Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


PADA PASIEN DENGAN ABLASIO RETINA
DIRUANG BEDAH MELATI RSUD DR SOETOMO SURABAYA

DISUSUN OLEH :
AFIFA DWI MAS’UDAH
NIM : P27820715011

KEMENTRIAN KESEHATAN REPULNIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURABAYA
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI DIV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
2017-2018
LAPORAN PENDAHULUAN

ABLASIO RETINA (RETINAL DETACHMENT)

A. Pengertian
Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik, yakni lapisan
fotoreseptor (sel kerucut dan batang) dan jaringan bagian dalam, epitel pigmen retina
dibawahnya. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membrane
Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu
perlekatan structural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah
yang potensial.

Gambar 3.
Ablasio retina (4)

B. Anatomi Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada
orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi
temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik
bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan
membrane Bruch, koroid dan sklera. Disebagian besar tempat, retina dan epitelium pigmen
retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada
ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina
saling melekat kuat sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal
ini berlawanan dengan ruang subkhoroid yang dapat terbentuk antara khoroid dan sklera
yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi koroid meluas melewati ora serrata,
dibawah pars plana dan pars plikata. Lapisan - lapisan epitel permukaan dalam korpus
siliare dan permukaan posterior iris merupakan perluasan ke anterior retina dan epitelium
pigmen retina. Permukaan dalam retina menghadap ke vitreus.2
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut:
1. Epitelium pigmen retina
Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri dari satu
lapisan sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris dengan inti di basal.
Daerah basal sel melekat erat membran Bruch dari koroid. Fotoreseptor dipelihara
oleh epitel pigmen retina, yang berperan pada proses penglihatan. Epitel pigmen ini
bertanggung jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin,
mengurangi hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan
retina.3, 4, 5
2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.
Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya
menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks
penglihatan ocipital. Fotoreseptor tersusun sehingga kerapatan sel-sel kerucut
meningkat di di pusat makula (fovea), dan kerapatan sel batang lebih tinggi di
perifer. Pigmen fotosensitif di dalam sel batang disebut rodopsin. Sel kerucut
mengandung tiga pigmen yang belum dikenali sepenuhnya yang disebut iodopsin
yang kemungkinan menjadi dasar kimiawi bagi tiga warna (merah,hijau,biru) untuk
penglihatan warna. Sel kerucut berfungsi untuk penglihatan siang hari (fotopik).
Subgrup sel kerucut responsif terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan
panjang (biru, hijau merah). Sel batang berfungsi untuk penglihatan malam
(skotopik). Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini terlihat beragam corak
abu-abu, tetapi warnanya tidak dapat dibedakan. Waktu senja (mesopik) diperantarai
oleh kombinasi sel kerucut dan batang.
3. Membrana limitans externa
4 Lapisan inti luar sel fotoreseptor, Ini terdiri dari inti dari
batang dan kerucut
5. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel bipolar
dan sel horizontal dengan fotoreseptor .
6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
7. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan – sambungan sel
ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
8. Lapisan sel ganglion, Ini terutama mengandung sel badan sel ganglion (urutan kedua
neuron visual 7 pathway). Ada dua jenis sel ganglion
9. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang berjalan
menuju ke nervus optikus
10. Membrana limitans interna. Ini adalah lapisan paling dalam dan memisahkan retina
dari vitreous. Itu terbentuk oleh persatuan ekspansi terminal dari serat yang Muller,
dan pada dasarnya adalah
dasar membrane

Gambar 1.
Lapisan retina dari luar ke dalam (3)

Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub posterior.
Di tengah – tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula dapat
didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal
(xantofil) yang berdiameter 1,5 mm. Secara histologis makula merupakan bagian retina
yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah
bagian yang dibatasi oleh arkade – arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah
makula sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea yang secara klinis
jelas – jelas merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat
dengan oftalmoskop
Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens. Secara histologi,
fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan – lapisan
parenkim karena akson – akson sel fotorreceptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik dan
pergeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina.
Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut
dan bagian retina yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini memberikan
diskriminasi visual yang halus. Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong potensial
paling besar di makula dan penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan di ekstrasel
dapat menyebabkan daerah ini menjadi tebal sekali.
Gambar 2.
Anatomi makula
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria yang berada tepat diluar
membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina termasuk lapisan pleksiformis luar
dan lapisan inti luar, fotorreceptor, dan lapisan epitel pigmen retina serta cabang – cabang
dari arteri sentralis retinae yang mendarahi dua pertiga sebelah dalam. Fovea sepenuhnya
diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki
kalau retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang
tidak berlubang yang membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh khoroid
dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen
retina.
C. Etiologi
Rhegmatogen retinal detachment terjadi karena lubang atropic pada retina atau robekan
pada retina yang disebabkan karena tekanan mekanik. Traksi detachment terjadi karena
kontraksi dari katan serabut vitreus yang menarik retina dari epitel pigmen.
Eksudat detachment terjadi sebagai hasil dari cairan yang terkumpul dalam lapisan sub
retinal yang terjadi karena terpisahnya retina dengan epitel pigmen.
D. Patofisiologi
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel
optic embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur dapat
terpisah :
1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga viterus yang mengalami likuifikasi dapat
memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio
regmatogenosa)
2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya
pada retinopati proliferative pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional)
3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat
proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina
eksudatif
Ablasio retina idiopatik (rehmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan
retina atau lubang retina. Sering terjadi pada myopia, pada usia lanjut, dan pada
mata afakia. Perubahan yang merupakan faktor predisposisi adalah degenerasi retina
perifer, pencairan sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah retina
tertentu, cedera dan sebagainya.
Perubahan degenerative retina pada myopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid.
Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi
pada miopia karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan
ini terutama terjadi di darah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina.
Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10-15 tahun lebih awal dari pada mata
emetropia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari semua mata afaksia, yang berarti 100
kali lebih sering dari pada mata fakia.
Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata myopia satu dasarwasa
lebih awal dari pada mata normal. Depolimerasasi menyebabkan penurunan daya ikat
air dari asam hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan
terjadi pencairan sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan
kaca kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca
tidak menekan retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan
kaca menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya
terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sesudah
ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata bahkan akan
lebih kuat lagi. Sekali terjadi robekan retina, cairan akan menyusup dibawah retina
sehingga neuropitel akan terlepas dari epitel pigmen dan koroid.
E. Pathway

Perubahan degenerative dalam


Inflamasi intraokuler/tumor viterus

Peningkatan cairan eksudatif/serosa Konsentrasi asam


Hidlorunat
berkurang
Vitreus menjadi makin cair

Vitreus kolaps dan


Tarikan retina
bengkak ke depan

Pembatasan aktifitas
robekan retina Resiko infeksi

ADL
Nyeri
sel-sel retina dan darah
terlepas

retina terlepas dari epitel berpigmen

Penurunan tajam pandang sentral

ditandai dengan :

1. Floater dipersepsikan sebagai titik


hitam kecil/rumah laba-laba
2. Bayangan berkembang/tirai bergerak
dilapang pandang

Gangguan persepsi Ansietas Resiko Defisit


sensori cidera Perawatan diri
F. Klasifikasi
1. Ablasio retina regmatogenosa
Pada ablasio retina regmatogenosa dimana ablasio terjadi akibat adanya robekan
retina sehingga cairan masuk ke belakang anatara sel pigmen epitel dengan retina.
Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair (fluid vitreous) yang masuk melalui
robekan atau lubang pada retina ke rongga subretina sehingga mengapungkan retina dan
terlepas dari lapis epitel pigmen koroid.
Ablasio retina akan memberikan gejala terdapatnya gangguan penglihatan yang
kadang-kadang terlihat sebagai tabir yang menutup. Terdapatnya riwayat adanya pijaran
api (fotopsia) pada lapangan penglihatan
Ablasio retina yang berlokalisasi di daerah supratemporal sangat berbahaya
karena dapat mengangkat macula. Penglihatan akan turun secara akut pada ablasio
retina bila dilepasnya retina mengenai macula lutea. Pada pemeriksaan funduskopi akan
terlihat retina yang terangkat berwarna puvat dengan pembuluh darah di atasnya dan
terlihat adanya robekan retina berwarna merah.Bila bola mata bergerak akan terlihat
retina yang lepas (ablasio) bergoyang. Kadang-kadang terdapat pigmen didalam badan
kaca. Pada pupil terlihat adanya defek eferen pupil akibat penglihatan menurun.
Tekanan bola mata rendah dan dapat meninggi bila terjadi neovaskular galukoma pada
ablasio yang telah lama.
2. Ablasio retina tarikan atau traksi
Pada ablasio ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada
badan kaca yang akan mengakibatkan ablasio retina dan penglihatan turun tanpa rasa
sakit. Pada badan kaca terdapat jaringan fibrosis yang dapat disebabkan diabetes
mellitus poliferatif, trauma, dan perdarahan badan kaca akibat bedah atau infeksi.
Ablasio retina traksi dengan proliferatif vitreoretinopati
3. Ablasio retina eksudatif
Ablasio retina eksudatif adalah ablasio yang terjadi akibat tertimbunnya eksudat
dibawah retina dan mengankat retina. Penimbunan cairan subretina sebagai akibat
keluarnya cairan dari pembuluh darah retina dan koroid (ekstravasasi). Hal ini
disebabkan penyakit koroid. Pada ablasio tipe ini penglihatan dapat berkurang dari
ringan sampai berat. Ablasio ini dapat hilang atau menetap bertahun-tahun setelah
penyebabnya berkurang atau hilang.
G. Manifestasi Klinis
1. Floaters (terlihat benda melayang-layang) yang terjadi karena adanya kekeruhan di
vitreus oleh adanya darah, pigmen retina yang lepas atau degenerasi vitreus itu sendiri
2. Fotopsia/light flashers (kilatan cahaya) tanpa adanya cahaya disekitarnya, yang
umumnya terjadi sewaktu mata digerakkan dalam keremangan cahaya atau dalam
keadaan gelap
3. Penurunan tajam penglihatan (Penglihatannya sebagian seperti tertutup tirai yang
semakin lama semakin luas) Pada keadaan yang lebih lanjut dapat terjadi penurunan
tajam penglihatan yang lebih berat
H. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan oftalmologi
a. Pemeriksaan visus (dapat terjadi penurunan tajam penglihatan akibat terlibatnya
makula lutea ataupun terjadi kekeruhan media penglihatan atau badan kaca yang
menghambat sinar masuk. Tajam penglihatan akan sangat menurun bila makula lutea
ikut terangkat)
b. Pemeriksaan lapang pandang (akan terjadi lapang pandang seperti tertutup tabir dan
dapat terlihat skotoma relative sesuai dengan kedudukan ablasio retina, pada
lapangan pandang akan terlihat pijaran api seperti halilitar kecil dan fotopsia)
c. Pemeriksaan funduskopi yaitu salah satu cara terbaik untuk mendiagnosis ablasio
retina dengan menggunakan binokuler indiriek oftalmoskopi. Pada pemeriksaan ini
ablasio retina dikenal dengan hilangnya reflex fundus dan pengangkatan retina.
Retina tampak keabu-abuan yang menutupi gambaran vaskuler koroid. Jika terdapat
akumulasi cairan bermakna pada ruang subretina, didapatkan pergerakkan undulasi
retina ketika mata bergerak. Suatu robekan pada retina terlihat agak merah muda
karena terdapat pembuluh koroid dibawahnya. Mungkin didapatkan debris terkait
pada vitreus yang terdiri dari darah dan pigmen atau ruang retina dapat ditemukan
mengambang bebas
2. Pemeriksaan laboratorium
dilakukan untuk mengetahui adanya penyakit penyerta antara lain glaucoma, diabetes
mellitus, maupun kelainan darah.
3. Pemeriksaan ultrasonografi
ocular B-scan ultrasonografi juga digunakan untuk mendiagnosis ablasio retina dan
keadaan patologis lain yang menyertainya. Selain itu ultrasonografi juga digunakan
untuk mengetahui kelainan yang menyebabkan ablasio retina eksudatif misalnya tumor
dan posterior skleritis
I. Penatalaksanaan medis
Prinsip penatalaksanaan pada ablasio retina adalah untuk meletakkan kembali neurosensorik
ke lapisan epitel pigmen retina. Penanganannya dilakukan dengan pembedahan,
pembedahan ablasio retina dapat dilakukan dengan cara
1. Retinopeksi pneumatic
Retino pneumatic merupakan cara yang paling banyak pada ablasio retina
regmatogenosa terutama jika terdapat tunggal superior retina. Teknik pelaksanaan
prosedur ini adalah dengan menyuntikkan gelembung gas kedalam vitreus. Gelembung
gas ini akan menutupi robekan retina. Jika robekan dapat ditutupi oleh gelembung gas,
cairan subretinal akan menghilang 1-2 hari. Robekan retina dapat juga dilekatlan dengan
kryopeksi sebelum balon disuntikkan. pasien harus mempertahankan posisi head precise
selama 7-10 hari untuk meyakinkan gelembung terus menutupi robekan retina.
2. Scleral buckle
Metode ini paling banyak digunakan pada ablasio retina regmatogenosa terutama tanpa
disertai komplikasi lainnya. Ukuran dan bentuk sabuk yang digunakan tergantung lokasi
dan jumlah robekan retina. sabuk ini biasanya terbuat dari spins silicon atau silicon
padat. Pertama-tama dilakukan kryopeksi atau laser untuk meperkuat perlengketan
anatara retina sekitar dan epitel pigmen retina. Sabuk dijahit mengelilingi sclera
sehingga terjadi tekanan pada robekan cairan subretinal sehingga terjadi penutupan pada
robekan tersebut. Penutupan retina ini kan menyebabkan cairan subretinal menghilang
secara spontan dalam waktu 1-2 hari.
3. Virektomi
Virektomi merupakan cara yang paling banyak digunakan pada ablasio akibat diabetes,
ablasio regmatogenosa yang disertai traksi viterus atau hemoragik viterus. Cara
pelaksanaannya yaitu dengan membuat insisi kecil pada bola mata kemudian
memasukkan instrumen hingga ke cavummelalui pars plana. setelah itu pemotongan
vitreus. teknik dan instrument yang digunakan tergantung tipe dan penyebab ablasio.
J. Komplikasi
Penurunan ketajaman penglihatan dan kebutaan merupakan komplikasi yang paling
umum terjadi pada ablasio retina. Penurunan penglihatan terhadap gerakan tangan atau
persepsi cahaya adalah komplikasi yang sering dari ablasio retina yang melibatkan makula
Jika retina tidak berhasil dilekatkan kembali dan pembedahan mengalami komplikasi,
maka dapat timbul perubahan fibrotik pada vitreous (vitrioretinopati proliferative, PVR)
PVR dapat menyebabkan traksi pada retina dan ablasio retina lenih lanjut.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

ABLASIO RETINA (RETINAL DETACHMENT)

I. PENGKAJIAN
a. Identitas
Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pekerjaan, alamat,
nomor registrasi, tanggal mrs
b. Riwayat keluhan utama
Menanyakan kepada klien apakah keluhan utama yang dirasakan saat dilakukan
pengkajian
c. Upaya yang telah dilakukan
Mengkaji upaya dan tindakan yang telah dilakukan dilakukan pasien untuk mengatasi
keluhan yang dirasakan baik sebelum atau selama masuk rumah sakit
d. Terapi/operasi yang perna dilakukan
Menanyakan kepada klien apakah pernah melakukan terapi dan operasi, apabila pernah
terapi/operasi apa yang pernah dilakukan pasien tersebut
e. Riwayat kesehatan
1. Riwayat penyakit sebelumnya
Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien yang berhubungan dengan
timbulnya ablasio retina yaitu adanya miopi tinggi, retinopati, trauma pada mata.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada penglihatan seperti
penglihatan kabur, melihat kilatan–kilatan kecil, adanya tirai hitam yang menutupi
area penglihatan, adanya penurunan tajam penglihatan.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga lain yang mengalami penyakit seperti yang dialami pasien
dan miopi tinggi.
4. Keadaan kesehatan lingkungan
Data ini berisikan bagaimana lingkungan yang ditempati oleh klien
5. Alergi
Mengkaji klien apakah selama ini mempunyai riwayat alergi yang diderita seperti
alergi makanan atau obat
6. Genogram
Pada data ini berisikan data keluarga klien
II. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Bagian ini mengkaji pasien secara umum, seperti
1. keadaan penyakit (ringan/sedang/berat/akut/kronik)
2. Tingkat kesadaran pasien
3. Karakteristik suara bicara
4. Pernafasan, suhu tubuh, nadi, tekanan darah, dan nyeri
2. B1 (Breathing)
Tampak lelah, tidak menggunakan alat bantu pernafasan, tidak ada suara tambahan,
respirasi normal.
3. B2 (Blood)
Tekanan darah normal, nadi normal, terlihat pucat
4. B3 (Brain)
Terlihat cemas dan takut, kesadaran komposmetis, melihat cahaya yang terang dan
bintik bintik hitam yang berterbangan diruang pandang, dan melihat tirai yang
menutupi lapang pandang
5. B4 (Bladder)
Tidak ada gangguan perkemihan
6. B5 (Bowel)
BB menurun, anorexia
7. B6(Bone)
Terlihat lelah dan banyak istirahat
III. Pola-pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana persepsi pasien tentang hidup sehat, apakah klien menggunakan alcohol,
tembakau, dan pola olahraga, dan bagaimana status ekonomi pasien
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Dikaji pola dan porsi makan pasien setiap harinya, bagaimana nafsu makan pasien
apakah ada mual, muntah/alergi
c. Pola eliminasi
Dikaji kebiasaan defekasi dan miksi, warna dan konsentrasi, frekuensi, kualitas atau
jumlah
d. Pola tidur dan istirahat
Dikaji berapa lama tidur, kebiasaan disaat tidur dan gangguan selama tidur sebelum
pelaksanaan operasi dan setelah palaksanaan operasi. Juga dikaji bagaimana pola
tidur dan istirahat selama masuk rumah sakit.
e. Pola aktifitas dan latihan
Apa saja kegiatan sehari-hari pasien sebelum masuk rumah sakit. Juga ditanyakan
aktifitas pasien selama di rumah sakit, sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
f. Pola hubungan dan peran
Bagaimana hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya. Apakah peranan pasien
dalam keluarga dan masyarakat. Juga ditanyakan bagaimana hubungan pasien dengan
pasien lain dirumah sakit,sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana body image, harga diri, ideal diri, dan identitas diri pasien. Apakah ada
perasaan negatif terhadap dirinya. Juga bagaimana pasien menyikapi kondisinya
setelah palaksanaan operasi.
h. Pola sensori dan kognitif
Bagaimana daya penginderaan yang dirasakan pasien. Bagaimana cara berpikir dan
jalan pikiran pasien.
i. Pola reproduksi seksual
Dikaji bagaimana kualitas hubungan dengan partner, kaji pula bagaimana
pengetahuan dan sikap klien terhadap seksualitas, fungsi, dan program seksual
j. Pola penanggulangan stress
Bagaimana pasien memecahkan masalah yang dihadapi dan stressor yang paling
sering muncul pada pasien.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Dikaji bagaimana kepercayaan klien terhadap agama, dampak keyakinan terhadap
upaya penyembuhan, dan dampak sakit terhadap ritualitas
IV. Diagnosa keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin ditemukan pada pasien Ablatio Retina
A. Pre Operatif
1. Gangguan persepsi sensori penglihatan behubungan dengan robeknya retina
2. Ansietas berhubungan dengan penurunan penglihatan
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakberdayaan
B. Post Operatif
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka post op
2. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi post op
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakberdayaan

V. Intervensi keperawatan

 PRE OP
1. Gangguan persepsi sensori penglihatan behubungan dengan robeknya retina
>>Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan gangguan persepsi
menurun
>>Kriteria Hasil :
•Kooperatif dalam tindakan
•Menyadari hilangnya pengelihatan secara permanen
>>Intervensi :
1. Kaji dan catat ketajaman pengelihatan
Rasional: Menetukan kemampuan visual
2. Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak.
Rasional: Memberikan keakuratan terhadap pengelihatan dan perawatan.
3. Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan pengelihatan.
Rasional: Meningkatkan self care dan mengurangi ketergantungan.
2. Ansietas berhubungan dengan penurunan penglihatan
>>Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien tidak gelisah
>>Kriteria Hasil :
1. Kien tidak gelisah
2. Klien tenang
3. Klien dapat mengatakan tentang proses penyakit,metode pencegahan
dan instruksi perawatan di rumah
>>Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan
Rasional : Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
2. Berikan kesampatan Klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan
pengobatan
3. Beri Support pada klien
Rasional : Agar klien mempunyai semangat
4. Berikan dorongan spiritual
Rasional : Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
5. Berikan pendidikan kesehatan
Rasional : Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya
6. Memberikan kepada pasien untuk menanyakan apa yang tidak diketahui tentang
penyakitnya.
Rasional : Mengetahui sejauh mana ketidaktahuan pasien tentang penyakitnya
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakberdayaan
>>Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri pasien
terpenuhi
>>Kriteria Hasil :
1. Kien tidak kotor
2. Klien tenang
3. klien merasa nyaman
>>Intervensi :
1.Bantu klien melakukan hygiene
Rasional : memenuhi perawatan diri klien
2.Berikan program perawatan diri pada klien
Rasional : agar perawatan diri klien teratur
3.Kontrol hygiene klien dua kali sehari
Rasional : mengetahui perawatan diri klien
 POST OP
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka post op
>>Tujuan : setelah di lakukan tidakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
atau hilang.
>>Kriteria Hasil :
1. klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
2. skala nyeri menurun
3. klien tampak rileks
>>Intervensi:
1. Kaji skala nyeri
Rasional : mengetahui seberapa nyeri yang di alami klien
2. Berikan posisi relaks pada pasien.
Rasional : agar klien merasa nyaman
3. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : menurunkan nyeri klien
4. Kolaborasi pemberian analgesic.
Raional : analgesic menghilangkan nyeri
2. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi post op
>>Tujuan : setelah di lakukan tidakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi.
>>Kriteria Hasil :
1. tidak ada tanda-tanda infeksi
2. leukosit stabil
>>Intervensi:
1. Pantau tanda-tanda infeksi
Rasional : mengetahui tanda awal infeksi
2. Lakukan rawat luka secara steril
Rasional : mencegah terjadinya infeksi
3. Oleskan alkohol di sekitar luka post op
Rasional : mencegah terjadinya infeksi
4. Berikan antibiotik sesuai advis dokter
Rasional : antibiotik mencegah infeksi
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakberdayaan
>>Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri pasien
terpenuhi
>>Kriteria Hasil :
1. Kien tidak kotor
2. Klien tenang
3. klien merasa nyaman
>>Intervensi :
1. Bantu klien melakukan hygiene
Rasional : memenuhi perawatan diri klien
2. Berikan program perawatan dir pada klien
Rasional : agar perawatan diri klien teratur
3. Kontrol hygiene klien dua kali sehari
Rasional : mengetahui perawatan diri klien
VI. Implementasi
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien
dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik
VII. Evaluasi
merupakan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar
tujuan keperawatan pasien yang telah diterapkan dengan respon perilaku klien yang
tampil
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy Ophtalmology. Retina and Vitreous: Section 12 2007-2008.


Singapore: LEO; 2008. p. 9-299
2. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. 2010. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia: Jakarta. p.1-10, 183-6
3. James, Bruce, dkk. Oftalmologi Lecture Notes. 2003. Erlangga: Jakarta. p. 117-7
4. Junqueira LC, Jose C. Histologi Dasar Teks & Atlas. Edisi 10. Jakarta: EGC; 2007. Hal.
470-464
5. Khurana. Diseases of retina in comprehensive ophthalmology 4th edition. New Age
International Limited Publisher: India. p. 249- 279.
6. Lang, GK. Ophtalmology, A Pocket Textbook Atlas. 2nd Edition.
2006.Thieme. Germany. p. 305-344.
7. Larkin, L. Gregory. Retinal Detachment.[serial online] 8th septembe 2010 [cited 19th June
2012]. Available from : http//emedicine.medscape.com/article/1226426
8. Reynolds,J. Olitsky,S. Anatomy and Physiology of Retina In : Pediatric retina. 2011.

Springer-verlag : Berlin Heidelberg. Page 39-50.

9. Sundaram venki. Training in Ophthalmology. 2009. Oxford university press: New York.
P.118-119
10. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General ophthalmology)
edisi 17. EGC: Jakarta. p. 12-199

Anda mungkin juga menyukai