PENDAHULUAN
Dari seluruh tumor ganas hati yang pernah didiagnosis, 85% merupakan
hepatoma; 10% kolangiosarkoma; dan 5% adalah jenis lainnya.(1,3)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah keganasan pada hepatosit
dimana stem sel dari hati berkembang secara mitosis menjadi massa maligna
yang dipicu oleh adanya proses fibrotik maupun proses kronik dari hati
(cirohosis). Massa tumor ini berkembang di dalam hepar, di permukaan hepar
maupun ekstrahepatik seperti pada metastase jauh.(4)
Tumor dapat muncul sebagai massa tunggal atau sebagai suatu massa
yang difus dan sulit dibedakan dengan jaringan hati disekitarnya karena
konsistensinya yang tidak dapat dibedakan dengan jaringan hepar biasa. Massa
ini dapat mengganggu jalan dari saluran empedu maupun menyebabkan
hipertensi portal sehingga gejala klinis baru akan terlihat setelah massa menjadi
besar. Tanpa pengobatan yang agresif, hepatoma dapat menyebabkan kematian
dalam 6 20 bulan.(3)
2.2 EPIDEMIOLOGI
Hepatoma meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia serta
menempati peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada perempuan
sebagai kanker yang paling sering yang terjadi didunia, dan urutan ke tiga dari
kanker saluran cerna setelah kanker kolorektal dan kanker lambung.(1)
Terdapat suatu distribusi geografik insiden hepatoma didunia. Szmuness telah
menggambarkan-nya secara skematik .Seperti terlihat pada gambar peta dunia
dibawah, gambaran distribusi geografik hepatoma ternyata mirip dengan peta
geografik prevalensi infeksi virus hepatitis B didunia. Hal ini menimbulkan dugaan
bahwa keduanya mungkin mempunyai hubungan kausal.
3-5%
1-2 %
6-10%
Keterangan :
Persentasi prevalensi infeksi virus hepatitis B didunia.
Sekitar 80% kasus hepatoma di dunia berada di negara berkembang
seperti di Asia Timur dan Asia Tenggara serta Afrika Tengah yang diketahui
sebagai wilayah dengan prevalensi tinggi hepatitis virus.(5) (6)
Penyakit ini dapat timbul di segala usia , rata-rata usia kejadian penyakit
adalah 30-44 tahun. mortalitas sebelum usia 30 tahun relatif rendah, setelah usia
30 tahun meningkat tajam. Angka kejadian pada Pria lebih banyak dari wanita
dengan ratio kelamin mortalitas 2,59.(2)
2.3 ETIOLOGI
Dewasa ini hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis
multifaktor dan multifasik, melalui inisiasi, akselerasi dan transformasi dan
4
proses banyak tahapan, serta peran serta banyak onkogen dan gen terkait, mutasi
multigenetik. Etiologi hepatoma belum jelas, menurut data yang ada, virus
hepatitis, aflatoksin dan pencemaran air minum merupakan 3 faktor utama yang
terkait dengan timbulnya hepatoma.
1. Virus hepatitis
HBV
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma
berkaitan
erat,
eksperimental.
baik
secara
Penelitian
epidemiologis,
prospektif
klinis
maupun
HCV
4. Diabetes melitus
DM merupakan faktor risiko baik untuk penyakit hati kronik
maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati dan steatohepatitis
non-alkoholik (NASH). Di samping itu, DM dihubungkan dengan
peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth factors (IGFs) yang
merupakan faktor promotif potensial untuk kanker.
5. Alkohol
Peminum berat alkohol (>50-70g/hari) dan berlangsung lama
beresiko untuk menderita hepatoma melalui sirosis hati alkoholik.
6. Faktor Resiko lain
1) Penyakit hati autoimun (hepatitis autoimun/ sirosis bilier
primer)
2) penyakit hati metabolik (hemokromatosis genetik.
3) kontrasepsi oral
4) senyawa kimia (thorotrast, nitrosamin, dll)(1)
2.4 PATOFISIOLOGI
Mekanisme karsinogenesis HCC belum sepenuhnya diketahui, apapun
agen penyebabnya, transformasi hepatosit dapat terjadi melalui peningkatan
perputaran (turn-over) sel hati yang diinduksi oleh cedera (injury) dana regenerasi
kronik dalam bentuk inflamasi dan kerusakan oksidatif DNA. hal ini dapat
menimbulkan perubahan genetik seperti perubahan kromosom, aktivasi onkogen
seluler atau inaktivasi gen supressor tumor, yang mungkin bersama dengan
kurang baiknya penanganan DNA missmatch, aktivasi telomerase, serta induksi
Yang dimaksud hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien
yang tanpa gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan
melalui pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Caranya adalah dengan
gabungan pemeriksaan AFP dan pencitraan, teknik pencitraan terutama dengan
USG lebih dahulu, bila perlu dapat digunakan CT atau MRI. Yang dimaksud
kelompok risiko tinggi hepatoma umumnya adalah: masyarakat di daerah insiden
tinggi hepatoma; pasien dengan riwayat hepatitis atau HBsAg positif; pasien
dengan riwayat keluarga hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma primer.
di
abdomen
kanan
atas.
Nyeri
umumnya
bersifat
di
(7) Ikterus: tampil sebagai kuningnya sclera dan kulit, umumnya karena
gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut, juga dapat
karena sumbat kanker di saluran empedu atau tumor mendesak
saluran empedu hingga timbul ikterus obstruktif.
(8) Asites: juga merupakan tanda stadium lanjut.
Secara klinis
10
11
2. CT
CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk diagnosis
lokasi dan sifat hepatoma. CT dapat membantu memperjelas diagnosis,
menunjukkan lokasi tepat, jumlah dan ukuran tumor dalam hati hubungannya
dengan pembuluh darah penting, dalam penentuan modalitas terapi sangatlah
penting. Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT rutin dapat
12
3.MRI
MRI merupakan teknik pemeriksaan nonradiasi, tidak memakai zat
kontras berisi iodium, dapat secara jelas menunjukkan struktur pembuluh darah
dan saluran empedu dalam hati, juga cukup baik memperlihatkan struktur internal
jaringan hati dan hepatoma, sangat membantu dalam menilai efektivitas aneka
terapi. Dengan zat kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil
kurang dari 1cm dengan angka keberhasilan 55%(2)
13
14
15
F. Standar diagnosis
Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor China
telah menetapkan standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma
primer.
1. Standar diagnosis klinis hepatoma primer.
(1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem
repro-duksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati
mem-besar, keras dan bermassa nodular besar atau pemeriksaan
pencitraan menun-jukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.
(2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem
reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat
dua jenis pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang
16
AFU,
CA19-9,
17
IIIa : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluh utama vena
porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfe peritoneal atau jauh,
salah satu daripadanya; Child A atau B.
IIIb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis; Child C.
dapat memperjelas diagnosis. Pada hepatitis, sirosis hati, jika disertai peninggian
AFP agak sulit dibedakan dari hepatoma, harus dilakukan pemeriksaan pencitraan
hati secara cermat, dilihat apakah terdapat lesi penempat ruang dalam hati, selain
secara berkala harus diperiksa fungsi hati dan AFP, memonitor perubahan ALT
dan AFP.(2)
2.Diagnosis banding hepatoma dengan AFP negatif
Hemangioma hati. Hemangioma kecil paling sulit dibedakan dari
hepatoma kecil dengan AFP negatif, hemangioma umumnya pada wanita, riwayat
penyakit yang panjang, progresi lambat, bisa tanpa latar belakang hepatitis dan
sirosis hati, zat petanda hepatitis negatif, CT tunda, MRI dapat membantu
diagnosis. Pada tumor metastasis hati, sering terdapat riwayat kanker primer, zat
petanda hepatitis umumnya negatif pencitraan tampak lesi multipel tersebar
dengan ukuran bervariasi. Pada abses hati, terdapat riwayat demam, takut dingin
dan tanda radang lain, pencitraan menemukan di dalam lesi terdapat likuidasi atau
nekrosis. Pada hidatidosis hati, kista hati, riwayat penyakit panjang, tanpa riwayat
penyakit hati, umumnya kondisinya baik, massa besar dan fungsi hati umumnya
baik, zat petanda hepatitis negatif, pencitraan menemukan lesi bersifat cair
penempat ruang, dinding kista tipis, sering disertai ginjal polikistik. Adenoma
hati, umumnya pada wanita, sering dengan riwayat minum pil KB bertahuntahun, tanpa latar belakang hepatitis, sirosis hati, petanda hepatitis negatif, CT
tunda dapat membedakan. Hiperplasia nodular fokal, pseudotumor inflamatorik
dll. sering cukup sulit dibedakan dari hepatoma primer(2)
19
2.8 PENATALAKSANAAN
Tiga prinsip penting dalam terapi hepatoma adalah terapi dini efektif,
terapi gabungan, dan terapi berulang. Terapi dini efektif. Semakin dini diterapi,
semakin baik hasil terapi terhadap rumor. Untuk hepatoma kecil pasca reseksi 5
tahun survivalnya adalah 50-60%, sedangkan hepatoma besar hanya sekitar 20%.
Terapi efektif menuntut sedapat mungkin memilih cara terapi terbaik sebagai
terapi pertama. Terapi gabungan: Dewasa ini reseksi bedah terbaik pun belum
dapat mencapai hasil yang memuaskan, berbagai metode terapi hepatoma
memiliki kelebihan masing-masing, harus digunakan secara fleksibel sesuai
kondisi setiap pasien, dipadukan untuk saling mengisi kekurangan, agar
semaksimal mungkin membasmi dan mengendalikan tumor, tapi juga semaksimal
mungkin mempertahankan fisik, memper-panjang survival. Terapi berulang.
Terapi satu kali terhadap hepatoma sering kali tidak mencapai hasil ideal, sering
diperlukan terapi ulangan sampai berkali-kali. Misalnya berkali-kali dilakukan
kemoembolisasi perkutan arteri hepatika, injeksi alkohol absolut intratumor
berulang kali, reseksi ulangan pada rekurensi pasca operasi dll.(2)
2.7 Terapi operasi
Indikasi operasi eksploratif: tumor mungkin resektabel atau masih ada
kemungkinan tindakan operasi paliatif selain reseksi; fungsi hati baik,
diperkirakan tahan operasi; tanpa kontraindikasi operasi. Kontraindikasi operasi
eksploratif: umumnya pasien dengan sirosis hati berat, insufisiensi hati disertai
ikterus, asites; pembuluh utama vena porta mengandung trombus kanker;
20
rudapaksa serius jantung, paru, ginjal dan organ vital lain, diperkirakan tak tahan
operasi.
1. Metode hepatektomi.
Hepatektomi merupakan cara terapi dengan hasil terbaik dewasa ini.
Survival 5 tahun pasca operasi sekitar 30-40%, pada mikrokarsinoma hati (< 5
cm) dapat mencapai 50-60%. Hepatektomi terdiri atas hepatektomi beraruran dan
hepatektomi tak beraruran. Hepatektomi beraruran adalah sebelum insisi hati
dilakukan diseksi, me-mutus aliran darah ke lobus hati (segmen, subsegmen)
terkait, kemudian menurut lingkup anatomis lobus hati (segmen, subsegmen)
tersebut dilakukan reseksi jaringan hati. Hepatektomi tak beraruran tidak perlu
mengikuti secara ketat distribusi anatomis pembuluh dalam hati, tapi hanya perlu
ber-jarak 2-3cm dari tepi tumor, mereseksi jaringan hati dan percabangan
pembuluh darah dan saluran empedu yang menuju lesi, lingkup reseksi hanya
mencakup tumor dan jaringan hati sekitarnya. Metode reseksi ini sesuai untuk
hepatoma disertai sirosis hati, lebih banyak dilakukan di China, menjadikan
operasi lebih simpel, hingga sebagian besar pasien hepatoma dengan sirosis dapat
mem-pertahankan lebih banyak jaringan hati normal selain tumornya dapat
direseksi, me-ngurangi komplikasi operasi, menurunkan mortalitas operasi.
Kunci dari hepatektomi adalah me-ngontrol perdarahan. Pada waktu
reseksi hati, metode mengurangi perdarahan me-liputi obstruksi aliran darah porta
pertama hati, koagulasi gelombang mikro potongan hati, klem hati, obstruksi
temporer satu sisi cabang vena porta dan cabang arteri hepatika, dll. Pada kasus
21
dengan sirosis hati, obstruksi porta hati setiap kali tidak boleh lebih dari 10-15
menit, bila perlu dapat diobstruksi berulang kali.
Komplikasi utama pasca hepatektomi adalah: Gagal fungsi hati; timbul
beberapa hari hingga beberapa minggu pasca operasi, sering kali berkaitan
dengan pasien dengan penyakit hati aktif kronis, sirosis sedang atau lebih, volume
hepatektomi terlalu besar, perdarahan selama operasi berlebih, waktu obstruksi
porta hati terlalu lama dan obat-obatan perioperatif (termasuk obat anestetik)
bersifat hepatotoksik. Perdarahan pasca operasi, kebanyakan karena hemostasis
selama operasi kurang tuntas, sutura ligasi vaskular terlepas, gangguan koagulasi,
nekrosis permukaan irisan hati dll. Dapat juga terjadi infeksi subdiafragma,
karena pasca operasi terjadi akumulasi darah dan cairan di bawah diafragma,
maka timbul abses subfrenik; fistel cairan empedu: perdarahan saluran cerna
atas.
Hepatektomi 2 fase: pasien hepatoma setelah dilakukan eksplorasi bedah
ternyata tumor tak dapat direseksi. sesudah diberikan terapi gabungan. tumor
mengecil, dilakukan laparotomi lagi dan dapat dilakukan reseksi
2.Transplantasi hati
Dewasa ini, teknik transplantasi hati sudah sangat matang, namun biayanya
tinggi,donornya sulit. Pasca operasi pasien menggunakan obat imunosupresan
anti rejeksi membuat kanker residif tumbuh lebih cepat dan bermetastasis. hasil
terapi kurang baik untuk hepatoma stadium sedang dan lanjut. Umumnya
berpendapat mikrohepatoma stadium dini dengan sirosis berat merupakan
indikasi lebih baik untuk transplantasi hati.
22
23
24
25
efek terhadap fungsi hati secara keseluruhan relatif kecil. Kemoembolisasi arteri
hepatik dapat melalui mekanisme dobel kemoterapi dan embolisasi terhadap
hepatoma membuat tumor nekrosis, mengecil, sebagian hepatoma setelah
volume-nya
mengecil
mendapat
peluang
fase
dua
untuk
direseksi.
26
bila ditunjang dengan kemoembolisasi arteri hepatik dapat membasmi lesi yang
mungkin residif dalam hati, menurunkan rekurensi pasca operasi, meningkatkan
survival.
5. Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk dengan lesi hepatoma yang relatif
terlokalis medan radiasi dapat mencakup seluruh tumor selain itu sirosis hati tidak
parah, pasien mentolerir radioterapi. Radioterapi umumnya digunakan bersama
metode terapi lain seperti herba, ligasi arteri hepatik, kemoterapi transarteri
hepatik, kemoembolisasi arteri hepa dll. Sedangkan untuk kasus stadium Ianjut
dengan metastasis tulang, radiasi local dapat mengatasi nyeri. Komplikasi
tersering dari radioterapi adalah gangguan fungsi hati hingga timbul ikterus,
asites hingga tak dapat menyelesaikan seluruh dosis terapi. dapat juga memakai
biji radioaktif untuk radioti internal terhadap hepatoma.
6. Terapi biologis
Terapi biologis telah dianggap sebagai metode terapi tumor ke empat
setelah operasi kemoterapi, radioterapi, dewasa ini yang digunakan secara klinis
terdapat imunoterapi aktif nonspesifik, imunoterapi sekunder, terapi terpandu dll.
tapi efektivitasnya belun cukup meyakinkan.
7. Terapi Paliatif
Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadium menengah-lanjut
(intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan
meta
analisis,
pada
(transarterialembolization/chemo
stadium
ini
embolization)
27
hanya
saja
yang
TAE/TACE
menunjukkan
28
BAB III
LAPORAN KASUS
I.
Identitas Pasien
Nama
: Ny. J
Umur
: 56 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Palangkaraya
Pekerjaan
: Peternak
Agama
: Islam
Suku
: Dayak
MRS
: 28 Mei 2016
II. ANAMNESIS
29
berjalan. Pasien mengaku jarang BAB. BAB pasien berwarna hitam. BAK pasien
berwarna seperti teh dan tidak nyeri saat berkemih.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah memiliki riwayat penyakit serupa dan penyakit kuning
atau penyakit liver. Riwayat penyakit jantung, darah tinggi, dan kencing manis
disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit yang serupa
dengan pasien. Tidak ada juga keluarga pasien yang memiliki riwayat penyakit
liver.
Riwayat Pribadi :
-
Riwayat alergi
bahan kimia
-
Hobi
Olahraga
Pekerjaan
Kebiasaan makan
Merokok
Minum alkohol
Hubungan Seks
: (Tidak ditanyakan)
30
Riwayat Pengobatan :
Tidak ada data
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
: Composmentis, GCS = E4 V5 M6
Antropometri
: BB = 65 kg, TB = 168 cm
Status Gizi
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 120/80 mmHg
Denyut Nadi
: 78 kali permenit
Frekuensi Nafas
: 21 kali permenit
: Bentuk
normal,
sikatrik
(-),
pembengkakan
(-),
Hidung
31
Rongga Mulut dan Tenggorokan : Hiperemis (-), leukoplakia (-), ulkus (-),
tumor (-), pembengkakan gusi (-), gigi
goyang (-)
Mata
Toraks : Paru
cordis
terlihat
pada
ICS
linea
midclavicularis Sinistra
Pal : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis
sinistra, thrill (-)
Per : Pekak, batas kanan di ICS III linea parasternalis
dextra, batas kiri ICS IV linea midclavicularis
sinistra
Aus : S1 dan S2 tunggal, reguler, tidak terdengar suara
bising
Abdomen
32
: Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-), nyeri (-), tumor (-)
, nyeri ketok ginjal (-/-)
Ekstremitas:
Atas
: (Tidak diperiksa)
Rektum
: (Tidak diperiksa)
Neurologi
Bicara
33
Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
RDW-CV
MCV, MCH, MCHC
MCV
MCH
MCHC
HITUNG JENIS
Basofil%
Eosinofil%
Gran%
Limfosit%
Monosit%
PROTHOMBIN TIME
Hasil PT
INR
Control Normal PT
Hasil APTT
Control Normal APTT
KIMIA
GULA DARAH
Glukosa Darah Puasa
HATI
SGOT
SGPT
GINJAL
Ureum
Creatinin
Hasil
Nilai Rujukan
14,4
5,5
4,37
41,4
85
14,9
12,50 16,70
4,65 10,3
4,10 6.00
42,00 52,00
150-356
12,1-14,0
94,8
33,0
34,8
75,0 96,0
28,0 32,0
33,0 37,0
Fl
Pg
%
0,7
4,6
62,8
24,5
7,4
0,0 1,0
1,0 3,0
50,0 70,0
25,0 40,0
3,0 9,0
%
%
%
%
%
11,7
1,08
11,4
26,2
26,1
9,9-13,52
22,2-37,0
-
Detik
80
70-105
mg/dl
272
104
0-46
0-45
32
0,8
10-50
0,7-1,4
34
Satuan
g/dL
ribu/uL
juta/uL
vol%
ribu/uL
%
Detik
U/I
U/I
mg/dl
mg/dl
Tanggal
Satuan
Detik
Detik
mg/dl
mg/dl
mg/dl
g/dl
ng/ml
Hasil Pemeriksaan Phrotombin Time dan Serum Elektrolit Tanggal 1 Juni 2016
(RSUD Ulin Banjarmasin)
Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
PROTHOMBIN TIME
Hasil PT
13,1
9,9-13,52
Detik
INR
1,21
Control Normal PT
11,4
Hasil APTT
21,8
22,2-37,0
Detik
Control Normal APTT
26,1
ELEKTROLIT
Natrium
140
135-146
mmol/l
Kalium
3,8
3,4-5,4
mmol/l
Chlorida
109
95-100
mmol/l
35
Hasil Pemeriksaan Fungsi Hati Tanggal 3 Juni 2016 (RSUD Ulin Banjarmasin).
Pemeriksaan
KIMIA
HATI
Albumin
Hasil
Nilai Rujukan
2,8
Satuan
3,5-5,5
g/dl
Hasil
Nilai Rujukan
>400,0
< 10,0
Satuan
UI/ml
Pulmo
Kesan : Multiple nodul e.c metastase intrapulmonal tipe coin lesion, tidak
tampak kardiomegali.
36
Hepar
37
Spleen
Pankreas
: normal
V.
DAFTAR MASALAH
- Urin lengkap
38
FNAB
2. Terapeutik
IV plug
4. Edukasi :
Lelah
Nyeri perut
Sesak nafas
Makan
Kaki bengkak
Susah tidur
Mual/muntah
Demam
BAB
BAK
Palpasi
29-05-2016
+
+
+
<
+
+
+/
Sulit, hitam
Kuning,
seperti teh
120/78
78
21
30-05-2016
+
+
+
<
+
+
+/
Sulit, hitam
Kuning,
seperti teh
120/80
74
20
31-05-2016
+
+
+
<
+
+
+/
Sulit, hitam
Kuning,
seperti teh
125/67
80
15
1-06-2016
+
+
+
<
+
+
+/
Sulit, hitam
Kuning,
seperti teh
110/90
63
15
2-06-2016
+
+
+
<
+
+
+/
Sulit, hitam
Kuning,
seperti teh
120/80
78
28
36,8
(+/+)
37,1
(+/+)
37,0
(+/+)
35,3
(+/+)
36,9
(+/+)
Cembung
BU (+)
6x/menit
Bruit (+)
- + - - - - Massa
- - +
- - - - -
Cembung
BU (+)
8x/menit
Bruit (+)
- + - - - - Massa
- - +
- - - - -
Cembung
BU (+)
5x/menit
Bruit (+)
- + - - - - Massa
- - +
- - - - -
Cembung
BU (+)
5x/menit
Bruit (+)
- + - - - - Massa
- - +
- - - - -
Cembung
BU (+)
6x/menit
Bruit (+)
- + - - - - Massa
- - +
- - - - -
Shifting
Shifting
Shifting
Shifting
Shifting
39
Perkusi
A
P
dullnes (+)
dullnes (+)
dullnes (+)
dullnes (+)
dullnes (+)
Nyeri tekan
- - - - - - Pekak (P)
Timpani (T)
P T P
T T T
T T T
Nyeri tekan
- - - - - - Pekak (P)
Timpani (T)
P T P
T T T
T T T
Nyeri tekan
- - - - - - Pekak (P)
Timpani (T)
P T P
T
T
T T T
Nyeri tekan
- - - - - - Pekak (P)
Timpani (T)
P T P
T T T
T T T
Nyeri tekan
- - - - - - Pekak (P)
Timpani (T)
P T P
T T T
T T T
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
-
+
-
+
AFP
+
+
-
03-06-2016
+
+
+
<
+
+
+/
Sulit, hitam
Kuning,
seperti teh
100/70
80
26
04-06-2016
+
+
+
<
+
+
+/
Sulit, hitam
Kuning,
seperti teh
11070
78
24
36,5
(+/+)
37,1
(+/+)
Cembung
BU (+)
7x/menit
Bruit (+)
- + -
Cembung
BU (+)
8x/menit
Bruit (+)
- + -
1.
2.
IV plug
Inj. Furosemide 40 mg-0-0
Inj. Omeprazole 40 mg-0-0
Inj. Tramadol 1 ampul KP
PO. Spironolactone 1 x 100
mg
PO. Lactulosa syr 3 x C1
PO. Curcuma 3 x 500mg
UDCA 3 x 250 mg
Lelah
Perut sebah
Sesak nafas
Makan
Kaki bengkak
Susah tidur
Mual/muntah
Demam
BAB
BAK
Sirosis Hepatis
HCC
+
+
+
+
40
Palpasi
-
Perkusi
A
P
IV plug
Inj. Furosemide 40 mg-0-0
Inj. Omeprazole 40 mg-0-0
Inj. Tramadol 1 ampul KP
PO. Spironolactone 1 x 100
mg
PO. Lactulosa syr 3 x C1
PO. Curcuma 3 x 500mg
UDCA 3 x 250 mg
Massa
- +
- - -
Massa
- +
- - -
Shifting
dullnes (+)
Shifting
dullnes (+)
Nyeri tekan
- - - - - - Pekak (P)
Timpani (T)
P T P
T T T
T T T
Nyeri tekan
- - - - - - Pekak (P)
Timpani (T)
P T P
T T T
T T T
+
PungsiAcites
Pemeriksaan
sitologi
cairan acites
41
BAB IV
PEMBAHASAN
Hepatoma merupakan tumor ganas primer di hati yang berasal dari sel
parenkim atau epitel saluran empedu. Hepatoma malignan atau dikenal juga
sebagai karsinoma hepatoseluler (HCC) merupakan 80-90% keganasan hati
primer. Sekitar 75% penderita karsinoma hepatoselular mengalami sirosis hati,
terutama tipe alkoholik dan pasca nekrotik. Pedoman diagnostik yang paling
penting adalah memburuknya penyakit pasien sirosis yang tidak diketahui
sebabnya dan pembesaran hati dalam waktu cepat.
Hepatoma dianggap terjadi dari hasil interaksi sinergis multifaktor dan
multifasik, melalui inisiasi, akselerasi, dan transformasi, serta peran onkogen dan
gen terkait. Walaupun penyebab pasti hepatoma belum diketahui, tetapi sudah
dapat diprediksi faktor risiko yang memicu hepatoma.
Faktor risiko yang paling memegang peranan penting dalam terjadinya
HCC adalah hepatitis. Karsinogenitas virus hepatitis B terhadap hati mungkin
terjadi melalui proses inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit,
integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel penjamu, dan aktifitas protein spesifikHBV berintegrasi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari
kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikasi menentukan tingkat
karsinogenitas hati. Siklus sel dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh
42
kompensasi proliferatif merespons nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh
ekspresi berlebihan suatu atau beberapa gen yang berubah akibat HBV.
Sedangkan hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui aktifitas
nekroinflamasi kronik dan sirosis hati. Dalam meta analisis penelitian,
disimpulkan bahwa risiko terjadinya hepatoma pada pengidap infeksi HCV
adalah 17 kali lipat dibandingkan dengan risiko pada bukan pengidap.
Selain itu, sirosis hati merupakan faktor risiko utama hepatoma di dunia dan
melatar belakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Komplikasi yang sering terjadi
pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran cerna bagian atas, ensefalopati
hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom hepatorenal adalah suatu keadaan
pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal, yang
ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan sirkulasi darah. Sindrom ini
mempunyai risiko kematian yang tinggi.
Manifestasi hepatoma dibagi menjadi hepatoma fase klinis dan fase
subklinis. Hepatoma fase subklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa
gejala dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui
pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Hepatoma fase klinis tergolong
hepatoma stadium sedang-lanjut, manifestasi utama yang sering ditemukan
adalah nyeri abdomen kanan atas, hepatoma stadium sedang dan lanjut sering
datang berobat karena keluhan kembung dan tak nyaman atau nyeri samar di
abdomen kanan atas. Nyeri umumnya bersifat tumpul atau menusuk intermitten
atau terus-menerus, sebagian merasa area hati seperti terbebat, disebabkan tumor
tumbuh dengan cepat hingga menambah regangan pada kapsul hati. Nyeri
43
abdomen yang bertambah hebat dapat menjadi tanda adanya ruptur hepatoma.
Perut membesar juga dapat menjadi keluhan pasien disebabkan karena asites.
Selain itu, pasien akan mengalami keluhan anoreksia karena fungsi hati
terganggu, penurunan berat badan secara mendadak tanpa disertai penurunan
nafsu makan, demam yang dapat timbul karena nekrosis tumor, ikterus kulit dan
sklera karena gangguan fungsi hati atau dapat juga karena sumbatan kanker di
saluran empedu atau tumor mendesak saluran empedu hingga timbul ikterus
obstruktif.
Gejala lain yang samar dan dapat mengarahkan diagnosis ke arah HCC di
antaranya adalah perdarahan saluran cerna, diare, nyeri bahu belakang kanan,
bengkak kedua tungkai bawah, kulit gatal dan lainnya.
Pada kasus, didapatkan pasien memiliki Pasien datang dengan keluhan
berupa perut yang membesar sejak 1 bulan SMRS. Pasien merasa sering lelah dan
mengeluhkan sesak napas. Pasien juga mengaku nafsu makannya menurun
dengan diikuti penurunan berat badan. Selain itu, pasien mengeluhkan nyeri pada
perut bagian kanan atas, nyeri bersifat tajam dan mengeluhkan kedua kakinya
bengkak sehingga pasien mengulhkan sulit berjalan. Pasien mengaku jarang
BAB. BAB pasien berwarna hitam. BAK pasien berwarna seperti teh dan tidak
nyeri saat berkemih. Pasien bukan perokok dan tidak pernah mengkonsumsi
alkohol.
Pemeriksaan fisik pada hepatoma dadapatkan tanda vital yang umumnya
dalam batas normal dengan peningkatan suhu tubuh yang tidak signifikan.
Pemeriksaan sklera ditemukan ikterik dan konjungtiva anemis apabila terdapat
44
atau
oleh
satu
teknik
pencitraan
positif
yang
menunjukkan
45
46
melalui arteri
hepatika.
Pada pasien dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis hepatoma di antaranya darah rutin, urinalisa, serum
elektrolit, kimia darah, tes fungsi ginjal, dan uji fungsi hati yang mencakup: ALT,
AST, bilirubin (total, direk, dan indirek), prothombin time, faal lemak dan
jantung, albumin-globulin serum, HBsAg, anti HCV, dan AFP, serta sitologi
cairan asites. Pasien juga dilakukan pemeriksaan HBsAg dan didapatkan hasil
reaktif tetapi negatif untuk anti-HCV. Pemeriksaan radiologi yang dilakukan oleh
pasien adalah USG abdomen.
Berdasarkan data yang didapatkan, pasien masuk dalam kriteria:
47
Skor Child-Turcotte-Pugh
Parameter
1 poin
Ensefalopati
Tidak ada
hepatikum
Ascites
Tidak ada
Bilirubin (mg/dL)
<2
Albumin (g/dL)
> 3,5
48
ChildPugh
A-B
A-B
A-B
2 poin
Derajat 1-2
3 poin
Derajat 3-4
Sedikit
2-3
2,8 3 5
Sedang-besar
>3
< 2,8
Waktu (detik
pemanjangan >
kontrol), atau
INR
Keterangan:
Skor 5-6= Child A (angka kesintasan 1 tahun pertama=100%; angka kesintasan 2 tahun pertama=85%)
Skor 7-9= Child B (angka kesintasan 1 tahun pertama=81%; angka kesintasan 2 tahun pertama=57%)
Skor 10-15= Child C (angka kesintasan 1 tahun pertama=45%; angka kesintasan 2 tahun
pertama=35%)
Kriteria Okuda
Criteria
1. Disease involving > 50 % of
hepatic parenchyma
2. Ascites
3. Albumin 3 g/dL
4. Bilirubin 3 mg/dL
Interpretation
Stage A: 0 citeria
Stage B: 1-2 citeria
Stage A: 3-4 citeria
49
BAB V
PENUTUP
50
DAFTAR PUSTAKA
51
Diakses
dari
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/15615.
52
http: