Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMA DI RUANG ANTURIUM

RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun untuk menyelesaikan tugas Program Profesi Ners


Stase Keperawatan Medikal

Oleh:
Ropikchotus Salamah, S.Kep
NIM 132311101002

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
LAPORAN PENDAHULUAN HEPATOMA DI RUANG ANTURIUM
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

A. Konsep Dasar Hepatoma


1. Definisi
Karsinoma hepatoseluler atau hepatoma adalah tumor ganas hati primer dan
paling sering ditemukan daripada tumor ganas hati primer lainnya seperti limfoma
maligna, fibrosarkoma, dan hemangioendotelioma. Hepatocellular Carcinoma
(HCC) atau disebut juga hepatoma atau kanker hati primer atau Karsinoma
Hepato Selular (KHS) adalah satu dari jenis kanker yang berasal dari sel hati
(Misnadiarly, 2007).
Pada pertumbuhan kanker hati, beberapa pasien mungkin mengalami gejala
seperti sakit di perut sebelah kanan atas mel
uas kebagian belakang dan bahu, bloating, berat badan, kehilangan nafsu makan,
kelelahan, mual, muntah, demam, dan ikterus (Hussodo, 2009). Kanker Hati atau
Karsinoma Hepato Seluler (KHS) merupakan tumor ganas hati primer yang sering
di jumpai di Indonesia. KHS merupakan tumor ganas dengan prognosis yang amat
buruk, di mana pada umumnya penderita meninggal dalam waktu 2-3 bulan
sesudah diagnosisnya di tegakkan (Misnadiarly, 2007).

2. Epidemiologi
Angka insidensi tahunan di Amerika Utara dan Selatan, Eropa utara dan
tengah, dan Australia adalah 3-7 kasus per 100.000 populasi, sedangkan yang
insidensinya pertengahan (hingga 20 kasus per 100.000) adalah Negara di sekitar
Mediterranea (Hussodo, 2009). Frekuensi tertinggi di temukan di Taiwan,
Mozambik dan Cina tenggara, angka insidensi tahunan pada pria mendekati 150
per 100.000.
Di seluruh dunia, HCC terutama dijumpai pada laki - laki dengan perbandingan
antara 3:1 terutama di daerah dengan insidensi rendah dan di daerah yang
insidensinya tinggi perbandingannya 8:1. Hal ini berkaitan dengan tingginya
prevalensi infeksi HBV, alkoholisme dan penyakit hati kronis pada laki- laki. Di
setiap daerah, orang berkulit hitam memiliki angka serangan (attack rate)
sekitarempat kali lebih besar daripada kulit putih. Di daerah dengan insidensi
tinggi, HCC umumnya timbul pada masa dewasa (dekade ketiga hingga kelima)
sedangkan di daerah dengan insidensi rendah tumor ini paling sering di temukan
pada orang berusia enam puluh hingga tujuh puluh tahun (Hussodo, 2009).

3. Etiologi
a. Virus Hepatitis B
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma terbukti
kuat, baik secara epidemiologis, klinis maupun eksperimental. Sebagian besar
wilayah yang hiperendemik HBV menunjukkan angka kekerapan hepatoma
yang tinggi. Umur saat terjadinya infeksi merupakan faktor resiko penting
karena infeksi HBV pada usia dini berakibat akan terjadinya kronisitas.
Karsinogenitas HBV terhadap hati mungkin terjadi melalui proses inflamasi
kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA
sel penjamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV berinteraksi dengan gen hati.
Pada dasarnya, perubahan hepatosit dari kondisi inaktif menjadi sel yang aktif
bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat diaktifkan
secara tidak langsung akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau
beberapa gen yang berubah akibat HBV. Infeksi HBV dengan pajanan agen
onkogenik seperti aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya hepatoma tanpa
melalui sirosis hati.
b. Virus Hepatitis C
Di wilayah dengan tingkat infeksi HBV rendah, HCV merupakan faktor
resiko penting dari hepatoma. Infeksi HCV telah menjadi penyebab paling
umum karsinoma hepatoseluler di Jepang dan Eropa, dan juga bertanggung
jawab atas meningkatnya insiden karsinoma hepatoseluler di Amerika Serikat,
30% dari kasus karsinoma hepatoseluler dianggap terkait dengan infeksi HCV.
Sekitar 5-30% orang dengan infeksi HCV akan berkembang menjadi
penyakit hati kronis. Dalam kelompok ini, sekitar 30% berkembang menjadi
sirosis, dan sekitar 1-2% per tahun berkembang menjadi karsinoma
hepatoseluler. Resiko karsinoma hepatoseluler pada pasien dengan HCV
sekitar 5% dan muncul 30 tahun setelah infeksi. Penggunaan alkohol oleh
pasien dengan HCV kronis lebih beresiko terkena karsinoma hepatoseluler
dibandingkan dengan infeksi HCV saja. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa penggunaan antivirus pada infeksi HCV kronis dapat mengurangi
risiko karsinoma hepatoseluler secara signifikan.
c. Sirosis Hati
Sirosis hati merupakan faktor resiko utama hepatoma di dunia dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus hepatoma. Penyebab utama sirosis di
Amerika Serikat dikaitkan dengan alkohol, infeksi hepatitis C, dan infeksi
hepatitis B. Setiap tahun, 3-5% dari pasien dengan sirosis hati akan menderita
hepatoma. Hepatoma merupakan penyebab utama kematian pada sirosis hati.
Pada otopsi pada pasien dengan sirosis hati , 20-80% di antaranya telah
menderita hepatoma.
d. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh
jamur Aspergillus. Dari percobaan pada hewan diketahui bahwa AFB1 bersifat
karsinogen. Aflatoksin B1 ditemukan di seluruh dunia dan terutama banyak
berhubungan dengan makanan berjamur.1 Pertumbuhan jamur yang
menghasilkan aflatoksin berkembang subur pada suhu 13°C, terutama pada
makanan yang menghasilkan protein. Di Indonesia terlihat berbagai makanan
yang tercemar dengan aflatoksin seperti kacang-kacangan, umbi-umbian
(kentang rusak, umbi rambat rusak,singkong, dan lain-lain), jamu, bihun, dan
beras berjamur.
Salah satu mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB1
menginduksi mutasi pada gen supresor tumor p53. Berbagai penelitian dengan
menggunakan biomarker menunjukkan ada korelasi kuat antara pajanan
aflatoksin dalam diet dengan morbiditas dan mortalitas hepatoma.
e. Obesitas
Suatu penelitian pada lebih dari 900.000 individu di Amerika Serikat
diketahui bahwa terjadinya peningkatan angka mortalitas sebesar 5x akibat
kanker pada kelompok individu dengan berat badan tertinggi (IMT 35-40
kg/m2) dibandingkan dengan kelompok individu yang IMTnya normal.
Obesitas merupakan faktor resiko utama untuk non-alcoholic fatty liver
disesease (NAFLD), khususnya non-alcoholic steatohepatitis (NASH) yang
dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian berlanjut menjadi
hepatoma.
f. Diabetes Mellitus
Tidak lama ditengarai bahwa DM menjadi faktor resiko baik untuk
penyakit hati kronis maupun untuk hepatoma melalui terjadinya perlemakan
hati dan steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Di samping itu, DM
dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin dan insulin-like growth
factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif potensial untuk kanker.
Indikasi kuatnya aasosiasi antara DM dan hepatoma terlihat dari banyak
penelitian. Penelitian oleh El Serag dkk. yang melibatkan173.643 pasien DM
dan 650.620 pasien bukan DM menunjukkan bahwa insidensi hepatoma pada
kelompok DM lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan insidensi
hepatoma kelompok bukan DM.
g. Alkohol
Meskipun alkohol tidak memiliki kemampuan mutagenik, peminum berat
alkohol (>50-70 g/hari atau > 6-7 botol per hari) selama lebih dari 10 tahun
meningkatkan risiko karsinoma hepatoseluler 5 kali lipat. Hanya sedikit bukti
adanya efek karsinogenik langsung dari alkohol. Alkoholisme juga
meningkatkan resiko terjadinya sirosis hati dan hepatoma pada pengidap
infeksi HBV atau HVC. Sebaliknya, pada sirosis alkoholik terjadinya HCC
juga meningkat bermakna pada pasien dengan HBsAg positif atau anti-HCV
positif. Ini menunjukkan adanya peran sinergistik alkohol terhadap infeksi
HBV maupun infeksi HCV.

4. Patofisiologi
Hepatoma 75 % berasal dari sirosis hati yang lama atau menahun, khususnya
yang disebabkan oleh alkoholik dan post nekrotik. Pedoman diagnostik yang
paling penting adalah terjadinya kerusakan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
Pada penderita sirosis hati yang disertai pembesaran hati mendadak. Matastase ke
hati dapat terdeteksi pada lebih dari 50 % kematian akibat kanker.
Diagnosa sulit ditentukan, sebab tumor biasanya tidak diketahui sampai
penyebaran tumor yang luas, sehingga tidak dapat dilakukan reseksi lokal lagi.
Stadium hepatoma :
a. Stadium I : Satu fokal tumor berdiameter < 3 cm
b. Stadium II : Satu fokal tumor berdiameter > 3 cm. Tumor terbatas pada
segment I atau multi-fokal tumor terbatas padlobus kanan atau lobus kiri
hati
c. Stadium III : Tumor pada segment I meluas ke lobus kiri (segment IV)
atau ke lobus kanan segment V dan VIII atau tumor dengan invasi
peripheral ke sistem pembuluh darah (vascular) atau pembuluh empedu
(biliary duct) tetapi hanya terbatas pada lobus kanan atau lobus kiri hati
d. Stadium IV :Multi-fokal atau diffuse tumor yang mengenai lobus kanan
dan lobus kiri hati. atau tumor dengan invasi ke dalam pembuluh darah
hati (intra hepaticvaskuler ) ataupun pembuluh empedu (biliary duct) atau
tumor dengan invasi ke pembuluh darah di luar hati (extra hepatic vessel)
seperti pembuluh darah vena limpa (vena lienalis) atau vena cava inferior-
atau adanya metastase keluar dari hati (extra hepatic metastase).
Pathway

Virus Aflatoksin Alkohol, steroid


hepatitis C anabolic,
androgen yang
berlebihan, Bahan
Integrasi DNA Infeksi sel hati Mutasi gen kontrasepsi oral,
virus ke DNA sel Penimbunan zat
hati besi yang
berlebihan dalam
Peningkatan Inflamasi
hati
poliferasi hepatosit kronik

Sirosis hepatik

Fungsi hati terganggu Hepatoma

Terdapat nodul maligna dalam hilus Asites

Pembengkakan hepar
Kelebihan volume cairan
Penekanan hepar Bendungan vena porta
Diafragma tertekan
Inflamasi akut Penyumbatan vena porta

Hipertensi portal Ekspansi paru menurun


Peningkatan mediator
nyeri: prostaglandin,
serotonin, histamin Gangguan pembentukan empedu Dyspneu

Nyeri Akut Lemak tidak dapat Ketidakefektifan


diemulsikan dan tidak dapat pola napas
diserap oleh usus halus

Peningkatan peristaltik

Diare

Risiko ketidakseimbangan
elektrolit
5. Manifestasi klinis
a. Gangguan nutrisi
b. Penurunan berat badan yang baru saja terjadi
c. Kehilangan kekuatan
d. Anoreksia
e. Anemia
f. Nyeri abdomen dapat ditemukan, disertai dengan pembesaran hati yang
cepat serta permukaan yang teraba ireguler pada palpasi.

6. Pemeriksaan penunjang
a. Biopsi
Biopsi aspirasi dengan jarum halus (fine needle aspiration biopsy)
terutama ditujukan untuk menilai apakah suatu lesi yang ditemukan pada
pemeriksaan radiologi imaging dan laboratorium AFP itu benar pasti suatu
hepatoma.
Cara melakukan biopsi dengan dituntun oleh USG ataupun CTscann
mudah, aman, dan dapat ditolerir oleh pasien dan tumor yang akan dibiopsi
dapat terlihat jelas pada layar televisi berikut dengan jarum biopsi yang
berjalan persis menuju tumor, sehingga jelaslah hasil yang diperoleh
mempunyai nilai diagnostik dan akurasi yang tinggi karena benar jaringan
tumor ini yang diambil oleh jarum biopsi itu dan bukanlah jaringan sehat di
sekitar tumor.
b. Radiologi
Untuk mendeteksi kanker hati stadium dini dan berperan sangat
menentukan dalam pengobatannya. Kanker hepato selular ini bisa dijumpai di
dalam hati berupa benjolan berbentuk kebulatan (nodule) satu buah,dua buah
atau lebih atau bisa sangat banyak dan diffuse (merata) pada seluruh hati atau
berkelompok di dalam hati kanan atau kiri membentuk benjolan besar yang
bisa berkapsul.
c. Ultrasonografi
Dengan USG hitam putih (grey scale) yang sederhana (conventional) hati
yang normal tampak warna ke-abuan dan texture merata (homogen).
USG conventional hanya dapat memperlihatkan benjolan kanker
hatidiameter 2 cm – 3 cm saja. Tapi bila USG conventional ini dilengkapi
dengan perangkat lunak harmonik sistem bisa mendeteksi benjolan kanker
diameter 1 cm – 2 cm13, namun nilai akurasi ketepatan diagnosanya hanya
60%.
d. CT scan
CT scann sebagai pelengkap yang dapat menilai seluruh segmen hati
dalam satu potongan gambar yang dengan USG gambar hati itu hanya bisa
dibuat sebagian-sebagian saja. CTscann dapat membuat gambar kanker dalam
tiga dimensi dan empat dimensi dengan sangat jelas dan dapat pula
memperlihatkan hubungan kanker ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.
e. Angiografi
Angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker yang sebenarnya. Kanker
yang kita lihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai dengan ukuran
pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih besar.
Angigrafi bisa memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya.
f. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI yang dilengkapi dengan perangkat lunak Magnetic
ResonanceAngiography (MRA) sudah pula mampu menampilkan dan
membuat peta pembuluh darah kanker hati ini.
g. PET (Positron Emission Tomography)
Positron Emission Tomography (PET) yang merupakan alat pendiagnosis
kanker menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau
Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa kanker dengan cepat
dan dalam stadium dini.
Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk mendiagnosis
sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan bermetabolisme di
dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel yang terkena kanker.
PET dapat menetapkan tingkat atau stadium kanker hati sehingga tindakan
lanjut penanganan kanker ini serta pengobatannya menjadi lebih mudah. Di
samping itu juga dapat melihat metastase (penyebaran).

7. Penatalaksanaan Medis
Pemilihan terapi kanker hati ini sangat tergantung pada hasil pemeriksaan
radiologi dan biopsi. Sebelum ditentukan pilihan terapi hendaklah dipastikan
besarnya ukuran kanker,lokasi kanker di bagian hati yang mana, apakah lesinya
tunggal (soliter) atau banyak (multiple), atau merupakan satu kanker yang sangat
besar berkapsul, atau kanker sudah merata pada seluruh hati, serta ada tidaknya
metastasis (penyebaran) ke tempat lain di dalam tubuh penderita ataukah sudah
ada tumor thrombus di dalam vena porta dan apakah sudah ada sirrhosis hati.
Tahap penatalaksanaan dibagi menjadi dua yaitu tindakan non-bedah dan tindakan
bedah.
a. Tindakan Bedah Hati dengan Tindakan Radiologi
Terapi yang paling ideal untuk kanker hati stadium dini adalah tindakan
bedah yaitu reseksi (pemotongan) bahagian hati yang terkena kanker dan juga
reseksi daerah sekitarnya. Pada prinsipnya dokter ahli bedah akan membuang
seluruh kanker dan tidak akan menyisakan lagi jaringan kanker pada
penderita, karena bila tersisa tentu kankernya akan tumbuh lagi jadi besar,
untuk itu sebelum menyayat kanker dokter ini harus tahu pasti batas antara
kanker dan jaringan yang sehat. Radiologisatu-satunya cara untuk menentukan
perkiraan pasti batas itu yaitu dengan pemeriksaan CT angiography yang
dapat memperjelas batas kanker dan jaringan sehat sehingga ahli bedah tahu
menentukan di mana harus dibuat sayatan. Maka harus dilakukan CT
angiography terlebih dahulu sebelum dioperasi.
Dilakukan CT angiography sekaligus membuat peta pembuluh darah
kanker sehingga jelas terlihat pembuluh darah mana yang bertanggung jawab
memberikan makanan (feeding artery) yang diperlukan kanker untuk dapat
tumbuh subur. Sesudah itu barulah dilakukan tindakan radiologi Trans Arterial
Embolisasi (TAE) yaitu suatu tindakan memasukkan suatu zat yang dapat
menyumbat pembuluh darah (feeding artery) itu sehingga menyetop suplai
makanan ke sel-sel kanker dan dengan demikian kemampua hidup (viability)
dari sel-sel kanker akan sangat menurun sampai menghilang.
Sebelum dilakukan TAE dilakukan dulu tindakan Trans Arterial
Chemotherapy (TAC) dengan tujuan sebelum ditutup feeding artery lebih
dahulu kanker-nya disirami racun (chemotherapy) sehingga sel-sel kanker
yang sudah kena racun dan ditutup lagi suplai makanannya maka sel-sel
kanker benar-benar akan mati dan tak dapat berkembang lagi dan bila sel-sel
ini nanti terlepas pun saat operasi tak perlu dikhawatirkan, karena sudah tak
mampu lagi bertumbuh. Tindakan TAE digabung dengan tindakan TAC yang
dilakukan olehdokter spesialis radiologi disebut tindakan Trans Arterial
Chemoembolisation (TACE). Selain itu TAE ini juga untuk tujuan supportif
yaitu mengurangi perdarahan pada saat operasi dan juga untuk mengecilkan
ukuran kanker dengan demikian memudahkan dokter ahli bedah.
Setelah kanker disayat, seluruh jaringan kanker itu harus diperiksakan
pada dokter ahli patologi yaitu satu-satunya dokter yang berkompentensi dan
yang dapat menentukan dan memberikan kata pasti apakah benar pinggir
sayatan sudah bebas kanker. Bila benar pinggir sayatan bebas kanker artinya
sudahlah pasti tidak ada lagi jaringan kanker yang masih tertinggal di dalam
hati penderita. Kemudian diberikan chemotherapy (kemoterapi) yang
bertujuan meracuni sel-sel kanker agar tak mampu lagi tumbuh berkembang
biak.Pemberian Kemoterapi dilakukan oleh dokter spesialis penyakit dalam
bahagian onkologi (medical oncologist) ini secara intra venous (disuntikkan
melalui pmbuluh darah vena) yaitu epirubucin/dexorubicin 80 mg digabung
dengan mitomycine C 10 mg. Dengan cara pengobatan seperti ini usia harapan
hidup penderita per lima tahun 90% dan per 10 tahun 80%.
b. TindakanNon-bedah Hati
Tindakan non-bedah merupakan pilihan untuk pasien yang datang pada
stadium lanjut, yang termasuk dalam tindakan non-bedah ini adalah:
1) Embolisasi Arteri Hepatika (Trans Arterial Embolisasi = TAE)
Pada prinsipnya sel yang hidup membutuhkan makanan dan
oksigen yang datangnyabersama aliran darah yang menyuplai sel
tersebut. Pada kanker timbul banyak sel-sel baru sehingga diperlukan
banyak makanan dan oksigen, dengan demikian terjadi banyak
pembuluh darah baru (neo-vascularisasi) yang merupakan cabang-
cabang dari pembuluh darah yang sudah ada disebut pembuluh darah
pemberi makanan (feeding artery) Tindakan TAE ini menyumbat
feeding artery.
Caranya dimasukkan kateter melalui pembuluh darah di paha
(arteri femoralis) yang seterusnya masuk ke pembuluh nadi besar di
perut (aorta abdominalis) dan seterusnya dimasukkan ke pembuluh
darah hati (artery hepatica) dan seterusnya masuk ke dalam feeding
artery. Lalu feeding artery ini disumbat (di-embolisasi) dengan suatu
bahan seperti gel foam sehingga aliran darah ke kanker dihentikan dan
dengan demikian suplai makanan dan oksigen ke sel-sel kanker akan
terhenti dan sel-sel kanker ini akan mati. Apalagi sebelum dilakukan
embolisasi dilakukan tindakan trans arterial chemotherapy yaitu
memberikan obat kemoterapi melalui feeding artery itu maka sel-sel
kanker jadi diracuni dengan obat yang mematikan.
Bila kedua cara ini digabung maka sel-sel kanker benar-benar
terjamin mati dan tak berkembang lagi.Dengan dasar inilah embolisasi
dan injeksi kemoterapi intra-arterial dikembangkan dan nampaknya
memberi harapan yang lebih cerah pada penderita yang terancam maut
ini. Angka harapan hidup penderita dengan cara ini per lima tahunnya
bisa mencapai sampai 70% dan per sepuluh tahunnya bisa mencapai
50%.
2) Infus Sitostatika Intra-arterial
Menurut literatur 70% nutrisi dan oksigenasi sel-sel hati yang
normal berasal dari vena porta dan 30% dari arteri hepatika, sehingga
sel-sel ganas mendapat nutrisi dan oksigenasi terutama dari sistem
arteri hepatika. Bila Vena porta tertutup oleh tumor maka makanan dan
oksigen ke sel-sel hati normal akan terhenti dan sel-sel tersebut akan
mati. Dapatlah dimengerti kenapa pasien cepat meninggal bila sudah
ada penyumbatan vena porta ini. Infus sitostatika intra-arterial ini
dikerjakan bila vena porta sampai ke cabang besar tertutup oleh sel-sel
tumor di dalamnya dan pada pasien tidak dapat dilakukan tindakan
transplantasi hati oleh karena ketiadaan donor, atau karena pasien
menolak atau karena ketidakmampuan pasien. Sitostatika yang dipakai
adalah mitomycin C 10 – 20 Mg kombinasi dengan adriblastina 10-20
Mg dicampur dengan NaCl (saline) 100 – 200 cc. Atau dapat juga
cisplatin dan 5FU (5 Fluoro Uracil).
Metoda ballon occluded intra arterial infusion adalah modifikasi
infus sitostatika intra-arterial, hanya kateter yang dipakai adalah
double lumen balloncatheter yang di-insert (dimasukkan) ke dalam
arteri hepatika. Setelah ballon dikembangkan terjadi sumbatan aliran
darah, sitostatika diinjeksikan dalam keadaan ballon mengembang
selama 10 – 30 menit, tujuannya adalah memperlama kontak
sitostatika dengan tumor. Dengan cara ini maka harapan hidup pasien
per lima tahunnya menjadi 40% dan per sepuluh tahunnya 30%
dibandingkan dengan tanpa pengobatan adalah20% dan 10%.
3) Injeksi Etanol Perkutan (Percutaneus Etanol Injeksi = PEI)
Pada kasus-kasus yang menolak untuk dibedah dan juga menolak
semua tindakan atau pasien tidak mampu membiayai pembedahan dan
tak mampu membiayai tindakan lainnya maka tindakan PEI-lah yang
menjadi pilihan satu-satunya. Tindakan injeksi etanol perkutan ini
mudah dikerjakan, aman, efek samping ringan, biaya murah, dan
hasilnya pun cukup memberikan harapan. PEI hanya dikerjakan pada
pasien stadium dini saja dan tidak pada stadium lanjut. Sebagian besar
peneliti melakukan pengobatan dengan cara ini untuk kanker bergaris
tengah sampai 5 cm, walaupun pengobatan paling optimal dikerjakan
pada garis tengah kurang dari 3 cm. Pemeriksaan histopatologi setelah
tindakan membuktikan bahwa tumor mengalami nekrosis yang
lengkap.
Sebagian besar peneliti menyuntikkan etanol perkutan pada kasus
kanker ini dengan jumlah lesi tidak lebih dari3 buah nodule, meskipun
dilaporkan bahwa lesi tunggal merupakan kasus yang paling optimal
dalam pengobatan. Walaupun kelihatannya cara ini mungkin dapat
menolong tetapi tidak banyak penelitian yang memadai dilakukan
sehingga hanya dikatakan membawa tindakan ini memberi hasil yang
cukup baik.
4) Terapi Non-bedah Lanilla
Terapi non-bedah lainnya saat ini sudah dikembangkan dan hanya
dilakukan bila terapi bedah reseksi dan Trans Arterial Embolisasi
(TAE) ataupun Trans Arterial Chemoembolisation ataupun Trans
Arterial Chemotherapy tak mungkin dilakukan lagi. Di antaranya yaitu
terapi Radio Frequency Ablation Therapy (RFA),Proton Beam
Therapy, Three Dimentional Conformal Radiotherapy (3DCRT),
Cryosurgery yang kesemuanya ini bersifat palliatif (membantu) bukan
kuratif (menyembuhkan) keseluruhannya.
5) Tindakan Transplantasi Hati
Bila kanker hati ini ditemukan pada pasien yang sudah ada
sirrhosis hati dan ditemukan kerusakan hati yang berkelanjutan atau
sudah hampir seluruh hati terkena kanker atau sudah ada sel-sel kanker
yang masuk ke vena porta (thrombus vena porta) maka tidak ada jalan
terapi yang lebih baik lagi dari transplantasi hati. Transplantasi hati
adalah tindakan pemasangan organ hati dari orang lain ke dalam tubuh
seseorang. Langkah ini ditempuh bila langkah lain seperti operasi dan
tindakan radiologi seperti yang disebut di atas tidak mampu lagi
menolong pasien.
Selain itu, biaya transplantasi tergolong sangat mahal. Dan pula
sebelum proses transplantasi harus dilakukan serangkaian pemeriksaan
seperti tes jaringan tubuh dan darah yang tujuannya memastikan
adanya kesamaan/kecocokan tipe jaringan tubuh pendonor dan pasien
agar tidak terjadi penolakan terhadap hati baru. Penolakan bisa berupa
penggerogotan hati oleh zat-zat dalam darah yang akan menimbulkan
kerusakan permanen dan mempercepat kematian penderita. Seiring
keberhasilan tindakan transplantasi hati, usia pasien setidaknya akan
lebih panjang lima tahun.

8. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada sirosis adalah asites, perdarahan saluran
cerna bagian atas, ensefalopati hepatika, dan sindrom hepatorenal. Sindrom
hepatorenal adalah suatu keadaan pada pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan
fungsi hati, hipertensi portal, yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dan
sirkulasi darah Sindrom ini mempunyai risiko kematianyangtinggi. Terjadinya
gangguan ginjal pada pasien dengan sirosis hati ini baru dikenal pada akhir abad
19 dan pertamakali dideskripsikan oleh Flint dan Frerichs. Penatalaksanaan
sindrom hepatorenal masih belum memuaskan; masih banyak kegagalan sehingga
menimbulkan kematian. Prognosis pasien dengan penyakit ini buruk.
B. Proses Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, alamat, agama, suku, bangsa, no. registrasi
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama: klien biasanya mengeluh mual, muntah, nyeri perut
kanan atas, pembesaran perut, berak hitam
2) Riwayat penyakit sekarang: biasanya klien awalnya mengalami mual,
nyeri perut kanan atas, berak hitam, kemudian perut klien membesar
dan sesak nafas.
3) Riwayat penyakit dahulu: biasanya klien pernah mengalami penyakit
hepatitis B atau C atau D. Dan mengalami sirosis hepatic
4) Riwayat penyakit keluarga: biasanya salah satu atau lebih keluarga
klien menderita penyakit hepatitis B atau C atau D. Biasanya ibu klien
menderita hepatitis B atau C atau D yang diturunkan kepada anaknya
pada waktu hamil.
5) Riwayat imunisasi: biasanya klien tidak diimunisasi untuk penyakit
hepatitis B

c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Biasanya klien terlihat lemah, letih, dengan perut membesar dan sesak
nafas, penurunan BB.
2) TTV
Tekanan darah, nadi, RR, Suhu
3) Kepala dan leher
Biasanya terjadi pernafasan cuping hidung, ikterus, muntah
4) Thoraks
Biasanya terjadi retraksi dada dikarenakan kesulitas bernafas,
penggunaan otot-otot bantu pernafasan
5) Abdomen
Biasanya terjadi pembesaran hati (hepatomegali), permukaan hati
terasa kasar, asites, nyeri perut bagian kanan atas dengan skala 7-10,
splenomegali
6) Ekstremitas
Biasanya terjadi gatal-gatal, kelenahan otot
7) Breath
Biasanya klien mengalami sesak nafas
8) Blood
Biasanya klien anemi dikarenakan adanya perdarahan
9) Brain
Jika sudah metastase akan terjadi enselofaty hepatik
10) Bowel
Biasanya klien mengalami anoreksia, mual, muntah, melena, bahkan
mungkin terjadi hematomesis. Terjadi penurunan BB, turgor kulit lebih
dari 2 detik, rambut kering, mukosa oral kering, penurunan serum
albumin.
11) Blader
Biasanya klien mengeluarkan urin berwarna seperti teh pekat
12) Bone
Jika terjadi metastase ke tulang akan terjadi nyeri tulang
d. Pola fungsi kesehatan
1) Pola aktivitas
Biasanya klien mengalami gangguan dalam beraktivitas dikarenakan
nyeri, kelemahan otot, mual, dan muntah
2) Pola nutrisi
Biasanya klien mengalami anoreksia, mual dan muntah
3) Pola eliminasi
Biasanya klien mengeluarkan urin berwarna seperti teh dan pekat.
4) Pola istirahat
Biasanya klien mengalami insomnia
5) Pola seksual
Biasanya klien mengalami penurunan libido
6) Pola spiritual
Biasanya klien terganggu dalam menjalani ibadah

2. Diagnosa
1) Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan adanya asites dan
penekanan diafragma.
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia dan mual.
3) Nyeri akut berhubungan dengan menegangnya dinding perut akibat asites
4) Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan luka post operasi.
5) Resiko infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
3. Rencana Asuhan Keperawatan
No.D Diagnosa Keperawatan
x
1. Ketidakefektifan pola nafas (00032) Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi
adekuat

Deviasi Deviasi Tidak ada


Deviasi yang Deviasi ringan
berat dari cukup sedang dari deviasi dari
dari kisaran
kisaran berat dari kisaran
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil kisaran normal
normal kisaran normal
normal normal
1 2 3 4 5
0415 Status 041501 Frekuensi pernafasan 
pernafasan
041502 Irama pernafasan

041504 Suara auskultasi nafas

Sangat Berat Berat Cukup Ringan Tidak ada

1 2 3 4 5
0403 Status 040309 Penggunaan alat bantu nafas 
pernafasan:
ventilasi 040310 Suara nafas tambahan

Pernafasan dengan bibir
040312 
mengerucut

040313 Dispnea saat istirahat



040314 Dispnea saat latihan

No. NIC Intervensi Rasional
3140 Manajemen 1. Posisikan pasien untuk maksimalkan ventilasi Menjaga jalan nafas
jalan nafas 2. Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk melakukan batuk atau menyedotan pasien tetap paten
lendir
3. Kelola pemberian bronkodilator, sebagaimana mestinya
4. Kelola udara atau oksigen yang dilembabkan,sebagaimana mestinya
3320 Terapi 1. Siapkan peralatan oksigen dan berikan melalui sistem humidifier Membantu pemenuhan
oksigen 2. Berikan oksigen tambahan seperti yang diperintahkan kebutuhan oksigen pasien
3. Monitor aliran oksigen
4. Monitor kemampuan pasien untuk mentolerir pengangkatan oksigen saat makan
5. Sediakan oksigen ketika pasien dibawa/dipindahkan
3350 Monitor 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman, dan kesulitan bernafas Memantau pemenuhan
pernafasan 2. Monitor suara nafas tambahan seperti ngorok atau mengi oksigen pasien
3. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang tersedasi (seperti SaO2, SvO2, SpO2) sesuai
dengan protokol yang ada
4. Monitor keluhan sesak nafas pasien, termasuk kegiatan yang meningkatkan atau
memperburuk sesak nafas tersebut
5. Monitor hasil foto thoraks
No.D Diagnosa Keperawatan
x
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolik.

Tidak Sedikit Cukup Sebagian Sepenuhny


Adekuat adekuat adekuat besar adekuat a adekuat
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil
1 2 3 4 5

1009 Asupan makanan secara oral


Status nutrisi : 100801 
Asupan Asupan cairan secara oral
100803 
Makanan dan
Cairan Asupan cairan intravena
100804 
Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
berat
1 2 3 4 5

1208 Tingkat Kelelahan


120806 
depresi
Insomia
120809 
Berat badan turun
120831 
Nafsu makan menurun
120832 
No. NIC Intervensi Rasional
1400 Manajemen 1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi Membantu klien memilih
nutrisi 2. Tentukan apa yang menjadi preferensi makanan bagi pasien makanan yang mampu
3. Intruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi (piramida makanan) memenuhi kebutuhan
4. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan metabolik.
gizi.
5. Berikan pilihan makanan dan bimbingan terhadap pilihan makanan.
6. Ciptakan lingkungan yang bersih, berventilasi, santai dan bebas dari bau menyengat.
1030 Manajemen 1. Kolaborasikan dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan rencana keperawatan. Membantu klien memilih
gangguan 2. Ajarkan dan dukung konsep nutrisi yang baik dengan klien. makanan yang mampu
makan 3. Dorong klien untuk mendiskusikan makanan yang disukai bersama dengan ahli gizi. memenuhi kebutuhan
4. Monitor asupan kalori makanan harian. metabolik
5. Monitor berat badan klien secara rutin.
Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak
menyimpang menyimpang menyimpang menyimpang menyimpan
dari rentang dari rentang dari rentang dari rentang g dari
No. NOC No. indikator Kriteria Hasil normal normal normal normal rentang
normal

1 2 3 4 5

1005 Status Nutrisi Hematokrit


100503 
: Pengukuran
Hemoglobin
Biokimia 100504 
Gula darah
100507 
Kolestrol darah
100508 
Trigliserida
100507 
darah
No. NIC Intervensi Rasional

1120 Terapi nutrisi 1. Lengkapi pengkajian nutrisi sesuai kebutuhan Membantu klien memilih
2. Monitor asupan makanan harian makanan yang mampu
3. Tentukan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan memenuhi kebutuhan
nutrisi dengan kolaborasi dengan ahli gizi metabolik.
4. Motivasi klien untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang bernutrisi, tinggi
protein, kalori dan mudah dikonsumsi serta sesuai kebutuhan
1160 Monitor 1. Timbang berat badan pasien Menormalkan hematokrit,
nutrisi 2. Identifikasi penurunan berat badan terakhir hemoglobin, gula darah,
3. Tentukan pola makan kolestrol darah, trigliserida.
4. Lakukan pemeriksaan laboratorium, monitor hasilnya (misal : kolestrol, hematoktri,
hemoglobin, trigliserida, gula darah)

Sangat Banyak Cukup Sedikit Tidak


terganggu terganggu terganggu terganggu terganggu
No. NOC No. indikator Kriteria Hasil

1 2 3 4 5

1010 Status Mempertahanka


Menelan 101001 n makanan di 
mulut
Produksi ludah
101003 

101004 Kemampuan 
mengunyah
Jumlah menelan
sesuai dengan
101008 
ukuran atau
tekstur bolus
Durasi makan
sesuai dengan
101009 
jumlah yang
dikonsumsi
No. NIC Intervensi Rasional

1860 Terapi 1. Sediakan/gunakan alat bantu sesuai kebutuhan. Membantu proses metabolik
menelan 2. Hindari penggunaan sedotan untuk minum. pada pasien malnutrsi atau
3. Bantu pasien untuk berada pada posisi duduk selama 30 menit setelah makan. pasien beresiko tinggi
4. Instruksikan klien untuk tidak berbicara selama makan. malnutrisi.
5. Sedikan perawatan mulut sesuai kebutuhan.
1160 Monitor 1. Timbang berat badan pasien Menormalkan hematokrit,
nutrisi 2. Identifikasi penurunan berat badan terakhir hemoglobin, gula darah,
3. Tentukan pola makan kolestrol darah, trigliserida.
4. Lakukan pemeriksaan laboratorium, monitor hasilnya (misal : kolestrol, hematoktri,
hemoglobin, trigliserida, gula darah)
3. Nyeri Akut Definisi : Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan
yang muncul akibat kerusakan jaringan aktual ataupun potensial
atau yang digambarkan sebagai kerusakan (Internasional
Assosiation fot the Study of Pain; awitan yang tiba-tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat di
antisipasi atau diprediksi.

Tidak Kadang- Secara


Jarang Sering konsisten
pernah kadang
menunju menunjukka menunjuk
No. NOC No.Indikator Kriteria Hasil menunjuk menunjuk
kkan n kan
kan kan

1 2 3 4 5

1605 160502 Mengenali kapan nyeri terjadi

Menggambarkan faktor
160501
Kontrol penyebab
Nyeri
Menggunakan tindakan
160504 pengurangan nyeri tanpa
analgesik

Menggunakan analgesik yang


160505
di rekomendasikan

Melaporkan perubahan terhadap


160513 gejala nyeri pada profesional
kesehatan
Mengenali apa yang terkait
160511 dengan gejala nyeri

Cukup
Berat Sedang Ringan Tidak ada
berat

1 2 3 4 5

2102 Tingkat 210201 Nyeri yang dilaporkan


nyeri
210204 Panjangnya periode nyeri

Menggosok area yang terkena


210221
dampak

210217 Mengerang dan menangis

210206 Ekspresi nyeri wajah

210208 Tidak bisa beristirahat

210224 Mengerinyit

210225 Mengeluarkan keringat berlebih

210218 Mondar mandir

210219 Focus menyempit


210209 Ketegangan otot

210215 Kehilangan nafsu makan

210227 Mual

210228 Intoleransi makanan

No. NIC Intervensi Rasional

1400 Manajem 1. Lakukan pengkajian yang komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik, Membantu pasien untuk
en nyeri onsert/durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau beratnya dan faktor pencetus. mengenal nyeri dan
2. Observasi adanya petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan terutama pada mengurangi nyerinya
merek yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif dalam bentuk
3. Pastikan perawatan analgesik bagi pasien dilakukan dengan pemamtauan yang ketat nonfamakologis maupun
4. Gali pengetahuan dan kepercayaan pasien mengenai nyeri farmakologis.
5. Tentukan akibat dari pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup pasien (misalnya:
tidur, nafsu makan, performa kerja, perasaaan, pengertian, hubungan, tanggung jawab
peran)
6. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
dirasakan dan antisipasi akan ketidaknyamanan akibat prosedur.
7. Ajarkan prinsip-prinsip manajemen nyeri
8. Ajarkan teknik non farmakologis (seperti: biofeeback, TENS, hypnosis,
relaksasi,bimbingan antisipatif, terapi music, terapi bermain, terapi aktifitas,
akupresur, aplikasi panas/dingin dan pijatan)
9. Berikan penurun nyeri yang optimal dengan resepan analgesik dari dokter.
6482 Manajem 1. Tentukan tujuan pasien dan keluarga dalam mengelola lingkungan dan kenyamanan Memanipulasi
en yang optimal. lingkungan pasien untuk
lingkunga 2. Hindari gangguan yang tidak perlu dan berikan waktu untuk beristirahat mendapatkan
n: 3. Ciptakan lingkungan yang tenang dan mendukung kenyamanan yang
kenyaman 4. Sediakan lingkungan yang aman dan bersih optimal
an 5. Pertimbangkan sumber-sumber ketidaknyamanan, seperti balutan lembab, posisi
selang, balutan yang tertekan, seprei kusut, maupun lingkungan yang
menggangggu.
6. Posisikan pasien untuk memfasilitasi kenyamanan
DAFTAR PUSTAKA

Hussodo, Budi U. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi ke V. Jakarta
: Balai Penerbit FKUI.

Herdman, T.H & Kamitsuru, S. 2015. Diagnosis Keperawatan: definisi &


Klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC.

Misnadiarly. 2007. Obesitas sebagai Faktor Resiko beberapa Penyakit. Jakarta:


Pustaka Obor Populer.

Kusuma, Amin Huda Nurarif. 2013. Aplikasi Auhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 2. Yogyakarta: Media Action
Publishing.

Anda mungkin juga menyukai