Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

AN. M DENGAN DIAGNOSA MEDIK CLOSE FRAKTUR RADIUS


SINISTRA 1/3 DISTAL DI RPA RS SAMARINDA MEDIKA CITRA

OLEH:

HELVIANI SAMBO KARAENG

NIM : P2003014

PROGRAM STUDI PROFESI NERS INSTITUT TEKNOLOGI


KESEHATAN & SAINS WIYATA HUSADA SAMARINDA
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Fraktur adalah kondisi terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epiphysis dapat merupakan retak, remah, atau bagian
korteks pecah yang disebabkan oleh trauma atau keadaan patologis.Fraktur
dapat mengakibatkan kecacatan jangka panjang dan turunnya kualitas hidup
bagi penderitanya apabila penatalaksanaannya tidak optimal. Fraktur tulang
adalah salah satu jenis trauma di bidang ortopedi.
Prevalensi fraktur yang cukup tinggi termasuk menjadi permasalahan
kesehatan. Fraktur dapat terjadi pada semua usia, termasuk anak-anak. Fraktur
pada anak-anak menjadi tantangan kesehatan masyarakat bagi keluarga dan
tenaga kesehatan saat ini. Usia anak dibawah 17 tahun merupakan insiden
fraktur paling tinggi dibandingkan kelompok usia lainnya yaitu sebanyak
11,4%. Fraktur juga lebih rentan terjadi pada laki-laki (6.6%) daripada
perempuan (4.6%).4 Selama 50 tahun terakhir kejadian fraktur pada anak-anak
mengalami peningkatan. Angka kejadian fraktur pada anak laki-laki lebih
tinggi dari pada anak perempuan, dengan rasio 2,7:1. Pada anak laki-laki
tercatat insiden terjadi 450 per 10.000 kasus pertahun dengan puncak usia 16
tahun. Pada anak perempuan terjadi insidensi 250 per 10.000 pertahun dengan
puncak insidensi pada usia 12 tahun. Lebih tingginya angka kejadian fraktur
pada laki-laki disebabkan dalam kegiatan berolahraga laki-laki lebih tinggi
mobilitas dan partisipasinya dibandingkan perempuan.
Tulang anak dan tulang dewasa memiliki sejumlah perbedaan, secara
anatomi tulang anak memiliki epifisis growth danperiosteum yang tebal,
sedangkan tulang dewasa sudah tidak memiliki epifisis growth dan
priosteumnya juga tipis. Sehingga pada anak kalus yang dihasilkan juga cepat
dan lebih besar yang menyebabkan proses penyembuhan lebih cepat
dibandingkan dewasa. Hal ini disebabkan Adanya tulang rawan pertumbuhan
atau lempeng epifisis yang dibungkus oleh periosteum yang sangat tebal dan
kuat dibandingkan orang dewasa tersebut. Secara biomekanik tulang anak
merupakan tulang yang berpori sedangkan dewasa merupakan tulang compact.
Berdasarkan fleksibelitas tulang, tulang anak juga memiliki fleksibelitas yang
tinggi dan mempunyai kemampuan biological plasticy, sedangkan tulang
dewasa tidak fleksibel.
Fraktur pada anak juga sering terjadi karena adanya perbedaan
kandungan antara tulang pada anak dan dewasa, yaitu kandungan air yang
lebih tinggi dan kandungan mineral yang lebih rendah pada tulang anak dari
pada tulang dewasa sehingga modulus elastisitas tulang anak lebih rendah atau
mudah rapuh. Adanya trauma pada anak dapat menyebabkan perubahan pada
epifisis, fisis, metafisis dan diafisis karena tulang pada anak merupakan tulang
immature. Fraktur pada anak jarang terjadi komplikasi sedangkan pada
dewasa sering terjadi komplikasi.30 Terdapat sejumlah faktor risiko yang
mendukung terjadinya fraktur pada anak. Faktor risiko fraktur pada anak
disebabkan oleh beberapa keadaan seperti obesitas, asupan kalsium yang
rendah, vitamin D dan nutrisi. Anak yang memiliki faktor risiko ini lebih
rentan terkena fraktur.
Fraktur terjadi dapat disebabkan oleh trauma dan non trauma. Trauma
dapat terjadi langsung dan tidak langsung. Trauma langsung yaitu terjadinya
benturan langsung pada tulang dengan benda keras seperti jalanan, biasanya
penderita terjatuh dengan posisi miring. Trauma tak langsung yaitu titik
tumpuan benturan berjauhan dengan fraktur. Fraktur disebabkan juga oleh
keadaan patologis (fraktur patologis) yaitu pada keadaan tulang yang sudah
rapuh disebut dengan trauma ringan. Fraktur radius distal biasanya penderita
mengalami jatuh terpeleset dengan posisi tangan berusaha menahan badan
dalam posisi terbuka dan pronasi atau jatuh bertumpu pada telapak tangan
dengan tangan dalam posisi dorsofleksi.Berdasarkan adanya hubungan fraktur
dengan dunia luar, fraktur dibagi menjadi terbuka dan tertutup. Jenis fraktur
tertutup lebih sering dibandingkan fraktur terbuka yang hanya < 5% dari
seluruh kejadian fraktur pada anak. Pada penelitian Satria Nur sya’ban di
RSUD Dr. Soetomo didapatkan bahwa pada anak-anak lebih sering terjadi
fraktur tertutup (75,9%) dari pada fraktur terbuka (24,1%).
Radius ulna berada pada lengan bagian bawah, yang sebelah
proksimal berhubungan dengan sendi siku dan distal berhubungan dengan
sendi pergelangan tangan. Radius ulna mempunyai peran spesifik
dibandingkan tulang lainnya. Ulna memiliki peran besar dalam arikulasi pada
sendi siku dengan humerus, sedangkan radius berperan dalam artikulasi
dengan pergelangan tangan. Fraktur radius ulna adalah fraktur tulang panjang
yang paling banyak terjadi, lalu diikuti oleh humerus. Fraktur pada ekstremitas
atas pada anak-anak lebih banyak dibandingkan dengan eksremitas bawah.
Fraktur radius ulna adalah salah satu fraktur pada lengan bawah, lengan bawah
ini terdiri atas dua tulang panjang yaitu radius dan ulna. Angka kejadian
fraktur radius ulna pada anak-anak sekitar 1,5/100 anak pertahun dan dari
keseluruhan fraktur pada anak mencapai 40%. Faktur pada radius ulna dapat
terjadi di bagian proksimal, tengah, dan distal dari tulang radius ulna. Pada
proksimal fraktur dapat terjadi pada olekranon, kepala radius, dan leher radius.
Pada bagian tengah, fraktur dapat terjadi pada batang radius dan ulna. Pada
bagian distal fraktur dapat terjadi pada distal radius dan distal ulna. Fraktur
pada anak terbanyak terjadi pada metafisis distal radius dan ulna, pada batang
radius dan ulna sebanyak 20%, di bagian distal 14%, dan pada sepertiga
proksimal.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa Ners mampu memahami dan mengaplikasikan
asuhan keperawatan pada anak dengan close fraktur radius
2. Tujuan Khusus
a. Memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan pre operatif
close fraktur radius .
b. Memahami dan mengaplikasikan asuhan keperawatan post reposisi
(gips) pada anak dengan close fraktur radius.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap (Mutia, 2021).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Ayu,
2019). Radius adalah tulang disisi lateral lengan bawah. Merupakan tulang
pipa dengan sebuah batang dan dua ujung dan lebih pendek daripada ulna. Di
daerah proksimal, radius berartikulasi dengan ulna, sehingga memungkinkan
terjadinya gerak pronasi-supinasi. Sedangkan di daerah distal, terdapat
prosesus styloid dan area untuk perlekatan tulang-tulang karpal antara lain
tulang scaphoid dan tulang lunate.
Fraktur radius adalah diskontinuitas atau hilangnya struktur dari tulang
radius (Mutia, 2021). Sedangkan menurut Sjamsuhidajat & Jong (2017)
fraktur radius adalah fraktur pada tulang radius yang disebabkan oleh benturan
atau trauma langsung maupun tidak langsung.

B. KLASIFIKASI
Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis,
dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :
1. Berdasarkan sifat fraktur :
a. Fraktur tertutup (closed)
Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar,
disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
b. Fraktur terbuka (Open/Compound)
Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar
karena adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka digradasi menjadi:
1) Grade 1 : luka atau laserasi < 2 cm, fraktur sederhana, dislokasi
fragmen minima
2) Grade 2 : luka atau laserasi > 2 cm, kontosio otot dan sekitarnya,
dislokasi fragmen jelas.
3) Grade 3 : luka lebar, rusak hebat, atau hilang jaringan sekitar.
2. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur :
a. Fraktur komplit
Bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang seperti terlihat pada foto.
b. Fraktur inkomplit
Bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti :
1) Hair Line Fraktur ( patah retak rambut )
2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya
3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma :
a. Fraktur Transversal
Fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat
trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik
Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu
tulang dan merupakan akibat trauma angulasinya.
c. Fraktur Spiral
Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang di sebabkan
trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi
Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong
tulang ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi
Fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang.
4. Berdasarkan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan
b. Fraktur Segmental
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan
c. Fraktur Multiple
Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser)
Garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan
periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser)
Terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga di sebut lokasi fragmen,
terbagi atas:
1) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping)
2) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
3) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh)
c. Fraktur Kelelahan
Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
d. Fraktur Patologis
Fraktur yang di akibatkan karena proses patologis tulang.
e. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak sekitarnya
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan
4) Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang
nyata dan ancaman sindroma kompartement .

C. ETIOLOGI
1. Menurut (Wahid, 2013) fraktur dapat di sebabkan beberapa hal antara lain
yaitu:
a. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patahan melintang atau miring.
b. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang yang jauh dari
tempat terjadinya kecelakaan. Biasanya bagian patah adalah bagian
yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sengat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, serta penarikan.
2. Menurut Digiulio, dkk (2014) tekanan berlebih atau trauma langsung pada
suatu tulang yang menyebabkan suatu retakan, hal ini mengakibatkan
kerusakan pada otot sekeliling dan jaringan sehingga mendorong ke arah
perdarahan, edema dan kerusakan jaringan lokal maka menyebabkan
terjadinya fraktur atau patah tulang.
3. Menurut (Jitowiyono, Sugeng, & Kristiyanasari, 2010) dapat dibedakan
menjadi:
a. Cedera traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan.
2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga
menyebabkan fraktur klavikula.
3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
b. Fraktur patologik Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan
trauma minor mengakibatkan fraktur, seperti:
1) Tumor tulang (jinak atau ganas) adalah pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali atau progresif.
2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut
atau dapat timbul salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit
nyeri.
3) Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
vitamin D
4) Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas
di kemiliteran.

D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi fraktur menurut (Black, Joyce, & Hawks, 2014) Fraktur
biasanya disebabkan karena cedera/trauma/ruda paksa dimana penyebab
utamanya adalah trauma langsung yang mengenai tulang seperti kecelakaan
mobil, olah raga, jatuh/latihan berat. Keparahan dari fraktur bergantung pada
gaya yang menyebabkan fraktur. Jika ambang fraktur suatu tulang hanya
sedikit terlewati, maka tulang mungkin hanya retak saja bukan patah. Selain
itu fraktur juga bisa akibat stress fatique (kecelakaan akibat tekanan berulang)
dan proses penyakit patologis.
Perubahan fragmen tulang yang menyebabkan kerusakan pada jaringan
dan pembuluh darah mengakibatkan pendarahan yang biasanya terjadi
disekitar tempat patah dan kedalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut,
maka dapat terjadi penurunan volume darah dan jika COP menurun maka
terjadilah perubahan perfusi jaringan. Selain itu perubahan perfusi perifer
dapat terjadi akibat dari edema di sekitar tempat patahan sehingga pembuluh
darah di sekitar mengalami penekanan dan berdampak pada penurunan perfusi
jaringan ke perifer. Akibat terjadinya hematoma maka pembuluh darah vena
akan mengalami pelebaran sehingga terjadi penumpukan cairan dan
kehilangan leukosit yang berakibat terjadinya perpindahan, menimbulkan
inflamasi atau peradangan yang menyebabkan pembengkakan di daerah
fraktur yang menyebabkan terhambatnya dan berkurangnya aliran darah ke
daerah distl yang berisiko mengalami disfungsi neuromuskuler perifer yanng
ditandai dengan warna jaringan pucat, nadi lemah, sianosis, kesemutan di
daerah distal.
Nyeri pada fraktur juga dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau
tertutup yang mengenai serabut saraf sehingga menimbulkan gangguan rasa
nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi
neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu. Kerusakan pembuluh darah kecil atau besar pada waktu terjadinya
fraktur mengakibatkan terjadinya perdarahan hebat yang menyebabkan
tekanan darah menjadi turun, begitu pula dengan suplai darah ke otak
sehingga kesadaran pun menurun yang berakibat syok hipovolemik. Ketika
terjadi fraktur terbuka yang mengenai jaringan lunak sehingga terdapat luka
dan kuman akan mudah masuk sehingga kemungkinan dapat terjadi infeksi.
Sewaktu tulang patah, perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat
patah dan kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga
biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat
setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga
menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Fagositosis dan
pembersihan sisasisa sel mati dimulai. Ditempat patahan terbentuk fibrin
(hematoma fraktur) yang berfungsi sebagai jala-jala untuk melakukan aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus.
Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati (Andra & Yessie, 2013).
E. WOC
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada
lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai,
deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi
fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
2. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa
pada lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar
3. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur
4. Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi
gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
5. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi
fraktur, intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-
masing klien. Nyeri biasanya terus-menerus, meningkat jika fraktur
dimobilisasi. Hal ini terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang
bertindihan atau cedera pada struktur sekitarnya.
6. Ketegangan
Ketegangann diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cederaa yang terjadi.
7. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena
hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena.
Kelumpuhan juga dapat terjadi dari cedera saraf.
8. Gerakan abnormal dan krepitasai
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah atau gesekan atar
fragmen fraktur.
9. Perubahan neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur
vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan
atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur.
10. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.

G. TUJUAN PENGOBATAN FRAKTUR


1. Reposisi dengan maksud mengembalikan fragmen-fragmen ke posisi
anatomi.
2. Imobilisasi atau fiksasi dengan tujuan mempertahankan posisi
fragmenfragmen tulang tersebut setelah direposisi sampai terjadi union.
3. Penyambungan fraktur (union)
4. Mengembalikan fungsi (rehabilitasi)

H. PRINSIP DASAR PENANGANAN FRAKTUR


1. Revive
yaitu penilaian cepat untuk mencegah kematian, apabila pernafasan ada
hambatan perlu dilakukan therapi ABC (Airway, Breathing, Circulation)
agar pernafasan lancar.
2. Review
yaitu berupa pemeriksaan fisik yang meliputi: look feel, novemert dan
pemeriksaan fisik ini dilengkapi dengan foto rontgen untuk memastikan
adanya fraktur.
3. Repair
yaitu tindakan pembedahan berupa tindakan operatif dan konservatif.
Tindakan operatif meliputi: orif, Oref, sedangkan tindakan konservatif
berupa pemasangan gips dan traksi.
4. Refer
yaitu berupa pemindahan pasien ke tempat lain, yang dilakukan dengan
hati-hari, sehingga tidak memperparah luka yang diderita.
5. Rehabilitation
yaitu memperbaiki fungsi secara optimal untuk bisa produktif.

I. PROSES PENYEMBUHAN TULANG


1. Tahap 1
Tahap Peradangan (Imfamation) Tulang patah baik terbuka atau tertutup
akan menimbulkan perdarahan sekecil apapun itu dan membuat jaringan
disekitarnya meradang yang ditandai dengan bengkak, memerah dan
teraba hangat serta tentunya terasa sakit. Tahap ini dimulai pada hari
ketika patah tulang terjadi dan berlangsung sekitar 2 sampai 3 minggu.
2. Tahap II
Pembentukan kalus (Soft Callus) Antara 2 sampai 3 setelah cedera, rasa
sakit danpembenkakan akan mulai hilang. Pada tahap penyembuhan patah
tulang ini, akan terbentuk kallus yang halus di kedua ujung tulang yang
patah sebagai cikal bakal yang menjembatani penyembuhan tulang namun
kallus ini belum dapat terlihat melalui foto ronsen. Tahap ini biasanya
berlangsung hingga 4 sampai 8 minggu setelah cedera.
3. Tahap III
Pembentukan kallus keras (Hard Callus) Antara 4 sampai 8 minggu, tulang
baru mulai menjembatani fraktur (soft Callus berubah menjadi Hard
Callus) dan dapat dilihat pada x-ray atau ronsen. Dengan waktu 8 sampai
12 minggu setelah cedera, tulang baru telah mengisi fraktur.
4. Tahap IV
Remodelling Tulang Dimulai sekitar 8 sampai 12 minggu setelah cedera,
sisi fraktur mengalami remodeling (memperbaiki atau merombak diri)
memperbaiki setiap cacat yang mungkin tetap sebagai akibat dari cedera.
Ini tahap akhir penyembuhan patah tulang yang dapat bertahan hingga
beberapa tahun.
J. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Konservatif
a. Proteksi saja
Untuk penanganan fraktur dengan dislokasi fragmen yang minimal
atau dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan cacat di kemudian
hari.
b. Immobilisasi saja tanpa reposisi
Misalnya pemasangan gips atau bidai pada fraktur inkomplit dan
fraktur dengan kedudukan yang baik.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Ini dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti,
fragmen distal dikembalikan ke kedudukan semula terhadap fragmen
proksimal dan dipertahankan dalam kedudukan yang stabil dalam gips.
d. Traksi
Ini dilakukan pada fraktur yang akan terdislokasi kembali di dalam
gips. Cara ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat. Traksi
dapat untuk reposisi secara perlahan dan fiksasi hingga sembuh atau
dipasang gips estela tidak sakit lagi. Pada anak-anak dipakai kulit
(traksi hamilton russel/traksi bryant). Traksi kulit terbatas untuk 4
minggu dan beban < 5 kguntuk anak-anak waktu dan beban tersebut
mencukupi untuk dipakai sebagai traksi definitif, dilamana tidak maka
diteruskan dengan immobilisasi gips. Untuk orang dewasa traksi
definitif harus traksi skeletal berupa balanced traction.
2. Terapi Operatif
a. Reposisi terbuka dan fiksasi interna/ ORIF (open Reductin and Internal
Fixation)
Fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang
panjang, bisa juga berupa plat dengan sekrup di permukaan tulang.
Keuntungan orif adalah bisa dicapai reposisi sempurna dan bila
dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak perlu lagi
dipasang gips dan segera bisa dilakukan immobilisasi, kerugiannya
adalah reposisi secara operatif inimengundang resiko infeksi tulang.
Indikasi ORIF adalah:
1) Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis
tinggi.
2) Fraktur yang tidak bisa direposisi tetapi sulit dipertahankan.
3) Fraktur yang dapat direposisi tetapisulit dipertahankan.
4) Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih
baik dengan operasi misalnya fraktur femur.
b. Excisional arthroplasty Membuang fragmen yang patah yang
membentuk sendi.
c. Excisi fragmen dan pemasangan endoprosthesis Dilakukan pada
fraktur kolum femur.

K. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik pada pasien fraktur yaitu :
1. Pemeriksaan radiologi
Berbagai pemeriksaan radiologi antara lain foto polos tulang, foto polos
dengan media kontras, serta pemeriksaan radiologis khususnya seperti CT
scan, MRI, pindai radioisotopi, serta unltrasonografi. Pada foto polos
tulang perlu diperhatikan keadaan densitas tulang baik setempat maupun
menyeluruh, keadaan korteks dan medula, hubungan antara kedua tulang
pada sendir, kontinuitas kontur, besar rang sendi, perubahan jaringan
lunak, pemeriksaan foto polos dengan media kontras antara lain sinografi
(untuk melihat batas dan lokasi sinus), artografi (untuk melihat batas ruang
sendi), mielografi (dengan memasukkan cairan media ke dalam teka
spinalis), dan arteriografi (untuk melihat susunan pembuluh darah).
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada pasien fraktur yaitu HB Hematokrit
rendah akibat pendarahan, Lanju Endap Darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas. Hitung darah lengkap, urin rutin,
pemeriksaan cairan serebrospinal, cairan sinovial, AGD, dan pemeriksaan
cairan abormal lainnya.
3. Pemeriksaan artroskopi
Memperlihatkan kelainan pada sendi
4. Pemeriksaan elektrodiagnosis
Berguna untuk mengetahui fungsi saraf dan otot dengan menggunakan
metode elektrik

L. KOMPLIKASI
1. Komplikasi awal
a. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya
nadi,CRT (capillary refill time) menurun, sianosis pada bagian distal,
hematom melebar dan dingin pada ekstremitas yang disebabkan oleh
tindakan darurat splinting, perubahan posisi pada bagian yang sakit,
tindakan reduksi dan pembedahan.
b. Sindrome kompartemen
Kompikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf,
pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini di sebabkan oleh edem atau
perdarahan yang menekan otot, sraf, pembuluh darah atau tekanan luar
seperti gips, pembebatan dan penyangga. Perubahan fisiologis sebagai
akibat dari peningkatan tekanan kompartemen yang seringkali terjadi
adalah iskemi dan edema.
c. Fat embolism syndrome (FES)
Fat embolism syndrome merupakan suatu sindrom yang
mengakibatkan komplikasi serius pada fraktur tulang panjang, terjadi
karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke
aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam darah menurun.
Ditandai dengan adanya gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi,
takipnea dan demam.
d. Infeksi
Biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka tetapi dapat terjadi juga
pada penggunaan bahan lain dalam pembedahan, seperti pin (ORIF
dan OREF) dan plat yang tepasang didalam tulang. Sehingga pada
kasus fraktur resiko infeksi yang terjadi lebih besar baik karena
penggunaan alat bantu maupun prosedur invasif.
e. Nekrosis avaskuler
Aliran darah ketulang rusak atau terganggu sehingga menyebabkan
nekrosis tulang. Biasanya diawali dengan adanya iskemia volkman. 6)
Syok Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kepiler sehingga menyebabkan oksigenasi menurun.
2. Komplikasi lama
a. Delayed union
Merupakan kegagalan fraktur terkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan ruang untuk menyambung. Ini terjadi karena suplai darah
ketulang menurun.
b. Non-union
Komplikasi ini terjadi karena adanya fraktur yang tidak sembuh antara
6 sampai 8 bulan dan tidak di dapatkan konsolidasi sehingga terdapat
infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi yang disebut
infected pseudoarthosis. Sehingga fraktur dapat menyebabkan infeksi.
c. Mal- union
Keadaan ketika fraktur menyembuh pada saatnya tapi terdapat
deformitas (perubahan bentuk tulang) yang berbentuk angulasi.

M. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
a. Primary Survey
1) Airway
Penilaian kelancaran airway pada klien yang mengalami fraktur,
meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat
disebabkan benda asing, fraktur wajah, fraktur mandibula atau
maksila, fraktur laring atau trachea. Usaha untuk membebaskan
jalan nafas harus melindungi vertebra servikal karena kemungkinan
patahnya tulang servikal harus selalu diperhitungkan. Dalam hal ini
dapat dilakukan chin lift, tetapi tidak boleh mengakibatkan
hiperekstensi leher. Cara melakukan chinlift dengan menggunakan
jari-jari satu tangan yang diletakan dibawah mandibula, kemudian
mendorong dagu ke anterior. Ibu jari tangan yang sama sedikit
menekan bibir bawah untuk membuka mulut dan jika diperlukan
ibu jari dapat diletakkan didalam mulut dibelakang gigi seri untuk
mengangkat dagu. Jaw trust juga merupakan tekhnik untuk
membebaskan jalan nafas. Tindakan ini dilakukan oleh dua tangan
masing-masing satu tangan dibelakang angulus mandibula dan
menarik rahang ke depan. Bila tindakan ini dilakukan memakai
face-mask akan dicapai penutupan sempurna dari mulut sehingga
dapat dilakukan ventilasi yang baik. Jika kesadaran klien menurun
pembebasan jalan nafas dapat dipasang guedel (oro-pharyngeal
airway) dimasukkan kedalam mulut dan diletakkan dibelakang
lidah. Cara terbaik adalah dengan menekan lidah dengan tongue
spatol dan mendorong lidah kebelakang, karena dapat menyumbat
fariks. Pada klien sadar tidak boleh dipakai alat ini, karena dapat
menyebabkan muntah dan terjadi aspirasi. Cara lain dapat
dilakukan dengan memasukkan guedel secara terbalik sampai
menyentuh palatum molle, lalu alat diputar 180o dan diletakkan
dibelakang lidah. Naso-Pharyngeal airway juga merupakan salah
satu alat untuk membebaskan jalan nafas. Alat ini dimasukkan
pada salah satu lubang hidung yang tidak tersumbat secara
perlahan dimasukkan sehingga ujungnya terletak di fariks. Jika
pada saat pemasangan mengalami hambatan berhenti dan pindah
kelubang hidung yang satunya. Selama memeriksa dan
memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak boleh
dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi leher.
2) Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.
Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk
pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh.
Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding
dada dan diafragma. Dada klien harus dibuka untuk melihat
pernafasan yang baik. Auskultasi dilakukan untuk memastikan
masuknya udara ke dalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai
adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi
dapat mengetahui kelainan dinding dada yang mungkin
mengganggu ventilasi. Evaluasi kesulitan pernafasan karena edema
pada klien cedera wajah dan leher. Perlukaan yang mengakibatkan
gangguan ventilasi yang berat adalah tension pneumothoraks, flail
chest dengan kontusio paru, open pneumothoraks dan
hemathotoraks massif. Jika terjadi hal yang demikian siapkan klien
untuk intubasi trakea atau trakeostomi sesuai indikasi
3) Circulation
Control pendarahan vena dengan menekan langsung sisi area
perdarahan bersamaan dengan tekanan jari pada arteri paling dekat
dengan area perdarahan. Kaji tanda-tanda syok yaitu penurunan
tekanan darah, kulit dingin, lembab dan nadi halus. Darah yang
keluar berkaitan dengan fraktur femur dan pelvis. Pertahankan
tekanan darah dengan infuse IV, plasma. Berikan transfuse untuk
terapi komponen darah sesuai ketentuan setelah tersedia darah.
Berikan oksigen karena obstruksi jantung paru menyebabkan
penurunan suplai oksigen pada jaringan menyebabkan kolaps
sirkulsi. Pembebatan ekstremitas dilakukan untuk menghendikan
perdarahan.
4) Disability
Dievaluasi keadaan neurologisnya secara cepat, yaitu tingkat
kesadaran ukuran dan reaksi pupil. Penurunan kesadaran dapat
disebabkan penurunan oksigen atau penurunan perfusi ke otak atau
perlukaan pada otak. Perubahan kesadaran menurun dilakukan
pemeriksaan keadaan ventilasi dan oksigenasi.
5) Exporsur
Pakaian klien harus dibuka keseluruhan pakaiannya, untuk
mengevaluasi keadaan fisik pasien. Pakaian dibuka untuk
mengetahui adanya nyeri atau kelainan dalam pemeriksaan head to
toe. Penting agar klien tidak kedinginan, harus diberikan selimut
hangat.
b. Secondary Survey
1) Kaji riwayat trauma, mengetahui riwayat trauma, karena
penampilan luka kadang tdak sesuai dengan parahny cidera, jika
ada saksi seseorang dapat menceritakan kejadiannya sementara
petugas melakukan pemeriksaan klien.
2) Kaji seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari kepala sampai
kaku secara sistematis, inspeksi adanya laserasi bengkak dan
deformitas.
3) Kaji kemungkinan adanya fraktur multiple
4) Kaji adanya nyeri pada area fraktur dan dislokasi
5) Kaji adanya krepitasi pada area fraktur
6) Kaji adanya perdarahan dan syok terutama pada fraktur pelvis dan
femur
7) Kaji adanya sindrom kompartemen, fraktur terbuka, fraktur
tertutup dapat menyebabkan perdarahan atau hematoma pada
daerah yang tertutup sehingga menyebabkan penekanan saraf
8) Kaji TTV secara berkelanjutan

2. Diagnosa Keperawatan
a. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang prosedur
tindakan operasi.
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan insisi luka operasi
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan intergritas
struktur tulang
3. Intervensi keperawatan

SDKI SLKI SIKI


Ansietas (D.0080) Tingkat ansietas (L.09093) Terapi relaksasi (I.09326)
Observasi :
1. Identifikasi teknik relaksasi yang pernah
efektif digunakan
2. Periksa ketegangan otot, frekuensi nadi,
tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah
latihan
3. Montor respon terhadap terapi relaksasi
Terapeutik :
4. Ciptakan lingkungan tenang tanpa gangguan
dengan pencahayaan dan suhu ruang nyaman
5. Berikan informasi tertulis tentang persiapan
dan prosedur teknik relaksasi
6. Gunakan nada suara lembut dengan irama
lambat dan berirama
7. Gunakan relaksasi sebagai strategi penunjang
dengan analgetik atau tindakan medis lain
Edukasi :
8. Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis
relaksasi yang tersedia
9. Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang
dipilih
10. Anjurkan mengambil posisi nyaman
11. Anjurkan rileks dan merasakan sensasi
relaksasi
12. Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi
Nyeri akut (D.0077) Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)
Observasi :
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
4. Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
5. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
6. Berikan terapi nonfarmakologis
7. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
8. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi :
9. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
10. Jelaskan strategi meredakan nyeri
11. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
12. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
Kolaborasi :
13. Kolaborasi pemberian analgetik
Gangguan mobilitas fisik Mobilitas fisik (L.05042) Dukungan Mobilisasi (I.05173)
(D.0054) Observasi :
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
pergerakan
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
sebelum memulai mobilisasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik :
5. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
6. Fasilitasi melakukan pergerakan
7. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi :
8. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
9. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
10. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan
Risiko infeksi (D.0142) Tingkat infeksi (L.14137) Pencegahan Infeksi (I.14539)
Observasi :
1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
sistemik
Terapeutik :
2. Batasi jumlah pengunjung
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi
Edukasi :
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
6. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
7. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
8. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
9. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan atau
tindakan keperawatan merupakan perilaku spesifik yang dikerjakan oleh
perawat untuk melakukan tindakan keperawatan yang telah direncanakan
(intervensi keperawatan). Tindakan-tindakan keperawatan pada intervensi
keperawatan terdiri dari observasi, terapeutik, kolaborasi dan edukasi
(PPNI, 2018). Implementasi adalah tindakan yang direncanakan dalam
rencana keperawatan (Tarwonto, 2015).
Perawat melakukan pengawasan terhadap keberhasilan intervensi
yang dilakukan, dan menilai perkembangan pasien terhadap pencapaian
tujuan atau hasil yang diharapkan. Implementasi keperawatan adalah suatu
komponen dari proses keperawatan yang merupakan kategori dari perilaku
keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan
hasil yang diharapkan dari asuhan keperawatan yang dilakukan. Tujuan
dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang
ditetapkan yang mencakup peningkatkan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping (Nursalam, 2011).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalahhasil yang dicatat disesuaikan dengan
setiap diagnosis keperawatan. Evaluasi keperawatan merupakan tindakan
intelekual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan
kebersihan dari diagnosis keperawatan rencana intervensi dan
implementasinya, evaluasi sebagai suatu yang direncanakan dan
perbandingan yang sistematik pada status kesehatan klien. Tujuan evaluasi
adalah untuk melihat kemampuan klien untuk mencapai tujuan, hal ini
dapat dilakukan dengan melihat respon klien terhadap asuhan keperawatan
yang diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan (Nursalam,
2011).
Evaluasi keperawatan terdiri dari dua tingkat yaitu evaluasi sumatif
dan evaluasi formatif. Evaluasi sumatif yaitu evaluasi respon (jangka
panjang) terhadap tujuan, bagaimana penilaian terhadap perkembangan
kemajuan ke arah tujuan atau hasil akhir yang diharapkan. Evaluasi
formatif atau disebut juga dengan evaluasi proses, yaitu evaluasi terhadap
respon yang segera timbul setelah intervensi keperawatan dilakukan.
Format evaluasi yang digunakan adalah SOAP. S: Subjektif yaitu
pernyataan atau keluhan dari pasien, O: Objektif yaitu data yang
diobservasi oleh perawat, A: Assessment yaitu kesimpulan dari objektif
dan subjektif, P: Planning yaitu rencana tindakan yang akan dilakukan
berdasarkan analisis (Dinarti, Aryani, R., Nurhaeni, H., 2013).
Evaluasi penting dilakukan untuk menilai status kesehatan pasien
setelah dilakukan tindakan keperawatan dan menilai pencapaian tujuan
jangka panjang maupun jangka pendek, dan memutuskan untuk
meneruskan, memodifikasi, atau menghentikan asuhan keperawatan yang
diberikan (Deswani, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Fatmasari, Ayu. 2019. Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Close Fraktur


Radius Di Recovery Room RSUD Ngudi Waluyo Wlingi. Politeknik
Kesehatan Kemenkes Malang Jurusan Keperawatan

Oeyi, Mutia Satifa. 2021. Profil Kejadian Fraktur Radius Ulna Pada Anak Yang
Di Rawat Di RSUP Dr.M.Djamil Padang Pada Tahun 2017-2020. Diploma
Thesis. Universitas Andalas

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria


Hasil, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi I. Jakarta: DPP PPNI

Saputra, I Made Dwi Tresna. 2021. Asuhan Keperawatan Nyeri Akut Pada Pasien
Dengan Close Fraktur Radius Di IGD RSUP Sanglah. Diploma Thesis.
Poltekes Kemenkes Denpasar Jurusan Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai