Anda di halaman 1dari 21

JURNAL READING

Diajukan Oleh
Efa Anggraini, S.Ked J510170019
Lisa Sriaji Purboningrum, S. Ked J510170061
Yudwari Adhicha Nuredis, S.Ked J510170008

Pembimbing
dr. Isna Nurhayati,Sp.A, M.Kes

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SUKOHARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
JURNAL READING
Keamanan dan imunogenisitas terhadapvaksin rotavirus RV3-
BB yang diberikan saat lahir atau pada masa bayi:percobaan
acak, double-blind, placebo-controlled

Diajukan Oleh :
Efa Anggraini, S.Ked J510170019
Lisa Sriaji Purboningrum, S. Ked J510170061
Yudwari Adhicha Nuredis, S.Ked J510170008
Telah disetujui dan disahkan oleh Bagian Program Pendidikan Profesi Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Surakarta

Dipersentasikan dihadapan :
dr. Isna Nurhayati ,Sp.A, M.Kes (………………………)

Dipersentasikan dihadapan :
dr. Isna Nurhayati ,Sp.A, M.Kes (………………………)
Keamanan dan imunogenisitas terhadapvaksin rotavirus RV3-BB yang
diberikan saat lahir atau pada masa bayi:percobaan acak, double-blind,
placebo-controlled
Abstrak

Latar belakang: Meskipun vaksin rotavirus telah berhasil , efikasi vaksin yang kurang
optimal di daerah dengan beban tinggi penyakit terus menjadi sebuah tantangan untuk
implementasi di seluruh dunia. Sebuah strategi dosis setelah lahir menggunakan vaksin yang
dikembangkan dari golongan rotavirus neonatal asimtomatik memiliki potensi untuk
mengatasi masalah ini dan memberikan perlindungan dari penyakit rotavirus parah sejak
lahir.

Metode :2a Fase ini dilakukan secara acak, double-blind, percobaan keamanan dan
imunogenisitas terkontrol plasebo dilakukan di satu pusat di Selandia Baru antara Jan 13,
2012, hingga 17 April 2014. Bayi yang sehat, lahir cukup bulan (≥36 minggu kehamilan),
yang beratnya setidaknya 2500 g, dan berusia 0-5 hari pada saat pengacakan secara acak (1:
1: 1; yang dihasilkan komputer, alokasi telepon pusat) sesuai dengan jadwal blok pengacakan
yang tersembunyi untuk vaksin RV3-BB oral dengan dosis pertama diberikan pada 0-5 hari
setelah lahir (jadwalneonatal), untuk vaksin dengan dosis pertama diberikan pada sekitar 8
minggu setelah lahir (jadwal bayi), atau dengan plasebo. Titik akhir primer adalah
penggunaan vaksin kumulatif (serum respon imun atau gambaran virus vaksin pada feses
setelah diberi dosis) setelah tiga dosis. Analisis imunogenisitas mencantumkan semua peserta
secara acak dengan data hasil tersedia. Percobaan ini terdaftar dengan Australian New
Zealand Clinical Trials Registry, ACTRN12611001212943.

Hasil : 95 peserta yang memenuhi syarat secara acak, di antaranya terdapat 89 yang
dimasukkan ke dalam analisis primer. Penggunaan vaksin kumulatif terdeteksi di 27 (90%)
dari 30 peserta dalam kelompok jadwal neonatal setelah tiga dosis vaksin RV3-BB
dibandingkan dengan empat (13%) dari 32 peserta pada kelompok plasebo (perbedaan dalam
proporsi 0 · 78, 95% CI 0 · 55-0 · 88;p <0 · 0001). 25 (93%) dari 27 peserta dalam kelompok
jadwal bayi memiliki penggunaan vaksin kumulatif setelahtiga dosis dibandingkan dengan
delapan (25%) dari 32 peserta pada kelompok plasebo (perbedaan dalam proporsi 0 · 68,0 ·
44-0 · 81; p <0 · 0001). Serum IgA terdeteksi pada 19 (63%) dari 30 peserta dan 20 (74%)
dari 27 peserta,dan usapan fesesterdeteksi RV3-BB pada 21 (70%) dari 30 peserta dan 21
(78%) dari 27 peserta di kelompokjadwal neonataldan kelompok jadwal bayi. Frekuensi efek
samping yang diinginkan dan tidak diinginkan adalah sama di seluruhkelompok perlakuan.
Vaksin RV3-BB tidak berhubungan dengan peningkatan frekuensi demam atau
gastrointestinal ,gejala dibandingkan dengan plasebo.
Kesimpulan: Vaksin RV3-BB adalah imunogenik dan ditoleransi dengan baik ketika
diberikan sebagai tiga dosis pada jadwal neonatal atau jadwal bayi. Sebuah strategi
dosisvaksin RV3-BB saat kelahiran memiliki potensi untuk meningkatkan efektivitas dan
implementasivaksin rotavirus.
PendanaanAustralian National Health dan Medical Research Council, Dewan Riset
Kesehatan Selandia Baru, danMurdoch Children Research Institute.
1. Pendahuluan
Vaksin rotavirus telah dikaitkan dengan penurunan prevalensi masuk rumah sakit
karena rotavirus di Negara baik yang berpenghasilan rendah maupun berpenghasilan
tinggidan terjadinya pengurangan angka kematian di anak-anakmuda di Meksiko dan Brazil.
Meskipun prestasi ini penting, masih ada beberapa tantangan untuk keberhasilan vaksin
rotavirus. Di negara-negara berpenghasilan rendah denganbeban tinggi penyakit rotavirus,
perlindungan yang diberikanoleh vaksin berlisensi, RotaTeq (Merck, WhitehouseStation, NJ,
USA) dan Rotarix (GlaxoSmithKline, Rixensart,Belgia), lebih rendah (39% dan 49%,
dibandingkan dari yang dilaporkan di negara-negara berpenghasilan tinggi (sekitar 85% dan
82%) . Kesenjangan ini mungkin diakibatkan dari gangguan
untuk keampuhan vaksin dari antibodi ASI atau enteropathy lingkungan.Terlebih, masalah
keamanantentang intususepsi terus mempengaruhipenyerapan vaksin rotavirus meskipun
rasio risk-benefit dilaporkan menguntungkan selama penelitian.
Strategi dosis kelahiran untuk vaksinasi rotavirus memilikipotensi untuk mengatasi tantangan
ini. Penyakit rotavirusterjadi di negara-negara baik berpenghasilan rendah maupun
berpenghasilan tinggi,tetapi terjadi pada usia yang lebih muda di negara-negara
berpenghasilan rendah daripadadi negara-negara berpenghasilan tinggi, dengan infeksi awal
menjadikan dengan penyakit lebih parah. Dari pemberian dosis RotaTeq atau Rotarix dari
usia6 minggumembericelahterhadap perlindungan pada bulan-bulan pertama kehidupan.
Dosis kelahiranmungkin meningkatkan cakupan dan ketepatan waktu penyelesaian vaksin,
terutama di daerah dengan kesulitan program vaksin . Selain itu, dosis vaksin rotavirusyang
diberikan saat lahir, sebelum mikrobiota usus berkembang, dan ketika asupan ASI rendah,
mungkinjuga membatasi perlindungan usus terhadap efek vaksin. Karenaintususepsi jarang
dalam 2 bulan pertama kehidupan,profil kekuatan vaksin rotavirus bisa juga ditingkatkanjika
dosis pertama diberikan saat lahir.
Strain rotavirus Neonatal bereplikasi dengan baik di usus bayi baru lahir yang belum
matang meskipun terdapat antibody ibu.Rotavirus umumnya menyebabkan infeksi tanpa
gejala,tapi menginduksi respon imun protektif terhadaprotavirus pada paparan berulang.
Vaksin rotavirus dari strain neonatal rotavirus mungkin ideal sebagai kandidat strategi vaksin
dosis lahir. Terdapat G3P[6]
strain rotavirus neonatal manusia yang diidentifikasi beredarpada bayi baru lahir sehat di
rumah sakit kebidanan diMelbourne, Australia, selama 1975. Bayi yang terinfeksi dengan
strain asimtomatik ini terlindungi dari rotavirus gastroenteritisberat selama 3 tahun pertama
kehidupan.Seseorang mengisolasi strain rotavirus ini untuk membentuk dasar dari
monovalen vaksin rotavirus neonatal manusia RV3-BB.Hasil dari tahap 1 uji klinis dari RV3-
BB menunjukkan bahwa dosis tunggal vaksin ditoleransi pada orang dewasa, anak-anak, dan
bayi (berusia sekitar 8 minggu).
Kami menilai imunogenisitas dan keamanan dari tigadosis vaksin rotavirus neonatal
manusia RV3-BB,dengan dosis pertama vaksin diberikan pada 0-5 hari usia(Jadwalneonatal),
atau 8 minggu usia (Jadwal bayi). Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk
membandingkan penggunaan vaksin kumulatif (respon serum kekebalan tubuh atau
pemeriksaan feses oleh virus vaksin setelah dosis setiapvaksin) setelah pemberian vaksin
RV3-BBmenurut masing-masing jadwal terhadap plasebo.

2. Metode
2.1 Desain dan Subjek Penelitian
Studi ini menggunakan subjek satu pusat, Random, double-blind, three-arm. Penelitian
ini dilakukan dari 13 Januari 2012 - 17 April 2014, di Rumah Sakit Dunedin, Selandia
Baru. Penelitian dan Prosedur ini disetujui oleh komisi etik Wilayah Selatan, Selandia
Baru,komisi etik ini merupakan komisi etik untuk penelitian manusia, Anak-anak di
Australia dan Obat - obatan dan Keselamatan Perangkat Medis Selandia Baru.
Penelitian dilakukan sesuai dengan pedoman Good Clinical Practice. Perlakuan dan
kualitas data dipantau secara independen Oleh organisasi riset (INC Research, Australia).
penentuan subjek pada penelitian ini melalui dua tahap, pertama wanita hamil
dikumpulkan untuk diminta informed consent, informed consent harus dilakukan karena
berhubungan dengan kelayakan penilaian dan berhubungan dengan pengumpulan darah
tali pusat. setelah informed consent, dilakukan verifikasi kelayakannya oleh dokter
setelah bayi lahir, Bayi yang memenuhi syarat yaitu sehat, usia kehamilan ≥36 minggu,
beratnya minimal 2500 g, dan usia saat pengecekan 0-5 hari. Kriteria Inklusi dan eksklusi
tercantum dalam protokol. Peserta menghadiri tujuh kunjungan studi selama masa studi
yaitu sekitar 6 bulan.
2.2 Randomisasi dan Blinding
Peserta yang memenuhi syarat secara acak dari satu dibuat menjadi tiga kelompok
perlakuan (jadwal vaksin kelompok neonatal, jadwal vaksin kelompok bayi, atau plasebo)
dalam rasio 1: 1: 1, sesuai dengan Jadwal acak blok yang tersamarkan dengan ukuran
variabel blok (4, 6 dibuat secara acak). Jadwal pengacakan dibuat oleh komputer yang
hasil penelitian organisasi independen (INC Research). Nomor pengacakan diterapkan
melalui sistem alokasi pusat telepon. Pengacakan dilakukan secara stratifikasi melalui
kelahiran ganda (tunggal vs banyak). Botol berisi RV3-BB atau plasebo dicairkan dan
disedot ke dalam alat suntik untuk diberikan ke subjek penelitian dan program
pemberiannya berdasarkan pengacakan jadwal yang dilakukan oleh seorang apoteker
independen. Sponsor, keluarga peserta, staf , pengawas, tim manajemen data, dan ahli
statistik yang melakukan analisis tetap dibutakan dengan pengobatan sepanjang
penelitian.
Uji klinis dari vaksin RV3-BB (G3P ) disiapkan di Meridian Life Sciences
(Memphis, TN,USA) vaksin terdiri dari 8,3 × 10⁶ unit pembentuk fokus per mL (kisaran 5
× 10⁶-1 × 10⁷ unit pembentuk fokus per mL) di media bebas serum ditambah dengan
sukrosa 10%. Plasebo mengandung media yang sama dengan sukrosa 10% (Meridian Life
Sciences), namun tanpa virus vaksin, dan secara kasat mata tidak dapat dibedakan dari
vaksin RV3-BB.
2.3 Prosedur
Peserta menerima empat dosis oral pada penelitian ini, baik RV3-BB atau plasebo,
sesuai dengan kelompok perlakuan yang dialokasikan, Dosis diberikan pada 0-5 hari
(Dosis IP 1), sekitar 8 minggu (dosis IP 2), sekitar 15 minggu (Dosis IP 3), dan sekitar 24
minggu (dosis IP 4).
Peserta secara acak dimasukkan ke jadwal neonatal yaitu kelompok menerima tiga
dosis oral RV3-BB sebagai dosis IP 1, 2,dan 3 dan dosis tunggal plasebo sebagai dosis IP
4. Peserta yang ditugaskan ke kelompok jadwal bayi menerima satu dosis plasebo sebagai
dosis IP 1, dan kemudian tiga dosis oral RV3-BB sebagai dosis IP 2, 3, dan 4. Peserta di
kelompok plasebo kelompok menerima empat dosis plasebo. Setiap dosis vaksin atau
plasebo diberikan secara oral dengan dosis 1 mL. Pada dosis Kedua, ketiga, dan dosis
keempat vaksin atau plasebo sebelumnya diberikan antasida 2 mL, tidak dberikan
makanan selama 30 menit sebelum dan sesudah pemberian vaksin atau plasebo.
Pemberian IP dosis 2, 3, dan 4 diberi jarak minimal 10 hari untuk membedakan antara efek
samping atau gejala dari pemberian vaksin bayi dengan vaksin studi.
Untuk menilai respon imun serum, darah dikumpulkan dari tali pusat dari semua
peserta, yaitu pada 28 hari setelah pemberian dosis IP 1, 28 hari setelah pemberian dosis
IP 3, dan 28 hari setelah pemberian Dosis IP 4. Sampel serum diisolasi dan disimpan pada
70 ° C sampai serum dianalisis. Darah tali pusat digunakan sebagai dasar untuk
perbandingan jadwal neonatal dan serum setelah pemberian dosis IP 1 untuk perbandingan
jadwal bayi. Serum rotavirus Titer antibodi IgA diukur dengan ELISA, dengan Antisera
poliklonal RV3 sebagai pelapis antibodi dan Virus RV3-BB atau sel Vero lysate sebagai
pemfagositosis antigen. Kompleks antibodi antigen terdeteksi dengan biotinilasi anti-
human IgA dan streptavidin-lobak peroksidase. Konsentrasi IgA rotavirus-spesifik diukur
dengan kurva standar yang dihasilkan dari sampel serum positif terdiri dari titer dari
250.000 unit (U / mL). Batas deteksi yang lepaling rendah dari Pengujian adalah 20 U /
mL. Jika rotavirus IgA tidak terdeteksi pada sampel, konsentrasi yang diberikan sesuai
dengan 50% dari batas bawah (yaitu, 10 U / mL).
Serum untuk netralisasi antibodi telah ditentukan yaitu dengan fokus fluoresen
assay yang memiliki respon dari pengenceran di mana 50% terlihat fluktuasi penurunan.
23 Antigen rotavirus terdeteksi dengan Alexa fluor 488 IgG konjugasi (Life
Technologies, Eugene, OR, USA), dan Sel fluoresu dihitung dengan BD Pathway 855
Bioimager (BD Biosciences, San Jose, CA, AS).
Jumlah rotavirus dinilai dalam sampel tinja, dikumpulkan setiap hari pada hari ke 3
sampai 7 setelah pemberian vaksin atau plasebo, dengan rotavirus VP6-specificifi RT-
PCR assay, dengan menggunakan kit One-Step RT-PCR Invitrogen (Invitrogen, Carlsbad,
CA, USA) dan Rot3 dan Rot5 primer oligonukleotida. Kehadiran RV3-BB Vaksin
dikonfirmasikan dengan analisis sekuensial VP6 Produk RT-PCR di Australian Fasilitas
Genome Research, Urutan dianalisis oleh Sequencher Program perangkat lunak (versi 4.1,
Gene Codes Corp Inc, Ann Arbor, MI, USA), dan identitas yang ditentukan dengan
menggunakan database GenBank, Tanda-tanda vital dinilai pada setiap kunjungan studi
dan peserta diamati selama 30 menit setelah pemberian dari vaksin atau plasebo. Suhu
aksilar, gejala gastrointestinal dan sistemik dilaporkan setiap hari selama 7 hari setelah
masing-masing diberi dosis oleh orang tua dengan kartu harian. Kejadian buruk yang
tidak diinginkan terjadi sampai 28 hari setelah pemberian dosis vaksin atau plasebo pun
tercatat. Kejadian buruk serius dilaporkan dari pengacakan ke evaluasi keluar. Darah
dinilai pada 28 hari setelah dosis IP 1, 3, dan 4 untuk keamanan (hemoglobin, jumlah sel
darah putih, jumlah trombosit, dan natrium serum, potassium, bilirubin, aspartate
transferase, dan γ-glutamyl transferase). Kausalitas dan penilaian yang tidak diinginkan
kejadian dan kelainan pada parameter laboratorium ditentukan oleh penyidik. Sebuah data
independen pada papan pemantauan keselamatan meninjau ringkasan yang merugikan
secara berkala.
2.4 Keluaran
Hasil utamanya adalah vaksin kumulatif dari tiga dosis RV3-BB, dikatakan vaksin
positif adalah setelah satu dosis IP 1, 2, atau 3 untuk jadwal neonatal, dan dosis IP 2, 3,
atau 4 untuk jadwal bayi (sesuai dengan dosis RV3-BB 1, 2, dan 3). Pendekatan ini
menghasilkan dua ringkasan vaksin kumulatif yang berbeda, Ikuti kelompok plasebo
untuk dua perbandingan.
vaksin positif yang diberikan ditentukan memiliki respon imunitas dalam serum
terhadap rotavirus IgA, atau serum penetralisir antibodi ( terdapat peningkatan titer setelah
28 hari pemberian vaksin atau plasebo); atau deteksi virus RV3-BB dalam tinja, pada hari
3-7 setelah pemberian vaksin atau plasebo. Terdapat Hasil imunogenisitas sekunder
termasuk kumulatif IgA dan serum neutron antibodi respon Setelah pemberian tiga dosis
RV3-BB, vaksin diambil setelah dosis 1 dari RV3-BB pada kelompok jadwal neonatal,
dan kumulatif Vaksin diambil setelah dua dosis RV3-BB pada jadwal kelompok bayi.
2.5 Analisis Statik
Ukuran sampel 93 peserta (31 per kelompok) dipilih berdasarkaan kemungkinan
pendeteksian peningkatan proporsinya, peserta dengan vaksin kumulatif positif diambil
25%, pada kelompok plasebo sampai 70% di masing – masing kelompok vaksin dengan
kekuatan 90% (berdasarkan uji dua sisi dengan 5% signifikan), memungkinkan untuk 10%
keluar. Tiga peserta tambahan direkrut untuk menggantikannya peserta diidentifikasi
sebagai tidak memenuhi syarat setelah pengacakan, Peserta yang dikecualikan ini tidak
menerima dosis apapun vaksin atau plasebo.
Analisis primer terhadap data imunogenitas yaitu semua partisipan acak yang
memiliki data hasil. Peserta dikatakan datanya hilang jika semua terdapat komponen
hasilnya hilang, Semua peserta yang menerima setidaknya satu dosis vaksin atau plasebo
termasuk dalam ringkasan data keselamatan.
Hasil utama (vaksin kumulatif tiga dosis vaksin) disajikan sebagai perbedaan
dalam proporsi antara setiap jadwal vaksin dan plasebo dan CI 95% nya, dengan hipotesis
nol tidak berbeda dinilai dengan uji ² ² (versi SAS 9.3). Sekunder Hasil dianalisis dengan
uji χ², atau Fisher exact uji jika nilai yang diharapkan dari frekuensi sel kurang dari 5. CI
95% diperkirakan oleh metode skor hibrida Newcombe.
Analisis per protokol juga dilakukan disemua peserta yang dikecualikan jika
mereka melewatkan dosis vaksin atau plasebo, atau ada dosis dari protokol- window, atau
jika mereka telah menerima terapi imunosupresif atau produk darah selama masa studi. Uji
coba ini terdaftar dengan Australian Clinical Trials Registry Australia.
2.6 Pendanaan
Para penyandang dana penelitian tidak memiliki peran dalam desain studi,
pengumpulan data, analisis data, interpretasi data, atau menulis laporan Penulis, mereka
dapat mengakses semua data dalam penelitian dan yang bertanggung jawab atas
keputusan untuk mengajukan publikasi.
3. Hasil
Dari 231 keluarga yang menjadi sampel penelitian selama masa antenatal, 187
keluarga memberikan persetujuan awal untuk pengumpulan darah dari tali pusat dan 95
dikonfirmasi memenuhi syarat setelah lahir dan dibagi secara acak ke kelompok perlakuan
(gambar 2). 89 dari 95 partisipan dimasukkan secara acak dalam analisis utama (enam
peserta datanya hilang). Tidak ada kelahiran ganda. Satu peserta tambahan tidak masuk
dalam sampel penelitian karena ternyata tidak memenuhi syarat. Karakteristik demografis
pada kelompok perlakuan secara garis besar sama (tabel 1).

Sebuah pendataan vaksin secara kumulatif terdeteksi pada 27 (90%) dari 30 peserta
pada kelompok jadwal neonatal setelah tiga dosis vaksin RV3-BB dibandingkan dengan
empat (13%) dari 32 penyusun pada kelompok plasebo (perbedaan dalam proporsi 0 · 78,
95% CI 0 · 55-0 · 88; p <0 · 0001; gambar 3). Dosis tunggal RV3-BB diberikan pada 0-5
hari kehidupan dikaitkan dengan vaksin terhadap enam peserta (20%) dalam kelompok
jadwal neonatal; Tidak ada peserta kelompok plasebo yang menunjukkan bukti vaksin
diambil setelah satu dosis (berbeda dalam proporsi 0 ° 20, 0 · 05-0 · 37; p = 0 · 01;
lampiran).

Respon imun kumulatif dari IgA serum setelah tiga dosis terdeteksi pada 19
partisipan (63%) pada kelompok neonatal, dibandingkan dengan tiga partisipan (9%)
pada kelompok plasebo (perbedaan pada roportasi 0 · 54, 0 · 31-0 · 70; p <0, 0001).
Respon kumulatif antibodi penetral serum terdeteksi hanya pada empat (15%) dari 26
peserta yang menerima tiga dosis vaksin RV3-BB, yang semuanya juga memiliki respons
IgA serum. Virus RV3-BB ditemukan dalam tinja pada hari 3-7 setelah dosis vaksin RV3-
BB pada 21 (70%) dari 30 peserta. Peserta yang melepaskan RV3-BB memiliki viral load
lebih tinggi pada hari ke 1 dan tetap positif sampai hari ke 4-5 setelah pemberian.
Sebaliknya, peserta yang tidak mengeluarkan RV3-BB memiliki viral load lebih rendah
pada hari ke 1, yang menjadi tidak terdeteksi setelah hari ke 2 (data tidak ditunjukkan).
Rotavirus bebas tipe tunggal terdeteksi pada tinja yang diperoleh setelah pemberian dosis
ke 3 plasebo pada satu partisipan pada kelompok plasebo.

Dalam analisis per protokol, 25 (96%) dari 26 peserta dalam kelompok neonatal
memiliki vaksin kumulatif setelah tiga dosis vaksin RV3-BB dibandingkan dengan empat
(17%) dari 24 peserta pada kelompok plasebo. (angka beda proporsi 0 · 79, 0 · 55-0 · 90; p
<0.0001). Respon imun IgA serum kumulatif dicatat pada 18 (69%) peserta pada
kelompok neonatal dan tiga (13%) peserta pada kelompok plasebo (di bandingkan dengan
proporsi 0, 57, 0 · 30-0; 73; p <0 · 0001).

Pada kelompok bayi, pengambilan vaksin kumulatif terdeteksi pada 25 (93%) dari
27 peserta setelah diberikan tiga dosis vaksin RV3-BB (dosis IP 4), dibandingkan dengan
delapan (25%) dari 32 peserta pada kelompok plasebo (berbeda dalam proporsi 0,68, 0,44-
0,81; p <0, 0001). Vaksin kumulatif setelah dua dosis (dosis IP 3) terdeteksi pada 25
(93%) peserta pada kelompok bayi dibandingkan dengan empat (13%) partisipan pada
kelompok plasebo (perbedaan dalam proporsi 0 · 80, 0 · 58 -0 · 89; p <0,0001). Respon
imun IgA kumulatif serum terdeteksi pada 20 (74%) partisipan pada kelompok bayi
setelah tiga dosis vaksin RV3-BB, dibandingkan dengan delapan (26%) dari 31 peserta
yang ditugaskan ke plasebo (perbedaan dalam proporsi 0, 48, 0 · 23-0 · 66; p = 0 · 0002).
Pelepasan virus RV3-BB pada hari 3-7 terdeteksi pada 21 (78%) peserta dalam kelompok
bayi setelah tiga dosis vaksin RV3-BB.

Dalam analisis per protokol, 18 (90%) dari 20 peserta dalam kelompok jadwal bayi
memiliki vaksin kumulatif setelah tiga dosis vaksin RV3-BB (dosis IP 4) dibandingkan
dengan tujuh (29%) dari 24 di plasebo. kelompok (beda proporsi 0,61, 0,33-0,77; p <0 ·
0001). Respon imun IgA serum kumulatif dicatat pada 15 (75%) partisipan pada kelompok
bayi dan tujuh (29%) peserta kelompok plasebo (berbeda dengan proporsi 0,46 , 0,16-
0,66; p = 0,002).

93 peserta menerima setidaknya satu dosis vaksin atau plasebo dan termasuk dalam
populasi yang aman. Vaksin RV3-BB dapat ditoleransi dengan baik saat diberikan pada
saat bayi atau neonatus. 11 dari 15 efek samping yang serius terjadi pada peserta yang
telah menerima plasebo. Dari empat efek samping yang cukup serius terjadi pada
kelompok vaksin (tabel 2), tiga terjadi pada kelompok neonatal (ikterus, sepsis,
gastroesofagus) dan satu terjadi pada kelompok bayi (infeksi virus). 14 dari 15 efek
samping yang serius dinilai sebagai derajat 1 (ringan) dan mungkin terkait dengan suatu
pengobatan. Efek samping yang serius, episode sepsis yang terjadi 31 hari setelah dosis 1
pada peserta dalam kelompok neonatal, dinilai sebagai derajat 3 (parah) dan "tidak
mungkin" berhubungan dengan suatu pengobatan. Tidak ada efek samping yang serius
yang dianggap berhubungan erat dengan study treatment.
Frekuensi efek samping yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan hampir
sama di seluruh kelompok perlakuan (tabel 2). Vaksin RV3-BB tidak berhubungan dengan
peningkatan frekuensi demam atau gejala gastrointestinal bila dibandingkan dengan
plasebo. Tidak ada efek samping sampai derajat 4. Satu peserta di masing-masing
kelompok memiliki efek samping yang dikelompokkan pada efek samping derajat 3.
Untuk satu peserta dalam kelompok bayi, kolik infantil di derajat 3, tangisan terus-
menerus, dan iritabel dinilai terkait dengan pengobatan. Semua efek samping yang
diinginkan lainnya dinilai tidak terkait atau tidak mungkin terkait dengan study treatment.
Sebagian besar efek samping yang tidak diperhitungkan adalah derajat 1. Ada tiga efek
samping yang tidak diinginkan, yang semuanya terjadi pada peserta yang hanya menerima
plasebo saja. Tidak ada efek samping yang tidak diinginkan yang dianggap berhubungan
erat dengan study treatment

Kelainan pada variabel hematologi dan biokimia serum serupa pada ketiga
kelompok perlakuan dan paling banyak terjadi pada derajat 1. Peningkatan konsentrasi
bilirubin serum dicatat setelah dosis IP 1 di semua kelompok perlakuan (kelompok jadwal
neonatal, n = 7; kelompok jadwal bayi, n = 6, dan kelompok plasebo, n = 9).

4. Diskusi
Temuan kami menunjukkan bahwa vaksin rotavirus neonatal RV3-BB dapat
ditoleransi dengan baik dan imunogenik bila diberikan pada neonatus atau bayi. Penelitian
ini adalah yang pertama yang mengatur pemberian vaksin rotavirus pada awal masa
neonatus dan memberikan bukti konsep vaksin RV3-BB dan untuk strategi pemberian
dosis pada bayi yang baru lahir dengan vaksin rotavirus neonatal.

Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa vaksin RV3-BB sangat imunogenik


dengan angka kumulatif vaksin yang positif terdeteksi adalah pada 90% dan 93% peserta
setelah tiga dosis dalam kelompok neonatus atau bayi. Dua dosis RV3-BB dalam
kelompok bayi dikaitkan dengan jumlah vaksin 93%, yang serupa dengan yang dilaporkan
selama pengembangan Rotarix dan RotaTeq. Seperti dalam pengembangan vaksin
rotavirus lainnya, kombinasi pemeriksaan serologis dan tinja digunakan untuk menilai
pemberian vaksin. Sebagian besar penerima vaksin memiliki bukti respon serum dan
pengumpulan virus. Respon kumulatif IgA serum dicatat pada 74% dan 63% penerima
RV3-BB pada kelompok bayi dan neonatal. Penumpukan virus vaksin terdeteksi di lebih
dari 70% penerima vaksin, yang lebih tinggi daripada yang terlihat pada uji klinis untuk
vaksin rotavirus lainnya. Metode RT-PCR kami mungkin mendeteksi jumlah vaksin yang
lebih rendah dibandingkan dengan metode ELISA atau tes plak, sesuai dengan hasil yang
dilaporkan setelah vaksinasi dengan Rotarix dan RotaTeq. Pola yang berbeda dari
penumpukan virus RV3-BB menunjukkan bahwa deteksi pada hari 3-7 mungkin
merupakan hasil replikasi virus dan bukan melalui saluran gastrointestinal.

Meskipun vaksin RV3-BB dosis pertama pada neonatal memiliki metode vaksin
yang lebih sederhana, temuan kami menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir dapat
memberi respons kekebalan terhadap vaksin rotavirus oral yang dapat bertindak untuk
memberikan respon imun utama. Kurangnya pemahaman tentang korelasi serologis
perlindungan untuk rotavirus dan ketidakmatangan sistem kekebalan tubuh menghadirkan
tantangan terhadap penilaian respons kekebalan tubuh setelah pemberian vaksin sesaat
setelah lahir. Studi lebih lanjut, termasuk hasil uji coba vaksin RV3-BB yang sedang
berlangsung di Indonesia (ACTRN12612001282875), akan membantu menjawab
pertanyaan penting ini.

Pemberian vaksin rotavirus saat lahir berpotensi untuk mengatasi suboptimalitas


vaksinasi rotavirus di negara-negara dengan angka kejadian penyakit yang tinggi dan
memperbaiki masalah yang ada. Strategi ini juga dapat meningkatkan proporsi bayi yang
bisa menyelesaikan vaksin rotavirus secara penuh. Strategi birth dose juga dapat
membatasi gangguan terhadap pengambilan vaksin, karena kebanyakan bayi yang baru
lahir memiliki suasana lambung yang netral dan asupan ASI rendah. Mikrobiota usus
belum matang dan intususepsi jarang terjadi. Meskipun awalnya ada kekhawatiran tentang
keamanan penggunaan vaksin rotavirus, vaksin ini telah dapat ditoleransi dengan baik
dalam empat penelitian yang telah melaporkan pemberian vaksin pada periode neonatal,
termasuk penelitian kami. Demam sering terjadi pada bayi yang menerima vaksin
tetravalent rhesus rotavirus, namun vaksin tersebut dapat ditoleransi dengan baik dan
imunogenik saat dosis pertama diberikan sekitar 5 hari setelah kelahiran di Finlandia dan
sekitar 11 hari setelah kelahiran di Ghana. Vaksin Rotavac (116E; G9P [11]) (Bharat
Biotech, Telangana, India) adalah reassortant alami dengan segmen gen VP4 asal sapi
yang diperoleh dari neonatus yang terinfeksi. Vaksin ini baru-baru ini dilisensikan di India
untuk digunakan pada bayi pada usia 8, 12, dan 16 minggu, namun belum diuji coba pada
neonatus.
Berdasarkan karakteristik struktural dan fungsional yang unik dari vaksin pada
awal-awal kelahiran. Infeksi alami dengan RV3 dikaitkan dengan replikasi tanpa gejala
namun memberikan perlindungan heterotipik terhadap penyakit rotavirus parah selama 3
tahun pertama kehidupan. Protein VP4 P yang terkandung dalam RV3-BB dapat memberi
kesempatan untuk menargetkan penyakit yang disebabkan oleh jenis liar yang
mengandung P [6] yang umum ditemukan di daerah dengan tingkat mortalitas tinggi dari
rotavirus, seperti Afrika.

Temuan kami menunjukkan bahwa vaksin RV3-BB dapat ditoleransi dengan baik
dan imunogenik bila diberikan sebagai jadwal neonatal atau bayi tiga dosis. Karakteristik
unik dari strain rotavirus neonatal manusia membuat RV3-BB ideal sebagai kandidat
vaksin untuk pemberian dosis kelahiran, yang berpotensi meningkatkan kualitas dan
keamanan vaksin rotavirus di negara-negara berpenghasilan rendah.
PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Vaksin RV3-BB dapat ditoleransi dengan baik dan cukup imunogenik bila diberikan
pada saat neonatus atau bayi dengan opsi pemberian dengan tiga dosis.
b. RV3-BB ada vaksin yang cukup ideal diberikan pada neonates guna mengurangi
gejala berat yang diakibatkan virus rotavirus
2. Saran
a. Melihat minimnya penelitian tentang pemberian vaksin RV3-BB pada neonatus, perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih luas dan homogeny
b. Perlu dicantumkan hasil dari uji homogenitas sampel
c. Perlu dilakukan penelitian tentang vaksin RV3-BB pada neonates di Negara-Negara
berkembang
3. Kelebihan
a. Penelitian ini dilakukan secara Random, Double Blind, three arm, dan evaluasi terus
menerus yang meminimalkan bias pada prosedur penelitian
4. Keterbatasan
a. Pertama, pengamatan yang dilakukan relative singkat dimana dimungkinkan adanya
kejadian efek samping di luar waktu pengamatan
b. Kedua, sampel yang masih sedikit sehingga hasil penelitian ini kuranng representative
c. Ketiga, studi yang memenuhi syarat terkandung berbagai jenis kondisi ibu selama
kehamilan dan saat melahirkan
Gambar Desain Studi

Gambar 1. Desain studi


Gambar Profil Penelitian

Gambar2. Profil Penelitian


Gambar Penyajian Data

Tabel 1. Karakteristik Demografis


Tabel 2.
Perbandingan
Keamanan dan
Reaktogen dari tiap
kelompok pada
pemberian Vaksin
RV3-BB dan Plasebo
Gambar 3. Pengambilan Vaksin secara kumulatif dan komponen pengambilan vaksin

(A) Vaksin kumulatif diambil secara kelompok. (B) Komponen vaksin kumulatif masuk dalam kelompok vaksin
aktif. Kelompok jadwal neonatal: produk penelitian (IP) dosis 1 = dosis vaksin aktif 1; Dosis IP 2 = dosis vaksin
aktif 2; Dosis IP 3 = dosis vaksin aktif 3. Kelompok jadwal bayi: dosis IP 1 = plasebo; Dosis IP 2 = dosis vaksin
aktif 1; Dosis IP 3 = dosis vaksin aktif 2; Dosis IP 4 = dosis vaksin aktif 3. * Sampel darah tidak tersedia untuk
analisis IgA serum pada dosis 2 timepoint IP.
Daftar Pustaka

1. Fernandes EG, Sato HK, Leshem E, et al. Impact of rotavirus vaccination on diarrhea-
related hospitalizations in Sao Paulo State, Brazil. Vaccine 2014; 32: 3402–08.
2. Bar-Zeev N, Kapanda L, Tate JE, et al. Eff ectiveness of a monovalent rotavirus
vaccine in infants in Malawi after programmatic roll-out: an observational and case-
control study. Lancet Infect Dis 2015; 15: 422–28.
3. Rha B, Tate JE, Weintraub E, et al. Intussusception following rotavirus vaccination:
an updated review of the available evidence. Expert Rev Vaccines 2014; 13: 1339–48.
4. Lanzieri TM, Linhares AC, Costa I, et al. Impact of rotavirus vaccination on
childhood deaths from diarrhea in Brazil. Int J Infect Dis 2011; 15: e206–10.
5. Richardson V, Parashar U, Patel M. Childhood diarrhea deaths after rotavirus
vaccination in Mexico. N Engl J Med 2011; 365: 772–73.
6. Armah GE, Sow SO, Breiman RF, et al. Effi cacy of pentavalent rotavirus vaccine
against severe rotavirus gastroenteritis in infants in developing countries in sub-
Saharan Africa: a randomised, double-blind, placebo-controlled trial. Lancet 2010;
376: 606–14.
7. Madhi SA, Cunliff e NA, Steele D, et al. Eff ect of human rotavirus vaccine on severe
diarrhea in African infants. N Engl J Med 2010; 362: 289–98.
8. Vesikari T, Matson DO, Dennehy P, et al. Safety and effi cacy of a pentavalent
human-bovine (WC3) reassortant rotavirus vaccine. Engl J Med 2006; 354: 23–33.
9. Ruiz-Palacios GM, Perez-Schael I, Velazquez FR, et al. Safety and effi cacy of an
attenuated vaccine against severe rotavirus gastroenteritis. N Engl J Med 2006; 354:
11–22.
10. Chan J, Nirwati H, Triasih R, et al. Maternal antibodies to rotavirus: could they
interfere with live rotavirus vaccines in developing countries? Vaccine 2011; 29:
1242–47.
11. Kosek M, Guerrant RL, Kang G, et al. Assessment of environmental enteropathy in
the MAL-ED cohort study: theoretical and analytic framework. Clin Infect Dis 2014;
59 (suppl 4): S239–47.
12. Groome MJ, Moon SS, Velasquez D, et al. Eff ect of breastfeeding on
immunogenicity of oral live-attenuated human rotavirus vaccine: a randomized trial in
HIV-uninfected infants in Soweto, South Africa. Bull World Health Organ 2014; 92:
238–45.
13. Carlin JB, Macartney KK, Lee KJ, et al. Intussusception risk and disease prevention
associated with rotavirus vaccines in Australia’s National Immunization Program.
Clin Infect Dis 2013; 57: 1427–34.
14. Buttery JP, Danchin MH, Lee KJ, et al. Intussusception following rotavirus vaccine
administration: post-marketing surveillance in the National Immunization Program in
Australia. Vaccine 2011; 29: 3061–66.
15. Glass RI, Parashar UD. Rotavirus vaccines—balancing intussusception risks and
health benefi ts. N Engl J Med 2014; 370: 568–70.
16. Tiku VR, Sharma S, Verma A, et al. Rotavirus diversity among diarrheal children in
Delhi, India during 2007–2012. Vaccine 2014;32 (suppl 1): A62–67.
17. Mathew A, Rao PS, Sowmyanarayanan TV, et al. Severity of rotavirus gastroenteritis
in an Indian population: report from a 3 year surveillance study. Vaccine 2014; 32
(suppl 1): A45–48.
18. WHO. Global routine vaccine coverage, 2011. Wkly Epidemiol Rec 2012; 44: 432–33.
19. Bishop RF, Barnes GL, Cipriani E, et al. Clinical immunity after neonatal rotavirus
infection. A prospective longitudinal study in young children. N Engl J Med 1983;
309: 72–76.
20. Bishop RF, Unicomb LE, Barnes GL. Epidemiology of rotavirus serotypes in
Melbourne, Australia, from 1973 to 1989. J Clin Microbiol 1991; 29: 862–68.
21. Danchin M, Kirkwood CD, Lee KJ, et al. Phase I trial of RV3-BB rotavirus vaccine: a
human neonatal rotavirus vaccine. Vaccine 2013; 31: 2610–16.
22. Bishop RF, Bugg HC, Masendycz PJ, et al. Serum, fecal, and breast milk rotavirus
antibodies as indices of infection in motherinfant pairs. J Infect Dis 1996; 174 (suppl
1): S22–29.
23. Coulson BS, Fowler KJ, Bishop RF, et al. Neutralizing monoclonal antibodies to
human rotavirus and indications of antigenic drift among strains from neonates. J
Virol 1985; 54: 14–20.
24. Elschner M, Prudlo J, Hotzel H, et al. Nested reverse transcriptase-polymerase chain
reaction for the detection of group A rotaviruses. J Vet Med B Infect Dis Vet Public
Health 2002; 49: 77–81.
25. Newcombe RG. Interval estimation for the diff erence between independent
proportions: comparsion of eleven methods. Stat Med 1998; 17: 873–90.
26. Patel M, Glass RI, Jiang B, et al. A systemic review of antirotavirus serum IgA
antibody titer as a potential correlate of rotavirus vaccine efficacy. J Infect Dis 2013:
208:284–94.
27. Vesikari T, Karvonen A, Prymula R, et al. Immunogenicity and safety of the human
rotavirus vaccine Rotarix co-administered with routine infant vaccines following the
vaccination schedules in Europe. Vaccine 2010; 28: 5272–79.
28. Anderson EJ. Rotavirus vaccines: viral shedding and risk of transmission. Lancet
Infect Dis 2008; 8: 642–49.
29. Dennehy PH, Goveia MG, Dallas MJ, et al. The integrated phase III safety profi le of
the pentavalent human-bovine (WC3) reassortant rotavirus vaccine. Int J Infect Dis
2007; 11 (suppl 2): S36–42.
30. Hseih YC, Wu FT, Hsiung CA, et al. Comparison of virus shedding after live
attenuated and pentavalent reassortant rotavirus vaccine. Vaccine 2014; 32: 1199–
204.
31. Justice F, Carlin J, Bines J. Changing epidemiology of intussusception in Australia. J
Paediatr Child Health 2005; 41: 475–78.
32. Vesikari T, Karvonen A, Forrest BD, et al. Neonatal administration of rhesus
rotavirus tetravalent vaccine. Pediatr Infect Dis J 2006; 25: 118–22.
33. Armah GE, Kapikian AZ, Vesikari T, et al. Efficacy, immunogenicity, and safety of
two doses of a tetravalent rotavirus vaccine RRV-TV in Ghana with the fi rst dose
administered during the neonatal period. J Infect Dis 2013: 208: 423–31.
34. Ruuska T, Vesikari T, Delem A, et al. Evaluation of RIT 4237 bovine rotavirus
vaccine in newborn infants: correlation of vaccine effi cacy to season of birth in
relation to rotavirus epidemic season. Scand J Infect Dis 1990; 22: 269–78.
35. Bhandari N, Rongesen-Chandola T, Bavdekar A, et al. Effi cacy of a monovalent
human-bovine (116E) rotavirus vaccine in Indian infants: a randomised, double-blind,
placebo controlled trial.Lancet 2014; 383: 2136–43.
36. Steele AD, Page N, de Beer M, et al. Antigenic and molecular characterization of
unusual rotavirus strains in Burkina Faso in 1999. J Infect Dis 2010; 202 (suppl):
S225–30.

Anda mungkin juga menyukai