnya retina atau sel kerucut dan batang dari koroid atau sel pigmen epitel
akan mengakibatkan gangguan nutrisi retina dari pembuluh darah koroid yang bila
berlangsung lama akan mengakibatkan gangguan fungsi yang menetap.
3. Klasifikasi
7
terbatas di makula. Termasuk neovaskularisasi subretina yang
disebabkan oleh bermacam-macam hal.
4. Etiologi
Mata yang berbakat untuk terjadinya ablasi retina adalah mata dengan miopia
tinggi, pasca retinitis, dan retina yang memperlihatkan degenerasi di bagian perifer,
50% ablasi yang timbul pada afakia terjadi pada tahun pertama, dan trauma atau
penggunaan fisik yang kuat dan mendadak akan menyebakan robekan retina.
Komplikasi Diabetes Melitus dan Peradangan yang terjadi pada mata juga
dapat mengakibatkan ablasio retina.
5. Manifestasi Klinis
8
Ablasi retina akan memberikan gejala terdapatnya:
1. gangguan penglihatan yang kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang
menutup.
2. Riwayat melihat benda mengapung atau pendaran cahaya(fotopsia) / light
flashes atau keduanya
3. Floater dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/rumah laba-laba
4. Pasien akan melihat bayangan berkembang atau tirai bergerak dilapang
pandang ketika retina benar-benar terlepas dari epitel berpigmen
5. Penurunan tajam pandangan sentral aau hilangnya pandangan sentral
menunjjukkan bahwa adanya keterlibatan makula
a. Retina lepas dengan robekan (rhegmatogenous)
Tanda klinisnya:
a. Ditemukan peninggian retina umumnya mulai dari perifer dan dapat
mencapai posterior pole dengan cairan di bawah retina.
b. Retina (yang lepas) tampak bergelombang (rugae), kadang ditemukan
perdarahan vitreus. Di vitreus ditemukan sel pigmen retina, tanda utama
adalah robekan retina dengan cairan di bawahnya.
c. Umumnya disertai dengan penurunan tekanan intraokuler.
d. Terkadang ditemukan afferent pupillary defect (APD).
e. Pada yang kronis sering ditemukan pigmen epitel retina berbentuk garis
lurus (demarcation line) membatasi antara daerah retina yang lepas
dengan yang masih melekat, atau pada yang berat ditemukan fibrosis
vitreus berat (proliferative vitreo-retinopathy) hingga perlekatan retina
hebat (star fold, napkins ring, fixed folds, subretinal bands).
b. Retina lepas akibat cairan serous di bawah retina tanpa robekan
(exudative)
Tanda klinisnya:
a. Ditemukan retina lepas dengan bentuk permukaan relatif mulus disertai
cairan di bawah retina.
b. Tidak ditemukan robekan retina.
c. Cairan subretina biasanya bullous dengan bentuk retina lepas sesuai
dengan posture atau posisi tubuh, prinsipnya adalah cairan mencari
tempat yang paling rendah.
9
d. Pemeriksaan APD (afferent pupillary defect) mungkin ditemukan.
c. Retina lepas karena tarikan akibat fibrosis vitreus seperti pada
proliferative diabetic retinopathy (PDR), retinopathy of prematurity
(tractional detachment). Disebut juga tractional
Tanda klinisnya:
a. Ditemukan retina lepas, umumnya tidak terlalu tinggi kecuali pada
riwayat neonatus prematur.
b. Retina yang lepas berhubungan dengan traksi atau fibrosis yang terjadi
di dalam vitreus, dengan detachmnet yang paling tinggi di tempat
perlekatan traksi/fibrosis.
c. Terkadang disertai dengan robekan retina akibat tarikan traksi/fibrosis.
d. Tanda lainnya dapat ditemukan sesuai dengan penyakit penyerta atau
yang mendasari.
6. Pemerikasaan Diagnostik
a. Pemeriksaan oftalmologi
10
Lapang pandangan normal adalah 90 derajat temporal, 50 derajat
atas, 50 derajat nasal dan 65 derajat ke bawah.
6. Pemeriksaan Penunjang
c. Scleral indentation
d. Goldmann triple-mirror
f. Tes refraksi
g. Respon refleks pupil
h. Gangguan pengenalan warna
11
i. Tekanan intraokuler,
Hasil Pemeriksaan:
1. Visus atau salah satu posisi lapang pandang memburuk.
2. Fundus refleks hilang
3. Retina terangkat, terlihat abu-abu, bergoyang-goyang.
4. Terkdang robekan retina berwarna merah dapat terlihat langsung pada
pemeriksaan funduskopi.
7. Penatalaksanaan
1. Retinopeksi pneumatik
12
Buckle biasanya berupa silicon berbentuk spons atau padat tergantung
dari lokasi dan jumlah robekan retina.Silikon tersebut dipasangkan
melingkari bola mata dengan tujuan membentuk cekukan kedalam pada
dinding bola mata untuk menutupi rongga yang terjadi akibat robeknya
retina.Jika robekan telah tertutup, maka cairan dalam retina akan
menghilang secara spontan dalam jangka waktu 1 – 2 hari.Prosedur ini
lebih sering dilakukan dengan anestesi lokal dan pasca operasi pasien
tidak harus dalam posisi tertentu pasien dapat melakukan aktivitas seperti
biasa kecuali aktivitas yang dapat melukai kepala.
3. Vitrektomi
1. Laser
13
menimbulkan jaringan parut yang mengikat pinggiran robekan dan
mencegah cairan lewat dan berkumpul di bawah retina.
2. Kriopeksi
b. Perawatan Preoperasi
c. Perawatan Postoperasi
Tanda vital dan TIO. Pemantauan tanda vital perlu dilakukan tiap 15-30 menit
(atau sesuai kebijakan rumah sakit) sampai kondisi klien stabil. Monitor TIO
minimal 24 jam secara ketat.
14
Visus tidak dapat kembali dengan segera karena pembengkakan post op dan efek
dilatasi tetes mata. Visus meningkat bertahap dalam beberapa minggu samapi
bulan. Jelaskan pada klien agar membatasi membaca dan menulis untuk
mencegah pergerakan mata yang berlebihan.
Posisi dan aktivitas klien. Posisi dan tingkat yang diizinkan setelah pembedahan
diberikan oleh dokter. Kepala diposisikan sedemikian rupa sehingga daerah yang
diperbaiki menggantung, mencegah dorongan gravitasi merusak daerah operasi.
Jika gas (sulfaheksafluorid) digunakan untuk membantu penyatuan retina
kembali, maka klien diatur dalam posisi yang memungkinkan gas mengangkat
retina. Pembatasan aktivitas yang sama juga dilakukan pada klien yang
menggunakan minyak silikon. Memposisikanklien pada abdomen dengan kepala
menoleh ke arah mata yang dioperasi sering dianjurkan, sehingga klien
berbaring dengan mata yang tidak dioperasi berada dibawah. Posisi ini
dipertahankan beberapa hari sampai gas diabsorpsi. Hindari gerakan
menghentakkan kepala ( menyisir rambut, membungkuk, mengejan, bersin,
batuk, muntah ) dan batasi aktivitas yang berlebihan hingga tercapai
penyembuhan. Perawat perlu membantu aktivitas sehari-hari klien untuk
mencegah hentakan atau pergerakan kepala yang berlebihan.
Medikasi. Klien kadang memerlukan antiemetik atau obat batuk yang yang
dianjurkan serta laksatif (jika perlu).
8. Komplikasi
Peningkatan TIO
15
Glaukoma
Infeksi
Ablasio koroid
b. Komplikasi lanjut
Infeksi
Lepasnya bahan buckling melalui konjungtiva atau erosi melalui bola mata
Diplopia
Kesalahan refraksi
c. Prognosis
Terapi yang cepat prognosis lebih baik. Prognosis lebih buruk bila mengenai
makula atau jika telah berlangsung lama. Jika makula melekat dan pembedahan
berhasil melekatkan kembali retina perifer, maka robekan l yang ebih luas pada vitreus
dapat dicegah .Jika makula lepas lebih dari 24 jam sebelum pembedahan, maka tajam
penglihatan sebelumnya mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.
16
kembali. Bila retina tidak dapat direkatkan kembali, maka mata akan terus menurun
penglihatannya dan akhirnya menjadi buta.
9. Pathway
Miopia Trauma Afakia (tidak Prosesus Degenerasi Tumor Penyakit
adanya lensa) peradanga okuler sistemik
n
Aliran darah
menuju ke mata
berkurang
Desakan pada retina/
Subretina
Bola mata terutama
retina tidak
mendapat nutrisi
Lepasnya retina (Ablasio
Retina)
Gangguan
penerimaan
rangsangan visual
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Anamnesis
18
menunjukan kebingungan, perubahan topik yang sering dan menanyakan
informasi secara berulang. Klien cemas juga dapat mengalami salah interpretasi
informasi. Mereka mungkin hanya mendengar sebagian dari apa yang dibicarakan
dan menerima keterangan yang diberikan dngan lambat. Kaji juga kemampuan
aktivitas sehari-hari klien.
Hilangnya Floater
lapang
pandang
Hilangnya penglihatan
19
Perubahan sensori preseptual
2. DS : Diabetic Retinopaty Perubahan
1. Pasien mengeluh tiba-tiba Sensori
melihat kilatan cahaya Jaringan fibrosis pada vitreus Preseptual
(Fotopsia) menarik lapisan retina sampai
2. Pasien mengatakan pernah terlepas dari lapisan pigmennya
memiliki riwayat kesehatan
diabetic neuropati Fotopsia (timbul kilatan cahaya)
3. Pasien mengeluh sering
melihat titik-titik hitam Lapisan retina robek dan kapiler
(Floater) darah terputus
DO :
1. Diabetic retinopathy Robekan retina dan sel darah merah
2. Didapatkan jaringan fibrous mengapung pada ruang vitreus.
pada vitreus. (floater).
3. Robekan retina dan sel-sel
darah merah mengapung di Gg. Penerimaan rangsangan visual
daerah viterus (pemerikasaan
funduskopi) Konservasi rangsangan ke bentuk
yang tidak dapat diintepretasikan
otak
Hilangnya penglihatan
20
(floater).
Hilangnya penglihatan
4. DS : Uveitis
1. Pasien mengatakan rasa perih
dan gatal-gatal pada mata Akumulasi cairan akibat proses
2. Pasien mengatakan sering peradangan
keluar air dari mata
3. Pasien mengeluh Cairan mendesak pada ruang
pandangannya kabur subretina
DO :
1. Pasien menderita uveitis Retina lepas dari lapisan berpigmen
kronis
2. Adanya robekan retina pada Hilangnya lapang pandang
ruang vitreus (pemeriksaan
funduskopi) Gg. Penerimaan rangsangan visual
Hilangnya penglihatan
Pascaoperasi
Intervensi :
Anjurkan pasien untuk bedrest dengan satu atau kedua mata ditutup.
22
Atur kepala agar rongga retina dalam posisi tidak menggantung.
Intervensi :
Intervensi :
23
4. Resiko cedera yang berhubungan dengan berkurangnya penglihatan dan perubahan
kedalaman persepsi.
Tujuan :
Intervensi :
Beritahu klien bahwa kedalaman persepsi akan berubah dan bantu klien
sesuai kebutuhan.
Bersihkan jalan yang dilewati klien dari benda-benda berbahaya jika klien
sudah diperbolehkan beraktivitas.
5. Kurang pengetahuan tentang perawatan diri dan aktivitas rutin pre dan pasca operasi
yang berhubungan dengan kurangnya informasi atau salah interpretasi informasi yang
didapat sebelumnya.
24
Intevensi:
Beritahu klien untuk lapor ke dokter mata jika ada gejalan robekan retina
yang berlanjut atau kegagalan penyatuan retina pada klien pasca operasi
(ditandai dengan melihat cahaya sperti kilat,titik-titik hitam didepan
mata,penglihatan kabur/adanya “tabir”pada lapang pandang).
Intevensi :
25
Intevensi :
Rasional: mengobati nyeri pada posisi yang tepat dan mencegah terjadinya
infeksi
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
26
Ablasio retina dapat terjadi pada seseorang dengan miopi tinggi,pasca
retinitis,afakia,komplikasi diabetes,dan trauma.Selain itu ablasio retina juga dapat
disebabkan karena adanya peradangan yang terjadi pada mata,serta adanya degenerasi
retina di bagian perifer.
4.2 Saran
27
DAFTAR PUSTAKA
Istiqomah, Ns.Indriana N, S.Kep . 2005. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata.
Jakarta: EGC
Ilyas, Sidarta. 2002. Ilmu Penyakit Mata: Edisi ke-2. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Tambajong, J., Brahm U., Pendit (ed). 2000. Oftalmologi Umum: Edisi ke-14. Jakarta:
Penerbit Widya Medika.
C. Smeltzer, Suzanne (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah (Brunner & Suddart) .
Edisi 8. Volume 3. EGC. jakarta
28
Anurogo, Dirto. Tips Praktis Mengenali Ablasi Retina. http://www.kabarindonesia.com.
Diakses 11 April 2008.
Sina, Ibnu.Ablasio Retina.http://www.wordpress..com.Diakses 4 juni 2008
29