REFERAT
Perceptor:
dr. Rina Kriswiastiny, Sp.PD
Oleh:
Kurnia Fitri Aprilliana
Anwar Nuari
BAB I
PENDAHULUAN
Hepatoma atau karsinoma hepatoseluler (hepatocellular carcinoma, HCC)
merupakan kanker hati primer yang berasal dari hepatosit. HCC meliputi 5,6% dari
seluruh kasus kanker pada manusia serta menempati peringkat kelima pada laki-laki
dan kesembilan pada perempuan sebagai kanker tersering di dunia, dan urutan ketiga
dari kanker system saluran cerna setelah kanker kolorectal dan kanker lambung.
Tingkat kematian (rasio antara mortalitas dan insidensi) HCC juga sangat tinggi, di
urutan kedua setelah kanker pancreas. Secara geofrafis, tingkat kekerapan tertinggi
terletak di Asia Timur dan Tenggara setelah Afrika Tengah, Sekitar 80% dari kasus
HCC di dunia berada di Negara berkembang seperti Asia Timur dan Asia tenggara
serta Afrika Tengah (Sub-Sahara), yang dikenal sebagai wilayah dengan prevalensi
Hepatitis virus yang tinggi, endemik hepatitis B dan hepatitis C yang merupakan
predisposisi kuat untuk perkembangan penyakit hati kronis yang kemudian
berkembang menjadi HCC. Sedangkan yang terendah di Eropa Utara, Amerika
Tengah, Australia dan Selandia Baru. Faktor risiko lain dari HCC adalah NASH,
penggunaan alkohol yang berlebihan, obesitas, alfatoxins, diabetes mellitus tipe dua,
kontrasepsi oral, dan senyawa-senyawa kimia mutagenik (thorotrast, nitrosamine,
vinil klorida, arsen, insektisida organoklorin, dan asam tanik) (Budihusodo, 2007).
HCC rata-rata sering didiagnosis pada umur 65 tahun, dan 74% kasus dialami
oleh laki-laki.Lebih dari 80% pasien hepatoma menderita sirosis hati, hepatoma biasa
dan sering terjadi pada pasien dengan sirosis hati yang merupakan komplikasi
hepatitis virus kronik.Bayi dan anak kecil yang terinfeksi hepatitis lebih mempunyai
kecenderungan menderita hepatitis virus kronik daripada dewasa yang terinfeksi virus
ini untuk pertama kalinya (Price, 2009). Hepatoma seringkali tidak terdiagnosis
karena gejala karsinoma tertutup oleh penyakit yang mendasari yaitu sirosis hati atau
hepatitis kronik. Jika gejala tampak, biasanya sudah stadium lanjut dan harapan hidup
sekitar beberapa minggu sampai bulan. Keluhan yang paling sering adalah
berkurangnya selera makan, penurunan berat badan, nyeri di perut kanan atas dan
mata tampak kuning. Sebenarnya, hal ini dapat ditekan apabila diagnosa dini dapat
ditegakkan (Nurdjanah, 2006).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Hepar
Hepar adalah kelenjar terbesar dalam tubuh yang memiliki berat berkisar
1200-1600 gr. Berat pada laki-laki 1400-1600 gr dan pada perempuan 1200-1400
gr. Berat hepar tergantung pada berat masing-masing tubuh, yaitu 1,8 %-3,1 % dari
total berat tubuh, pada infant memiliki berat yang agak lebih yaitu kira-kira 5%
sampai 6 % dari total berat tubuh. Hepar berbentuk pyramid, puncaknya dibentuk
oleh bagian pada lobus sinistra, sedangkan basisnya pada sisi lateral kanan yang
lokasi pada dinding thorax kanan. Hepar dibungkus peritoneum viseralis kecuali
gallbladder bed, porta hepatis dan di posterior pada daerah yang disebut bare area
dari hepar di kanan dari vena cava inferior (Snell, 2006).
Hepar dibagi menjadi 2 lobus utama yaitu lobus kanan yang besar dan lobus
kiri yang lebih kecil.Walaupun ligamentum falciform sering digunakan untuk
membagi hepar menjadi lobus kanan dan kiri, true / surgical Couinauds segmental
anatomy dari hepar yang paling banyak digunakan oleh ahli bedah sebagai
deskripsi secara anatomi fungsional atau anatomi modern (Putz, 2007).
B. Definisi Hepatoma
Hepatoma (Karsinoma Hepatocelullar/HCC) adalah tumor ganas hati primer
yang berasal dari hepatosit, demikian pula dengan karsinoma fibrolamelar dan
hepatoblastoma.
Tumor
ganas
hati
lainya,
kolangiokarsinoma
dan
yang ada. Sebaliknya di Afrika dan Asia hepatoma adalah karsinoma yang paling
sering ditemukan dengan angka kejadian 100/100.000 populasi. Sekitar 80% dari
kasus hepatoma di dunia berada di negara berkembang seperti Asia Timur dan
Asia Tenggara serta Afrika Tengah yang diketahui sebagai wilayah dengan
prevalensi tinggi hepatitis virus.
Hepatoma jarang ditemukan pada usia muda, kecuali di wilayah yang
endemic infeksi hepatitis B virus (HBV) serta banyak terjadi transmisi HBV
perinatal. Umumnya di wilayah dengan kekerapan hepatoma tinggi, umur pasian
hepatoma 10-20 tahun lebih muda daripada umur pasien hepatoma di wilayah
dengan angka kekerapan hepatoma rendah. Di wilayah dengan angka kekerapan
hepatoma tinggi, rasio kasus laki-laki dan perempuan dapat sampai 8:1.
D. Faktor Risiko
Faktor risiko utama untuk karsinoma hepatoseluler termasuk infeksi
Hepatitis B Virus (HBV) atau Hepatitis C Virus (HCV) somatosis keturunan,
alpha 1-antitrypsin, hepatitis autoimun, beberapa porfiria, dan penyakit Wilson.
Distribusi faktor-faktor risiko antara pasien dengan karsinoma hepatoseluler
sangat bervariasi, tergantung pada daerah geografis dan rasa atau kelompok etnis
(El-Serag, 2011).
1. Virus Hepatitis
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan HCC terbukti kuat, baik secara
epidemiologi, klinis maupun eksperimental. Sebagian besar wilayah yang
hiperendemik HBV menunjukkan angka kekerapan HCC yang tinggi. Juga di
tenggarai bahwa kekerapan HCC yang berikatan dengan HBV pada anak jelas
menurun setelah diterapkan vaksinasi HBV universal bagi anak. Umur saat
terjadinya infeksi sangat penting, karena infeksi HBV pada usia dini akan
menyebabkan terjadinya presistensi (kronisitas). Karsinogenesitas HBV
mungkin terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi
hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktivitas
protein spesifik HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan
sel hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi
menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara
tidak langsung melalui kompensasi proliperatif merespons nekroinflamasi sel
hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang
berubah akibat HBV. Koinsidensi HBV dengan pajanan agen onkogenik lain
sirosis hati sebesar 40-50%, virus hepatitis C sebesar 30-40% dan 10-20%
penyebabnya tidak diketahui.
Menurut penelitian Rasyid (2006) di Medan dengan menggunakan
desain case series, pada 483 penderita kanker hati ditemukan 232 orang (63%)
menderita sirosis hati, 91 orang hepatitis B (25%) dan 44 orang (12%)
hepatitis C, dengan jumlah seluruhnya 367 orang (76%). Sedangkan 116 orang
lagi (24%) tidak berhubungan sama sekali dengan sirosis hati, hepatitis B
ataupun hepatitis C.30 Dari hasil penelitian Nurhasni (2007) di RS Haji
Medan dengan desain case series pada 164 penderita sirosis hati, 35 orang
(21,3%) sudah mengalami komplikasi kanker hati.
3. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur
aspergillus. Dari percobaan binatang diketahui AFB1 bersifat karsinogen.
Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari
kelompok aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun
RNA. Salah satu mekanisme hepatokarsino-genesisnya adalah kemampuan
AFB1 menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor p53.
4. Hemokromatosis
Hemokromatosis adalah kelainan genetik yang diturunkan yaitu
kecenderungan untuk menyerap jumlah besi yang berlebihan dari makanan di
mana unsur-unsur beracun tersebut akan terakumulasi dalam hati sehingga
menyebabkan kerusakan hati termasuk kanker hati.38 Kanker hati akan
berkembang sampai dengan 30% dari pasien-pasien dengan hemokromatis
keturunan. Pasien yang mempunyai risiko yang paling besar adalah
hemokromatosis yang disertai dengan sirosis hati. Pengangkatan efektif
kelebihan besi (perawatan hemokromatosis) tidak akan mengurangi risiko
menderita kanker hati jika sudah disertai sirosis hati.
5. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty liver
disease (NAFLD), khususnya nonalcoholic steatohepatitis (NASH) yang
dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapt berlanjut menjadi
Hepatocelluler Carcinoma (HCC) (Starley, 2010).
6. Diabetes mellitus
Pada penderita DM, terjadi perlemakan hati dan steatohepatis nonalkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan peningkatan
kadar insulin dan insulin-like growth hormone faktors (IGFs) yang merupakan
faktor promotif potensial untuk kanker
7. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum
berat alkohol berisiko untuk menderita hepatoma melalui sirosis hati
alkoholik.
E. Patofisiologi
berperan
pada
tingkat
molekular
untuk
berlangsungnya
proses
hepatogenesis.
F. Manifestasi klinis
1. Fase dini umumnya asimtomatis.
2. Fase lanjut: Tidak dikenal tanda yang patognomonis/ khas. Keluhan dapat
berupa penurunan berat badan, nyeri abdomen, fatigue, anoreksia, mual,
sebah, nafsu makan menurun. Pada metastatis ke tulang, penderita akan
mengeluh nyeri tulang (Setiawan dkk., 2007).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Alphafetoprotein (AFP)
Sensitivitas AFP untuk mendiagnosa HCC 60-70%, artinya hanya pada 6070% saja dari penderita kanker hati ini menunjukkan peninggian nilai AFP,
sedangkan pada 30-40% penderita nilai AFP normal. Spesifitas AFP hanya
berkisar 60%, artinya bila ada pasien yang diperiksa darahnya dijumpai AFP
yang tinggi, belum tentu dipastikan hanya mempunyai kanker hati ini sebab
AFP juga dapat meninggi pada keadaan bukan kanker hati seperti pada
sirrhosis hati dan hepatitiskronik, kanker testis, dan teratoma (Soresi et al.,
2003).
2. Aspirasi Jarum Halus
dipandu
oleh
seorang
ahli
radiologi
dengan
3. Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati
yang normal tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen).Bilaada
kanker langsung dapat terlihat jelas berupa benjolan (nodule) berwarna
kehitaman,
atau
berwarna
kehitaman
campur
keputihan
dan
jumlahnya bervariasi pada tiap pasien bisa satu, dua atau lebih atau banyak
sekali dan merata pada seluruh hati, ataukah satu nodule yang besar dan
berkapsul atau tidak berkapsul. Sayangnya USG conventional hanya dapat
memperlihatkan benjolan kanker hati diameter 2 cm 3 cm saja. Tapi bila
USG conventional ini dilengkapi dengan perangkat lunak harmonik system
bisa mendeteksi benjolan kanker diameter 1 cm 2 cm, namun nilai akurasi
ketepatan diagnosanya hanya 60%. Rendahnya nilai akurasi ini disebabkan
walaupun USG conventional ini dapat mendeteksi adanya benjolan kanker
namun tak dapat melihat adanya pembuluh darah baru (neo-vascular)
(Rasyid, 2006).
4. CT Scan
Di samping USG diperlukan CT scan sebagai pelengkap yang dapat menilai
seluruh segmen hati dalam satu potongan gambar yang dengan USGgambar
hati itu hanya bisa dibuat sebagian-sebagian saja. CT scan yang saatini
teknologinya berkembang pesat telah pula menunjukkan akurasi yangtinggi
hanya
untuk
penderita
kanker
hati-nya
yang
dari
hasil pemeriksaan USG dan CT scan diperkirakan masih ada tindakan terapi
bedah
atau
non-bedah
masih
yang
mungkin
dilakukan
untuk
H. Diagnosis
Untuk tumor dengan diameter lebih 2 cm, adanya penyakit hati kronik,
hipervaskularisasi arterial dari nodul (dengan CT atau MRI) serta kadar AFP
serum 400 ng/ml adalah diagnostic (Budihusodo, 2007). Selain itu menurut
Parves et al (2004) kanker hati selular yang kecil pun sudah bisa dideteksi lebih
awal terutamanyadengan pendekatan radiologi yang akurasinya 70 95% dan
pendekatan laboratorium alphafetoproteinyang akurasinya 60 70%.
Kriteria Diagnostik HCC menurut Barcelona EASL conference
Kriteria sito-histologis
Kriteria non-invasif (khusus pasien sirosis hati):
Kriteria radiologis : koinsidensi 2 cara imaging (USG/CT-spiral/MRI/angiografi)
berdiameter >2 cm) dan diagnosis pasti diperlukan untuk menetapkan pilihan
terapi (Budihusodo, 2007).
Untuk tumor berdiameter < 2 cm, sulit menegakkan diagnosis secara non
invasive karena beresiko tinggi terjadinya diagnosis palsu akibat belum
matangnya vaskularisasi arterial pada nodul. Bila dengan cara imaging dan
biopsy tidak diperoleh diagnosis definitif, sebaiknya ditindaklanjuti dengan
pemeriksaan imaging serial setiap 3 bulan sampai diagnosis dapat ditegakkan
(Budihusodo, 2007).
Kriteria diagnosa
Kanker
Hati
Selular
(KHS)
menurut
PPHI
Ukuran tumor
Fungsi hati
Pilihan tatalaksana
Harapan hidup
Stadium A
(awal)
HP (-), bil.
A1
Normal
Tunggal < 5 cm
HP (+), bil.
A2
Tunggal < 5 cm
Tunggal < 5 cm
Normal
HP (+), bil.
Abnormal
A3
Tatalaksana kuratif
A1: reseksi
50-70% pada 5
tahun
A2-A4: transplantasi /
ablasi lokal
3 tumor, < 3 cm
Child pugh
A4
A-B
TACE (Transarterial
Stadium B
(intermediet
)
Child pugh
multinodular
A-B
chemoembolization)
atau TAE
(Transarterial
embolization)
Stadium C
(lanjut)
Invasi vaskuler /
penyebaran
ekstrahepatik
Child pugh
A-B
Transplantasi (bila
Stadium D
end stage
Berapapun
Child pugh
tidak ada
kontraindikasi)
< 1 tahun
Simptomatis
Keterangan:
HP: Hipertensi Porta
(Setiawan dkk, 2007).
pada
hepatoma.
Selain
operasi
masih
ada
banyak
cara
a. Transplantasi hati
Bagi pasien kanker hati dan sirosis hati, transplantasi hati
memberikankemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan
parenkim hati yangmengalami disfungsi.Kematian pasca transplantasi
tersering disebabkan olehrekurensi tumor di dalam maupun di luar
transplan.Rekurensi tumor bahkanmungkin diperkuat oleh obat antirejeksi
yang harus diberikan.Tumor yang berdiameter kurang dari 3 cm lebih
jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang diameternya lebih dari 5
cm(Ryder, 2006).
b. Reseksi hepatik
Untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya
mempunyai fungsihati normal pilihan utama terapi adalah reseksi
hepatik.Namun untuk pasiensirosis diperlukan kriteria seleksi karena
operasi dapat memicu timbulnya gagalhati yang harapan hidupnya
menurun. Parameter yang dapat digunakan adalahskor child plug dan
derajat hipertensi portal atau kadar bilirubin serum dan derajathipertensi
portal saja. Subjek yang bilirubin normal tanpa hipertensi portal
yang bermakna,
harapan
70%.Kontraindikasitindakan
hidup
ini
tahunnya
adalah
dapat
adanya
mencapai
metastatis
asamasetat)
atau
dengan
memodifikasi
angka
keberhasilan yang lebihtinggi dari pada PEI dan efikasinya tertinggi untuk
tumor yang lebih besar dari 3cm, namun tetap tidak berpengaruh terhadap
DAFTAR PUSTAKA
A.
2006.Temuan
Ultrasonografi
Kanker
Hati
Hepatoseluler