Anda di halaman 1dari 19

Ablasio Retina dan

Katarak Komplikata

Dokter Pembimbing :
dr.Rastri Paramita, Sp M

Disusun oleh:
Fera Susanti 11.2015.069

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


PERIODE 27 AGUSTUS 2016 01 OKTOBER 2016
RUMAH SAKIT MATA DR YAP, YOGYAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
JAKARTA

I.

Pendahuluan
Retina merupakan lapisan membran neurosensoris dan merupakan lapisan ketiga
bola mata setelah sklera yang merupakan jaringan ikat dan jaringan uvea yang merupakan
jaringan vaskuler yang terdiri dari iris, badan siliar, dan koroid. Retina berbatas dengan
koroid dengan sel pigmen epitel retina. Antara retina dan koroid terdapat rongga yang
potensial yang bisa mengakibatkan retina terlepas dari koroid. Hal ini yang disebut sebagai
ablasio retina.1
Retina manusia merupakan suatu struktur yang sangat terorganisir, yang terdiri dari
lapisan-lapisan badan sel dan prosesus sinaptik. Walaupun ukurannya kompak dan tampak
sederhana apabila dibandingkan dengan struktur saraf misalnya korteks serebrum, retina
memiliki daya pengolahan yang sangat canggih. Pengolahan visual retina diuraikan oleh
otak, dan persepsi warna, kontras, kedalaman, dan bentuk berlangsung di korteks.
Pengolahan informasi di retina berlangsung dari lapisan fotoreseptor melalui akson sel
ganglion menuju ke saraf optikus dan otak.2

II.

Anatomi retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada
orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi
temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik
bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan
membrane Bruch, koroid dan sklera. Disebagian besar tempat, retina dan epitelium pigmen
retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada
ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina
saling melekat kuat sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal
ini berlawanan dengan ruang subkhoroid yang dapat terbentuk antara khoroid dan sklera
yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi koroid meluas melewati ora serrata,
dibawah pars plana dan pars plikata. Lapisan - lapisan epitel permukaan dalam korpus siliare
dan permukaan posterior iris merupakan perluasan ke anterior retina dan epitelium pigmen
retina. Permukaan dalam retina menghadap ke vitreus.2
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut:
1. Epitelium pigmen retina

Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri dari satu lapisan
sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris dengan inti di basal. Daerah
basal sel melekat erat membran Bruch dari koroid. Fotoreseptor dipelihara oleh epitel
pigmen retina, yang berperan pada proses penglihatan. Epitel pigmen ini bertanggung
jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin, mengurangi
hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan retina.
2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.
Sel-sel batang dan kerucut di laisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya
menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks
penglihatan ocipital. Fotoreseptor tersusun sehingga kerapatan sel-sel kerucut
meningkat di di pusat makula (fovea), dan kerapatan sel batang lebih tinggi di
perifer. Pigmen fotosensitif di dalam sel batang disebut rodopsin. Sel kerucut
mengandung tiga pigmen yang belum dikenali sepenuhnya yang disebut iodopsin
yang kemungkinan menjadi dasar kimiawi bagi tiga warna (merah,hijau,biru) untuk
penglihatan warna. Sel kerucut berfungsi untuk penglihatan siang hari (fotopik).
Subgrup sel kerucut responsif terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan
panjang (biru, hijau merah). Sel batang berfungsi untuk penglihatan malam
(skotopik). Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini terlihat beragam corak abuabu, tetapi warnanya tidak dapat dibedakan. Waktu senja (mesopik) diperantarai oleh
kombinasi sel kerucut dan batang.
3. Membrana limitans externa
4.
Lapisan inti luar
sel
5.

fotoreseptor,

Ini

terdiri

dari

inti

dari

batang dan kerucut.


Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan sambungan sel bipolar

dan sel horizontal dengan fotoreseptor .


6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
7. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan

sambungan sel

ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar .


8. Lapisan sel ganglion, Ini terutama mengandung sel badan sel ganglion (urutan kedua
neuron visual 7 pathway). Ada dua jenis sel ganglion.
9. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson akson sel ganglion yang berjalan
menuju ke nervus optikus.

10. Membrana limitans interna. Ini adalah lapisan paling dalam dan memisahkan retina
dari vitreous. Itu terbentuk oleh persatuan ekspansi terminal dari serat yang Muller,
dan pada dasarnyaa dalah dasar membran.3,4,5,6

Gambar 1.
Lapisan retina dari luar ke dalam3
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub posterior. Di
tengah tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula dapat didefinisikan
sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal (xantofil) yang
berdiameter 1,5 mm. Secara histologis makula merupakan bagian retina yang lapisan
ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah bagian yang
dibatasi oleh arkade arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah makula sekitar 3,5
mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea yang secara klinis jelas jelas merupakan
suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop.2
Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens. Secara histologi,
fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan lapisan parenkim
karena akson akson sel fotorreceptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik dan pergeseran
secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina. Foveola adalah
bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut dan bagian retina
yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini memberikan diskriminasi visual yang halus.
Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong potensial paling besar di makula dan
penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan di ekstrasel dapat menyebabkan daerah ini
menjadi tebal sekali.2

Gambar 2.
Anatomi makula 6
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria yang berada tepat diluar
membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina termasuk lapisan pleksiformis luar dan
lapisan inti luar, fotorreceptor, dan lapisan epitel pigmen retina serta cabang cabang dari arteri
sentralis retinae yang mendarahi dua pertiga sebelah dalam. Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh
khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki kalau retina mengalami
ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang yang
membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh khoroid dapat ditembus. Sawar
darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.2,3
III.

Definisi
Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik, yakni
lapisan fotoreseptor (sel kerucut dan batang) dan jaringan bagian dalam, epitel pigmen
retina dibawahnya. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan
membran Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat
suatu perlekatan struktural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik
lemah yang potensial untuk lepas secara embriologis. 7

Gambar 3. Ablasio retina 7


IV.

Epidemiologi
Penyebab The most common worldwide etiologic factors associated with retinal detachment are
myopia (ie, nearsightedness), aphakia, pseudophakia (ie, cataract removal with lens implant), and
traumpaling umum di seluruh dunia yang terkait dengan ablasio retina adalah miop, afakia,

pseudofakia, dan trauma. Approximately 40-50% of all patients with detachments have myopia,
30-40% have undergone cataract removal, and 10-20% have encountered direct ocular trauma.

Sekitar 40-50% dari semua pasien dengan ablasio memiliki miop, 30-40% mengalami
pengangkatan katarak, dan 10-20% telah mengalami trauma okuli. Traumatic detachments are
more common in young persons, and myopic detachment occurs most commonly in persons aged 2545 years.Dablasio ablasio retina yang terjadi akibat trauma lebih sering terjadi pada orang

muda, dan miop terjadi paling sering pada usia 25-45 tahun. Although no studies are available
to estimate incidence of retinal detachment related to contact sports, specific sports (eg, boxing and
bungee jumping) have an increased risk of retinal detachment. Meskipun tidak ada penelitian

yang menunjukkan untuk terjadinya ablasio retina yang berhubungan dengan olahraga
tertentu (misalnya, tinju dan bungee jumping) tetapi olahraga tersebut meningkatkan resiko
terjadinya ablasio retina.8
SexNo predilection exists; overall, incidence is unchanged even when corrections for the higher
rate of ocular trauma in men is considered. Kejadian ini tidak berubah ketika dikoreksi,

meningkat pada pria dengan trauma okuli.Of those younger than 45 years who have retinal
detachment, 60% are male and 40% are female. Ablasio retina pada usia kurang dari 45 tahun,

60% laki-laki dan 40% perempuan.


AgeAs

the

population

ages,

retinal

detachments

(RDs)

are

becoming

more

common.ablasiAblasio retina biasanya terjadi pada orang berusia 40-70 tahun. However,
paintball injuries in young children and teens are becoming increasingly common causes of eye
injuries, including traumatic retinal detachments. Namun, cedera paintball pada anak-anak dan

remaja merupakan penyebab umum dari cedera mata, yang termasuk ablasio retina
traumatik.9

V.

Pemeriksaan penunjang
USG mata
Ultrasonografi memakai prinsip sonar untuk meneliti struktur yang tidak terlihat
langsung. Gelombang suara berfrekeunsi tinggi dari sebuah transmitter khusus jaringan
sasaran. Sewaktu terpantul kembali dari berbagai komponen jaringan, gelombang suara
ditangkap kembali oleh penerima yang melipat gandakan dan menayangkan pada layar
osiloskop.

Angiografi fluoresensi
Kemampuan fotografi bayangan fundus dapat sangat diperbesar dengan fluorescein,
sebuah pewarna yang molekul-molekulnya memancarkan cahaya hijau bila dirangsang
dengan cahaya biru. Bila difoto, pewarna ini menonjolkan rincian vaskularisasi dan
antomi fundus. Angiografi fluorescein sudah menjadi keharusan untuk mendiagnosis dan
evaluasi pada banyak keadaan retina, karena dapat memetakan dengan teliti daerah
dengan kelainan. Penggulungan film bermotor dengan kecepatan tinggi memungkinkan
dibuat fotografi cepat secara berurutan selama pewarna mengalir melalui sirkulasi retina
dan koroid. Foto-foto fase awal merekam perfusi awal pewarna yang cepat ke koroid,
arteri retina dan vena retina. Foto fase lanjut, misalnya, memperlihatkan kebocoran
pewarna belakangan secara berangsur dari pembuluh darah yang abnormal. Cairan edema
ekstravaskular yang terpulas pewarna itu menetap sampai lama setelah fluorescein
intravaskular keluar dari mata.

Elektroretinogram
Mengukur respon listrik retina terhadap kilatan cahaya. Dengan mengubah-ubah
intensitas, panjang gelombang dan frekuensi stimulus cahaya dan merekam di bawah
kondisi adaptasi terang atau gelap, akan mengubah gelombang flash ERG dan
memungkinkan pemeriksaan fungsi fotoreseptor batang dan kerucut. Flash ERG adalah
suatu respon difus dari seluruh retina, karenanya hanya sensitive terhadap penyakit retina
yang tersebar luas dan umum, misalnya retinitis pigmentosa. Ketika pasien datang
dengan perdarahan vitreus atau katarak yang menghalangi visualisasi langsung ke retina,
maka pemeriksaan ultrasonografi kutub posterior diindikasikan. Kadang membedakan
ablasio retina regmatogenosa dan penebalan membran hialoid posterior yang terpisah

parsial dengan menggunakan ultrasonografi merupakan hal yang sulit. Pada kasus ini,
ERG merupakan pemeriksaan yang berguna bagi evaluasi ablasio retina regmatogenosa.
Bila respon elektrik dari retina lemah, retina mungkin mengalami ablasio.

VI.

Klasifikasi
Berdasakan penyebabnya ablasio retina dibagi menjadi:

1.

Ablasio Retina Primer (Ablasio Retina Regmatogenosa)


Ablasio regmatogenosa berasal dara kata Yunani rhegma, yang berarti diskontuinitas
atau istirahat . Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasi terjadi adanya robekan pada
retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel pigmen epitel dengan retina. Terjadi
pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreus) yang masuk melalui robekan atau
lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan terlepas dari lapis
epitel pigmen koroid. Ablasio regmantogenosa spontan biasanya didahului atau disertai oleh
pelepasan korpus vitreum posterior.8
Faktor predisposisi terjadinya ablasio retina regmatogenosa antara lain: 2
a.

Usia. Kondisi ini paling sering terjadi pada umur 40 60 tahun. Namun usia tidak
menjamin secara pasti karena masih banyak faktor yang mempengaruhi.

b. Jenis kelamin. Keadaan ini paling sering terjadi pada laki laki dengan perbandingan laki
: perempuan adalah 3 : 2
c. Miopi. Sekitar 40 persen kasus ablasio retina regmatogenosa terjadi karena seseorang
mengalami miop.
d. Afakia. Keadaan ini lebih sering terjadi pada orang yang afakia daripada seseorang yang
fakia. Pasien bedah katarak diduga akibat vitreus ke anterior selama atau setelah
pembedahan. Lebih sering terjadi setelah ruptur kapsul, kehilangan vitreus dan vitrektomi
anterior. Ruptur kapsul saat bedah katarak dapat mengakibatkan pergeseran materi lensa
atau sesekali, seluruh lensa ke dalam vitreus.
e. Trauma. Mungkin juga bertindak sebagai faktor predisposisi

f.

Posterior Vitreous Detachment (PVD). Hal ini terkait dengan ablasio retina dalam kasus
banyak.
Ablasio retina akan memberikan gejala prodromal terdapatnya gangguan penglihatan

yang kadang kadang terlihat sebagai tabir yang menutupi (floaters) akibat dari vitreous
cepat degenerasi dan terdapat riwayat adanya pijaran api (fotopsia) pada lapangan
penglihatan akibat sensasi berkedip cahaya karena iritasi retina oleh gerakan vitreous.1,3
Ablasi retina yang berlokalisasi di daerah superotemporal sangat berbahaya karena dapat
mengangkat macula. Penglihatan akan turun secara akut bila lepasnya retina mengenai
macula lutea. Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat retina yang terangkat berwarna
pucat dengan pembuluh darah diatasnya dan terlihat adanya robekan retina berwarna
merah. Bila bola mata bergerak akan terlihat retina yang lepas (ablasi) bergoyang. Kadang
kadang terdapat pigmen didalam badan kaca. Pada pupil terdapat adanya defek aferen pupil
akibat penglihatan menurun. Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila telah terjadi
neovaskuler glaucoma pada ablasi yang telah lama.1

Gambar 4.
Ablasio retina tipe regmatogenosa, arah panah menunjukkan horseshoe tear

Bentuk-bentuk degenerasi perifer yang menjadi faktor predisposisi ablasio retina antara
lain:
- Lattice degeneration
Merupakan jenis degenerasi yang berhubungan secara langsung dengan retinal detachment.
Degenerasi ini terjadi pada 8 % populasi. Biasanya terjadi bilateral dan lebih sering di daerah
temporal dan superior. Pada degenerasi jenis ini, terdapat diskontinuitas membran limitans
interna dengan lapisan neurosensorik retina yang mendasarinya.

Gambar 5
-

Snail track degeneration


Tanda dari degenarasi ini adalah retina berbentuk snowflakes
atau white frost like appearance. Terdapat gambaran pulau-pulau
yang biasanya lebih panjang dibandingkan pada lattice
degeneration yang berhubungan dengan likuifaksi vitreous.
Sering ditemukan pada mata miopi dan dapat berkaitan dengan atropic holes.

Gambar 6

Retinoschisis degeneration
Tipe ini terjadi pada sekitar 5% populasi diatas usia 20 tahun, biasanya mengenai dua mata.
Pada jenis ini, lapisan sensori retina terpisah menjadi 2 lapisan, yaitu lapisan luar (koroidal)
dan lapisan dalam (vitreus). Fungsi penglihatan menghilang total pada bagian yang terkena.
1,2,5

Patofisiologi
Ablasio retina regmatogenosa terjadi ketika gaya yang mencetuskan lepasnya perlekatan
retina-epitel pigmen melebihi gaya yang
mempertahankan perlekatan antara keduanya.
Faktor yang mempertahankan perlekatan retina
antara lain: tekanan hidrostatik, tekanan
onkotik,

dan

transpor

aktif.

Tekanan

hidrostatik di intraokular lebih tinggi pada

vitreus dibandingkan koroid. Namun tekanan onkotik koroid lebih tinggi dibanding vitreous.
Adanya pompa pada sel epitel pigmen retina secara aktif mentranspor larutan dari ruang
subretina ke koroid. Hasil dari aktivitas ketiga komponen tersebut yang mempertahankan
perlekatan retina.6

Gambar 7
Robekan retina terjadi sebagai akibat interaksi traksi dinamik vitreoretina dan kelemahan
retina perifer dengan predisposisi degenerasi. Seiring dengan pertambahan usia, akan terjadi
suatu proses likuifaksi (pencairan) vitreus akibat perubahan struktur molekulernya (dikenal
sebagai sineresis). Pada usia lanjut konsentrasi asam hyaluronat di dalam korpus vitreous
menurun, begitu pula dengan serabut-serabut kolagen di dalamnya. Jaring-jaring kolagen akan
kolaps dan memisahkan vitreous posterior dari membrans limitan interna sehingga menyebabkan
posterior vitreous detachment (PVD). Pada beberapa mata dengan sineresis akan terbentuk
lubang pada korteks vitreous posterior yang tipis. Cairan tersebut akan merembes melalui lubang
ini kedalam ruang retrohyaloid. Proses ini juga akan memisahkan permukaan vitreous posterior
dari membran limitans interna sampai tepi posterior vitreous base (dikenal sebagai PVD).
Setelah terjadi PVD, retina tidak dilindungi oleh korteks vitreous yang stabil. Tarikan vitreus
pada perlekatan vitreoretina dapat menyebabkan robekan pada retina. Setelah terjadi robekan,
cairan synchytic pada ruang retrohyaloid dapat mencapai celah subretina. Akumulasi cairan di

rongga subretina menyebabkan terpisahnya lapisan neurosensorik dari lapisan epitel pigmen
retina.2,5

2.

Ablasio Retina Sekunder (Non regmatogenosa)


i.

Ablasio Retina Eksudatif


Ablasio retina eksudatif terjadi akibat adanya penimbunan cairan eksudat di bawah
retina (subretina) dan mengangkat retina. Penimbunan cairan subretina terjadi akibat
ekstravasasi cairan dari pembuluh retina dan koroid. Penyebab Ablasio retina eksudatif
dibagi menjadi dua yaitu penyakit sistemik yang meliputi Toksemia gravidarum,
hipertensi renalis, poliartritis nodosa. Sedangkan penyakit mata meliputi akibat inflamasi
(skleritis posterior, selulitis orbita), akibat penyakit vascular (central serous retinophaty,
and axudative retinophaty of coats, akibat neoplasma (malignant neoplasma koroid dan
retinoblastoma), akibat perforasi bola mata pada operasi intraokuler.1
Gejala klinis ablasio retina eksudatif antara lain:3
a. Tidak adanya photopsia, lubang / air mata, lipatan dan undulations.
b. Ablasio retina eksudatif halus dan cembung. Pada puncak tumor itu biasanya
bulat dan tetap dan bisa menunjukkan gangguan pigmen.
c. Kadang-kadang, pola pembuluh retina mungkin terganggu akibat adanya
neovaskularisasi di puncak tumor.
d. Pergeseran cairan ditandai dengan mengubah posisi daerah terpisah dengan
gravitasi adalah ciri khas yang dari detasemen retina eksudatif.
e. Pada tes transillumination satu ablasio sederhana muncul transparan
sedangkan ablasio padat.
Gambar 8.
Ablasio retina tipe eksudatif akibat dari hasil metastase karsinoma payudara 6

ii.

Ablasio retina traksi


Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada
korpus vitreus (badan kaca). Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat
disebabkan diabetes melitus proliferative, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah
atau infeksi. Tipe ini juga dapat terjadi sebagai komplikasi dari ablasio retina regmatogensa.1
Ablasio retina tipe regmatogenosa yang berlangsung lama akan membuat retina semakin
halus dan tipis sehingga dapat menyebabkan terbentuknya proliferatif

vitreoretinopathy

(PVR) yang sering ditenukan pada tipe Regmetogenosa yang lama. PVR juga dapat terjadi
kegagalan dalam penatalaksanaan ablasio retina regmatogenosa. Pada PVR, epitel pigmen
retina, sel glia, dan sel lainya yang berada di dalam maupun di luar retina pada badan vitreus
akan membentuk membrane. Kontraksi dari membrane tersebut akan menyebabkan retina
tertarik ataupun menyusut, sehingga dapat mengakibatkan terdapatnya robekan baru atau
brkembang menjadi ablasio retina traksi.6

Gambar 9.
Ablasio retina traksi dengan proliferatif vitreoretinopati 6

VII.

Diagnosis
Ablasio retina ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan oftalmologi dan
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Gejala umum pada ablasio retina yang sering dikeluhkan penderita adalah:

a. Floaters (terlihatnya benda melayang laying) yang terjadi karena adanya


kekeruhan di vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi
vitreus itu sendiri.3
b. Photopsi/light flashes (kilatan cahaya), tanpa adanya sumber cahaya di sekitarnya,
yang umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau
dalam keadaan gelap.3
c. Penurunan tajam penglihatan, penderita mengeluh penglihatannya sebagian
seperti tertutup tirai yang semakin lama semakian luas. Pada keadaan yang telah
lanjut, dapat terjadi penurunan tajam penglihatan yang berat.3
Pada ablasio regmatogenosa, pada tahap awal masih relative terlokalisir, tetapi
jika hal tersebut tidak diperhatikan oleh penderita maka akan berkembang menjadi lebih
berat jika berlangsung sedikit sedikit demi sedikir menuju ke arah makula. Keadaan ini
juga tidak menimbulkan rasa sakit tiba- tiba kehilangan penglihatan terjadi ketika
kerusakannya sudah parah. Pasien seperti biasanya mengeluhkan kemunculan tiba tiba
awan gelap atau kerudung didepan mata.3
Selain itu perlu di anamnesa adanya faktor predisposisi yang menyebakan teradi
ablasio retina seperti adanya riwayat trauma, riwayat pembedahan sebelumnya seperti
ekstraksi katarak, pengangkatan korpus alienum inoukler, riwayat penyakit mata
sebelumnya (uveitis, perdarahan vitreus, amblopia, galukoma, dan retinopati diabetik).
Riwayat keluarga dengan sakit mata yang sama serta penyakit serta panyakit sistemik
yang berhubungan dengan ablasio retina (diabetes melitus, tumor, sickle cell leukimia,
eklamsia, dan prematuritas).1,2,3
2. Pemeriksaan oftalmoskopi
Adapun tanda tanda yang dapat ditemukan pada keadaan ini antar lain :
a. Pemeriksaan visus. Dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya
makula lutea atau kekeruhan media refrakta atau badan kaca yang menghambat
sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat terganggu bila makula lutea ikut
terangkat. 3
b. Tekanan intraokuler biasanya sedikit lebih atau mungkin normal.
c. Pemeriksaan funduskopi. Merupakan salah satu cara terbaik untuk mendiagnosa
ablasio retina dengan menggunakan oftalmoskop indirek binokuler. Pada
pemeriksaan ini retina yang mengalami ablasio tampak sebagai membran abu

abu merah muda yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat
akumulasi cairan pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi retina
ketika mata bergerak. Pembuluh darah retina yang terlepas dari dasarnya
berwarna gelap, berkelok kelok dan membengkok di tepi ablasio. Pada retina
yang terjadi ablasio telihat lipatan lipatan halus. Satu robekan pada retina
terlihat agak merah muda karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. 3
d. Electroretinography (ERG) adalah dibawah normal atau tidak ada.
e. Ultrasonography mngkonfirmasikan diagnosis. Ini adalah nilai khusus pada
pasien media berkabut terutama dihadapan padat katarak.3

VIII.

Penatalaksanaan
Tujuan utama bedah ablasi adalah untuk menemukan dan memeperbaiki semua
robekan retina, digunakan krioterapi atau laser untuk menimbulkan adhesi antara epitel
pigmen dan retina sensorik sehingga mencegah influks cairan lebih lanjut kedalam ruang
subretina, mengalirkan cairan subretina ke dalam ke luar, dan meredakan traksi vitreoretina.2,3
Penatalaksanaan pada ablasio retina adalah pembedahan. Prinsip bedah pada
ablasio retina yaitu 6
1. Menemukan semua bagian yang terlepas
2. Membuat iritasi korioretinal pada sepanjang masing-masing daerah retina yang
terlepas.
3. Menguhubungkan koroid dan retina dalam waktu yang cukup untuk menghasilkan
adhesi dinding korioretinal yang permanen pada daerah subretinal.
Pada pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara :
1. Scleral buckling
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina rematogenosa terutama
tanpa disertai komplikasi lainnya. Prosedur meliputi lokalisasi posisi robekan retina,
menangani robekan dengan cryoprobe, dan selanjutnya dengan scleral buckle (sabuk). Sabuk
ini biasanya terbuat dari spons silikon atau silikon padat. Ukuran dan bentuk sabuk yang
digunakan tergantung posisi lokasi dan jumlah robekan retina. Pertama tama dilakukan
cryoprobe atau laser untuk memperkuat perlengketan antara retina sekitar dan epitel pigmen
retina. Sabuk dijahit mengelilingi sklera sehingga terjadi tekanan pada robekan retina

sehingga terjadi penutupan pada robekan tersebut. Penutupan retina ini akan menyebabkan
cairan subretinal menghilang secara spontan dalam waktu 1-2 hari. 2,3,6

Gambar 10.
Spons silikon dijahit pada bola mata untuk menekan sklera di atas robekan retina setelah drainase cairan
sub retina dan dilakukan crioterapi 10

Gambar 11.
Penekanan yang didapatkan dari spons silikon, retina sekarang melekat kembali dan traksi pada robekan
retina oleh vitreus dihilangkan 10

2. Retinopeksi pneumatik
Retinopeksi pneumatik merupakan metode yang juga sering digunakan pada ablasio
retina regmatogenosa terutama jika terdapat robekan tunggal pada bagian superior retina.
Teknik pelaksanaan prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas ke dalam
rongga vitreus. Gelembung gas ini akan menutupi robekan retina dan mencegah pasase cairan
lebih lanjut melalui robekan. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas, cairan
subretinal biasanya akan hilang dalam 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatkan dengan
kriopeksi atau laser sebelum gelembung disuntikkan. Pasien harus mempertahankan posisi

kepala tertentu selama beberapa hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan
retina.3,6

Gambar 12.
Setelah pengangkatan gel vitreus pada drainase cairan sub retina, gas fluorokarbon inert disuntikan ke
dalam rongga vitreus 10

3.Vitrektomi
Merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes, dan juga
pada ablasio regmatogenosa yang disertai traksi vitreus atau perdarahan vitreus. Cara
pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada dinding bola mata kemudian
memasukkan instruyen ing cavum vitreous melalui pars plana. Setelah itu dilakukan vitrektomi
dengan vitreus cutre untuk menghilangkan berkas badan kaca (viteuos stands), membran, dan
perleketan perleketan. Teknik dan instruyen yang digunakan tergantung tipe dan penyebab
ablasio. Lebih dari 90% lepasnya retina dapat direkatkan kembali dengan teknik-teknik bedah
mata modern, meskipun kadang- kadang diperlukan lebih dari satu kali operasi.3,6
IX.

Komplikasi Operasi
Komplikasi dapat terjadi pada semua operasi ,termasuk operasi vitreoretinal . Operasi hanya

akan dilakukan apabila diperkirakan sebelumnya bahwa resiko komplikasi akibat operasi adalah
lebih kecil dibanding dengan kemungkinan penyelamatan penglihatan kalau operasi berhasil .
Contoh komplikasi yang dapat terjadi setelah operasi vitreoretinal :

1.
2.
3.
4.

Infeksi
Perdarahan
Ablatio retina baru , sebagai komplikasi operasi
Glaukoma

5.

Katarak

Akibat komplikasi yang tersebut di atas , bisa saja tajam penglihatan setelah operasi menjadi
lebih buruk dibanding dengan tajam penglihatan sebelum operasi .
X.

Prognosis
Prognosis dari penyakit ini berdasarkan pada keadaan makula sebelum dan sesudah

operasi serta ketajaman visualnya. Jika, keadaannya sudah melibatkan makula maka akan sulit
menghasilkan hasil operasi yang baik, tetapi dari data yang ada sekitar 87 % dari operasi yang
melibatkan makula dapat mengembalikan fungsi visual sekitar 20/50 lebih kasus diman makula
yang terlibat hanya sepertiga atau setengah dari makula tersebut.6
Pasien dengan ablasio retina yang melibatkan makula dan perlangsungannya kurang dari
1 minggu, memiliki kemungkinan sembuh post operasi sekitar 75 % sedangkan yang
perlangsungannya 1-8 minggu memiliki kemungkinan 50 %.3
Dalam 10-15 % kasus yang dilakukan pembedahan dengan ablasio retina yang
melibatkan makula, kemampuan visualnya tidak akan kembali sampai level sebelumnya
dilakukannya operasi. Hal ini disebabkan adanya beberpa faktor seperti irreguler astigmat akibat
pergeseran pada saat operasi, katarak progresif, dan edema makula. Komplikasi dari pembedahan
misalnya adanya perdarahan dapat menyebabkan kemampuan visual lebih menurun.6

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2010. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta. p.1-10, 183-6
2. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General ophthalmology)
edisi 17. EGC: Jakarta. p. 12-199

3. Khurana. Diseases of retina in comprehensive ophthalmology 4 th edition. New Age


International Limited Publisher: India. p. 249- 279.
4. Junqueira LC, Jose C. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta: EGC; 2007. Hal.
470-464
5. Reynolds,J. Olitsky,S. Anatomy and Physiology of Retina In : Pediatric retina. 2011.
Springer-verlag : Berlin Heidelberg. Page 39-50.
6. American Academy Ophtalmology. Retina and Vitreous: Section 12 2007-2008.
Singapore: ; 2008. p. 9-299
7. Lang, GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition.
2006.Thieme. Germany. p. 305-344.
8. Sundaram venki. Training in Ophthalmology. 2009. Oxford university press: New York.
P.118-119
9. Larkin, L. Gregory. Retinal Detachment.[serial online] 8th septembe 2010 [cited 19th June
2012]. Available from : http//emedicine.medscape.com/article/1226426
10. James, Bruce, dkk. Oftalmologi Lecture Notes. 2003. Erlangga: Jakarta. p. 117

Anda mungkin juga menyukai