Anda di halaman 1dari 16

DIETETIKA PENYAKIT INFEKSI

KANKER HATI

Disusun Oleh:

Agustina Astrid Sawor

711331121050

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN MANADO

JURUSAN SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih
penyertaan-Nya saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “
KANKER HATI”

Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah DIETETIKA


PENYAKIT INFEKSI karena sudah memberikan tugas ini, sehingga saya dapat
menambah wawasan saya.

Saya juga menyadari tidak ada kesempurnaan dalam menyusun makalah ini,
maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak agar menjadi
pelajaran bagi saya dalam menyusun makalah kedepannya.
DAFTAR ISI

COVER

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN:

A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN
D. MANFAAT
BAB II PEMBAHASAN:
A. DESKRIPSI PENYAKIT
B. ETIOLOGI
C. PATOFISIOLOGI
D. GEJALA KLINIS
E. DATA BIOKIMIA
F. HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT DENGAN GIZI DAN
METABOLISME GIZI
G. TATA LAKSANA DIET
BAB III PENUTUP:
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Karsinoma Hepatoseluler (KHS) merupakan tumor yang berasal dari


hepatosit dan secara klinis bersifat progresif. Kanker ini juga memiliki insiden
terbanyak nomor enam di dunia pada tahun 2018 sebanyak 841.080 kasus
baru, dan didominasi oleh pria daripada wanita dengan perbandingan sekitar
2-3:1 (WHO IARC,2019). Di Indonesia, kanker hati adalah penyakit kanker
terbanyak nomor dua pada laki-laki, sebesar 12,4 per 100.000 penduduk
dengan rata-rata kematian 7,6 per 100.000 penduduk (Kementerian Kesehatan
RI, 2019). Sebagian besar kasus KHS disertai dengan kelainan hati lain seperti
penyakit hati kronis Hepatitis B, Hepatitis C, dan sirosis hati. Faktor risiko
lain juga dapat memperburuk KHS seperti pola hidup, geografi, jenis kelamin,
umur, riwayat keluarga, serta tingkat keparahan kerusakan hati (Villanueva,
2019). Belum banyak literatur yang menjelaskan epidemiologi KHS di RSD
dr. Soebandi Jember. Salah satu cara mengidentifikasi prognosis pasien KHS
adalah dengan menggunakan The Hong Kong Liver Cancer (HKLC)
classification. Sistem ini menggabungkan 4 faktor prognostik (ECOG
Performance Status, Child-Pugh Grade, status tumor, dan adanya invasi atau
metastasis ekstrahepatik). Sistem ini memiliki nilai prognostik lebih baik
daripada klasifikasi yang sebelumnya sudah ada, yaitu Barcelona Clinic Liver
Cancer (BCLC) classification (Kinoshita et al., 2015).

B. RUMUSAN MASALAH
1. DESKRIPSI PENYAKIT
2. ETIOLOGI
3. PATOFISIOLOGI
4. GEJALA KLINIS
5. DATA BIOKIMIA
6. HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT DENGAN GIZI DAN
METABOLISME GIZI
7. TATA LAKSANA DIET

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui deskripsi penyakit kanker hati
2. Untuk mengetahui etiologi kanker hati
3. Untuk mengetahui patofisiologinya penyakit kanker hati
4. Untuk mengetahui apa gejala klinis dari penyakit kanker hati
5. Untuk mengetahui data biokimia penyakit kanker hati
6. Untuk mengetahui hubungan antara penyakit dengan gizi dan metabolisme
gizi pada penyakit kanker hati
7. Untuk mengetahui tata laksana diet pada penderita kanker hati

D. MANFAAT
Untuk menambah pengetahuan, pemahaman, dan pendalaman tentang
perawatan penyakit kanker hati.
BAB II
PEMBAHASAN

A. DESKRIPSI PENYAKIT

Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan
fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya
sebagian besar fungsi hepar. ( Gips & Willson :1989 )
Kanker hati adalah penyakit gangguan pada hati yang disebabkan karena
hepatitis kronik dalam jangka panjang yang menyebabkan gangguan pada
fungsi hati. ( Ghofar, Abdul : 2009 )
Sel-sel pada hati akan memperbanyak diri untuk menggantikan sel-sel
yang rusak karena luka atau karena sudah tua. Seperti proses pembentukan sel
lain di dalam tubuh, proses ini juga dikontrol oleh gen-gen tertentu dalam sel.
Kanker hati berasal dari satu sel yang mengalami perubahan mekanisme
kontrol dalam sel yang mengakibatkan pembelahan sel yang tidak terkontrol.
Sel abnormal tersebut akan membentuk jutaan kopi, yang disebut klon.
Mereka tidak dapat melakukan fungsi normal sel hati dan terus menerus
memperbanyak diri. Sel-sel tidak normal ini akan membentuk tumor.
(Anonim, 2004)
Kanker hepar dapat bermula dari organ bagian hepar (hepatocellular
cancer) atau dapat juga berasal dari organ lain, misalnya dari kolon, yang
menyebar ke hati (metastatic liver cancer). Kanker yang berasal dari organ
hepar sering disebut sebagai kanker hepar dan merupakan jenis kanker kelima
yang memiliki insidensi terbesar di dunia. Penyakit yang sering berhubungan
dengan kanker hepar antara lain virus hepatitis dan sirosis hati. (Bruix dan
Sherman, 2005)

B. ETIOLOGI
Kanker hati (karsinoma hepatoseluler) disebabkan adanya infeksi hepatitis
B kronis yang terjadi dalam jangka waktu lama. ( ghofar, Abdul : 2009 )
Penyebab kanker hepar secara umum adalah infeksi virus hepatitis B dan
C, cemaran aflatoksin B1, sirosis hati, infeksi parasit, alkohol serta faktor
keturunan. (Fong, 2002).
Infeksi virus hepatitis B dan C merupakan penyebab kanker hepar yang
utama didunia, terutama pasien dengan antigenemia dan juga mempunyai
penyakit kronik hepatitis. Pasien laki-laki dengan umur lebih dari 50 tahun
yang menderita penyakit hepatitis B dan C mempunyai kemungkinan besar
terkena kanker hepar. (Tsukuma dkk., 1993; Mor dkk., 1998).
Orang yang didiagnosis menderita kanker hati berusia diatas enam puluh
tahun. Dari sebuah survei di Kanada, setiap tahun sekitar 1800 orang
didiagnosis menderita kanker hati, dan separuh lebih adalah lelaki.
Faktor-faktor yang dapat merusak hati dan penyebab kanker hati :
1. Infeksi virus Hepatitis B dan C, 70 % kanker hati disebabkan oleh infeksi
virus Hepatitis B
2. Konsumsi alkohol yang berlebihan
3. Penggunaan jarum suntik bergantian pada pengguna narkoba dapat
meningkatkan risiko paparan infeksi virus Hepatitis B dan C
4. Paparan racun jamur (aflatoksin) yaitu jamur yang ditemukan dalam kacang
tanah
5. Penyakit perlemakan hati non alkoholik
6. Kontak dengan racun kimia(misal : vinil, arsen, klorida)
7. Penggunaan steroid anabolic dalam jangka waktu yang lama
8. Hemokromatosis atau penyakit turunan dengan akumulasi zat besi dalam
organ
9. Pria mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker hati.
Perbandingan pria : wanita = 3 : 1

C. PATOFISIOLOGI

Berdasarkan etiologi dapat dijelaskan bahwa Virus Hepatitis B dan


Hepatitis C, kontak dengan racun kimia tertentu (misalnya : ninil klorida,
arsen), kebiasaan merokok, kebiasaan minum minuman keras (pengguna
alkohol), aftatoksik atau karsinogen dalam preparat herbal, dan Nitrosamin
dapat menyebabkan terjadinya peradangan sel hepar.
Unit fungsional dasar dari hepar di sebut lobul dan unit ini unik karena
memiliki suplai darah sendiri. Seiring dengan berkembangnya inflamasi pada
hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah
normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan kerusakan sel-sel
hepar.
Inflamasi pada hepar terjadi karena invasi virus HBV dan HCV akan
mengakibatkan kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik(empedu
yang membesar tersumbat oleh tekanan nodul maligna dalam hilus hati),
sehingga menimbulkan nyeri. Beberapa sel yang tumbuh kembali dan
membentuk nodul dapat menyebabkan percabangan pembuluh hepatik dan
aliran darah pada porta yang dapat menimbulkan hipertensi portal. Hipertensi
portal terjadi akibat meningkatnya resistensi portal dan aliran darah portal
karena transmisi dari tekanan arteri hepatik ke sistem portal. Dapat
menimbulkan pemekaran pembuluh vena esofagus, vena rektum superior dan
vena kolateral dinding perut. Keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan
(hematemesis melena). Perdarahan yang bersifat masif dapat menyebabkan
anemia, perubahan arsitektur vaskuler hati menyebabkan kongesti vena
mesentrika sehingga terjadi penimbunan cairan abnormal dalam perut (acites)
menimbulkan masalah kelebihan volume cairan.
Pada waktu yang bersamaan peradangan sel hepar memacu proses
regenerasi sel-sel hepar secara terus menerus (fibrogenesis) yang
mengakibatkan gangguan kemampuan fungsi hepar yaitu gangguan metabolik
protein, yang menyebabkan produksi albumin menurun (hipoalbuminenia),
sehingga tidak dapat mempertahankan tekanan osmotik koloid. Tekanan
osmotik koloid yang rendah mengakibatkan terjadinya acites dan oedema.
Kedua keadaan ini dapat menyebabkan masalah kelebihan volume cairan.
Metabolisme protein menghasilkan produk sampingan berupa amonia, bila
kadarnya meningkat dalam darah dapat menimbulkan kerusakan saraf pusat
(SSP) yang dapat menimbulkan rangsangan mual dan ensefalopati hepatik.
Gangguan metabolisme protein juga mengakibatkan penurunan sintesa
fibrinogen prothrombin dan terjadi penurunan faktor pembekuan darah
sehingga dapat menimbulkan perdarahan.
Ikterus timbul karena kerusakan sel parenkim hati dan duktuli empedu
intrahepatik maka terjadi kesukaran pengangkutan tersebut dalam hati.
Akibatnya bilirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus,
karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgutasi pada
duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun
bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang
timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan,
konjugasi dan ekskresi bilirubin, oleh karena nodul tersebut menyumbat vena
porta atau bila jaringan tumor tertanam dalam rongga peritoneal. Peningkatan
kadar billirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu
dalam darah yang kan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. (Smeltzer,2003
Kerusakan sel sel hepar juga dapat mengakibatkan penurunan fungsi
penyimpanan vitamin dan mineral sehingga terjadi defisiensi pada zat besi,
vitamin A, vitamin K, vitamin D, vitamin E, dll. Defisiensi zat besi dapat
mengakibatkan keletihan, defisiensi vitamin A mengakibatkan gangguan
penglihatan, defisiensi vitamin K mengakibatkan risiko perdarahan, defisiensi
vitamin D mengakibatkan demineralisasi tulang dan defisiensi vitamin E,
berpengaruh pada integrasi kulit.
Gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein menyebabkan
penurunan glikogenesis dan glikoneogenesis sehingga glikogen dalam hepar
berkurang, glikogenolisis menurun dan glukosa dalam darah berkurang
akibatnya timbul keletihan. Sel hati tidak mampu menyimpan glikogen
sedangkan pemakaian tetap bahkan meningkat akibat proses radang,
menyebabkan depot glikogen di hati menurun. Kurangnya asupan (perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan) akibat anoreksia menyebabkan turunnya
produksi energi sehingga timbul gejala lemas, perasaan cepat lelah yang dapat
mengganggu aktivitas. Peradangan hati menyebabkan pembesaran pada hati
yang menimbulkan nyari. Nyeri yang tidak dapat ditoleransi menimbulkan
penurunan nafsu makan, asupan berkurang menyebabkan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh.

D. GEJALA KLINIS

Manifestasi dini penyakit keganasan pada hati mencakup tanda-tanda dan


gejala seperti :
1. Gangguan nutrisi : berat badan turun drastis, kehilangan nafsu makan,
nausea/mual, anoreksia
2. Nyeri di bagian dada dan perut
3. Oedema dan ascites
4. Ikterus/pewarnaan kuning yang tampak pada sklera dan kulit yang disebabkan
oleh penumpukan bilirubin
5. Urin berwarna lebih gelap
6. Suhu badan meningkat
7. Merasa lelah luar biasa
8. Anemia
9. Perdarahan di dalam tubuh

E. DATA BIOKIMIA

Temuan pada pemeriksaan laboratorium pada karsinoma hepatoseluler


sering tidak ditemukan adanya keabnormalan. Enzim aspartat
aminotransferase (AST) dan alanin aminotransferase (ALT) biasanya
masih dalam batas normal atau mengalami hanya sedikit peningkatan.
Alkalin fosfatase (AP) dan γglutamiltransferase sering ditemukan
abnormal, tetapi peningkatannya tidak melebihi 2 atau 3 kalinya. Enzim
laktat dehidrogenase (LDH) dapat meningkat pada pasien dengan
metastasis hati, khususnya yang berasal dari hematogen.1 Tes
laboratorium yang cukup spesifik pada kasus karsinoma hepatoseluler
adalah kadar α-fetoprotein(AFP) dalam serum yang meningkat pada 70-
90% pasien karsinoma hepatoseluler.1 Kadar AFP dapat dijadikan
pendekatan diagnostik pada karsinoma hepatoseluler jika kadarnya sangat
tinggi ( > 1000 mg/ml )atau ketika kadarnya meningkat.32 Namun pada
saat ini terbukti AFP memiliki spesifitas maupun sensifitas yang tidak
cukup tinggi untuk mendukung diagnosis karena AFP juga meningkat
pada keganasan laur diluar karsinoma hepatoseluler.5 26 Selain α-
fetoprotein, tumor marker lainnya yang berhubungan dengan karsinoma
hepatoseluler adalah carcinoembryonic antigen (CEA). CEA akan
meningkat pada hampir seluruh bentuk penyakit hati kronis dan memiliki
kadar yang tinggi pada metastasis tumor pada hati. CEA ini berguna dalam
mendiagnosis karsinoma hepatoseluler meskipun kadarnya meningkat
hanya pada 60% kasus.

F. HUBUNGAN ANTARA PENYAKIT DENGAN GIZI DAN


METABOLISME GIZI

Berdasarkan hasil dari penelitian ini dapat


disimpulkan bahwa kecukupan yang meliputi asupan
energi dan zat gizi makro (lemak dan karbohidrat)
termasuk dalam kategori adequate dengan persentase
≥70% dari kebutuhan. Ada hubungan yang signifikan
antara asupan energi dan zat gizi makro dengan status
gizi pasien kanker yang menjalani kemoterapi. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin baik asupan energi dan zat
gizi makro, maka status gizi juga akan semakin baik (ke
arah rentang normal).

G. TATA LAKSANA DIET


Penderita kanker jenis apapun akan mengalami berbagai masalah,
tidak hanya masalah terkait penyakit kankernya, tetapi juga berbagai efek
ikutan yang ditimbulkannya. Salah satu masalah terbesar yang sering
dihadapi penderita kanker adalah masalah nutrisi. Banyak penderita kanker
yang mengalami gangguan asupan makanan yang menyebabkan
penurunan berat badan yang drastis. Kondisi ini akan menjadi lingkaran
setan, dimana masalah nutrisi akan memperburuk penyembuhan kanker
dan menyebabkan penyakit menjadi mudah mengalami komplikasi, dan
perburukan kondisi ini juga akan menyebabkan permasalahan nutrisi
menjadi semakin berat. Karena itu pendekatan tata laksana nutrisi yang
tepat akan sangat penting untuk memecahkan permasalahan tersebut di
atas.
Gangguan nutrisi pada penderita kanker bisa disebabkan oleh
penyakit kanker itu sendiri yang seringkali menyebabkan nafsu makan
penderitanya menurun drastis, efek tindakan medis misalnya kemoterapi
yang menyebabkan rasa mual yang luar biasa, terapi radiasi yang
seringkali mengganggu saluran cerna penderita kanker, ataupun efek
psikologis akibat kecemasan dan depresi penderita kanker sehingga nafsu
makan menjadi terganggu. Penyakit kanker itu sendiri memerlukan kalori
yang besar untuk mendukung pertumbuhan sel-sel kanker, di sisi lain
asupan kalori penderita kanker menurun akibat permasalahan yang telah
disebutkan di atas, sehingga ketidakseimbangan inilah yang menyebabkan
pasien kanker seringkali mengalami kondisi kekurangan nutrisi yang hebat
hingga perawakannya menjadi sangat kurus.
Tujuan terapi diet pada penderita kanker adalah untuk mencapai
dan mempertahankan status gizi optimal dengan cara:
1. Memberikan makanan yang seimbang sesuai kondisi penyakit dan
daya terima pasien.
2. Mencegah dan menghambat penurunan berat badan secara
berlebihan.
3. Mengurangi rasa mual, muntah dan diare
4. Mengupayakan perubahan sikap dan perilaku sehat terhadap
makanan
Untuk mencapai tujuan tersebut, pola diet penderita kanker harus
dikelola sebaik mungkin. Beberapa syarat diet penderita kanker adalah:
1. Energy tinggi, yaitu 36 kkal per kilogram berat badan untuk pria
dan 32 kkal per kilogram berat badan untuk wanita.
2. Protein tinggi yaitu 1-1,5 gram per kilogram berat badan.
3. Lemak sedang yaitu 15-20% dari energi total.
4. Cukup karbohidrat, vitamin dan mineral.
5. Makanan harus steril karena penderita kanker mengalami
penurunan daya tahan tubuh sehingga mudah mengalami infeksi.
Jenis makanan yang diberikan sangat tergantung pada kondisi
pasien, perkembangan penyakit maupun kemampuan penderita kanker
menerima makanan. Bila penderita kanker menderita penurunan nafsu
makan yang hebat, maka pendekatan psikologis sangat penting dilakukan
misalnya memberikan edukasi bahwa nutrisi yang baik akan membantu
mempercepat penyembuhan penyakit, serta disarankan untuk menghindari
minum sebelum makan serta berolahraga secara teratur. Bila ada gangguan
mual dan muntah maka disarankan pemberian makanan kering,
menghindari makanan yang berbau merangsang, hindari lemak tinggi,
terlalu manis, dan terlalu banyak cairan. Pasien juga dapat makan sedikit
demi sedikit dengan frekuensi yang lebih sering. Bila penderita kanker
mengalami kesulitan menelan, maka diberikan makanan yang lebih lunak
atau cair, minum menggunakan sedotan, dan hindari makanan yang terlalu
asam atau asin.
Pemberian bentuk makanan sangat dipengaruhi oleh kondisi
pasien, ada pasien yang mampu makan makanan padat, atau ada yang
hanya bisa menerima asupan makanan dalam bentuk cair. Bahkan pada
beberapa kondisi, penderita kanker sama sekali tidak dapat menerima
asupan nutrisi lewat mulut atau saluran cerna, sehingga dalam kondisi ini
diperlukan perawatan di rumah sakit dengan pemberian asupan nutrisi
lewat infus atau pembuluh darah.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kanker hati adalah penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan
fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya
sebagian besar fungsi hepar. ( Gips & Willson :1989 )
Kanker hati adalah penyakit gangguan pada hati yang disebabkan karena
hepatitis kronik dalam jangka panjang yang menyebabkan gangguan pada
fungsi hati. ( Ghofar, Abdul : 2009 )
Karsinoma Hepatoseluler (KHS) merupakan tumor yang berasal dari
hepatosit dan secara klinis bersifat progresif. Kanker ini juga memiliki insiden
terbanyak nomor enam di dunia pada tahun 2018 sebanyak 841.080 kasus
baru, dan didominasi oleh pria daripada wanita dengan perbandingan sekitar
2-3:1 (WHO IARC,2019).

B. SARAN
saran yang dapat diberikan antara lain:

1. Perlu dipertimbangkan adanya pengawasan KHS pada pasien penderita


sirosis hati, yang ditujukan mendeteksi dini adanya KHS dan berefek pada
prognosis pasien.
2. Pemerintah dan masyarakat memerlukan upaya meningkatkan kesadaran
pencegahan terjadinya penyakit KHS bagi orang yang berisiko, mengingat
KHS memiliki persentase kematian yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Khanifah DP. Makalah Ca Hepar. Academia Edu.


https://www.academia.edu/28402503/MAKALAH_CA_HEPAR_docx
Almatsier S. 2005. Penuntun Diet. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Muscaritoli M, et al. ESPEN practical guideline: Clinical
Nutrition in cancer. Clinical Nutrition. 2021;40(5):2898-2913.
Wiseman, M. Nutrition and cancer: Prevention and survival.
British Journal of Nutrition, 2019;122(5):481-487.
Putra Pratama Roan, Kusuma Fajar Irawan, Handoko Adelia.
2022. Faktor Prediktor Mortalitas Pasien Penderita Karsinoma
Hepatoseluler di RSD dr. Soebandi Jember Tahun 2018-2020. Journal of
Agromedicine and Medical Sciences. 8(1): 18-24
Darmawan Firdausi Rachma Annisa, Adriani Merryana. 2019.
Status Gizi, Asupan Energi dan Zat Gizi Makro Pasien Kanker yang
Menjalani Kemoterapi di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya. 149-157.
Rosida Azma. 2016. Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Hati.
12(1). 123-131.
http://eprints.undip.ac.id/44757/3/bab_2.pdf

Anda mungkin juga menyukai