Carcinoma Hepatocelulare
Pembimbing :
dr. Hardiyanto, Sp. Rad
Disusun Oleh :
M. Alim Abdul MH, S.Ked J5101700
Nita Dewi Novitasari, S.Ked J510170052
KEPANITERAAN KINIK
ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
DAFTAR ISI .................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
A. Definisi ......................................................................................
B. Epidemiologi .............................................................................
C. Etiologi .....................................................................................
D. Anatomi .....................................................................................
E. Patofisiologi ...............................................................................
F. Manifestasi Klinis ......................................................................
G. Diagnosis ..................................................................................
H. Pemeriksaan Pencitraan pada KHS ...........................................
I. Diagnosis Banding.....................................................................
J. Penatalaksanaan .........................................................................
K. Prognosis ...................................................................................
BAB III PEMBAHASAN ..............................................................................
BAB IV KESIMPULAN ...............................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
seluruh dunia.1,3,4,7,9
KHS merupakan komplikasi utama dari sirosis, dan insidennya
meningkat di seluruh dunia terkait dengan meningkatnya prevalensi
beberapa faktor resiko dari penyakit kronis hepar, seperti infeksi virus
hepatitis C dan B, dan yang terbaru adalah Fatty Liver Disease yang
hepar dekompensata.4,6 Saat ini, KHS dapat terdeteksi pada stadium yang
lebih awal, sebagai konsekuensi dari tindakan skrining rutin pasien dengan
sirosis menggunakan pemeriksaan pencitraan, terutama ultrasonografi
setara.7
Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui gambaran KHS
pada pemeriksaan CEUS, sehingga dapat membantu ahli radiologi untuk
menegakkan diagnosis KHS selain dengan pemeriksaan CT Scan dan MRI.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Neoplasma maligna primer pada hepar dapat berasal dari hepatosit,
duktus biliaris intrahepatal, pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel
endotelial. KHS adalah neoplasma maligna primer pada hepar yang
berasal dari hepatosit yang berdiferensiasi baik, dan merupakan 80 %
B. Epidemiologi
Epidemiologi KHS menunjukkan dua pola utama, yang pertama
adalah di Amerika Utara dan Eropa Barat dan yang kedua di negara-
negara non-Barat, seperti di Afrika sub-Sahara, Asia Tengah dan
Tenggara, dan lembah Amazon. Insiden KHS tertinggi berada di Asia
dan Afrika, sementara di negara-negara barat, keganasan yang paling
sering dijumpai umumnya adalah metastasis akibat keganasan di organ
lain.2
S e c a r a u m u m , prevalensi KHS di seluruh dunia paralel dengan
infeksi virus hepatitis, dan sebagian besar kasus berhubungan dengan virus
hepatitis B dan C. Hepatitis B kronis merupakan penyebab utama KHS di
sebagian besar negara di Afrika dan Asia kecuali Jepang. Hepatitis C
2
terutama berkontribusi menyebabkan KHS di beberapa negara Eropa
adalah 8 : 1.3 Terdapat fakta bahwa pria lebih rentan terkena infeksi virus
hepatitis B dan C dibanding wanita. Penyebab dari kecenderungan tersebut
C. Etiologi
Etiologi atau faktor resiko tergantung pada distribusi geografis,
3
Afrika. Semua kausa yang disebutkan di atas terutama terjadi di daerah
endemik KHS: Afrika Sub-Sahara dan Asia Timur (Cina, Taiwan).
Sebaliknya di Eropa, KHS muncul dengan latar belakang sirosis hepar
D. Anatomi
mewakili 2-3% dari total berat badan orang dewasa.4 Hepar berada di
4
aliran darah ke parenkim hepar, akan tetapi lebih dari 90% vaskularisasi
tumor hepar (termasuk KHS dan lesi metastasis) berasal dari arteri ini.
Suplai utama lainnya adalah vena porta yang membawa 70-85% darah ke
hepar.4,17,19
Selain suplai vaskuler hepar, drainase utama vena dan sistem
bilier pada hepar juga penting untuk diketahui. Drainase primer vena pada
hepar melalui 3 vena hepatika besar (dextra, medial, dan sinistra) yang
masuk ke vena cava inferior yang berdekatan dengan diafragma. Anatomi
sistema bilier intra hepar umumnya mengikuti pembagian arteri pada hepar.
Mulai dari duktus sistikus, bermuara ke duktus biliaris komunis, kemudian
menjadi duktus hepatikus. Duktus hepatikus kemudian terbagi menjadi
5
Tabel 1. Pembagian Segmen Hepar.17
Couinaud Traditiona
Segment I Caudate lobe
Segment II l lobe (superior)
Lateral segment left
Segment III Lateral segment left lobe (inferior)
Segment IV Medial segment left lobe
Segment V Anterior segment right lobe (inferior)
Segment VI Posterior segment right lobe (inferior)
Segment VII Posterior segment right lobe
Segment VIII Anterior segment right lobe (inferior)
(superior)
6
midclavicula, mulai di bawah diafragma sampai batas inferior hepar
(Gambar 2).17,20 Metode lain adalah dengan melihat tepi inferior lobus
dextra, dimana ukuran hepar dianggap dalam batas normal bilamana tepi
inferior lobus dextra berada di anterior pole inferior ren dextra. Variasi
dari bentuk tersebut di atas adalah Reidel’s lobe, yang
merupakan ekstensi lobus dextra melewati tepi pole inferior ren dextra
(akibat elongasi segmen VI), sehingga membentuk gambaran tepi yang
7
Gambar 3. (kiri) Potongan longitudinal (LS) melalui lobus dextra hepar. Korteks
renal tampak kurang ekogenik dibanding parenkim hepar. (kanan) LS
melalui lobus dextra hepar, menunjukkan Reidel’s lobe yang melampaui batas
inferior ren dextra (bandingkan dengan hepar normal pada gambar kiri).
Ekostruktur normal hepar adalah homogen. Hepar tampak hiperekoik
minimal atau isoekoik dibanding korteks normal ren, dan tampak
membungkus lien. 17
E. Patofisiologi
Patofisiologi KHS belum dapat dijelaskan secara definitif dan
kausanya adalah multifaktorial. Pada 1981, saat seorang peneliti, Beasley,
menghubungkan antara infeksi HBV dengan perkembangan KHS,
penyebab KHS dianggap telah teridentifikasi. Namun, penelitian
selanjutnya gagal untuk mengidentifikasi infeksi HBV sebagai faktor
risiko independen utama, dan pada saat itu menjadi jelas bahwa
kebanyakan kasus KHS berkembang pada pasien dengan sirosis hepar yang
mendasari dari berbagai etiologi, termasuk pasien dengan marker negatif
untuk infeksi HBV dan yang ditemukan memiliki DNA HBV yang
88
KHS. Proses penyakit yang mengakibatkan transformasi maligna,
meliputi berbagai jalur, dengan banyak modifikasi oleh faktor eksternal
dan lingkungan dan akhirnya menyebabkan perubahan genetik yang
menghambat apoptosis danmeningkatkan proliferasi sel
gambaran sirosis.2,15,17
F. Manifestasi Klinis
Presentasi klinis KHS biasanya asimptomatik atau lambat timbulnya
sampai mencapai stadium lanjut, bilamana simptomatik umumnya karena
ukuran atau lokasi lesi. Gambaran klinis meliputi nyeri abdomen di
kuadran kanan atas, adanya massa abdomen, berkurangnya berat badan,
kemungkinan disertai demam, anoreksia, rasa penuh pada abdomen, edema,
99
Dalam beberapa dekade terakhir, presentasi KHS telah berkembang
secara signifikan. Saat ini KHS semakin banyak terdiagnosis pada stadium
awal, sebagai konsekuensi dilakukannya tindakan skrining rutin pasien
dengan sirosis, dengan menggunakan pemeriksaan pencitraan dan
G. Diagnosis
Menegakkan diagnosis KHS membutuhkan kombinasi dari
pemeriksaan klinis yang mengarah pada KHS, modalitas pencitraan yang
tepat, serta deteksi marker seperti AFP.3 USG gray-scale berperan dalam
proses skrining, sementara CEUS, CT Scan, serta MRI berperan dalam
hipervaskularisasi.7,27
AFP serum merupakan pilihan yang menarik untuk skrining
mengingat rendahnya biaya dan tingkat morbiditasnya. Sayangnya, hanya
40-64% yang sensitif karena beberapa tumor tidak memproduksi AFP sama
10
10
sekali atau memproduksi hanya pada tahap lanjut. Pada prinsipnya, AFP
adalah produk dari tumor atau regenerasi hepatosit. Oleh karena itu,
kadar AFP juga sering meningkat pada hepatitis C kronis yang aktif,
reseksi hepar (bersifat sementara sampai regenerasi lengkap), proses
pemulihan setelah toxic injury, atau serokonversi setelah infeksi
> 400fetoprotein
– 500 n
- HCC likely if accompanied by space-occupying lesion(s)
(ng/mL in cirrhotic liver or levels are rapidly increasing.
)
- Diffusely growing HCC, may be difficult to defect on imaging.
Normal value to < - Occasionally
Frequent: Regeneration
in patients inflammation (usually
with active liver in (particularly
disease
400 patients
HBV or with
HCVelevated transaminases
infection) and HCV). regeneration, or
reflecting inflammation,
- seroconversion.
Regeneration after partial hepatectomy.
Normal value Does not exclude HCC (cirrhotic and norcirrhotic liver).
- If a space-occupying lesion and transaminases are normal, suspicious for
HCC.
The Asian Pasific Association for the Study of the Liver
(APALS) pada tahun 2009 menerbitkan rekomendasi konsensus untuk
KHS. Di dalam konsensus tersebut disebutkan bahwa KHS yang khas
dapat didiagnosis dengan pemeriksaan pencitraan terlepas dari
ukurannya, jika mempunyai pola vaskular yang khas, yaitu
penyangatan pada fase arteri dengan washout pada fase vena
porta, berdasarkan pemeriksaan dynamic CT, dynamic MRI, atau
CEUS. Disebutkan pula bahwa lesi nodular yang menunjukkan gambaran
yang tidak khas pada pemeriksaan pencitraan, seperti iso-atau hipovaskuler
pada fase arteri atau hipervaskuler pada fase arteri tanpa washout pada
11
11
mendiagnosa KHS mencakup pemeriksaan radiologi, biopsi dan serologi
12
12
pertumbuhan infiltratif ke parenkim hepar.2 Jika massa berukuran besar,
adanya nekrosis di sentral lesi dapat terlihat membentuk gambaran mozaic.
Pada fase arteri (arteri hepatika), lesi umumnya hiperdens (dibanding
parenkim hepar) sebagai akibat dari suplai arteri hepatika. Neovaskularisasi
kadang juga ditemukan. Pada fase vena porta, terjadi washout yang cepat.
Lesi kecil mungkin densitasnya iso-hipodens dan sulit terlihat karena
parenkim hepar yang normal meningkat densitasnya. Lesi yang lebih
besar dengan area nekrotik tetap hipodens. Pada fase delayed, lesi kecil
mungkin tak terlihat jelas. Fase delayed dapat menunjukkan gambaran
kapsul tumor, yang merupakan salah satu tanda yang lebih spesifik
washout.23
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI merupakan metode yang sangat baik untuk mengkarakterisasi
KHS tanpa paparan radiasi dan tidak memutuhkan bahan kontras iodin.
Kemajuan tehnologi pada MRI telah mempersingkat waktu pemindaian dan
13
13
Walaupun karakteristik pencitraan dapat sugestif ke arah KHS,
gambarannya dapat tumpang tindih dengan nodul regenerative
(Gambar 7).23
KHS-low grade.22
4. Ultrasonografi (USG)
a. USG gray-scale
Modalitas pencitraan terbaik untuk skrining KHS masih menjadi
bahan perdebatan. USG gray-scale sampai saat ini merupakan metode
skrining yang relatif murah tanpa perlu mengeluarkan biaya besar, tanpa
paparan radiasi, serta tidak menggunakan agen kontras yang berpotensi
nefrotoksik. 4,23
Gambaran USG dari KHS bervariasi ekogenitasnya. Massa
mungkin hipoekoik, kompleks, atau ekogenik. Sebagian besar KHS
berukuran kecil (< 5 cm) adalah hipoekoik. Dengan berjalannya waktu
dan meningkatkan ukuran tumor, lesi cenderung menjadi lebih kompleks
dan inhomogen sebagai akibat dari nekrosis dan fibrosis. Adanya
14
14
kalsifikasi cukup jarang, namun pernah dilaporkan. Tumor berukuran kecil
dapat memberikan gambaran hiperekoik difus, sehingga sulit dibedakan
dari focal fatty infiltration, hemangioma kavernosa, dan lipoma (Gambar
8).17
15
15
Massa inhomogen superfisial pada penderita hepatitis B berusia
16
16
Persyaratan utama untuk menjadi agen kontras pada USG adalah: (1)
mudah masuk ke dalam sistem vaskuler, (2) bersifat stabil selama
pemeriksaan diagnostik, (3) memiliki toksisitas rendah, dan (4) dapat
merubah satu atau lebih sifat akustik jaringan yang dapat dideteksi oleh
pencitraan USG. Saat ini, lebih dari 60 negara telah menyetujui
penggunaan setidaknya satu agen kontras untuk pemeriksaan USG
abdomen. Tehnologi yang diadopsi secara universal adalah bahwa
bubbles yang encapsulated berukuran lebih kecil daripada sel darah merah,
sehingga mampu beredar bebas dalam vaskularisasi
sistemik.25
Pada akhir 1990-an agen kontras generasi pertama, Levovist (SH U
508A, Schering AG, Berlin, Jerman), yang mengandung air-microbubbles,
telah diperkenalkan di banyak negara terutama Jepang. Selain memiliki
fase vaskuler (arterial dan portal), agen kontras ini juga memiliki fase late
(parenchyma-specific phase, delayed phase) dan dapat terakumulasi hingga
20 menit di dalam hepar. Namun, parenchyma-specific phase Levovist
hanya efektif ketika pencitraan dilakukan pada daya akustik yang tinggi
menggunakan Mechanical Index (MI) yang tinggi, dan efeknya bersifat
sementara. Oleh karena itu, Levovist tidak dapat digunakan dalam
pemeriksaan real-time pada late phase, dan visualisasi dari seluruh
17
17
keseluruhan. Berdasarkan hal tersebut, SonoVue tidak disetujui
penggunaannya di Jepang.
Agen kontras USG generasi kedua yang baru dikembangkan,
Sonazoid (Daiichi Sankyo, Tokyo, Jepang), secara eksklusif telah disetujui
penggunaannya secara klinis pada pasien dengan lesi hepar dan untuk fase
inversi harmonik USG gray-scale di Jepang pada bulan Januari 2007.
Sonazoid dikaitkan dengan kejadian efek samping yang rendah, yaitu
diare 1,6%, albuminuria 1,6%, dan neutropenia 1,0%. Tidak ada
kontraindikasi untuk pasien dengan disfungsi ginjal atau alergi iodium,
sementara terdapat satu kontraindikasi dari Sonazoid yang dilaporkan
pada pasien yang alergi terhadap telur. Dosis Sonazoid yang
dianjurkan untuk menghasilkan penyangatan pada tumor hepar adalah
0,015 mL/kg. Dengan perkembangan tehnologi USG, dosis Sonazoid yang
lebih rendah dari rekomendasi di atas telah dapat menghasilkan kualitas
18
18
dari lobus sinistra (panah). (B) T1-weighted Gadopentetate-
enhanced potongan koronal menunjukkan massa yang menyangat
heterogen (panah) dengan pseudokapsul yang menyangat (kepala panah).
(C) Pencitraan CT dengan 18F-FDG-PET menunjukkan uptake yang
hampir sama antara tumor (panah) dibanding dengan parenkim hepar
sekitarnya.11
6. Angiografi
Angiografi untuk diagnosis KHS sebagian besar telah digantikan
oleh metode pencitraan cross-sectional. Pola vaskularisasi yang normal
biasanya telah tertutup oleh massa berukuran besar. Karakteristik KHS
adalah hipervaskuler dengan neovaskularisasi yang bizarre dan shunting
arteriovenosa.22
I. Diagnosis Banding
Pola pertumbuhan KHS yang bervariasi, seringkali menimbulkan
tantangan dalam menegakkan diagnosis. Beberapa diagnosis banding KHS
antara lain: nodul regenerasi dan displastik, hemangioma, dan
19
19
a. Transplantasi hepar harus dipertimbangkan pada pasien dengan sirosis
dan lesi berukuran kecil (1 lesi berukuran ≤ 5 cm, atau ≤ 3 lesi
berukuran ≤ 3 cm).
b. Pasien dengan HBV yang bereplikasi memiliki prognosis yang buruk
karena bersifat kambuhan, sehingga tidak memenuhi kriteria sebagai
kandidat untuk transplantasi. Terapi antivirus yang efektif saat ini telah
tersedia dan pasien dengan lesi KHS berukuran kecil seperti tersebut di
atas dapat dipertimbangkan untuk dilakukan transplantasi.
c. Reseksi hepar harus dipertimbangkan sebagai terapi utama pada pasien
dengan HCC dan hepar non-sirosis.
d. Reseksi dapat dilakukan pada pasien tertentu dengan sirosis hati dan
fungsi hepar yang masih baik (Child-Pugh A) yang tidak memenuhi
direkomendasikan.2,4,9,16,24
K. Prognosis
20
20
Pilihan penatalaksanaan dan prognosis KHS tergantung pada banyak
faktor, tetapi terutama tergantung pada ukuran dan staging tumor.
Tumor pada stage tinggi memiliki prognosis buruk, sedangkan tumor
stage rendah mungkin tidak diketahui prognosisnya selama bertahun-tahun,
21
21
BAB III
PEMBAHASAN
A. Gambaran KHS pada CEUS
Pada prinsipnya, evaluasi CEUS terhadap nodul di hepar harus
meliputi 3 fase vaskuler (fase arteri: 20-35 detik, fase vena: 35-120 detik,
dan fase delayed: setelah 120 detik).7 Lesi pada KHS umumnya
hipervaskuler, kadang menunjukkan pembuluh darah yang dismorfik
(Gambar 10) dan seringkali menampilkan area nekrotik atau fibrotik tanpa
penyangatan (Gambar 11). Pada fase vena porta, lesi menunjukkan
hipoekoik atau washout, sehingga menjadi kurang menyangat dibanding
parenkim hepar yang normal (Gambar 12). Variasi dari pola klasik ini
dapat berupa fase arteri yang hipovaskuler dan fase vena porta yang
22
22
atas, KHS. A. Tampak massa eksofitik di segmen 6. B. Pembuluh darah di
bagian anterior lesi tampak tortuous dan dismorfik. Bagian tengah,
Focal Nodular Hyperplasia (FNH). C. Lesi hampir tak tampak. D.
pembuluh darah stelat merupakan gambaran klasik untuk FNH. Bagian
bawah, hemangioma. E. Tampak lesi heterogen dengan tepi ekogenik yang
tipis. F. Pencitraan vaskuler pada MI yang rendah menunjukkan nodul
di perifer yang menyangat kuat. Tak tampak gambaran pembuluh
darah linier. (From Brannigan M, Burns PNB, Wilson SR. Blood flow
patterns in focal liver lesions at microbubble enhanced ultrasound.
23
23
Gambar 12. KHS. Tampak massa fokal di hepar yang karakteristik,
menggunakan bahan kontras microbubble. A. USG gray-scale
menunjukkan massa fokal di aspek posterior yang hipoekoik. B.
Pencitraan yang diambil di lokasi yang sama menggunakan MI yang
rendah sebelum visualisasi oleh microbubble, hasil pencitraan gelap, lesi
tidak tampak. C dan D. Pencitraan real-time diambil di lokasi yang
sama dengan MI yang rendah. C. Bubble berada di lokasi lesi, ekogenisitas
pembuluh darah di hepar dan lesi tampak disorganisasi. D. Pada fase
arterial, pembuluh darah tampak lebih prominen pada lesi dibanding pada
hepar. E. Pencitraan pada fase arterial, pada puncak penyangatan, lesi
tampak hipervaskuler. F. Fase vena porta menunjukkan penyangatan
pada hepar. Lesi tampak kurang menyangat dibanding hepar atau telah
“washed out”.17
24
24
Gambar 13. Pendekatan multimodalitas untuk diagnosis KHS. Lesi kecil
KHS pada pria berusia 59 tahun dengan sirosis akibat etanol dan hepatitis
C. A. MRI berkualitas baik, hasil negatif, menunjukkan tidak ada massa
pada T2-weighted dan tidak ada gambaran hipervaskuler pada post kontras.
B. Pemeriksaan USG menunjukkan nodul hipoekoik tunggal di lobus
kanan hepar yang mengalami sirosis. C. Pencitraan fase arteri CEUS
menunjukkan hipovaskularisasi massa. Massa cepat menjadi isovaskuler
dan tidak menunjukkan washout. Adanya riwayat keluarga dan variasi
pola penyangatan KHS pada CEUS, merupakan indikasi untuk segera
dilakukan biopsi, yang hasilnya adalah KHS differensiasi sedang. (From
Wilson SR, Burn PN. Microbubble enhanced ultrasound imaging: what
25
25
pseudolesi lebih banyak terjadi pada CT dan MRI daripada USG karena
sebagian besar kelainan vaskular dapat tervisualisasi menggunakan
USG.27
Tabel 3. Gambaran fase arteri, portal, dan late dari nodul yang
Tabel 4. Skema Algoritma untuk Diagnosis Nodul pada Sirosis Hepar dengan
Pemeriksaan CEUS.17
26
26
Karakterisasi lesi KHS dengan diameter > 2 cm, saat ini dapat
dilakukan hanya dengan pemeriksaan CEUS, dimana lesi akan tampak
menyangat pada fase arteri dan washout pada fase vena porta. Untuk lesi
dengan diameter < 2 cm, diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan
dua pemeriksaan pencitraan (CEUS, CT Scan dengan kontras, dan/atau
27
27
B. USG, CT Scan, dan MRI untuk
Pencitraan KHS
USG gray-scale merupakan pemeriksaan yang digunakan untuk
skrining KHS. Sebagai modalitas skrining, temuan terhadap lesi yang
dicurigai sebagai KHS seringkali tidak spesifik dan bervariasi
28
28
Temuan klasik lesi KHS adalah pola hipervaskuler dengan penyangatan
pada fase arteri dan dalam waktu singkat menjadi washout pada fase vena
porta. Namun karakteristik tersebut di atas lebih mudah terlihat pada lesi-
lesi berukuran besar. Sebagai konsekuensinya, lesi-lesi berukuran kecil
29
29
penyangatan pada lesi dan karakterisasi morfologi pembuluh darah yang
serupa dengan hasil pencitraan pada CT Scan dengan kontras dan
menjadi lebih baik.12 Dosis kecil agen kontras pada CEUS (beberapa mL)
telah mencukupi untuk mendeteksi penyangatan pada fase arteri.
Keterbatasan CEUS hampir serupa dengan USG gray-scale, yaitu pada
pasien dengan obesitas, dengan nafas yang cepat, dan steatosis berat.27
30
30
BAB IV
KESIMPULAN
KHS adalah keganasan primer yang paling sering terjadi di
hepar. Umumnya KHS terdeteksi pada stadium lanjut, namun dengan
dilakukannnya tindakan skrining rutin terhadap pasien dengan sirosis, saat
ini KHS dapat terdeteksi pada stadium yang lebih dini.
Pemeriksaan pencitraan yang banyak digunakan untuk
menegakkan diagnosis KHS adalah CT Scan dan atau MRI. CT Scan sering
digunakan sebagai pemeriksaan pendahuluan dalam mendiagnosis KHS,
namun seringkali miss- diagnosis pada lesi berukuran kecil. MRI, dianggap
lebih superior dari CT Scan dalam mendeteksi lesi kecil berukuran kurang
dari 1 cm.
Dengan perkembangan tehnologi di bidang radiologi khususnya
USG, CEUS diyakini dapat mengatasi keterbatasan pada pemeriksaan USG
gray-scale dan Doppler. CEUS juga dianggap memiliki kemampuan yang
setara dengan CT Scan dan MRI untuk menegakkan diagnosis KHS.
Berdasarkan pedoman yang diterbitkan oleh APALS pada tahun 2009,
gambaran khas KHS adalah penyangatan pada fase arteri dengan
washout pada fase vena porta. Pada lesi > 2 cm, CEUS dapat
menggantikan posisi CT Scan dan MRI dalam menentukan
karakterisasi lesi. Untuk lesi < 2 cm, diagnosis dapat ditegakkan
dengan melakukan dua pemeriksaan pencitraan (CEUS, CT Scan
dengan kontras, dan/atau MRI) tanpa perlu dilakukan biopsi. Lesi dengan
gambaran yang tidak khas, seperti iso-atau hipovaskuler pada fase arteri
atau hipervaskuler pada fase arteri tanpa washout pada fase vena porta,
harus menjalani biopsi.
Dengan kelebihan yang dimiliki CEUS, beberapa negara (terutama
Eropa dan Asia Pasifik) telah memasukkan CEUS dalam pedoman
managemen KHS. Namun pada pedoman yang diterbitkan oleh AASLD
tahun 2011, CEUS telah dihapus dari diagram alur diagnostik nodul
pada sirosis dengan alasan CEUS dapat menghasilkan diagnosis positif
31
31
palsu pada pasien dengan kolangiokarsinoma, dan agen kontras untuk
USG tidak tersedia di Amerika Serikat.
32
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Paradis V. Histopathology of Hepatocellular Carcinoma. In: Vauthey
JN, Brouquet A, editors. Multidisciplinary Treatment of Hepatocellular
Carcinoma, Recent Results in Cancer Research 190. Berlin. Springer-
Verlag; 2013. pp 21-32.
6. Herrine SK. Primary Liver Cancer. In: Porter RS, Kaplan JL, editors.
Liver Masses and Granulomas, The Merck Manual Of Diagnosis and
Therapy. 19th ed. USA: Merck Sharp & Dohme Corp. 2013 January [cited
2013 March 22]. Available from: www.merckmanuals.com.
9. Omata M, Lesmana LA, Tateishi R, Chen PJ, Lin SM, Yoshida H, et al.
Asian Pacific Association for the Study of the Liver Consensus
Recom- mendations on Hepatocellular Carcinoma. Hepatol Int. 2010; 4: 439–
74.
10. Vilgrain V, Paradis V, Menu Y, Mortele KJ, Terris B, Ros PR. Primary
Hepatic Malignant Neoplasms: Radiologic-Pathologic Correlations. In:
Gourtsoyiannis NC, Ros PR, editors. Radiologic-Pathologic
Correlations from Head to Toe: Understanding the Manifestations of
Disease. Germany. Springer-Verlag; 2005. pp 367-89.
33
33
11. Outwater EK. Imaging of the Liver for Hepatocellular Cancer. Cancer
Control. 2010; 17(2): 72-82.
12. Paul SB, Jaganathan S, Hasan A, Dhingra R, Gamanagatti SR, Gupta AK, et
al. Evaluation of Hepatocellular Carcinoma by Contrast Enhanced
Ultrasound: a Novel Technique. Tropical Gastroenterology. 2010;
31(3):213–6.
13. Wilson RW, Jang HJ, Kim TK, Burns PN. Diagnosis of Focal Liver
Masses on Ultrasonography: Comparison of Unenhanced and Contrast-
Enhanced Scans. J Ultrasound Med. 2007; 26: 775–87.
16. Ryder SD. Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Hepatocellular
Carcinoma (HCC) in Adults. Gut. 2003; 52(Suppl III): iii1–8.
17. Wilson SR, Withers CE. The Liver. In: Rumack CM, Wilson SR, Charboneau
JW, Levine D. Diagnostic Ultrasound Vol. 1. 4th ed. USA. Elsevier Mosby;
2011. pp 78-145.
19. Ellis H. The Gastrointestinal Adnexae: Liver, Gall-bladder and its Ducts,
Pancreas and Spleen. In: Ellis H. Clinical Anatomy: Applied Anatomy for
Students and Junior Doctors. 11th ed. India. Blackwell Publishing; 2006.
Pp 93-101.
20. Kratzer W, Fritz V, Mason RA, Haenle MM, Kaechele V. Factors Affecting
Liver Size, A Sonographic Survey of 2080 Subjects. J Ultrasound Med. 2003;
22: 1155-61.
21. Bates JA. The Normal Hepatobilary System. In: Bates JA. Abdominal
Ultrasound: How, Why and When. 2nd ed. China. Churchill Livingstone;
2004. pp 17-36.
22. Jacobson DR. Hepatocellular Carcinoma Imaging. [updated 2011 May 25;
cited 2013 March 5]. Available from: emedicine.medscape.com/article/
369226-overview# showall.
34
34
24. Axelrod DA. Hepatocellular Carcinoma - Treatment & Management.
[updated 2012 Oct 15; cited 2013 Mar 6]. Available from: emedicine.
medscape.com/article/197319-treatment.
29. Skucas J. Liver. In: Skucas J. Advanced Imaging of the Abdomen. United
States of America. Springer-Verlag; 2006. pp 293
35
35
36
36