HEPATOMA
Disusun Oleh:
I4B018005
Jurusan Keperawatan
Purwokerto
2018
A. Pendahuluan
World Health Organization (WHO) (2012) dalam Heimbach et al ( 2012)
menyatakan bahwa hepatoma atau karsinoma hepatoseluler menempati urutan ke-5
sebagai kasus tumor dan kanker yang paling banyak ditemukan di dunia. Gejala
hepatoma sering tidak terdeteksi di stadium awal, sehingga banyak pasien baru
terdiagnosa hepatoma di stadium lanjut (Naibaho, 2010). Hepatoma banyak
disebabkan patogenesis dari virus hepatitis B dan C. Penyakit ini paling banyak
ditemukan di Sub-Sahara Afrika, Cina, Asia Tenggara, dan Jepang. Laki-laki lebih
beresiko terkena hepatoma dibandingkan wanita dengan perbandingan 2-3 kali
(Siregar, 2008).
Pasien dengan hepatoma memiliki beberapa gangguan yang berkaitan dengan
gejala yang timbul. Pasien hepatoma paling sering mengeluhkan nyeri di kuadran kanan atas
perut, mual, penurunan berat badan, dan munculnya asites. Di tahapan selanjutnya, pasien
dapat mengalami hipertensi di bagian porta hepatica yang menyebabkan varises esofagus dan
juga ensefalopati (Meguro et al, 2011). Gejala klinis tersebut dapat menimbulkan beberapa
masalah keperawatan seperti nyeri kronis, mual, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, dan lainnya. Berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan sebuah perencanaan
tindakan keperawatan yang dapat menyelesaikan masalah-masalah tersebut.
B. Definisi
Hepatoma merupakan tumor atau kanker di sel-sel hati yang berasal dari
parenkim hati, epitel saluran empedu, atau metastase dari tumor di jaringan lain
(Budihusodo, 2006). Kanker/tumor hati primer dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis,
yakni yaitu kanker/tumor hati jinak dan kanker/tumor hati ganas. Kanker/tumor hati
jinak contohnya adalah adenoma hepatik dan hiperplasia fokal nodular (focal nodular
hyperplasia/FNH). Sementara jenis kanker/tumor hati ganas contohnya karsinoma
hepatoseluler (HCC) (Naibaho, 2010).
C. Etiologi
Hepatoma dapat disebabkan beberapa hal, antara lain (Sanyal, Yoon, dan Lencioni
2010):
1. Sirosis karena infeksi hepatitis B dan C
Sirosis berhubungan erat dengan kejadian hepatoma, khususnya setelah
pajanan infeksi virus hepatitis B atau C. 50% kasus hepatoma disebabkan oleh
infeksi hepatitis B dan 25% sisanya disebabkan hepatitis C.
2. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
Virus HIV membuat sel-sel imun CD4+ berkurang, sehingga tubuh lebih
rentan terkena pajanan virus seperti hepatitis B dan C yang dapat menyebabkan
sirosis serta hepatoma.
3. Penyakit Autoimun
Autoimun menyebabkan sistem imunitas tubuh menyerang sel-sel sehat dalam
tubuh, salah satunya sel-sel hepar. Kerusakan pada sel-sel hepar membuat hepar
rentan terkena sirosis yang bisa menyebabkan hepatoma.
4. Nonalcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD)
Penyakit NAFLD membuat hepar menjdi lebih berlemak,. Lemak yang
menyelubungi hepar membuat hepar rentan mengalami degenerasi yang dapt
mengarah kepada sirosis.
D. Patofisiologi
Hampir semua hepatoma berhubungan dengan cedera kronik pada sel hepar.
Cedera ini membuat hepar mengalami peradangan dan meningkatnya kecepatan
perubahan hepatosit. Hepar kemudian mengalami respons regeneratif dan
megakibatkan fibrosis. Fibrosis ini menyebabkan timbulnya sirosis, yang kemudian
diikuti oleh mutasi pada hepatosit dan berkembang menjadi lesi di hepar. Infeksi
hepatitis B dan C juga berperan dalam proses cedera pada hepar , yakni infeksi yang
menyebabkan inflamasi dan membentuk sirosis. Sirosis membuat penderita merasa
mual dan juga muntah yang berkaitan dengan proses peradangan (Waghray, Murali,
dan Menon 2015; Chedid et al, 2017).
Cedera membuat lesi pada hepar. Lesi dapat diklasifikasikan menjadi lesi
regeneratif dan diplastik/neoplastik. Lesi regeneratif membuat nodul di parenkim
hepatik yang terselubung septum fibrosis sebagai respon terhadap nekrosis di sel-sel
hepar. Akibatnya dapat timbul tumor di hepar akibat lesi ini. Infeksi panjang hingga
10-40 tahun pada kasus sirosis hepatitis B dan C membuat virus berintegrasi ke dalam
kromosom hepatosit. Produk protein virus seperti protein Hbx membuat sel hepar
mengalami mutasi. Mutasi membuat transkripsi gen tidak terkendali dan akhirnya
membuat sel-sel hepar mengalami pertumbuhan tak terkendali berupa tumor atau
karsinoma (Chedid et al, 2017 dan Saran et al, 2015).
Pertumbuhan tumor atau sel-sel kanker akhirnya akan menekan jaringan sehat
en disekitar hepar yang menyebabkan rasa nyeri, khususnya di abodmen kudaran
kanan atas. Nyeri tersebut sulit diobati dengan analgesik apapun. Hepar juga dapat
mengalami pembesaran atau hepatomegali. Hepatomegali juga membuat sistem cairan
di porta mengalami gangguan, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah di sistem
peredaran darah di daerah porta. Hepar juga mengalami gangguan proses fisiologis
seperti pembentukan bilirubin dan biliverdin serta pembongkaran zat besi dari sel-sel
darah merah yang sudah tua. Akibatnya urin dan feses klien menjadi lebih pucat.
Gangguan proses pembongkaran zat besi membuat Hb pasien menurun yang beresiko
pada anemia. Pada stadium akhir, peningkatan tekanan ini membuat vena di saluran
pencernaan mengalami pelebaran atau varises, salah satunya vena di esofagus yang
menyebabkan varises esofagus. Selain itu, hipertensi di sistem porta membuat banyak
cairan yang tertahan di rongga abdomen yang menyebabkan asites (Trojan, Zangos,
dan Schnitzbauzer, 2016).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. CT/MRI
Pemeriksaan CT ataupun MRI berkaitan untuk melihat gambaran lesi di
bagian hepar. Pemeriksaan CT atau MRI harus disertai pemeriksaan penunjang
lainnya karena dapat tertukar dengan diagnosa lainnya yang mempunyai gejala
pembesaran hepar atau hepatomegali (Trojan, Zangos, dan Schnitzbauzer, 2016).
2. USG abdomen
USG menggunakan kontras dibutuhkan untuk melihat nodul dan lesi yang ada
di hepar (European Association for the Study of the Liver, 2018).
3. Biopsi
Biposi dibutuhkan untuk mengetahui keganasan pada sel-sel tumor. Biopsi lebih
banyak dilakukan jika tumor masih berukuran kurang dari 1 cm (Trojan, Zangos,
dan Schnitzbauzer, 2016).
4. Pemeriksaan alphafetoprotein (AFP)
Apabila kadar AFP lebih dari 500 mg/ml, dapat diduga pasien mengalami
kerusakan hepar yang mengarah pada hepatoma (Saran et al, 2015).
G. Pathway
Infeksi Hepatitis
Infeksi HIV/AIDS Autoimun NAFLD
B dan C
HEPATOMA
o Telinga
o Paru-paru
Temukan apakah ada perubahan pada saat observasi, auskultasi,
perkusi, palpasi.
o Jantung
o Ekstremitas
o Genitalia
7. Pemeriksaan Penunjang
Temukan hasil pemeriksaan penunjang pasien seperti hasil biopsi, hasil
pemeriksaan darah rutin, dan radiologi seperti CT-Scan dan MRI.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d anemia
2. Kerusakan integritas kulit b.d ketidakseimbangan metabolik bilirubin dan
biliverdin
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual
4. Nyeri kronis b.d penekanan jaringan oleh tumor
5. Kelebihan volume cairan b.d hipertensi porta
6. Resiko perdarahan b.d varises esofagus
J. Rencana Asuhan Keperawatan
2 Kerusakan Tissue Integrity: Skin and Mucos Skin care: Topical Treatments
integritas kulit Membrane (1101) (3548)
Indikator:
1: Sangat Berat
2: Berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5 ; Tidak ada
6. Resiko Perdarahan Blood Loss Severity (0413) Bleeding Reduction:
Gastrointestinal (4022)
Setelah intervensi selama ...x24 jam,
klien diharapkan mengalami 1. Monitor status balance
pengurangan perdarahan dengan cairan pasien.
indikator: 2. Monitor tanda-tanda
Indikator Awal Tujuan syok hipovolemi
Melena 4 4 3. Kolaborasi pemberian
Tekanan darah 4 4 obat anti perdarahan
Penurunan Hb 4 4
Indikator:
1: Sangat Berat
2: Berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5 ; Tidak ada
K. Daftar Pustaka
1. Heimbach et al (2012)
2. Naibaho, 2010
3. (Siregar, 2008).
4. Meguro et al, 2011
5. Budihusodo, 2006
6. Sanyal, Yoon, dan Lencioni 2010
7. Waghray, Murali, dan Menon 2015
8. Chedid et al, 2017
9. Saran et al, 2015
10. Trojan, Zangos, dan Schnitzbauzer, 2016
11. European Association for the Study of the Liver, 2018