Oleh:
WASILATURRAHMI
(P07120122098)
B. Etiologi
1. Virus Hepatitis
HBV
Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya hepatoma terbukti kuat baik
secara epidemiologis Idınıs maupun eksperimental. Karsinogenisitas HBV terhadap
hati munglon terjadi melalui proses inflaması kronik peningkatan proliferası
hepatosit, integrasi HBV DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktifitas protein
spesifik-HBV berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya. perubahan hepatosit darı
kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif bereplikası menentukan tingkat
karsinogeneris hati
HCV
Infeksi HCV berperan penting dalam patogenesu hepatoma pada pasien yang bukan
pengidap HEV Pada kelompok parien penjalat hati alabat transfusi darah dengan
anti-HCV porntif interval antara saat transfusi hingga terjadinya HCC dapat
mencapai 29 tahun. Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HVC diduga melalui
aktifitas nekroinflamasi kronis dan sirosis hati.
2. Penyakit Autoimun
Autoimun menyebabkan sistem imunitas tubuh menyerang sel-sel sehat dalam tubuh, salah
satunya sel-sel hepar. Kerusakan pada sel-sel hepar membuat hepar rentan terkena sirosis
yang bisa menyebabkan hepatoma.
3. Aflatoksin
Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur Aspergillus.
Metaboht AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid merupakan karsinogen utama dari kelompok
aflatoksin yang mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA Salah satu
mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB 1 menginduksi mutası pada
kodon 249 dari gen supresor tumor p53.
4. Pencemaran air minum
Hasıl survei epidemiologi di China ditemukan pencemaran air minum dan kejadian
hepatoma berkaitan erat di area insiden tinggi hepatoma seperti kecamatan Qıdong dan
Haimen di propinsi Jiangshu Fuhuan di Guangna Shunde di Guangdong dil menunjukkan
peminum air saluran perumahan, air kolam memiliki mortalitas hepatoma secara jelas lebih
tinggi dari peminum air sumur dalam.
C. Faktor Resiko
1) Sirosis hati
2) Obesitas
3) Diabetes melitus (DM)
D. Patofisiologi
Hampir semua hepatoma berhubungan dengan cedera kronik pada sel hepar. Cedera ini
membuat hepar mengalami peradangan dan meningkatnya kecepatan perubahan hepatosit.
Hepar kemudian mengalami respons regeneratif dan megakibatkan fibrosis Fibrosis ini
menyebabkan timbulnya sirosis, yang kemudian dukuti oleh mutasi pada hepatosit dan
berkembang menjadi lesi di hepar Infeksi hepatitis B dan C juga berperan dalam proses cedera
pada hepar, yakni infeksi yang menyebabkan inflamasi dan membentuk sırosis. Sirosis
membuat penderita merasa mual dan juga muntah yang berkaitan dengan proses peradangan
(Waghray, Murali, dan Menon 2015, Chedid et al, 2017).
Cedera membuat lesi pada hepar Lesı dapat diklasifikasıkan menjadi lesi regeneratif dan
diplastik neoplastik Lesi regeneratif membuat nodul di parenkim hepatik yang terselubung
septum fibrosis sebagai respon terhadap nekrosis di sel-sel hepar Akibatnya dapat timbul tumor
dı hepar akıbat lesı ını Infeksi panjang hingga 10-40 tahun pada kasus sirosis hepatitis B dan C
membuat virus berintegrası ke dalam kromosom hepatosit Produk protein virus seperti protein
Hbx membuat sel hepar mengalami mutası Mutası membuat transkripsi gen tidak terkendali dan
akhirnya membuat sel-sel hepar mengalami pertumbuhan tak terkendalı berupa tumor atau
karsinoma (Chedid et al, 2017 dan Saran et al, 2015).
Pertumbuhan tumor atau sel-sel kanker akhirnya akan menekan jaringan sehat disekitar
hepar yang menyebabkan rasa nyeri, khususnya di abodmen kudaran kanan atas. Nyeri tersebut
sulit diobati dengan analgesik apapun. Hepar juga dapat mengalami pembesaran atau
hepatomegali. Hepatomegali juga membuat sistem cairan di porta mengalami gangguan,
sehingga terjadi peningkatan tekanan darah di sistem peredaran darah di daerah porta. Hepar
juga mengalami gangguan proses fisiologis seperti pembentukan bilirubin dan biliverdın serta
pembongkaran zat besi dari sel-sel darah merah yang sudah tua Akibatnya urin dan feses klien
menjadi lebih pucat. Gangguan proses pembongkaran zat besi membuat Hb pasien menurun
yang beresiko pada anemia Pada stadium akhir, peningkatan tekanan ini membuat vena di
saluran pencernaan mengalami pelebaran atau varises, salah satunya vena di esofagus yang
menyebabkan varises esofagus. Selain itu, hipertensi di sistem porta membuat banyak Selain itu,
hipertensi di sistem porta membuat banyak cairan yang tertahan di rongga abdomen yang
menyebabkan asites (Trojan, Zangos, dan Schnitzbauzer, 2016).
E. Manifestasi Klinis
1) Nyeri Abdomen kanan atas
2) Massa abdomen atas
3) Distensi abdomen
4) Anoreksia
5) Letih
6) Demam
7) Ikterus
8) Asites
9) Metasatsis Paru
F. Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang
1. CT/MRI
Pemeriksaan CT ataupun MRI berkaitan untuk melihat gambaran lesi di bagian hepar.
Pemeriksaan CT atau MRI harus disertai pemeriksaan penunjang lainnya karena dapat
tertukar dengan diagnosa lainnya yang mempunyai gejala pembesaran hepar atau
hepatomegali (Trojan, Zangos, dan Schnitzbauzer, 2016).
2. USG Abdomen
USG menggunakan kontras dibutuhkan untuk melihat nodul dan lesi yang ada di hepar
(European Association for the Study of the Liver, 2018).
3. Biopsi
Biposi dibutuhkan untuk mengetahui keganasan pada sel-sel tumor. Biopsi lebih banyak
dilakukan jika tumor masih berukuran kurang dari 1 cm (Trojan, Zangos, dan Schnitzbauzer,
2016).
4. Pemeriksaan alphafetoprotein (AFP)
Apabila kadar AFP lebih dari 500 mg/ml, dapat diduga pasien mengalami kerusakan hepar
yang mengarah pada hepatoma (Saran et al, 2015).
Pemeriksaan fisik, survey umum bisa terlihat sakit ringan, gelisah sampai sangat lemah.TTV biasa normal atau bisa
didapatkan perubahan, seperti takikardia dan peningkatan pernapasan.Pada pemerikasaan fisik fokus akan didapatkan:
Inspeksi : ikterus merupakan tanda khas, terutama pada sclera. Pasien terlihat kelelahan (fatigue),
asites, edema perifer, dan didapatkan perdarahan dari muntah (hematemesis) dan melena.
Auskultasi : biasanya bising usus normal.
Perkusi : nyeri ketuk pada kuadran kanan atas
Palpasi : hepatosplenomegali. Nyeri palpasi kuadran kanan atas mungkin ada.
c. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan darah, untuk memeriksa afp (alfa fetoprotein), yaitu jenis protein yang dihasilkan tumor hati.
3) Biopsy, yaitu mengambil sampel jaringan tumor untuk dianalisa untuk menentukan apakah tumor tersebut ganas
(cancerous) atau jinak (non-cancerous).
B. Diagnosa Keperawatan
1) Defisit nutrisi b.d. ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien d.d. cepat kenyang setelah makan, nyeri
abdomen, nafsu makan menurun, berat badan menurun, membrane mukosa pucat, diare.
2) Nyeri akut b.d. agen pencedra fisiologis
3) Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
4) Pola nafas tidak efektif b.d posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru.
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan/ Masalah Rencana keperawatan
Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas
Definisi : keperawatan selama....X24jam 1. Monitor pola nafas (frekuensi,
Inspirasi dan atau ekspirasi yang pasien menunjukkan pola nafas, kedalaman, usaha nafas)
tidak memberikan ventilasi adekuat. ditandai dengan : 2. Monitor suara nafas tambahan
Pola napas 3. Posisikan semifowler atau fowler
Penyebab : - Tekanan inspirasi cukup 4. Lakukan fisioterapi dada, jika
- Depresi pusat pernafasan meningkat perlu
- Hambatan upaya nafas (misalnya : nyeri - Dyspnea menurun 5. Berikan oksigen, jika perlu
saat bernafas, kelemahan otot - Penggunaan otot bantu menurun 6. Ajarkan tehnik batuk efektif
- Deformitas dinding dada - Ortopnea cukup menurun
- Deformitas tulang dada - Frekuensi nafas membaik
- Gangguan neuromuskuler - Kedalaman nafas membaik
- Gangguan neurologis - Ekspansi dada membaik
- Imaturitas neurologi
- Penurunan energi
- Obesitas
- Posisi tubuh yang menghambat
ekspansi paru
Gejala :
Subjektif:
- Dyspnea
- Ortopnea
Objektif :
- Penggunaan otot pernafasan tambahan
- Fase ekspirasi memanjang
- Pola napas abnormal
- Pernafasan pursed-lip
- Kapasitas vital menurun
- Pernapasan cuping hidung
c. Fungsi gastrointetinal
- Mual menurun
- Muntah menurun
- Dispepsia menurun
- Darah pada feses menurun
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktik Ed, 4, Vol.2. Jakarta: EGC
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.
Mutaqin, A., Sari, K. (2011). Gangguan gastro intestinal :aplikasi keperawatan medikal
bedah. Salemba Medika : Jakarta.
Price & Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4.
Jakarta:EGC.