Anda di halaman 1dari 26

CASE REPORT

OD Astigmatisme Miopia Compositus dan OS Astigmatisme Miopia Simplek

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan


Pendidikan Program Profesi Dokter Stase Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pembimbing :
dr. Ida Nugrahani, Sp.M

Diajukan Oleh :
Nita Dewi Novitasari, S.Ked
J510170052

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN UMS RSUD KARANGANYAR
2017
Case Report
OD Astigmatisme Miopia Compositus dan OS Astigmatisme Miopia Simplek
OLEH:

Nita Dewi Novitasari, Ked J510170052

Telah disetujui dan disahkan oleh bagian Program Pendidikan Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari ,tanggal ,

Pembimbing:
dr. Ida Nugrahani, Sp.M ( )
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Nn. EDP
Usia : 23 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Karang Pandan
Tanggal Masuk : 8 September 2017

B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan di Poliklinik Mata RSUD Kaaranganyar
Keluhan Utama : pasien merasa penglihatan bertambah kabur dan ingin ganti kaca
mata.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli Mata RSUD Karanganyar dengan keluhan mata bertambah
kabur dan ingin ganti kaca mata. Sebelumnya pasien sudah menggunakan kaca
mata, dan kaca mata yang digunakan pasien sudah lebih dari dua tahun. Akhir-
akhir ini pasien mengeluh penglihatan bertambah kabur. Keluhan mata merah (-),
nrocos (-), pandangan silau (-), terasa gatal (-), mata terasa mengganjal (-), kotoran
mata (-), pandangan lebih jelas jika melihat lebih dekat (+).

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat penyakit mata : Diakui (OD=AMC, OS=AMS)
Riwayat memakai kacamata : Diakui
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat menggunakan kacamata : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Aktifitas : Normoaktif
Kooperatif : Kooperatif
Status Gizi : Cukup

Status opthalmologi
Normal
OCULUS DEXTER OCULUS SINISTRA

No. Pemeriksaan OD OS
1. Visus 6/12 6/6
2 Koreksi S-0,75 C -2,00x180
C -0,75x170 6/6
6/6
3. Palpebra Edema (-) Edema (-)
Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Nyeri Tekan (-) Nyeri Tekan (-)
Blefarospasme(-) Blefarospasme(-)
Lagoftalmus (-) Lagoftalmus (-)
Ektropion (-) Ektropion (-)
Entropion (-) Entropion (-)
Lesi Kulit (-) Lesi Kulit (-)

4. Konjungtiva Hiperemis (-) Hiperemis (-)


Anemis (-) Anemis (-)
Infiltrat (-) Infiltrat (-)
Injeksi siliar (-) Injeksi siliar (-)
Injeksi Konjungtiva Injeksi Konjungtiva
(-) (-)

5. Kornea :
- Kejernihan Jernih Jernih

6. COA :
- Kedalaman Cukup Cukup

7. Iris : Edema (-) Edema (-)


Warna Hitam Warna Hitam

8. Pupil :
- Bentuk Bulat Bulat
- Diameter 3 mm 3 mm

9. Lensa Jernih Jernih


10. Funduskopi Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan

D. DIAGNOSIS BANDING
OD : - Miopia
- Astigmatisme
OS : - Astigmatisme
E. DIAGNOSIS KERJA
OD astigmatisme miopia compositus dan OS Astigmatisme miopia simplek
F. PENATALAKSANAAN
1. Pemberian Kacamata:
OD S -0,75 C -0,75x170
OS C -2,00x180
G. PROGNOSIS ODS
1. Quo ad vitam : ad bonam
2. Quo ad sanam : dubia ad malam
3. Quo ad cosmeticam : ad bonam
4. Quo ad functionam : dubia ad bonam
H. EDUKASI
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa pasien mempunyai kelainan
mata astigmatisme yang menyebabkan penglihatan pasien kabur, pusing disekitar
mata
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa pasien mempunyai kelainan
mata rabun jauh yang menyebabkan pasien sulit melihat jarak jauh dan kelainan
astigmatisma yang menyebabkan pasien melihat benda seperti kabur.
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien bahwa terapi dari kelainan mata
astigmatisme dan rabun jauh adalah dengan menggunakan kacamata yang sesuai
dengan koreksi.
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien agar pasien rutin melakukan
pemeriksaan visus setiap 1 tahun sekali

I. PEMBAHASAN
Diagnosis pada pasien ini adalah OD Astigmatisme Miopia Compositus dan OS
Astigmatisme Miopia Simplek yang berdasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang mengarah pada diagnosis tersebut. Anamnesis didapatkan pasien mengeluh
penglihatan mata kanan kabur dan seperti melihat ganda, sedangkan penglihatan mata kiri
seperti melihat ganda. Keluhan mata merah (-), nrocos (-), pandangan silau (-), terasa gatal
(-), mata terasa mengganjal (-), kotoran mata (-), pandangan lebih jelas jika melihat lebih
dekat.
Pemeriksaan status oftamologis tidak didapakan adanya kekeruhan media refrakta
dan didapatkan visus awal OD 6/12 dan OS 6/6. Setelah dilakukan koreksi visus OD
dengan lensa sferis negatif 0,75 dioptri cilinder negatif 0,75 dengan aksis 170 dan OS
dengan lensa cilinder negatif 2,00 dengan aksis 180, visus kedua mata menjadi 6/6.
Pada pasien ini diberikan terapi kacamata dengan lensa sesuai hasil koreksi, pasien
menderita OD Astigmatisme Miopia Compositus yang dapat diakibatkan oleh bayangan
jatuh di depan retina dan berkas sinar tidak dapat difokuskan pada satu titik dengan tajam.
Dan OS Astigmatisme Miopia Simplek dimana berkas sinar tidak difokuskan pada satu
titik dengan tajam.
Pemberian terapi kacamata sesuai koreksi dilakukan untuk memperbaiki
penglihatan pasien. Pemeriksaan visus tiap 1 tahun disarankan untuk memantau
progresifitas dari kelainan refraksi yang diderita pasien. Edukasi yang diberikan kepada
pasien bertujuan untuk mencegah progresifitas secara cepat dan dipertahankan keadaan
penglihatan sebaik mungkin.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1. Anatomi bola mata.

Bola mata bentuknya merupai kistik yang dipertahankan oleh adanya tekanan didalamnya.
Walaupun secara umum bola mata dikatakan bentuknya bulat atau globe namun bentuknya
tidak bulat sempurna.

Orbita adalah tulang-tulang rongga mata yang didalamnya terdapat bola mata, otot-otot
ekstraokular, nervus, lemak dan pembuluh darah. Tiap-tiap tulang orbita berbentuk
menyerupai buah pear, yang bagian posteriornya meruncing pada daerah apeks dan optik
kanal.1

MEDIA REFRAKSI

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas kornea,
aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya bola mata.
Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola mata
sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan
tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak melakukan
akomodasi atau istirahat melihat jauh.1,2

FISIOLOGI REFRAKSI

Gambar 2. Fisiologi refraksi.

Berkas-berkas cahaya mencapai mata harus dibelokkan ke arah dalam untuk difokuskan
kembali ke sebuah titik peka-cahaya di retina agar dihasilkan suatu bayangan yang akurat
mengenai sumber cahaya. Pembelokan suatu berkas cahaya (refraksi) terjadi ketika berkas
berpindah dari satu medium dengankepadatan (densitas) tertentu ke medium dengan
kepadatan yang berbeda.

Cahaya bergerak lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lainnya
misalnya : kaca, air. Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan densitas yang
lebih tinggi, cahaya tersebut melambat (sebaliknya juga berlaku). Berkas cahaya mengubah
arah perjalanannya jika mengenai medium baru pada tiap sudut selain tegak lurus.

Dua faktor penting dalam refraksi : densitas komparatif antara 2 media (semakin besar
perbedaan densitas, semakin besar derajat pembelokan) dan sudut jatuhnya berkas cahaya di
medium kedua (semakin besar sudut, semakin besar pembiasan). Dua struktur yang paling
penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea,
struktur pertama yang dilalui cahaya sewaktu masuk mata, yang melengkung berperan besar
dalam reftraktif total karena perbedaan densitas pertemuan udara/kornea jauh lebih besar dari
pada perbedaan densitas antara lensa dan cairan yang mengelilinginya. Kemampuan refraksi
kornea seseorang tetap konstan karena kelengkungan kornea tidak pernah berubah.
Sebaliknya kemampuan refraksi lensa dapat disesuaikan dengan mengubah kelengkungannya
sesuai keperluan untuk melihat dekat/jauh.2
Struktur-struktur refraksi pada mata harus membawa bayangan cahaya terfokus diretina agara
penglihatan jelas. Apabila bayangan sudah terfokus sebelum bayangan mencapai retina atau
belum terfokus sebelum mencapai retina ,bayangan tersebut tampak kabur. Berkas-berkas
cahaya yang berasal dari benda dekat lebih divergen sewaktu mencapai mata daripada berkas-
berkas dari sumber jauh. Berkas dari sumber cahaya yang terletak lebih dari 6 meter (20 kaki)
dianggap sejajar saat mencapai mata.

Untuk kekuatan refraktif mata tertentu, sumber cahaya dekat memerlukan jarak yang lebih
besar di belakang lensa agar dapat memfokuskan daripada sumber cahaya jauh, karena berkas
dari sumber cahaya dekat masih berdivergensi sewaktu mencapai mata. Untuk mata tertentu,
jarak antara lensa dan retina selalu sama. Untuk membawa sumber cahaya jauhdan dekat
terfokus di retina (dalam jarak yang sama), harus dipergunakan lensa yang lebih kuat untuks
umber dekat. Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui proses akomodasi.3

B. MIOPI
DEFINISI
Miopia adalah ketidakmampuan untuk melihat objek pada jarak jauh dengan jelas. Pada
orang dengan miopia, bola mata akan lebih panjang dari normal sehingga sinar yang datang
dari objek yang jauh difokuskan di depan retina. Miopia dapat diklasifikasikan menjadi
miopia simpleks (miopia yang fisiologik) dan miopia degeneratif (miopia patologik). Mata
dengan miopia simpleks mempunyai kelainan refraksi kurang dari 6 Dioptri dan tidak
terdapat perubahan patologis sedangkan mata dengan miopia degeneratif mempunyai
kelainan refraksi paling sedikit 6 Dioptri dan berhubungan dengan perubahan degeneratif
terutama di segmen posterior bola mata.
Miopia merupakan kelainan optik yang sering dijumpai. Pada fisiologi miopia,
kekuatan lensa kurang dari -6 D, hal ini dianggap variasi biologi yang normal. Keadaan mata
yang eror yaitu dengan kekuatan lensa lebih dari 6 D disebut sebagai miopia tinggi.
Dimana pada keadaan ini, panjang aksial miopia tersebut tidak dapat stabil selama dewasa
muda. Patofisiologi dari progresivitas kelainan ini sebagai bentuk degeneratif miopi yang
tidak diketahui.
Miopi dibagi menjadi beberapa karakteristik yaitu:
1. Menurut jenis kelainannya, Vaughan membagi miopia menjadi :
Miopia aksial, dimana diameter antero-posterior dari bola mata lebih panjang dari
normal.
Miopia kurvatura, yaitu adanya peningkatan curvatura kornea atau lensa.
Miopia indeks, terjadi peningkatan indeks bias pada cairan mata.
2. Menurut perjalanan penyakitnya, miopia di bagi atas: 5
Miopia stasioner yaitu miopia yang menetap setelah dewasa.
Miopia progresif, yaitu miopia yang bertambah terus pada usia dewasa
akibatbertambah panjangnya bola mata.
Miopia maligna, yaitu keadaan yang lebih berat dari miopia progresif, yang
dapatmengakibatkan ablasi retina dan kebutaan.
3. Berdasarkan penyebab miopia: 5
Miopia refraktif adalah bertambahnya indeks bias media penglihatan, seperti
padakatarak.
Miopia aksial adalah akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan
kelengkungankornea dan lensa yang normal.
4. Berdasarkan ukuran derajat dapat dibagi atas: 5
Miopia ringan 1-3 dioptri
Miopia sedang 3-6 dioptri
Miopia berat > 6 dioptri
5. Menurut timbulnya oleh Lendner dibagi atas:
Kongenital
Infantil
Yuvenil
6. Secara klinik dan berdasarkan perkembangan patologi yang timbul pada mata,
makamiopia dibagi atas: 5
Miopia simple
Miopia patologi

Myopia dikategorikan berbahaya apabila berpotensi untuk menimbulkan


kebutaan bagi penderitanya, karena tidak bisa diatasi dengan pemberian kacamata.
Myopia berbahaya ini dibarengi dengan kerapuhan dari selaput jala (retina) yang
makin lama makin menipis dari waktu ke waktu.
Pada puncaknya proses penipisan ini menimbulkan perobekan pada selaput
jala (retina), yang membutuhkan tindakan bedah sedini mungkin untuk pemulihannya.
Tingkat keberhasilan pemulihan penglihatan akibat hal ini sangat tergantung pada
kecepatan tindakan penanggulangannya.
ETIOLOGI
miopia belum diketahui secara pasti. Ada beberapa keadaan yang dapat
menyebabkantimbulnya miopia seperti alergi, gangguan endokrin, kekurangan makanan,
herediter, kerja dekat yang berlebihan dan kekurangan zat kimia (kekurangan kalsium,
kekurangan vitamin) (Desvianita cit Slone, 1997).Pada mata miopia fokus sistem optik mata
terletak di depan retina, sinar sejajar yang masuk kedalam mata difokuskan di dalam badan
kaca. Jika penderita miopia tanpa koreksi melihat keobjek yang jauh, sinar divergenlah yang
akan mencapai retina sehingga bayangan menjadi kabur.Ada dua penyebab yaitu : daya
refraksi terlalu kuat atau sumbu mata terlalu panjang (Hoolwich,1993).Miopia yang sering
dijumpai adalah miopia aksial.
Miopia aksial adalah bayangan jatuh di depanretina dapat terjadi jika bola mata
terlalu panjang. Penyebab dari miopia aksial adalahperkembangan yang menyimpang dari
normal yang di dapat secara kongenital pada waktu awalkelahiran, yang dinamakan tipe
herediter. Bila karena peningkatan kurvatura kornea atau lensa,kelainan ini disebut miopia
kurvatura (desvianita cit Slone, 1997).
Penyebab panjangnya bola mata dapat diakibatkan beberapa keadaan :
1. Tekanan dari otot ekstra okuler selama konvergensi yang berlebihan.
2. Radang, pelunakan lapisan bola mata bersama-sama dengan peningkatan
tekanan yangdihasilkan oleh pembuluh darah dari kepala sebagai akibat dari
posisi tubuh yangmembungkuk.
3. Bentuk dari lingkaran wajah yang lebar yang menyebabkan konvergensi yang
berlebihan (Desvianita cit Perera, 1997).
Peningkatan kurvatura kornea dapat ditemukan pada keratokonus yaitu kelainan pada
bentuk kornea. Pada penderita katarak (kekeruhan lensa) terjadi miopia karena lensa
bertambahcembung atau akibat bertambah padatnya inti lensa ( Desvianita cit Slone,
1997).Miopia dapat ditimbulkan oleh karena indeks bias yang tidak normal, misalnya akibat
kadar gulayang tinggi dalam cairan mata (diabetes mellitus) atau kadar protein yang
meninggi padaperadangan mata.
Miopia bias juga terjadi akibat spasme berkepanjangan dari otot siliaris(spasme
akomodatif), misalnya akibat terlalu lama melihat objek yang dekat. Keadaan
inimenimbulkan kelainan yang disebut pseudo miopia (Sastradiwiria, 1989).

PATOFISIOLOGI
Miopia disebabkan karena pembiasan sinar di dalam mata yang terlalu kuat untuk
panjangnyabola mata akibat :
1. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal (diameter antero-posterior yang lebih
panjang,bola mata yang lebih panjang ) disebut sebagai miopia aksial
2. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu cembung atau
lensamempunyai kecembungan yang lebih kuat) disebut miopia kurvatura/refraktif
3. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes mellitus. Kondisi
ini disebutmiopia indeks
4. Miopi karena perubahan posisi lensaPosisi lensa lebih ke anterior, misalnya pasca
operasi glaucoma

GAMBARAN KLINIS
Penglihatan kabur atau mata berkedip ketika mata mencoba melihat suatu objek
dengan jarak jauh ( anak-anak sering tidak dapat membaca tulisan di papan tulis tetapi
mereka dapat dengan mudah membaca tulisan dalam sebuah buku.
Penglihatan untuk jauh kabur, sedangkan untuk dekat jelas. Jika derajat miopianya
terlalu tinggi, sehingga letak pungtum remotum kedua mata terlalu dekat, maka kedua mata
selalu harus melihat dalam posisi kovergensi, dan hal ini mungkin menimbulkan keluhan
(astenovergen) . Mungkin juga posisi konvergensi itu menetap, sehingga terjadi strabismus
konvergen (estropia). Apabila terdapat myopia pada satu mata jauh lebih tinggi dari mata
yang lain dapat terjadi ambliopia pada mata yang myopianya lebih tinggi. Mata ambliopia
akan bergulir ke temporal yang disebut strabismus divergen (eksotropia).5
Pasien dengan myopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai dengan
juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang penderita myopia mempunyai kebiasaan
mengerinyitkan matanya untuk mencegah aberasi sferis atau untuk mendapatkan efek
pinhole (lubang kecil). Pasien myopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang
masih dilihat jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi
yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi.bila kedudukan mata ini menetap,
maka penderita akan terlihat juling kedalam atau esoptropia. 5
Gejala-gejala myopia juga terdiri dari :
1. Gejala subjektif :
Kabur bila melihat jauh
Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat
Lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan
akomodasi)
2. Gejala objektif :
Myopia simpleks :
Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relative
lebar. Kadang-kadang ditemukan bola mata yang agak menonjol. Pada segmen
posterior biasanya terdapat gambaran yang normal atau dapat disertai kresen
myopia ( myopic cresent ) yang ringan di sekitar papil saraf optik.
Myopia patologik :
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks. Gambaran yang
ditemukan pada segmen posterior berupa kelainan-kelainan pada:
a. Badan kaca : dapat ditemukan kekeruhan berupa pendarahan atau degenarasi
yang terlihat sebagai floaters, atau benda-benda yang mengapung dalam badan
kaca. Kadang-kadang ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan myopia.
b. Papil saraf optic : terlihat pigmentasi peripapil, kresen myopia, papil terlihat
lebih pucat yang meluas terutama ke bagian temporal. Kresen myopia dapat ke
seluruh lingkaran papil sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid
yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur
c. Makula: Berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang ditemukan
pendarahan subretina pada daerah macula.
d. Retina bagian perifer: Berupa degenersi kista retina bagian perifer Seluruh
lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan koroid dan retina. Akibat
penipisan ini maka bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai
fundus tigroid.

PENCEGAHAN
Pencegahan miopia salah satunya dengan cara tidak membaca dalam keadaan
gelap dan menonton TV dengan jarak yang dekat. Pada beberapa tahun lalu, penurunan
pelebaran mata dimaksudkan untuk salah satu pengobatan yang telah dikembangkan
untuk anak-anak, tetapi ternyata terapi tersebut tidak efektif.
Penggunaan kacamata dan kontak lensa mempengaruhi perkembangan myopia
dalam akhir tahun ini. Beberapa dokter yang menggunakan pengobatan klinik dan para
peneliti merekomendasikan kekuatan lebih ( konvex ) pada lensa kacamata yang dapat
dipakai untuk melihat jauh dan dekat. Para pelajar Malaysia juga baru-baru ini
melaporkan bahwa ahli ilmu pengetahuan yang baru menyatakan bahwa pembentukan
atau perbaikan pada penderita myopia disebabkan karena melajunya pertumbuhan
myopia, ini juga terdapat dalam pertanyaan-pertanyaan klinis. Banyak pengobatan
myopia mengalami kesulitan dan juga terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Oleh
karena itu, beberapa grup kontrol cukup menutupi kekurangan tersebut
Sampai sejauh ini yang dilakukan adalah mencoba mencari bagaimana mencegah
kelainan refraksi pada anak atau mencegah jangan sampai menjadi parah. Biasanya dokter
akan melakukan beberapa tindakan seperti pengobatan laser, obat tetes tertentu untuk
membantu penglihatan, operasi, penggunaan lensa kontak dan penggunaan kacamata.
Pencegahan lainnya adalah dengan melakukan visual hygiene berikut ini:
Mencegah terjadinya kebiasaan buruk. Hal yang perlu diperhatikan adalah sejak kecil
anak dibiasakan duduk dengan posisi tegak, dan memegang alat tulis dengan benar.
Lakukan istirahat tiap 30 menit setelah melakukan kegiatan membaca atau melihat TV.
Batasi jam membaca. Aturlah jarak baca yang tepat (30 centimeter), dan gunakanlah
penerangan yang cukup. Kalau memungkinkan untuk anak-anak diberikan kursi yang bisa
diatur tingginya sehingga jarak bacanya selalu 30 cm. Membaca dengan posisi tidur atau
tengkurap bukanlah kebiasaan yang baik. Beberapa penelitian melaporkan bahwa usaha
untuk melatih jauh atau bergantian melihat jauh dan dekat secara bergantian dapat
mencegah myopia. (Curtin, 2002).

PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Nonfarmakologi
Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan untuk
mengobati gejala-gejala visual pada pada penderita myopia. Dalam ilmu keratotology
kontak lensa yang digunakan adalah adalah kontak lensa yang keras atau kaku untuk
pemerataan kornea yang berfungsi untuk mengurangi miopia. Latihan pergerakan
mata dan teknik relaksasi
Para pelaksana dan penganjur terapi alternatif ini sering merekomendasikan
latihan pergerakan mata dan teknik relaksasi seperti cara menahan (pencegahan).
Akan tetapi, kemanjuran dari latihan ini dibantah oleh para ahli pengetahuan dan para
praktisi peduli mata. Pada tahun 2005, dilakukan peninjauan ilmiah pada beberapa
subjek. Dari peninjauan tersebut disimpulkan bahwa tidak ada bukti-bukti (fakta)
ilmiah yang menyatakan bahwa latihan pergerakan mata adalah
pengobatanamyopiaayangaefektif.
Terapi dengan menggunakan laser dengan bantuan keratomilesis (LASIK) atau
operasi lasik mata, yang telah populer dan banyak digunakan para ahli bedah untuk
mengobati miopia. Dalam prosedurnya dilakukan pergantian ukuran kornea mata dan
dirubahnya tingkat miopia dengan menggunakan sebuah laser. Selain lasik digunakan
juga terapi lain yaitu Photorefractive Keratotomy (PRK) untuk jangka pendek, tetapi
ini menggunakan konsep yang sama yaitu dengan pergantian kembali kornea mata
tetapi menggunakan prosedur yang berbeda. Selain itu ada juga pengobatan yang
dilakukan tanpa operasi yaitu orthokeratologi dan pemotongan jaringan kornea mata.
Orang-orang dengan miopia rendah akan lebih baik bila menggunakan teknik ini.
Orthokeratologi menggunakan kontak lensa secara berangsur-angsur dan pergantian
sementara lekukan kornea. Pemotongan jaringan kornea mata menggunakan bahan-
bahan plastik yang ditanamkan ke dalam kornea mata untuk mengganti kornea yang
rusak (Lee dan Bailey)
2. Penatalaksanaan Farmakologi
Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata untuk
mensterilisasi kotoran yang masuk ke dalam mata. Obat-obat tradisionalpun banyak
digunakan ada penderita myopia

C. ASTIGMATISME
DEFINISI
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang oleh
mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik.3

EPIDEMIOLOGI
Prevalensi global kelainan refraksi diperkirakan sekitar 800 juta sampai 2,3 milyar. Di
Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata. Kasus
kelainan refraksi dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Ditemukan jumlah
penderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta
jiwa.3,4
Insidensi myopia dalam suatu populasi sangat bervariasi dalam hal umur, negara, jenis
kelamin, ras, etnis, pekerjaan, lingkungan, dan factor lainnya. Prevalensi miopia bervariasi
berdasar negara dan kelompok etnis, hingga mencapai 70-90% di beberapa negara.
Sedangkan menurut Maths Abrahamsson dan Johan Sjostrand tahun 2003, angka kejadian
astigmat bervariasi antara 30%-70%.

ETIOLOGI

Etiologi kelainan astigmatisma adalah sebagai berikut:4


i. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media refrakta
yang memiliki kesalahan pembiasan yang paling besar adalah kornea, yaitu mencapai
80% s/d 90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin.
Kesalahan pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea
dengan tanpa pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bolamata.
Perubahan lengkung permukaan kornea ini terjadi karena kelainan kongenital,
kecelakaan, luka atau parut di kornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan
kornea.
ii. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah
umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga semakin berkurang
dan lama kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapat
menyebabkan astigmatismus.
iii. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty

iv. Trauma pada kornea

v. Tumor

KLASIFIKASI

Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut:

1) Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang
saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya
bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat
koreksi lensa cylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal.
Tentunya jika tidak disertai dengan adanya kelainan
penglihatan yang lain.

Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu:
i. Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
horizontal.
ii. Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
vertikal.

2) Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai
berikut:
1. Astigmatisme Miopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat
pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B
adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme
jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl -Y atau Sph -X Cyl +Y di mana X dan Y memiliki
angka yang sama.

Gambar 3. Astigmatisme Miopia Simpleks

2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks


Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina.

Gambar 4. Astigmatisme Hiperopia Simpleks

3. Astigmatisme Miopia Kompositus


Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph -
X Cyl -Y.

Gambar 5. Astigmatisme Miopia Kompositus

4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus


Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di
antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph
+X Cyl +Y.

Gambar 6. Astigmatisme Hiperopia Kompositus


5. Astigmatisme Mixtus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di
belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph +X Cyl -
Y, atau Sph -X Cyl +Y, di mana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai
X menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama - sama + atau -.
Gambar 7. Astigmatisme Mixtus

Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri :


1. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatis-mus rendah tidak
perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul keluhan pada penderita maka
koreksi kacamata sangat perlu diberikan.
2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri. Pada
astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat mutlak
diberikan kacamata koreksi.

TANDA DAN GEJALA

Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejala-gejala


sebagai berikut :
- Memiringkan kepala atau disebut dengan titling his head, pada umunya keluhan ini
sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk
mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga
menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata,
seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak buram.

Sedang pada penderita astigmatismus rendah, biasa ditandai dengan gejalagejala


sebagai berikut :
- Sakit kepala pada bagian frontal.
- Ada pengaburan sementara / sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita akan
mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek-ucek mata.

PEMERIKSAAN
1) Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam
penglihatan diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan,
atau kelainan retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan
pin hole berarti pada pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi
baik. Bila ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan
media penglihatan atau pun retina yang menggangu penglihatan.5

2) Uji refraksi
i. Subjektif
Optotipe dari Snellen & Trial lens
Metode yang digunakan adalah dengan Metoda trial and error Jarak pemeriksaan 6
meter/ 5 meter/ 20 kaki. Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata
penderita, Mata diperiksa satu persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu
Ditentukan visus / tajam penglihatan masing-masing mata. Bila visus tidak 6/6
dikoreksi dengan lensa sferis positif, bila dengan lensa sferis positif tajam penglihatan
membaik atau mencapai 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita
hipermetropia, apabila dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur
penglihatan kemudian diganti dengan lensa sferis negatif memberikan tajam
penglihatan 5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien menderita miopia. Bila setelah
pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam penglihatan maksimal mungkin
pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat. Pada keadaan ini lakukan uji
pengaburan (fogging technique).5,6
ii. Objektif
- Autorefraktometer
Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan refraksi dengan menggunakan
komputer. Penderita duduk di depan autorefractor, cahaya dihasilkan oleh alat dan
respon mata terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan
refraksi yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu
beberapa detik.
- Keratometri
Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur radius kelengkungan
kornea.11 Keratometer dipakai klinis secara luas dan sangat berharga namun
mempunyai keterbatasan.

3) Uji pengaburan
Setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatannya
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris pada
kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa spheris positif 3. Pasien diminta
melihat kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat.
Bila garis juring pada 90 yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu
lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180. Perlahan-lahan
kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat
vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring
sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan.
Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa
negatif sampai pasien melihat jelas.7

Gambar 8. Kipas Astigmat.

4) Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme. Pemeriksa
memerhatikan imej ring pada kornea pasien. Pada astigmatisme regular, ring
tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme irregular, imej tersebut tidak terbentuk
sempurna.7,8
5) Javal ophtalmometer
Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral dari kornea, diaman akan
menentukan kekuatan refraktif dari kornea.7,8

Terapi
1) Koreksi lensa
Miopi dapat dikoreksi dengan lensa speris negative.Pada anak-anak dengan derajat myop
sampai dengan - 6 D,diberikan full koreksi dan dipakai terus.Pada myop diatas - 6 D
pada pemberian pertama kali dapat diturunkan dulu antara 1 2 D.Pada myop tinggi
dapat dikurangi sesuai keadaan.
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena dengan
koreksi lensa cylinder penderita astigmatismus akan dapat membiaskan sinar sejajar tepat
diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.
2) Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih dari satu
minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan menurunkan myopia.
Kekakuan lensa kontak yang digunakan sesuai dengan standar. Pada astigmatismus
irregular dimana terjadi pemantulan dan pembiasan sinar yang tidak teratur pada dataran
permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan memakai lensa kontak. Dengan
memakai lensa kontak maka permukaan depan kornea tertutup rata dan terisi oleh film air
mata.
3) Bedah refraksi
Methode bedah refraksi yang digunakan terdiri dari:8,9
Radial keratotomy (RK)
Dimana pola jari-jari yang melingkar dan lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang
lemah dan curam pada permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung
pada ukuran zona optik, angka dan kedalaman dari insisi.
Photorefractive keratectomy (PRK)
Adalah prosedur dimana kekuatan kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea.
Kornea yang keruh adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive
keratectomy dan setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan
koreksi kadang-kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu sebelum
operasi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Despopoulos A. and Silbernagi S, Color Atlas of Physiology 3 rd Edition. London:


Thieme, 2003; 344-346.
2. Olver J and Cassidy L, Basic Optics and Refraction. In Olver J and Cassidy L,
Ophtalmology at a Glance. New York: Blackwell Science, 2005; 22-23.
3. James B, Chew C and Bron A, Lecture Notes on Ophtalmology. New York: Blackwell
Publishing, 2003; 20-26.
4. Whitcher J P and Eva P R, Low Vision. In Whitcher J P and Eva P R, Vaughan &
Asburys General Ophtalmology. New York: Mc Graw Hill, 2007.
5. Ilyas S, Mailangkay H, Taim H, Saman R dan Simarmata M, 2003. Ilmu Penyakit Mata
Untuk Dokter Umum dan mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-2. Jakarta.
6. A. K. Khurana, Comprehensive Ophtalmology Fourth Edition: Optics and Refraction,
New Age International (P) limited Publishers, 12: 36-38, 2007.
7. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive Errors,
Thieme, p. 127-136, 2000.
8. Deborah, Pavan-Langston,Manual of Ocular Diagnosis and Therapy, 6th
Edition:Refractive Surgery, Lippincott Williams and Wilkins, 5:73-100,2008.
9. Roque M., 2009. Astigmatism, PRK. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1220845-overview#a0101
10. Harvey M. E., 2009. Development and Treatment of Astigmatism-Related Amblyopia.
Optom Vis Sci 86(6): 634-639. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2706277/pdf/nihms114434.pdf??tool=pm
centrez
11. Choi H. Y., Jung J. H. and Kim. M. N., 2010. The Effect of Epiblepharon Surgery on
Visual Acuity and With-the-Rule Astigmatism in Children. Korean J Ophthalmol 2010;
24(6) : 325-330. Diunduh dari:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3016080/pdf/1545-
6110_v108_p077.pdf??tool=pmcentrez

Anda mungkin juga menyukai