Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

GENERAL ANESTESI
PADA PEMBEDAHAN SOFT TISSUE TUMMOR COLLI SINISTRA
PASIEN LAKI-LAKI USIA 19 TAHUN
DI RSUD KARANGANYAR

Pembimbing :
dr. Damai Suri, Sp.An

Diajukan Oleh:
Sukma Dewantari
J510170083

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
GENERAL ANESTESI
PADA PEMBEDAHAN SOFT TISSUE TUMMOR COLLI SINISTRA
PASIEN LAKI-LAKI USIA 19 TAHUN
DI RSUD KARANGANYAR

Diajukan Oleh :
Sukma Dewantari
J510170083

Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas
Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari………………….

Pembimbing :
dr. Damai Suri, Sp.An (..................................)

Dipresentasikan di hadapan :
dr. Damai Suri, Sp.An (..................................)

Disahkan Ketua Program Profesi :


dr. Dona Dewi N (.................................)
BAB I
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
No.RM : 418846
Jenis Kelamin : Laki-laki
Masuk Tgl : 21 November 2017
Umur : 19 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Alamat : Bolong
Dokter Anestesi : dr. Damai Suri, Sp.An
Dokter Bedah : dr. Bakri, Sp. B FINAC

II. Anamnesa :
a. A (Alergy)
Tidak ada alergi terhadap obat-obatan, makanan dan asma.
b. M (Medication)
Tidak sedang menjalani pengobatan
c. P (Past Medical History)
Riwayat sakit yang sama dan riwayat operasi (-)
d. L (Last Meal)
Pasien puasa 6 jam
e. E (Elicit History)
Seorang pasien laki-laki usia 19 tahun datang ke RSUD Karanganyar
dengan keluhan benjolan di leher kiri. Benjolan dirasakan sejak
kurang lebih satu tahun yang lalu. Benjolan membesar saat capai dan
tidak nyeri saat dipegang.
III. Keluhan Utama :
Benjolan di leher sebelah kiri tanpa rasa nyeri.

IV. Riwayat Penyakit Sekarang :


Seorang pasien laki-laki usia 19 tahun datang ke RSUD Karanganyar
dengan keluhan benjolan di leher kiri. Benjolan dirasakan sejak kurang lebih
satu tahun yang lalu. Benjolan bertambah besar saat pasien merasa capai dan
sedang sakit ringan dan akan mengempes saat pasien beristirahat. Saat
dipegang, benjolan tidak nyeri. Kondisi umum pasien baik, kesadaran compos
mentis.

V. Anamnesis Sistemik
Neuro : Sensasi nyeri baik, gemetaran (-), sulit tidur (-)
Kardio : Nyeri dada (-), dada berdebar-debar (-)
Pulmo : Sesak napas (-), batuk lama (-)
Abdomen : Diare (-), kembung (-), konstipasi (-)
Urologi : BAK (+) dan BAB(-), panas (-)
Muskolo : Nyeri (-)

VI. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat penyakit serupa : disangkal
 Riwayat Alergi : disangkal
 Riwayat Asma : disangkal
 Riwayat Mondok : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal
 Riwayat trauma : disangkal

VII. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat penyakit serupa : disangkal
 Riwayat Asma : disangkal
 Riwayat Alergi : disangkal
 Riwayat Hipertensi : disangkal
 Riwayat Diabetes : disangkal
 Riwayat penyakit jantung : disangkal

VIII. Riwayat Operasi dan Anastesi


Disangkal

IX. PEMERIKSAAN FISIK


A. Pemeriksaan Fisik
1) Status Generalis
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Vital Sign :
- Tekanan darah : 110/60 mmHg
- Frekuensi Nafas : 20 x/ menit
- Frekuensi Nadi : 80 x/ menit
- Suhu : 36,5 o C
d. Kepala : Normocephal (+), sklera ikterik (-),
konjungtiva anemis (-/-), dispneu (-), napas cuping hidung (-),
vulnus ekskoriasi di daerah mandibular (+)
e. Leher : Retraksi supra sternal (-), peningkatan JVP
(-), pembesaran kelenjar limfe (-)
f. Thorak
a. Paru
- Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris, masa (-),
jejas (-), retraksi otot dada (-)
- Palpasi : fremitus dinding dada simetris kanan = kiri
- Perkusi : sonor
- Auskultasi: Suara dasar vesikuler, Wheezing (-/-),
Rhonki (-/-)
b. Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
- Perkusi : redup
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler,
Murmur (-), Gallop (-)
g. Ekstremitas : hangat, oedem (-), nyeri (-)

2) Status lokalis :
Regio Colli Dextra
Inspeksi : benjolan (+),tanda inflamasi (-)
Palpasi : teraba benjolan (+), nyeri tekan (-)

X. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium

Darah Rutin Nilai Nilai normal Satuan


Hb 14,8 12.00 – 16.00 g/dL
Ht 47,3 32 – 44 Vol%
Leukosit 10,58 5,0 – 10,0 10^3/uL
Trombosit 164 150 – 300 mm3
Eritrosit 5,16 4,50 – 5,50 10^6/uL
MCV 91,6 82 – 92 fL
MCH 28,7 27 – 31 Pg
MCHC 31,3 32-37 g/dL
Neutrofil 66,1 50-70,0 %
Limfosit 26,9 25,0– 40,0 %
Monosit 2,7 3,0 – 9,0 %
Eosinofil 4,0 0 ,5–5,0 %
Basofil 0.3 0,0-1,0 %
SGOT - 0-46 mg/dL
SGPT - 0-42 mg/dL
GDS 90 70 – 150 mg/dL
Creatinin 1,13 0,5-0,9 mg/dL
Ureum 28 10-50 mg/dL
HbsAg NR NR
CT 04.30 2-8 menit
BT 01.30 1-3 menit

2. Pemeriksaan Radiologi
a. Foto Thorax

Kesimpulan :
Cor dalam batas normal
Paru-paru tidak tampak kelainan

XI. DIAGNOSIS
Soft Tissue Tumor Colli Dextra

XII. TERAPI
Pro ekstirpasi dengan general anestesi

XIII. KONSUL ANASTESI


Seorang laki-laki usia 19 tahun dengan diagnosis soft tissue tumor colli dextra
yang akan dilakukan ekstirpasi. Hasil laboratorium, foto rontgen dan Vital
sign terlampir.
Kegawatan Bedah : (-)
Derajat ASA : II
Rencana tindakan anastesi : General anastesi

XIV. LAPORAN ANASTESI


Nama : An. A
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 19 tahun
No RM : 418846
Diagnosa pra bedah : soft tissue tumor colli dextra

A. Rencana Anestesi
1. Persiapan Operasi
a. Persetujuan operasi tertulis ( + )
b. Puasa ≥ 6 jam
2. Jenis Anestesi : General Anestesi
3. Premedikasi :
- granisetron 3mg iv
- fentanyl 100 mcg iv
4. Induksi : Propofol 100 mg iv
5. Maintenance : O2, N2O, Halotan
6. Cairan : RL  Tutofusin 500 ml
7. Monitoring : Tanda vital selama operasi tiap 5 menit,
kedalaman Anestesi, cairan, perdarahan
8. Perawatan pasca anestesi di ruang pulih sadar/ruang pindah
9. Transfusi sebelumnya : tidak pernah transfusi darah

B. Tindakan Anestesi
1. Di ruang persiapan
a. Cek persetujuan operasi dan identitas penderita
b. Pakaian pasien diganti pakaian operasi
c. Pemeriksaan tanda-tanda vital
d. Lama puasa ≥ 6 jam
e. Cek obat dan alat anestesi
f. Posisi terlentang

C. Post- operasi
Setelah operasi selesai pasien dipindahkan ke ruang pemulihan atau
recovery room . Pasien masih sadar dan ada refleks setelah operasi. Pasien
diperbolehkan pindah ruang (keluar dari ruangan operasi) bila Aldrete score >
7.

D. Instruksi Pasca Anestesi


Pasien dirawat di ruang pindah dalam posisi supine, dengan bantuan
oksigen jika diperlukan, awasi respirasi, nadi. Setelah pemulihan pasca
anestesi pasien di rawat di bangsal sesuai dengan bagian operator.
Setelah pasien sadar, pasien dipindahkan ke bangsal Cempaka 3
1. Awasi keadaan umum, perdarahan setiap 15 menit selama 2 jam
post operasi.
2. Infuse : RL 20 tpm
3. Bila tidak ada mual, tidak ada muntah, bising usus (+), boleh diberi
makan dan minum secara bertahap
4. Anjuran untuk bed rest 24 jam
5. Bila nyeri bertambah, konsultasi ke bagian anestesi

E. Aldrete Score
Pasien dapat keluar dari RR apabila sudah mencapai skor Aldrete
>7(Tujuh).
TANDA KRITERIA SCORE

Gerakan  Dapat menggerakan 2


keempat ekstremitas 1
 Dapat menggerakan kedua
ekstremitas
 Tidak dapat menggerakan 0
ekstremitas
Pernafasan  Bernapas dalam dan kuat 2
serta batuk
 Bernapas berat atau 1
dispneu
 Perlu bantuan nafas atau 0
apneu
Tekanan darah  Sama dengan nilai awal 2
+20%
 Berbeda lebih dari 20-50% 1
dari nilai awal
 Berbeda lebih dari 50% 0
dari nilai awal
Kesadaran  Sadar penuh 2
 Tidak sadar, aada reaksi 1
terhadap rangsang
 Tidak sadar, tidak ada 0
reaksi terhadap rangsangan
Warna kulit  Merah 2
 Pucat, ikterus, dan lain-lain 1
 Sianosis 0

Keterangan:Score > 7 boleh keluar dari RR

Sedangkan pada pasien , didapatkan skornya 10. Skor 10


didapatkan dari
1. Dapat menggerakkan keempat ekstremitas (2)
2. Bernapas dalam dan kuat (2)
3. Tekanan darah sama dengan awal +20% (2)
4. Kesadaran sadar penuh (2)
5. warna kulit merah (2)
Dengan skor 10 ini, pasien telah dapat dipindahkan dari ruang
recovery ke bangsal Cempaka 3 RSUD Karanganyar.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan
tulang serta organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak
antara lain adalah otot, tendon, jaringan ikat, dan jaringan lemak.
Tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumor (STT) adalah suatu
benjolan atau pembengkakan abnormal yang disebabkan pertumbuhan sel
baru.

B. ANATOMI FISIOLOGI
Menurut Evelyn C. Pearce (2008:15), anatomi fisiologi jaringan lunak
adalah sebagai berikut :
1. Otot
Otot ialah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu
berkontraksi bergerak. Otot terdiri atas serabut silindris yang mempunyai
sifat yang sama dengan jaringan yang lain, semua ini diikat menjadi
berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung
unsur kontraktil
2. Tendon
Tendon adalah pengikat otot pada tulang, tendon ini berupa serabut-
serabut simpai yang berwarna putih, berkilap, dan tidak elastis.
3. Jaringan ikat
Jaringan ikat melengkapi kerangka badan, dan terdiri dari jaringan
areolar dan serabut elastis.

C. ETIOLOGI
Etiologi Soft Tissue Tumor :
1. Kondisi genetik
Ada bukti tertentu pembentukan gen dan mutasi gen adalah faktor
predisposisi untuk beberapa tumor jaringan lunak, dalam daftar laporan
gen yang abnormal, bahwa gen memiliki peran penting dalam diagnosis.
2. Radiasi
Mekanisme yang patogenik adalah munculnya mutasi gen radiasi-induksi
yang mendorong transformasi neoplastik.
3. Lingkungan karsinogen
Sebuah hubungan antara eksposur ke berbagai karsinogen dan setelah itu
dilaporkan meningkatnya insiden tumor jaringan lunak.
4. Infeksi
Infeksi virus Epstein-Barr dalam orang yang kekebalannya lemah juga
akan meningkatkan kemungkinan tumor jaringan lunak.
5. Trauma
Hubungan antara trauma dan Soft Tissue Tumors nampaknya kebetulan.
Trauma mungkin menarik perhatian medis ke pra-luka yang ada.

D. INSIDENSI

Kanker jaringan lunak termasuk kanker yang jarang ditemukan,


insidensnya hanya sekitar 1% dari seluruh keganasan yang ditemukan pada
orang dewasa dan 7-15 % dari seluruh keganasan pada anak. Bisa ditemukan
pada semua kelompok umur. Pada anak-anak paling sering pada umur
sekitar 4 tahun dan pada orang dewasa paling banyak pada umur 45-50
tahun.
Lokasi yang paling sering ditemukan adalah pada anggota gerak bawah
yaitu sebesar 46% dimana 75%-nya ada di atas lutut terutama di daerah
paha.
Di anggota gerak atas mulai dari lengan atas, lengan bawah hingga telapak
tangan sekitar 13%. 30% di tubuh bagian di bagian luar maupun dalam,
seperti pada dinding perut, dan juga pada jaringan lunak di dalam perut
maupun dekat ginjal atau yang disebut daerah retroperitoneum. Pada daerah
kepala dan leher sekitar 9% dan 1% di tempat lainnya, antara lain di dada.

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan tanda kanker jaringan lunak tidak spesifik, tergantung pada
lokasi di mana tumor berada, umumnya gejalanya berupa adanya suatu
benjolan dibawah kulit yang tidak terasa sakit. Hanya sedikit penderita yang
mengeluh sakit, yang biasanya terjadi akibat pendarahan atau nekrosis
dalam tumor, dan bisa juga karena adanya penekanan pada saraf-saraf tepi.
Tumor jinak jaringan lunak biasanya tumbuh lambat, tidak cepat
membesar, bila diraba terasa lunak dan bila tumor digerakan relatif masih
mudah digerakan dari jaringan di sekitarnya dan tidak pernah menyebar ke
tempat jauh.
Umumnya pertumbuhan kanker jaringan lunak relatif cepat membesar,
berkembang menjadi benjolan yang keras, dan bila digerakkan agak sukar
dan dapat menyebar ke tempat jauh ke paru-paru, liver maupun tulang.
Kalau ukuran kanker sudah begitu besar, dapat menyebabkan borok dan
perdarahan pada kulit diatasnya.

F. PATOFISIOLOGI

Pada umumnya tumor-tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumors


(STT) adalah proliferasi jaringan mesenkimal yang terjadi di jaringan
nonepitelial ekstraskeletal tubuh. Dapat timbul di tempat di mana saja,
meskipun kira-kira 40% terjadi di ekstermitas bawah, terutama daerah paha,
20% di ekstermitas atas, 10% di kepala dan leher, dan 30% di badan.
Tumors jaringan lunak tumbuh centripetally, meskipun beberapa tumor
jinak, seperti serabut luka. Setelah tumor mencapai batas anatomis dari
tempatnya, maka tumor membesar melewati batas sampai ke struktur
neurovascular. Tumor jaringan lunak timbul di lokasi seperti lekukan-
lekukan tubuh.
Proses alami dari kebanyakan tumor ganas dapat dibagi atas 4 fase yaitu
:
1. Perubahan ganas pada sel-sel target, disebut sebagai transformasi.
2. Pertumbuhan dari sel-sel transformasi.
3. Invasi lokal.
4. Metastasis jauh.

G. DIAGNOSA
Metode diagnosis yang paling umum selain pemeriksaan klinis adalah
pemeriksaan biopsi, bisa dapat dengan biopsi aspirasi jarum halus (FNAB)
atau biopsi dari jaringan tumor langsung berupa biopsi insisi yaitu biopsi
dengan mengambil jaringan tumor sebagian sebagai contoh bila ukuran
tumornya besar. Bila ukuran tumor kecil, dapat dilakukan biopsi dengan
pengangkatan seluruh tumor. Jaringan hasil biopsi diperiksa oleh ahli
patologi anatomi dan dapat diketahui apakah tumor jaringan lunak itu jinak
atau ganas. Bila jinak maka cukup hanya benjolannya saja yang diangkat,
tetapi bila ganas setalah dilakukan pengangkatan benjolan dilanjutkan
dengan penggunaan radioterapi dan kemoterapi. Bila ganas, dapat juga
dilihat dan ditentukan jenis subtipe histologis tumor tersebut, yang sangat
berguna untuk menentukan tindakan selanjutnya.
H. PENATALAKSANAAN

Secara umum, pengobatan untuk jaringan lunak tumor tergantung pada


tahap dari tumor. Tahap tumor yang didasarkan pada ukuran dan tingkatan
dari tumor. Pengobatan pilihan untuk jaringan lunak tumors termasuk
operasi, terapi radiasi, dan kemoterapi.
1. Terapi Pembedahan (Surgical Therapy)
Bedah adalah yang paling umum untuk perawatan jaringan lunak tumors.
Jika memungkinkan, dokter akan menghapus kanker dan margin yang
aman dari jaringan sehat di sekitarnya. Penting untuk mendapatkan
margin bebas tumor untuk mengurangi kemungkinan kambuh lokal dan
memberikan yang terbaik bagi pembasmian dari tumor. Tergantung pada
ukuran dan lokasi dari tumor, mungkin, jarang sekali, diperlukan untuk
menghapus semua atau bagian dari lengan atau kaki.
2. Terapi radiasi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk operasi baik sebelum atau setelah
shrink Tumor operasi apapun untuk membunuh sel kanker yang mungkin
tertinggal. Dalam beberapa kasus, dapat digunakan untuk merawat tumor
yang tidak dapat dilakukan pembedahan. Dalam beberapa studi, terapi
radiasi telah ditemukan untuk memperbaiki tingkat lokal, tetapi belum
ada yang berpengaruh pada keseluruhan hidup.
3. Kemoterapi
Kemoterapi dapat digunakan dengan terapi radiasi, baik sebelum atau
sesudah operasi untuk mencoba bersembunyi di setiap tumor atau
membunuh sel kanker yang tersisa. Penggunaan kemoterapi untuk
mencegah penyebaran jaringan lunak tumors belum membuktikan untuk
lebih efektif. Jika kanker telah menyebar ke area lain dari tubuh,
kemoterapi dapat digunakan untuk Shrink Tumors dan mengurangi rasa
sakit dan menyebabkan kegelisahan mereka, tetapi tidak mungkin untuk
membasmi penyakit.
I. KOMPLIKASI

Penyebaran atau metastasis kanker ini paling sering melalui pembuluh


darah ke paru-paru , ke liver, dan tulang. Jarang menyebar melalui kelenjar
getah bening.

I. PROGNOSIS
Pada kanker jaringan lunak yang sudah lanjut, dengan ukuran yang
besar, resiko kekambuhan setelah dilakukan tindakan operasi masih dapat
terjadi. Oleh karena itu setelah operasi biasanya penderita harus sering
kontrol untuk memonitor ada tidaknya kekambuhan pada daerah operasi
ataupun kekambuhan ditempat jauh berupa metastasis di paru, liver atau
tulang.

GENERAL ANESTESIA
Tindakan anestesi dilakukan dengan menghilangkan nyeri secara
sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau
reversible. Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor
terjadinya kecelakaan dalam anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya
dilakukan kunjungan pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien
dibedah pasien dalam keadaan bugar. Tujuan kunjungan praanestesi adalah
untuk mengurangi angka kesakitan operasi, mengurangi biaya operasi dan
meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Sebelum pasien diberi obat anestesi, langkah selanjutnya adalah
dilakukan premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesi diberi
dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi
diantaranya :
 Meredakan kecemasan dan ketakutan
 Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
 Mengurang mual dan muntah pasca bedah
 Mengurangi isi cairan lambung
 Membuat amnesia
 Memperlancar induksi anestesi
 Meminimalkan junmlah obat anestesi
 Mengurangi reflek yang membahayakan.

1. Obat Premedikasi
a. Midazolam
Midazolam adalah obat induksi tidur jangka pendek untuk premedikasi,
induksi dan pemeliharaan anestesi. Midazolam merupakan suatu golongan
imidazo-benzodiazepin dengan sifat yang sangat mirip dengan golongan
benzodiazepine. Dibandingkan dengan diazepam, midazolam bekerja cepat
karena transformasi metabolitnya cepat dan lama kerjanya singkat. Pada pasien
orang tua dengan perubahan organik otak atau gangguan fungsi jantung dan
pernafasan, dosis harus ditentukan secara hati-hati. Efek obat timbul dalam 2
menit setelah penyuntikan.
Dosis premedikasi dewasa 0,07-0,10 mg/kgBB, disesuaikan dengan
umur dan keadaan pasien. Dosis lazim adalah 5 mg. Pada orang tua dan pasien
lemah dosisnya 0,025-0,05 mg/kgBB.
Efek sampingnya terjadi perubahan tekanan darah arteri, denyut nadi
dan pernafasan, umumnya hanya sedikit.
b. Fentanyl
Fentanyl merupakan salah satu preparat golongan analgesik opioid dan
termasuk dalam opioid potensi tinggi dengan dosis 100-150 mcg/kgBB,
termasuk sufentanil (0,25-0,5 mcg/kgBB). Opioid dosis tinggi yang diberikan
selama operasi dapat menyebabkan kekakuan dinding dada dan larynx, dengan
demikian dapat mengganggu ventilasi secara akut, sebagaimana meningkatnya
kebutuhan opioid potoperasi berhubungan dengan perkembangan toleransi
akut. Maka dari itu, dosis fentanyl dan sufentanil yang lebih rendah telah
digunakan sebagai premedikasi dan sebagai suatu tambahan baik dalam
anestesi inhalasi maupun intravena untuk memberikan efek analgesi
perioperatif.
Sebagai analgesik, potensinya diperkirakan 80 kali morfin. Lamanya
efek depresi nafas fentanil lebih pendek dibanding meperidin. Efek euphoria
dan analgetik fentanil diantagonis oleh antagonis opioid, tetapi secara tidak
bermakna diperpanjang masanya atau diperkuat oleh droperidol, yaitu suatu
neuroleptik yang biasanya digunakan bersama sebagai anestesi IV. Dosis tinggi
fentanil menimbulkan kekakuan yang jelas pada otot lurik, yang mungkin
disebabkan oleh efek opioid pada tranmisi dopaminergik di striatum. Efek ini
di antagonis oleh nalokson. Fentanyl biasanya digunakan hanya untuk anestesi,
meski juga dapat digunakan sebagai anelgesi pasca operasi. Obat ini tersedia
dalam bentuk larutan untuk suntik dan tersedia pula dalam bentuk kombinasi
tetap dengan droperidol. Fentanyl dan droperidol (suatu butypherone yang
berkaitan dengan haloperidol) diberikan bersama-sama untuk menimbulkan
analgesia dan amnesia dan dikombinasikan dengan nitrogen oksida
memberikan suatu efek yang disebut sebagai neurolepanestesia.
c. Granisetrone
Merupakan suatu antiemetik selektif serotonin 5-HT3 reseptor yang
sangat efektif yang dapat menekan mual dan muntah karena sitostatika
misalnya cisplatin dan radiasi. Granisetron mempercepat pengosongan
lambung, bila kecepatan pengosongan basal rendah. Tetapi waktu transit
saluran cerna memanjang sehingga dapat terjadi konstipasi. Granisetron
dieliminasi dengan cepat dari tubuh. Metabolisme obat ini terutama secara
hidroksilasi dan konjugasi dengan glukonida atau sulfat dalam hati. Dosis yang
biasanya diberikan untuk premedikasi dosis tunggal 3mg dan maksimal
pemberian 9 mg/hari. Dalam suatu penelitian kombinasi antara Granisetron
dosis kecil yang diberikan sesaat sebelum ekstubasi trakhea ditambah
Dexamethasone yang diberikan saat induksi anestesi merupakan suatu alternatif
dalam mencegah muntah selama 0-2 jam setelah ekstubasi trakhea daripada
ondansetron dan dexamethasone.
2. Muscle Relaxant
Ecron
Relaksasi otot lurik dapat dicapai dengan mendalamkan anastesi
umum inhalasi, blockade saraf regional, dan memberkan pelumpuh otot.
Pendalaman anastesi beresiko depresi napas, dan blockade saraf terbatas
penggunaannya. Saat ini obat pelumpuh otot sudah sering digunakan dalam
praktek anestesi. Anestesi yang digunakan tidak perlu dalam, analgesik dapat
diberikan opioid dosis tinggi, dan otot lurik dapat relaksasi akibat pemberian
pelumpuh otot.
Ecron merupakan obat dengan kandungan aktif vecuronium bromide,
yaitu digunakan sebagai terapi penunjang anestesi untuk mempermudah
pemasangan intubasi serta relaksasi otot rangka. Vecuronium bromide merupakan
pelumpuh otot non depolarisasi yang berikatan dengan reseptor nikotinik-
kolinergik, tetapi tidak menyebabkan terjadinya depolarisasi, hanya menghalangi
asetilkolin menempatinya sehingga asetilkolin tidak dapat bekerja.
Dalam penggunaannya vecuroneum diberikan dengan dosis awal 0,1-
0,2 mg/kgbb dan dosis rumatan 0,015-0,02mg/kgbb. Obat golongan ini memiki
durasi 25-45 menit.

3. induksi
Profofol
Propofol adalah obat anestesi intravena yang bekerja cepat dengan
karakter recovery anestesi yang cepat tanpa rasa pusing dan mual-mual.
Profofol merupakan cairan emulsi minyak-air yang berwarna putih yang
bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1ml=10 mg) dan mudah larut dalam
lemak. Profopol menghambat transmisi neuron yang dihantarkan oleh
GABA. Propofol adalah obat anestesi umum yang bekerja cepat yang efek
kerjanya dicapai dalam waktu 30 detik.
Dosis induksi 1-2 mg/kgBB. Dosis rumatan 500ug/kgBB/menit
infuse. Dosis sedasi 25-100ug/kgBB/menit infuse. Pada pasien yang
berumur diatas 55 tahun dosis untuk induksi maupun maintanance anestesi
itu lebih kecil dari dosis yang diberikan untuk pasien dewasa menyebabkan
depolarisasi, hanya menghalangi asetilkolin menempatinya, sehingga
asetilkolin tidak dapat bekerja.
Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasinya
selama 20-45 menit dan dapat meningkat menjadi 2 kali lipat pada suhu 250
C, kecepatan efek kerjanya 1-2 menit.
Penawar pelumpuh otot atau antikolinesterase bekerja pada
sambungan saraf-otot mencegah asetilkolin-esterase bekerja, sehingga
asetilkolin dapat bekerja. Antikolinesterase yang paling sring digunakan
ialah neostigmin dengan dosis (0,04-0,08 mg/kgBB) atau obat
antikolinergik lainnya. Penawar pelumpuh otot bersifat muskarinik
menyebabkan hipersalivasi, keringatan, bradikardia, kejang bronkus,
hipermotilitas usus dan pandangan kabur, sehingga pemberiannya harus
disertai obat vagolitik seperti atropin dosis 0,01-0,02 mg/kgBB atau
glikopirolat 0,005-0,01 mg/kgBB sampai 0,2-0,3 mg/kgBB pada dewasa.

4. Maintanance
a. N2O
N2O (gas gelak, laughling gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida)
diperoleh dengan memanaskan ammonium nitrat sampai 240°C (NH4 NO3
2H2O + N2O) N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis,
tak iritasi, tak terbakar, dan beratnya 1,5 kali berat udara. Pemberian anestesi
dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat anestesik
lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangi
nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan
sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu anestesi lain seperti halotan
dan sebaagainya. Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O
akan cepat keluar mengisi alveoli, sehingga terjadi pengenceran O2 dan
terjadilah hipoksia difusi. Untuk menghindari terjadinya hipoksia difusi,
berikan O2 100% selama 5-10 menit. Penggunaan dalamane stesi umumnya
dipakai dalam kombinasi N2O : O2 yaitu 60% : 40%, 70% : 30%. Dosis
untuk mendapatkan efek analgesik digunakan dengan perbandingan 20% :
80%, untuk induksi 80% : 20%, dan pemeliharaan 70% : 30%. N2O sangat
berbahaya bila digunakan pada pasien pneumothorak, pneumomediastinum,
obstruksi, emboli udara dan timpanoplasti.

b. Halothane
Halothane merupakan turunan etan. Baunya yang enak dan tidak
merangsang jalan napas sering digunakan sebagai induksi anestesia
kombinasi dengan N2O. Halothane harus di simpan dalam botol gelap
(coklat tua) supaya tidak rusak oleh cahaya dan diawetkan oleh timol 0,01
%. Halothane menyebabkan vasodilatasi serebral, meninggikan aliran darah
otak yang sulit dikendalikan dengan teknik anestesia hiperventilasi sehingga
tidak disukai untuk bedah otak.
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus
simpatis, hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor,
depresi miokard dan inhibisi refleks baroreseptor.
BAB III
PEMBAHASAN

Diagnosis soft tissue tumor colli didapatkan dari anamnesis, catatan rekam
medic pasien dan hasil pemeriksaan penunjang untuk mengetahui keadaan umum
pasien dan memastikan apakah operasi dapat dilakukan.
Status fisik pada pasien ini dimasukkan ke dalam ASA II (pasien dengan
kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang akibat kelainan bedah atau proses
patofisiologus, angka mortalitas 16%). Teknik general anestesi dilakukan atas
pertimbangan lama waktu operasi.
Pada pasien ini diberikan premedikasi berupa midazolam 3 mg (0,05-0,1
mg/kgBB) intravena, granisetron 3 mg iv, fentanyl 100 mcg iv. Induksi anestesia
dilakukan dengan pemberian propofol 100 mg (2 – 2,5 mg/kgBB) intravena.
Untuk maintenance selama operasi berlangsung diberikan N2O 50%, O2 50%, dan
Halothane dengan cara inhalasi dengan mesin anestesia. Selama operasi
berlangsung, dilakukan monitoring perioperasi untuk membantu ahli anestesi
mendapatkan informasi fungsi organ vital selama perioperasi, supaya dapat
bekerja dengan aman. Monitoring secara elektronik membantu ahli anestesi
mengadakan observasi pasien lebih efisien secara terus menerus. Selama operasi
berlangsung juga tetap diberikan cairan intravena RL.
Pasien dipindah ke ruang pemulihan dan dilakukan observasi sesuai skor
Aldrete. Bila pasien tenang dan Aldrete Score ≥ 8 dan tanpa nilai 0, pasien dapat
dipindahkan ke bangsal. Pada kasus ini Aldrete Score-nya yaitu aktivitas motorik
2 (4 ekstremitas dapat digerakkan), pernapasan 2 (bernapas tanpa hambatan),
kesadaran 2(sadar penuh), sirkulasi 2 (tekanan darah dalam kisaran <20%
sebelum operasi), dan warna kulit 2 (merah muda). Jadi Aldrete Score pada pasien
ini adalah 10 sehingga layak untuk pindah ke bangsal.
BAB IV
KESIMPULAN

Seorang laki-laki usia 19 tahun dengan keluhan benjolan pada leher kiri,
membesar saat capai dan tanpa rasa nyeri. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik
maupun penunjang didapatkan diagnosis soft tissue tumor colli sinistra.
Berdasarkan klasifikasi status fisik pasien pra-anestesi menurut American Society
of Anesthesiologist, pasien digolongkan dalam ASA II .
Pasien diberikan premedikasi berupa midazolam, granisetron, fentanyl dan
dilakukan general anestesi menggunakan induksi propofol. Pasien juga diberikan
bantuan oksigen melalui intubasi endotrakeal. Pemeliharaan pada pasien
menggunakan O2, N2O, dan halothane.
Di ruang pemulihan (recovery room) vital sign pasien dalam batas normal
dan nilai aldrette score mencapai 10 sehingga pasien bisa dipindahkan ke bangsal.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Soenarjo, dkk. Penuntun praktis anestesiologi. Bagian anestesiologi dan


terapi intensif fakultas kedokteran UNDIP. 2010
2. Latief, SA, Suryadi, KA, Dachlan, R.2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi
edisi ketiga. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif, Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
3. Mansjoer A, Triyanti K, Wardhani WI. Et all (editor). 2007. Kapita
Selekta Kedokteran. Cetakan keenam : Media Aesculapius – FK UI.
4. Mulyono I, Harijanto E, Sunatrio S. Cairan Koloid. Panduan Tatalaksana
terapi Cairan Perioperatif. Perhimpunan Dokter Spesialis Anesetesiologi
Dan Reanimasi Indonesia. 2009 : 120-30
5. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Soft Tissue Tumor”, dalam Buku
Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,

Anda mungkin juga menyukai

  • Laporan-kasus-Vertigo-perifer Edit
    Laporan-kasus-Vertigo-perifer Edit
    Dokumen24 halaman
    Laporan-kasus-Vertigo-perifer Edit
    Arif Rahman Dm
    100% (1)
  • Laporan-kasus-Vertigo-perifer Edit
    Laporan-kasus-Vertigo-perifer Edit
    Dokumen24 halaman
    Laporan-kasus-Vertigo-perifer Edit
    Arif Rahman Dm
    100% (1)
  • Document
    Document
    Dokumen1 halaman
    Document
    tyagusprita
    Belum ada peringkat
  • UUUJIAN
    UUUJIAN
    Dokumen37 halaman
    UUUJIAN
    tyagusprita
    Belum ada peringkat
  • Document
    Document
    Dokumen1 halaman
    Document
    tyagusprita
    Belum ada peringkat
  • Journal
    Journal
    Dokumen4 halaman
    Journal
    Tya Gusprita
    Belum ada peringkat
  • Journal
    Journal
    Dokumen4 halaman
    Journal
    Tya Gusprita
    Belum ada peringkat
  • Tatalaksana Stroke Iskemik Akut
    Tatalaksana Stroke Iskemik Akut
    Dokumen32 halaman
    Tatalaksana Stroke Iskemik Akut
    tyagusprita
    Belum ada peringkat
  • Faktor Pendukung
    Faktor Pendukung
    Dokumen1 halaman
    Faktor Pendukung
    tyagusprita
    Belum ada peringkat
  • DIET HT Prolanis
    DIET HT Prolanis
    Dokumen22 halaman
    DIET HT Prolanis
    tyagusprita
    Belum ada peringkat
  • DM CKD Ulkus
    DM CKD Ulkus
    Dokumen38 halaman
    DM CKD Ulkus
    tyagusprita
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen10 halaman
    Bab I
    Evii Yntsr
    Belum ada peringkat
  • NASKAH PUBLIKASInazil
    NASKAH PUBLIKASInazil
    Dokumen16 halaman
    NASKAH PUBLIKASInazil
    tyagusprita
    Belum ada peringkat
  • Lapsus DM
    Lapsus DM
    Dokumen54 halaman
    Lapsus DM
    tyagusprita
    Belum ada peringkat
  • Case Report Tya
    Case Report Tya
    Dokumen19 halaman
    Case Report Tya
    tyagusprita
    Belum ada peringkat
  • Tugas Jurnal Tya
    Tugas Jurnal Tya
    Dokumen2 halaman
    Tugas Jurnal Tya
    tyagusprita
    Belum ada peringkat
  • Refer at
    Refer at
    Dokumen7 halaman
    Refer at
    tyagusprita
    Belum ada peringkat
  • Tumor Parotis
    Tumor Parotis
    Dokumen39 halaman
    Tumor Parotis
    Ferdinan Benito Siahaan
    Belum ada peringkat
  • Document
    Document
    Dokumen1 halaman
    Document
    tyagusprita
    Belum ada peringkat
  • TELINGA
    TELINGA
    Dokumen16 halaman
    TELINGA
    tyagusprita
    Belum ada peringkat
  • Saluran Pencernaan
    Saluran Pencernaan
    Dokumen34 halaman
    Saluran Pencernaan
    tyagusprita
    Belum ada peringkat
  • Refer at
    Refer at
    Dokumen7 halaman
    Refer at
    tyagusprita
    Belum ada peringkat
  • Referat Akne Vulgaris Fix
    Referat Akne Vulgaris Fix
    Dokumen29 halaman
    Referat Akne Vulgaris Fix
    Hadi Tryadi
    100% (1)
  • UUUJIAN
    UUUJIAN
    Dokumen37 halaman
    UUUJIAN
    tyagusprita
    Belum ada peringkat
  • Lapsus 2
    Lapsus 2
    Dokumen35 halaman
    Lapsus 2
    VAnila Nunut
    Belum ada peringkat
  • Analisis Situasi
    Analisis Situasi
    Dokumen45 halaman
    Analisis Situasi
    tyagusprita
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Ileus
    Lapsus Ileus
    Dokumen28 halaman
    Lapsus Ileus
    tyagusprita
    Belum ada peringkat
  • Tumor Parotis
    Tumor Parotis
    Dokumen39 halaman
    Tumor Parotis
    Ferdinan Benito Siahaan
    Belum ada peringkat
  • Analisis Situasi
    Analisis Situasi
    Dokumen45 halaman
    Analisis Situasi
    tyagusprita
    Belum ada peringkat
  • UUUJIAN
    UUUJIAN
    Dokumen37 halaman
    UUUJIAN
    tyagusprita
    Belum ada peringkat