DISUSUN OLEH :
AFIFA DWI MAS’UDAH
NIM : P27820715011
A. Pengertian
Ablasio retina (retinal detachment) adalah pemisahan retina sensorik, yakni lapisan
fotoreseptor (sel kerucut dan batang) dan jaringan bagian dalam, epitel pigmen retina
dibawahnya. Pada keadaan ini sel epitel pigmen masih melekat erat dengan membrane
Bruch. Sesungguhnya antara sel kerucut dan sel batang retina tidak terdapat suatu
perlekatan structural dengan koroid atau pigmen epitel, sehingga merupakan titik lemah
yang potensial.
Gambar 3.
Ablasio retina (4)
B. Anatomi Retina
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang ke
depan hampir sama jauhnya dengan korpus siliare, dan berakhir di tepi ora serrata. Pada
orang dewasa, ora serrata berada sekitar 6,5 mm di belakang garis Schwalbe pada sisi
temporal dan 5,7 mm di belakang garis ini pada sisi nasal. Permukaan luar retina sensorik
bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga juga bertumbuk dengan
membrane Bruch, koroid dan sklera. Disebagian besar tempat, retina dan epitelium pigmen
retina mudah terpisah hingga membentuk suatu ruang subretina, seperti yang terjadi pada
ablasio retina. Tetapi pada diskus optikus dan ora serrata, retina dan epitelium pigmen retina
saling melekat kuat sehingga membatasi perluasan cairan subretina pada ablasio retina. Hal
ini berlawanan dengan ruang subkhoroid yang dapat terbentuk antara khoroid dan sklera
yang meluas ke taji sklera. Dengan demikian ablasi koroid meluas melewati ora serrata,
dibawah pars plana dan pars plikata. Lapisan - lapisan epitel permukaan dalam korpus
siliare dan permukaan posterior iris merupakan perluasan ke anterior retina dan epitelium
pigmen retina. Permukaan dalam retina menghadap ke vitreus.2
Lapisan-lapisan retina mulai dari sisi luar ke dalam adalah sebagai berikut:
1. Epitelium pigmen retina
Merupakan lapisan terluar dari retina. Epitel pigmen retina terdiri dari satu
lapisan sel mengandung pigmen dan terdiri atas sel-sel silindris dengan inti di basal.
Daerah basal sel melekat erat membran Bruch dari koroid. Fotoreseptor dipelihara
oleh epitel pigmen retina, yang berperan pada proses penglihatan. Epitel pigmen ini
bertanggung jawab untuk fagositosis segmen luar fotoreseptor, transportasi vitamin,
mengurangi hamburan sinar, serta membentuk sawar selektif antara koroid dan
retina.3, 4, 5
2. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar batang dan kerucut.
Sel-sel batang dan kerucut di lapisan fotoreseptor mengubah rangsangan cahaya
menjadi suatu impuls saraf yang dihantarkan oleh jaras-jaras penglihatan ke korteks
penglihatan ocipital. Fotoreseptor tersusun sehingga kerapatan sel-sel kerucut
meningkat di di pusat makula (fovea), dan kerapatan sel batang lebih tinggi di
perifer. Pigmen fotosensitif di dalam sel batang disebut rodopsin. Sel kerucut
mengandung tiga pigmen yang belum dikenali sepenuhnya yang disebut iodopsin
yang kemungkinan menjadi dasar kimiawi bagi tiga warna (merah,hijau,biru) untuk
penglihatan warna. Sel kerucut berfungsi untuk penglihatan siang hari (fotopik).
Subgrup sel kerucut responsif terhadap panjang gelombang pendek, menengah, dan
panjang (biru, hijau merah). Sel batang berfungsi untuk penglihatan malam
(skotopik). Dengan bentuk penglihatan adaptasi gelap ini terlihat beragam corak
abu-abu, tetapi warnanya tidak dapat dibedakan. Waktu senja (mesopik) diperantarai
oleh kombinasi sel kerucut dan batang.
3. Membrana limitans externa
4 Lapisan inti luar sel fotoreseptor, Ini terdiri dari inti dari
batang dan kerucut
5. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan – sambungan sel bipolar
dan sel horizontal dengan fotoreseptor .
6. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal
7. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan – sambungan sel
ganglion dengan sel amakrin dan sel bipolar
8. Lapisan sel ganglion, Ini terutama mengandung sel badan sel ganglion (urutan kedua
neuron visual 7 pathway). Ada dua jenis sel ganglion
9. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson – akson sel ganglion yang berjalan
menuju ke nervus optikus
10. Membrana limitans interna. Ini adalah lapisan paling dalam dan memisahkan retina
dari vitreous. Itu terbentuk oleh persatuan ekspansi terminal dari serat yang Muller,
dan pada dasarnya adalah
dasar membrane
Gambar 1.
Lapisan retina dari luar ke dalam (3)
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub posterior.
Di tengah – tengah retina posterior terdapat makula. Secara klinis makula dapat
didefinisikan sebagai daerah pigmentasi kekuningan yang disebabkan oleh pigmen luteal
(xantofil) yang berdiameter 1,5 mm. Secara histologis makula merupakan bagian retina
yang lapisan ganglionnya mempunyai lebih dari satu lapis sel. Secara klinis, makula adalah
bagian yang dibatasi oleh arkade – arkade pembuluh darah retina temporal. Di tengah
makula sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus terdapat fovea yang secara klinis
jelas – jelas merupakan suatu cekungan yang memberikan pantulan khusus bila dilihat
dengan oftalmoskop
Fovea merupakan zona avaskular di retina pada angiografi fluoresens. Secara histologi,
fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan tidak adanya lapisan – lapisan
parenkim karena akson – akson sel fotorreceptor (lapisan serat Henle) berjalan oblik dan
pergeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke permukaan dalam retina.
Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, disini fotoreseptornya adalah sel kerucut
dan bagian retina yang paling tipis. Semua gambaran histologis ini memberikan
diskriminasi visual yang halus. Ruang ekstraseluler retina yang normalnya kosong potensial
paling besar di makula dan penyakit yang menyebabkan penumpukan bahan di ekstrasel
dapat menyebabkan daerah ini menjadi tebal sekali.
Gambar 2.
Anatomi makula
Retina menerima darah dari dua sumber yaitu khoriokapilaria yang berada tepat diluar
membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina termasuk lapisan pleksiformis luar
dan lapisan inti luar, fotorreceptor, dan lapisan epitel pigmen retina serta cabang – cabang
dari arteri sentralis retinae yang mendarahi dua pertiga sebelah dalam. Fovea sepenuhnya
diperdarahi oleh khoriokapilaria dan mudah terkena kerusakan yang tak dapat diperbaiki
kalau retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel yang
tidak berlubang yang membentuk sawar darah retina. Lapisan endotel pembuluh khoroid
dapat ditembus. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen
retina.
C. Etiologi
Rhegmatogen retinal detachment terjadi karena lubang atropic pada retina atau robekan
pada retina yang disebabkan karena tekanan mekanik. Traksi detachment terjadi karena
kontraksi dari katan serabut vitreus yang menarik retina dari epitel pigmen.
Eksudat detachment terjadi sebagai hasil dari cairan yang terkumpul dalam lapisan sub
retinal yang terjadi karena terpisahnya retina dengan epitel pigmen.
D. Patofisiologi
Ruangan potensial antara neuroretina dan epitel pigmennya sesuai dengan rongga vesikel
optic embriogenik. Kedua jaringan ini melekat longgar, pada mata yang matur dapat
terpisah :
1. Jika terjadi robekan pada retina, sehingga viterus yang mengalami likuifikasi dapat
memasuki ruangan subretina dan menyebabkan ablasio progresif (ablasio
regmatogenosa)
2. Jika retina tertarik oleh serabut jaringan kontraktil pada permukaan retina, misalnya
pada retinopati proliferative pada diabetes mellitus (ablasio retina traksional)
3. Walaupun jarang terjadi, bila cairan berakumulasi dalam ruangan subretina akibat
proses eksudasi, yang dapat terjadi selama toksemia pada kehamilan (ablasio retina
eksudatif
Ablasio retina idiopatik (rehmatogen) terjadinya selalu karena adanya robekan
retina atau lubang retina. Sering terjadi pada myopia, pada usia lanjut, dan pada
mata afakia. Perubahan yang merupakan faktor predisposisi adalah degenerasi retina
perifer, pencairan sebagian badan kaca yang tetap melekat pada daerah retina
tertentu, cedera dan sebagainya.
Perubahan degenerative retina pada myopia dan usia lanjut juga terjadi di koroid.
Sklerosis dan sumbatan pembuluh darah retina. Hal semacam ini juga bisa terjadi
pada miopia karena teregangnya dan menipisnya pembuluh darah retina. Perubahan
ini terutama terjadi di darah ekuator, yaitu tempat terjadinya 90% robekan retina.
Terjadinya degenerasi retina pada mata miopia 10-15 tahun lebih awal dari pada mata
emetropia. Ablasi retina terjadi sampai 4% dari semua mata afaksia, yang berarti 100
kali lebih sering dari pada mata fakia.
Terjadinya sineresis dan pencairan badan kaca pada mata myopia satu dasarwasa
lebih awal dari pada mata normal. Depolimerasasi menyebabkan penurunan daya ikat
air dari asam hialuron sehingga kerangka badan kaca mengalami disintegrasi. Akan
terjadi pencairan sebagian dan ablasi badan kaca posterior. Oleh karenanya badan
kaca kehilangan konsistensi dan struktur yang mirip agar-agar, sehingga badan kaca
tidak menekan retina pada epitel pigmen lagi. Dengan gerakan mata yang cepat, badan
kaca menarik perlekatan vireoretina. Perlekatan badan kaca yang kuat biasanya
terdapat di daerah sekeliling radang atau daerah sklerosis degeneratif. Sesudah
ekstraksi katarak intrakapsular, gerakan badan kaca pada gerakan mata bahkan akan
lebih kuat lagi. Sekali terjadi robekan retina, cairan akan menyusup dibawah retina
sehingga neuropitel akan terlepas dari epitel pigmen dan koroid.
E. Pathway
Pembatasan aktifitas
robekan retina Resiko infeksi
ADL
Nyeri
sel-sel retina dan darah
terlepas
ditandai dengan :
I. PENGKAJIAN
a. Identitas
Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pekerjaan, alamat,
nomor registrasi, tanggal mrs
b. Riwayat keluhan utama
Menanyakan kepada klien apakah keluhan utama yang dirasakan saat dilakukan
pengkajian
c. Upaya yang telah dilakukan
Mengkaji upaya dan tindakan yang telah dilakukan dilakukan pasien untuk mengatasi
keluhan yang dirasakan baik sebelum atau selama masuk rumah sakit
d. Terapi/operasi yang perna dilakukan
Menanyakan kepada klien apakah pernah melakukan terapi dan operasi, apabila pernah
terapi/operasi apa yang pernah dilakukan pasien tersebut
e. Riwayat kesehatan
1. Riwayat penyakit sebelumnya
Adakah riwayat penyakit dahulu yang diderita pasien yang berhubungan dengan
timbulnya ablasio retina yaitu adanya miopi tinggi, retinopati, trauma pada mata.
2. Riwayat penyakit sekarang
Pada pengkajian ini yang perlu dikaji adanya keluhan pada penglihatan seperti
penglihatan kabur, melihat kilatan–kilatan kecil, adanya tirai hitam yang menutupi
area penglihatan, adanya penurunan tajam penglihatan.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga lain yang mengalami penyakit seperti yang dialami pasien
dan miopi tinggi.
4. Keadaan kesehatan lingkungan
Data ini berisikan bagaimana lingkungan yang ditempati oleh klien
5. Alergi
Mengkaji klien apakah selama ini mempunyai riwayat alergi yang diderita seperti
alergi makanan atau obat
6. Genogram
Pada data ini berisikan data keluarga klien
II. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
Bagian ini mengkaji pasien secara umum, seperti
1. keadaan penyakit (ringan/sedang/berat/akut/kronik)
2. Tingkat kesadaran pasien
3. Karakteristik suara bicara
4. Pernafasan, suhu tubuh, nadi, tekanan darah, dan nyeri
2. B1 (Breathing)
Tampak lelah, tidak menggunakan alat bantu pernafasan, tidak ada suara tambahan,
respirasi normal.
3. B2 (Blood)
Tekanan darah normal, nadi normal, terlihat pucat
4. B3 (Brain)
Terlihat cemas dan takut, kesadaran komposmetis, melihat cahaya yang terang dan
bintik bintik hitam yang berterbangan diruang pandang, dan melihat tirai yang
menutupi lapang pandang
5. B4 (Bladder)
Tidak ada gangguan perkemihan
6. B5 (Bowel)
BB menurun, anorexia
7. B6(Bone)
Terlihat lelah dan banyak istirahat
III. Pola-pola Fungsi Kesehatan
a. Pola persepsi dan tata laksana hidup
Bagaimana persepsi pasien tentang hidup sehat, apakah klien menggunakan alcohol,
tembakau, dan pola olahraga, dan bagaimana status ekonomi pasien
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Dikaji pola dan porsi makan pasien setiap harinya, bagaimana nafsu makan pasien
apakah ada mual, muntah/alergi
c. Pola eliminasi
Dikaji kebiasaan defekasi dan miksi, warna dan konsentrasi, frekuensi, kualitas atau
jumlah
d. Pola tidur dan istirahat
Dikaji berapa lama tidur, kebiasaan disaat tidur dan gangguan selama tidur sebelum
pelaksanaan operasi dan setelah palaksanaan operasi. Juga dikaji bagaimana pola
tidur dan istirahat selama masuk rumah sakit.
e. Pola aktifitas dan latihan
Apa saja kegiatan sehari-hari pasien sebelum masuk rumah sakit. Juga ditanyakan
aktifitas pasien selama di rumah sakit, sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
f. Pola hubungan dan peran
Bagaimana hubungan pasien dengan lingkungan sekitarnya. Apakah peranan pasien
dalam keluarga dan masyarakat. Juga ditanyakan bagaimana hubungan pasien dengan
pasien lain dirumah sakit,sebelum dan setelah pelaksanaan operasi.
g. Pola persepsi dan konsep diri
Bagaimana body image, harga diri, ideal diri, dan identitas diri pasien. Apakah ada
perasaan negatif terhadap dirinya. Juga bagaimana pasien menyikapi kondisinya
setelah palaksanaan operasi.
h. Pola sensori dan kognitif
Bagaimana daya penginderaan yang dirasakan pasien. Bagaimana cara berpikir dan
jalan pikiran pasien.
i. Pola reproduksi seksual
Dikaji bagaimana kualitas hubungan dengan partner, kaji pula bagaimana
pengetahuan dan sikap klien terhadap seksualitas, fungsi, dan program seksual
j. Pola penanggulangan stress
Bagaimana pasien memecahkan masalah yang dihadapi dan stressor yang paling
sering muncul pada pasien.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Dikaji bagaimana kepercayaan klien terhadap agama, dampak keyakinan terhadap
upaya penyembuhan, dan dampak sakit terhadap ritualitas
IV. Diagnosa keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang mungkin ditemukan pada pasien Ablatio Retina
A. Pre Operatif
1. Gangguan persepsi sensori penglihatan behubungan dengan robeknya retina
2. Ansietas berhubungan dengan penurunan penglihatan
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakberdayaan
B. Post Operatif
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka post op
2. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi post op
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakberdayaan
V. Intervensi keperawatan
PRE OP
1. Gangguan persepsi sensori penglihatan behubungan dengan robeknya retina
>>Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan gangguan persepsi
menurun
>>Kriteria Hasil :
•Kooperatif dalam tindakan
•Menyadari hilangnya pengelihatan secara permanen
>>Intervensi :
1. Kaji dan catat ketajaman pengelihatan
Rasional: Menetukan kemampuan visual
2. Kaji deskripsi fungsional apa yang dapat dilihat/tidak.
Rasional: Memberikan keakuratan terhadap pengelihatan dan perawatan.
3. Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan pengelihatan.
Rasional: Meningkatkan self care dan mengurangi ketergantungan.
2. Ansietas berhubungan dengan penurunan penglihatan
>>Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien tidak gelisah
>>Kriteria Hasil :
1. Kien tidak gelisah
2. Klien tenang
3. Klien dapat mengatakan tentang proses penyakit,metode pencegahan
dan instruksi perawatan di rumah
>>Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan
Rasional : Untuk mengetahui berat ringannya kecemasan klien
2. Berikan kesampatan Klien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Agar klien mempunyai semangat dan mau empati terhadap perawatan dan
pengobatan
3. Beri Support pada klien
Rasional : Agar klien mempunyai semangat
4. Berikan dorongan spiritual
Rasional : Agar klien kembali menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha
Esa.
5. Berikan pendidikan kesehatan
Rasional : Agar klien mengerti sepenuhnya tentang penyakit yang dialaminya
6. Memberikan kepada pasien untuk menanyakan apa yang tidak diketahui tentang
penyakitnya.
Rasional : Mengetahui sejauh mana ketidaktahuan pasien tentang penyakitnya
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakberdayaan
>>Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri pasien
terpenuhi
>>Kriteria Hasil :
1. Kien tidak kotor
2. Klien tenang
3. klien merasa nyaman
>>Intervensi :
1.Bantu klien melakukan hygiene
Rasional : memenuhi perawatan diri klien
2.Berikan program perawatan diri pada klien
Rasional : agar perawatan diri klien teratur
3.Kontrol hygiene klien dua kali sehari
Rasional : mengetahui perawatan diri klien
POST OP
1. Nyeri akut berhubungan dengan luka post op
>>Tujuan : setelah di lakukan tidakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang
atau hilang.
>>Kriteria Hasil :
1. klien mengatakan nyeri berkurang/hilang
2. skala nyeri menurun
3. klien tampak rileks
>>Intervensi:
1. Kaji skala nyeri
Rasional : mengetahui seberapa nyeri yang di alami klien
2. Berikan posisi relaks pada pasien.
Rasional : agar klien merasa nyaman
3. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : menurunkan nyeri klien
4. Kolaborasi pemberian analgesic.
Raional : analgesic menghilangkan nyeri
2. Resiko infeksi berhubungan dengan insisi post op
>>Tujuan : setelah di lakukan tidakan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi.
>>Kriteria Hasil :
1. tidak ada tanda-tanda infeksi
2. leukosit stabil
>>Intervensi:
1. Pantau tanda-tanda infeksi
Rasional : mengetahui tanda awal infeksi
2. Lakukan rawat luka secara steril
Rasional : mencegah terjadinya infeksi
3. Oleskan alkohol di sekitar luka post op
Rasional : mencegah terjadinya infeksi
4. Berikan antibiotik sesuai advis dokter
Rasional : antibiotik mencegah infeksi
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakberdayaan
>>Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan perawatan diri pasien
terpenuhi
>>Kriteria Hasil :
1. Kien tidak kotor
2. Klien tenang
3. klien merasa nyaman
>>Intervensi :
1. Bantu klien melakukan hygiene
Rasional : memenuhi perawatan diri klien
2. Berikan program perawatan dir pada klien
Rasional : agar perawatan diri klien teratur
3. Kontrol hygiene klien dua kali sehari
Rasional : mengetahui perawatan diri klien
VI. Implementasi
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien
dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik
VII. Evaluasi
merupakan sebagai keputusan dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar
tujuan keperawatan pasien yang telah diterapkan dengan respon perilaku klien yang
tampil
DAFTAR PUSTAKA
9. Sundaram venki. Training in Ophthalmology. 2009. Oxford university press: New York.
P.118-119
10. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Oftalmologi umum (General ophthalmology)
edisi 17. EGC: Jakarta. p. 12-199