Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

NY. N DENGAN POST PARTUM SPONTAN P1A0 DI RUANG RPI RS


SAMARINDA MEDIKA CITRA

DI SUSUN OLEH :
HELVIANI SAMBO KARAENG
NIM : P2003014

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA


SAMARINDA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai sampai
6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara berlahan
akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa nifas perlu
mendapat perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi pada
masa nifas. Dalam angka kematian ibu (AKI) adalah penyebab banyaknya
wanita meninggal dari suatu penyebab adalah kurangnya perhatian pada
wanita post partum (Maritalia, 2012).
Menurut Riset Kesehatan Dasar 2018, pelayanan persalinan normal atau
pasca partum di fasilitas kesehatan tahun 2018 di Indonesia 79.3 % dan pada
tahun 2018 pelayanan KF lengkap pada perempuan 10-54 di Kalimantan
Timur sekitar 38.0 % lebih meningkat dari pada tahun 2013 (Riskesdas, 2018).
Kebijakan Program Nasional Masa Nifas yaitu kunjungan masa nifas
paling sedikit 4 kali, kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status
kesehatan ibu dan bayi baru lahir (Saleha, 2009). Masa nifas merupakan
proses fisiologis, sehingga bagaimana upaya yang dilakukan supaya kondisi
fisiologis tidak jatuh ke patologis adalah memberikan asuhan keperawatan
pada ibu nifas (Nurniati dkk, 2014). Berbagai perubahan anatomi dan
fisiologis yang nyata terjadi selama masa pasca partum ini seiring dengan
proses yang terjadi selama masa kehamilan dikembalikan. Pengetahuan
tentang proses reproduksi dalam kehamilan dan persalinan merupakan suatu
dasar untuk memahami adaptasi organ generatif dan berbagai sistem tubuh
manusia setelah pelahiran. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
Istilah puerperium (puer, seorang anak, dtitambah kata parere, kembali ke
semula) merujuk pada masa enam minggu antara terminasi persalinan dan
kembalinya organ reproduksi ke kondisi sebelum hamil. Purperium meliputi
perubahan progresif payudara untuk laktasi, serviks yang mengeluarkan cairan
lokia yang normal terjadi dalam tiga tahap yaitu lokia rubra berwarna merah
terang, lokia serosa berwarna merah muda, lokia sanguilenta berwarna
kecoklatan, lokia alba berwarna coklat keputih-putihan dan lokia yang
patologis yaitu lokia purulenta yang berbau busuk disertai nanah. Perubahan
yang disebabkan involusi adalah proses fisiologis normal. Meskipun begitu,
involusi yang mencolok cepat biasanya menandakan adanya penyakit.
(Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).

A. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi Konsep dan Asuhan Keperawatan pada Pasien Post
Partum
2. Tujuan Khusus
a. Menjelaskan pengertian post partum
b. Menyebutkan tahapan post partum
c. Menjelaskan kebutuhan ibu pada masa post partum
d. Menjelaskan perubahan fisiologis pada masa post partum
e. Menjelaskan perubahan psikologis pada masa post partum
f. Menjelaskan perubahan vital pada ibu post partum
g. Merencanakan asuhan keperawatan pada ibu post partum fisiologis
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi post partum


Post Partum atau masa nifas adalah masa yang dimulai setelah plasenta
keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula
(sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Ary
Sulistyawati, 2009).
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai sampai
6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara berlahan
akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa nifas perlu
mendapat perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi pada
masa nifas. Dalam Angka Kematian Ibu (AKI) adalah penyebab banyaknya
wanita meninggal dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada wanita post
partum (Maritalia, 2012).

B. Klasifikasi Masa Nifas


Menurut Anggraini (2010), tahap masa nifas dibagi menjadi 3:
1. Purperium din
Waktu 0-24 jam post partum. Purperium dini yaitu kepulihan dimana ibu
telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dianggap telah bersih dan
boleh melakukan hubungan suami istri apabila setelah 40 hari.
2. Purperium intermedial
Waktu 1-7 hari post partum. Purperium intermedial yaitu kepulihan
menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6 minggu
3. Remote purperium
Waktu 1-6 minggu post partum Adalah waktu yang diperlukan untuk pulih
dan sehat sempurna terutam bila selama hamil dan waktu persalinan
mempunyai komplikasi. Waktu untuk pulih sempurna bias berminggu-
minggu, bulanan bahkan tahunan. (Yetti Anggraini,2010).
C. Perubahan Fisiologis Masa Nifas
Untuk mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian post
partum, banyak perawat menggunakan istilah BUBBLE-LE yaitu termasuk
Breast (payudara), Uterus (rahim), Bowel (fungsi usus), Bladder (kandung
kemih), Lochia (lokia), Episiotomy (episiotomi/perinium), Lower Extremity
(ekstremitas bawah), dan Emotion (emosi). Menurut Hacker dan Moore Edisi
2 adalah :
1. Involusi Rahim
Melalui proses katabolisme jaringan, berat rahim dengan cepat
menurun dari sekitar 1000gm pada saat kelahiran menjadi 50 gm pada
sekitar 3 minggu masa nifas. Serviks juga kehilangan elastisnya dan
kembali kaku seperti sebelum kehamilan. Selama beberapa hari pertama
setelah melahirkan, secret rahim (lokhia) tampak merah (lokhia rubra)
karena adanya eritrosit. Setelah 3 sampai 4 hari lokhia menjadi lebih pucat
(lokhia serosa), dan dihari ke sepuluh lokheatampak berwarna putih atau
kekuning kuningan (lokhia alba).
Berdasarkan waktu dan warnanya pengeluaran lochia dibagi menjadi 4
jenis:
a. Lochia rubra. Lochea ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga
masa postpartum, warnanya merah karena berisi darah segar dari
jaringan sisa-sisa plasenta.
b. Lochia sanguilenta. Lochea berwarna merah kecoklatan dan muncul di
hari keempat sampai hari ketujuh
c. Lochia serosa. Lochia ini muncul pada hari ketujuh sampai hari
keempat belas dan berwarna kuning kecoklatan.
d. Lochia alba. Berwarna putih dan berlangsung 2 sampai 6 minggu post
partum
Munculnya kembali perdarahan merah segar setelah lokia menjadi
alba atau serosa menandakan adanya infeksi atau hemoragi yang
lambat. Bau lokia sama dengan bau darah menstruasi normal dan
seharusnya tidak berbau busuk atau tidak enak. Lokhia rubra yang
banyak, lama, dan berbau busuk, khususnya jika disertai demam,
menandakan adanya kemungkinan infeksi atau bagian plasenta yang
tertinggal. Jika lokia serosa atau alba terus berlanjut melebihi rentang
waktu normal dan disertai dengan rabas kecoklatan dan berbau busuk,
demam, serta nyeri abdomen, wanita tersebut mungkin menderita
endometriosis. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
1) Iskemia Miometrium
Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang terus menerus
dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat uterus
menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
2) Atrofi jaringan
Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon
esterogen saat pelepasan plasenta.
3) Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam
otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot
yang telah mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum
hamil dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama
kehamilan. Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen
dan progesteron.
4) Efek Oksitosin
Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot
uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang
mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini
membantu untuk mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta
serta mengurangi perdarahan.
Gambar 2.1 Involusi Uteri

2. Uterus
Setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa jaringan yang
hampir padat. Dinding belakang dan depan uterus yang tebal saling
menutup, yang menyebabkan rongga bagian tengah merata. Ukuran uterus
akan tetap sama selama 2 hari pertama setelah pelahiran, namun kemudian
secara cepat ukurannya berkurang oleh involusi. (Martin, Reeder, G.,
Koniak, 2014).
3. Uterus tempat plasenta
Pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan
menonjol ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan
cepat luka mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan
pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali.
Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah
besar yang tersumbat oleh thrombus. Luka bekas plasenta tidak
meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena diikuti pertumbuhan
endometrium baru di bawah permukaan luka. Regenerasi endometrium
terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu.
Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua
basalis. Pertumbuhan kelenjar ini mengikis pembuluh darah yang
membeku pada tempat implantasi plasenta hingga terkelupas dan tak
dipakai lagi pada pembuangan lokia. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
4. Afterpains
Merupakan kontraksi uterus yang intermiten setelah melahirkan dengan
berbagai intensitas. Afterpains sering kali terjadi bersamaan dengan
menyusui, saat kelenjar hipofisis posterioir melepaskan oksitosin yang
disebabkan oleh isapan bayi. Oksitosin menyebabkan kontraksi saluran
lakteal pada payudara, yang mengeluarkan kolostrum atau air susu, dan
menyebabkan otot otot uterus berkontraksi. Sensasi afterpains dapat terjadi
selama kontraksi uterus aktif untuk mengeluarkan bekuan bekuan darah
dari rongga uterus. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
5. Vagina
Meskipun vagina tidak pernah kembali ke keadaan seperti seleum
kehamilan, jaringan suportif pada lantai pelvis berangsur angsur kembali
pada tonus semula.
6. Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya Ibu mengalami obstipasi setelah persalinan. Hal ini terjadi
karena pada waktu melahirkan sistem pencernaan mendapat tekanan
menyebabkan kolon menjadi kosong, kurang makan, dan laserasi jalan
lahir. (Dessy, T., dkk. 2009)
7. Sistem kardiovaskuler
Segera setelah kelahiran, terjadi peningkatan resistensi yang nyata pada
pembuluh darah perifer akibat pembuangan sirkulasi uteroplasenta yang
bertekanan rendah. Kerja jantung dan volume plasma secara berangsur
angsur kembali normal selama 2 minggu masa nifas.
8. Perubahan Sistem Perkemihan
Diuresis postpartum normal terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan
sebagai respon terhadap penurunan estrogen. Kemungkinan terdapat
spasme sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami
tekanan kepala janin selama persalinan. Protein dapat muncul di dalam
urine akibat perubahan otolitik di dalam uterus (Rukiyah, 2010)
9. Perubahan psikososial
Wanita cukup sering menunjukan sedikit depresi beberapa hari setelah
kelahiran. “perasaan sedih pada masa nifas” mungkin akibat faktor faktor
emosional dan hormonal. Dengan rasa pengertian dan penentraman dari
keluarga dan dokter, perasaan ini biasanya membaik tanpa akibat lanjut.
10. Kembalinya haid dan ovulasi
Pada wanita yang tidak menyusui bayi, aliran haid biasanya akan kembali
pada 6 sampai 8 minggu setelah kelahiran, meskipun ini sangat bervariasi.
Meskipun ovulasi mungkin tidak terjadi selama beberapa bulan, terutama
ibu ibu yang menyusui bayi, penyuluan dan penggunaan kontrasepsi harus
ditekankan selama masa nifas untuk menghindari kehamilan yang tak
dikehendaki.
11. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih
kembali (Mansyur, 2014)
12. Perubahan Tanda-tanda Vital Pada Ibu masa nifas terjadi peerubahan
tanda-tanda vital, meliputi:
a. Suhu tubuh : Pada 24 jam setelah melahirkan subu badan naik sedikit
(37,50C-380C) sebagai dampak dari kerja keras waktu melahirkan,
kehilangan cairan yang berlebihan, dan kelelahan (Trisnawati, 2012)
b. Nadi : Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih cepat dari
denyut nadi normal orang dewasa (60-80x/menit).
c. Tekanan darah, biasanya tidak berubah, kemungkinan bila tekanan
darah tinggi atau rendah karena terjadi kelainan seperti perdarahan dan
preeklamsia.
d. Pernafasan, frekuensi pernafasan normal orang dewasa adalah 16-24
kali per menit. Pada ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau
normal. Bila pernafasan pada masa post partum menjadi lebih cepat,
kemungkinan ada tanda-tanda syok (Rukiyah, 2010)
13. Proses penyembuhan luka
Dalam keadaan normal, proses penyembuhan luka mengalami 3 tahap atau
3 fase yaitu:
a. Fase inflamasi Fase ini terjadi sejak terjadinya injuri hingga sekitar
hari kelima. Pada fase inflamasi, terjadi proses:
1) Hemostasis (usaha tubuh untuk menghentikan perdarahan), di
mana pada proses ini terjadi:
a) Konstriksi pembuluh darah (vasokonstriksi)
b) Agregasi platelet dan pembentukan jala-jala fibrin
c) Aktivasi serangkaian reaksi pembekuan darah
2) Inflamasi, di mana pada proses ini terjadi:
a) Peningkatan permeabilitas kapiler dan vasodilatasi yang
disertai dengan migrasi sel-sel inflamasi ke lokasi luka
b) Proses penghancuran bakteri dan benda asing dari luka oleh
neutrofil dan makrofag.
b. Fase proliferasi Fase ini berlangsung sejak akhir fase inflamasi sampai
sekitar 3 minggu. Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia, dan
terdiri dari proses:
1) Angiogenesis Adalah proses pembentukan kapiler baru yang
distimulasi oleh TNF-α2 untuk menghantarkan nutrisi dan oksigen
ke daerah luka.
2) Granulasi Yaitu pembentukan jaringan kemerahan yang
mengandung kapiler pada dasar luka (jaringan granulasi). Fibroblas
pada bagian dalam luka berproliferasi dan membentuk kolagen.
3) Kontraksi Pada fase ini, tepi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah
luka yang disebabkan oleh kerja miofibroblas sehingga
mengurangi luas luka. Proses ini kemungkinan dimediasi oleh
TGF-β
4) Re-epitelisasi Proses re-epitelisasi merupakan proses pembentukan
epitel baru pada permukaan luka. Sel-sel epitel bermigrasi dari tepi
luka melintasi permukaan luka. EGF berperan utama dalam proses
ini.
c. Fase maturasi atau remodeling
Fase ini terjadi sejak akhir fase proliferasi dan dapat berlangsung
berbulan- bulan. Pada fase ini terjadi pembentukan kolagen lebih
lanjut, penyerapan kembali sel-sel radang, penutupan dan penyerapan
kembali kapiler baru serta pemecahan kolagen yang berlebih. Selama
proses ini jaringan parut yang semula kemerahan dan tebal akan
berubah menjadi jaringan parut yang pucat dan tipis.
Pada fase ini juga terjadi pengerutan maksimal pada luka. Jaringan
parut pada luka yang sembuh tidak akan mencapai kekuatan regang
kulit normal, tetapi hanya mencapai 80% kekuatan regang kulit
normal. Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan
keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecah.
Kolagen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penebalan
jaringan parut atau hypertrophic scar sebaliknya produksi kolagen
yang berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka
tidak akan menutup dengan sempurna.
14. Perubahan Psikologis
Reva Rubin (1997) dalam Ari Sulistyawati (2009) membagi periode ini
menjadi 3 bagian, antara lain:
a. Taking In (istirahat/penghargaan)
sebagai suatu masa keter-gantungan dengan ciri-ciri ibu membutuhkan
tidur yang cukup, nafsu makan meningkat, menceritakan pengalaman
partusnya berulang-ulang dan bersikap sebagai penerima, menunggu
apa yang disarankan dan apa yang diberikan. Disebut fase taking in,
karena selama waktu ini, ibu yang baru melahirkan memerlukan
perlindungan dan perawatan, fokus perhatian ibu terutama pada dirinya
sendiri. Pada fase ini ibu lebih mudah tersinggung dan cenderung pasif
terhadap lingkungannya disebabkan kare-na faktor kelelahan. Oleh
karena itu, ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang
tidur. Di samping itu, kondisi tersebut perlu dipahami dengan menjaga
komunikasi yang baik.
b. Fase Taking On/Taking Hold (dibantu tetapi dilatih)
terjadi hari ke 3 - 10 post partum. Terlihat sebagai suatu usaha ter-
hadap pelepasan diri dengan ciri-ciri bertindak sebagai pengatur
penggerak untuk bekerja, kecemasan makin menguat, perubah-an
mood mulai terjadi dan sudah mengerjakan tugas keibuan. Pada fase
ini timbul kebutuhan ibu untuk mendapatkan perawatan dan
penerimaan dari orang lain dan keinginan untuk bisa melakukan segala
sesuatu secara mandiri. Ibu mulai terbuka untuk menerima pendidikan
kesehatan bagi dirinya dan juga bagi bayinya. Pada fase ini ibu
berespon dengan penuh semangat untuk memperoleh kesempatan
belajar dan berlatih tentang cara perawatan bayi dan ibu memi-liki
keinginan untuk merawat bayinya secara langsung.
c. Fase Letting Go (berjalan sendiri dilingkungannya)
fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya
yang berlangsung setelah 10 hari postpartum. Periode ini biasanya
setelah pulang kerumah dan sangat dipengaruhi oleh waktu dan perha-
tian yang diberikan oleh keluarga. Pada saat ini ibu mengambil tugas
dan tanggung jawab terhadap per-awatan bayi sehingga ia harus
beradaptasi terhadap kebutuhan bayi yang menyebabkan berkurangnya
hak ibu, kebebasan dan hubungan sosial.

D. Tanda dan Gejala


Menurut Masriroh (2013) tanda dan gejala masa post partum adalah
sebagai berikut:
1. Organ-organ reproduksi kembali normal pada posisi sebelum
kehamilan.
2. Perubahan-perubahan psikologis lain yang terjadi selama kehamilan
berbalik (kerumitan).
3. Masa menyusui anak dimulai. Penyembuhan ibu dari stress kehamilan
dan persalinan di asumsikan sebagai tanggung jawab untuk menjaga
dan mengasuh bayinya.

E. Komplikasi
1. Pendarahan Karena proses episiotomy dapat mengakibatkan
terputusnya jaringan sehingga merusak pembuluh darah terjadilah
pendarahan.
2. Infeksi Infeksi terkait dengan jalannya tindakan episiotomy
berhubungan dengan ketidaksterilan alat-alat yang digunakan.
3. Hipertensi Penyakit hipertensi berperan besar dalam morbiditas dan
mortalitas maternal dan perinatal. Hipertensi diperkirakan menjadi
komplikasi sekitar 7% sampai 10% seluruh kehamilan.
4. Gangguan Psikososial
Kondisi psikososial mempengaruhi integritas keluarga dan
menghambat ikatan emosional bayi dan ibu. Beberapa kondisi dapat
mengancam keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayi.

F. Kunjungan Masa Nifas


Kunjungan masa nifas paling sedikit 4 kali, kunjungan masa nifas
dilakukan untuk menilai status kesehatan ibu dan bayi baru lahir
(Saifuddin, 2010).

G. Penatalaksanaan
Menurut Masriroh (2013) penatalaksanan yang diperlukan untuk klien
dengan post partum adalah sebagai berikut:
1) Memperhatikan kondisi fisik ibu dan bayi.
2) Mendorong penggunaan metode-metode yang tepat dalam memberikan
makanan pada bayi dan mempromosikan perkembangan hubungan
baik antara ibu dan anak.
3) Mendukung dan memperkuat kepercayaan diri si Ibu dan
memungkinkannya mengisi peran barunya sebagai seorang Ibu, baik
dengan orang, keluarga baru, maupun budaya tertentu.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah pertama dalam proses keperawatan dengan
mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui
berbagai permasalahan yang ada
1. Data Subjektif
a. Biodata yang mencakup identitas pasien menurut Anggraini (2010),
meliputi :
1) Nama : Untuk mengetahui nama jelas dan lengkap, bila perlu
nama panggilan sehari-hari agar tidak keliru dalam memberikan
penanganan.
2) Umur : Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko
seperti kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang,
mental dan psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35
tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam post partum.
Untuk respon nyeri, umur juga mempengaruhi karena pada umur
anak-anak belum bisa mengungkapkan nyeri, pada umur orang
dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan
mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam
nyeri yang dialami, karena mereka menganggap nyeri adalah hal
alamiah yang harus di jalani dan mereka takut kalau mengalami
penyakit berat atau meninggal jika nyeri di periksakan.
3) Agama : Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk
membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa.
4) Suku Bangsa : Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan
seharihari. Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya
mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah
menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus
diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak
megeluh jika ada nyeri.
5) Pendidikan : Berpengaruh dalam tindakan keperawatan untuk
mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga perawat
dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya. Bila
pasien memiliki pengetahuan yang baik terhadap perawatan luka
maka luka akan sembuh pada hari ke tujuh setelah persalinan dan
bila tidak dirawat dengan baik maka akan terjadi infeksi pada
pasien post partum.
6) Pekerjaan : Untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial
ekonominya, karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien
tersebut.
7) Alamat : Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila
diperlukan.
b. Keluhan utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan
masa nifas, misalnya pasien merasa kontraksi, nyeri pada jalan lahir
karena adanya jahitan pada perineum (Ambarwati, 2010). Keluhan
utama pada ibu post partum dengan luka perawatan episiotomi adalah
nyeri dibekas luka jahitan (Bobak, 2005).
c. Riwayat Kesehatan
Menurut Ambarwati (2010), riwayat kesehatan meliputi :
1) Riwayat kesehatan yang lalu Data ini diperlukan untuk
mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit akut,
kronis seperti : Jantung, diabetes mellitus, hipertensi, asma yang
dapat mempengaruhi pada masa post partum ini.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya
penyakit yang diderita pada saat ini yang ada hubungannya
dengan masa post partum dan bayinya.
3) Riwayat kesehatan keluarga Data ini diperlukan untuk mengetahui
kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap
gangguan kesehatan pasien dan bayinya, yaitu apabila ada
penyakit keluarga yang menyertainya, mengetahui apakah ada
riwayat penyakit menurun seperti asma, jantung, DM dan
hipertensi dan penyakit menular seperti asma / TBC
(Prawirohardjo, 2005).
d. Riwayat Menstruasi
Untuk mengetahui kapan mulai menstruasi, siklus mentruasi, lamanya
menstruasi, banyaknya darah menstruasi, teratur / tidak menstruasinya,
sifat darah menstruasi, keluhan yang dirasakan sakit waktu menstruasi
disebut disminorea (Estiwidani, 2008)
e. Riwayat Perkawinan
Pada status perkawinan yang ditanyakan adalah kawin syah, berapa
kali, usia menikah berapa tahun, dengan suami usia berapa, lama
perkawinan, dan sudah mempunyai anak belum (Estiwidani, 2008).
f. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu
Untuk mengetahui jumlah kehamilan dan kelahiran, riwayat
persalinan yaitu jarak antara dua kelahiran, tempat kelahiran, lamanya
melahirkan, dan cara melahirkan. Masalah / gangguan kesehatan yang
timbul sewaktu hamil dan melahirkan. Riwayat kelahiran anak,
mencangkup berat badan bayi sewaktu lahir adakah kelainan bawaan
bayi, jenis kelamin bayi, keadaan bayi hidup / mati saat dilahirkan
(Estiwidani, 2008). Paritas mempengaruhi persepsi terhadap nyeri
persalinan karena primipara mempunyai proses persalinan yang lama
dan lebih melelahkan dengan multipara. Hal ini disebabkan karena
serviks pada klien primipara memerlukan tenaga yang lebih besar
untuk mengalami peregangan karena pengaruh intensitas konstraksi
lebih besar selama kala I persalinan. Selain itu, pada ibu dengan
primipara menunjukan peningkatan kecemasan dan keraguan untuk
mengantisipasi rasa nyeri selama persalinan.
g. Riwayat Keluarga Berencana
Untuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrapsi
jenis apa, berapa lama, adakah keluhan selama menggunakan
kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas ini dan beralih ke
kontrasepsi apa (Anggraini, 2010).
h. Riwayat Kehamilan Sekarang
Menurut Saifuddin (2006), meliputi :
1) Hari pertama, haid terakhir serta kapan taksiran persalinannya
2) Keluhan-keluhan pada trisemester I, II, III
3) Dimana ibu biasa memeriksakan kehamilannya.
4) Selama hamil berapa kali ibu periksa
5) Penyuluhan yang pernah didapat selama kehamilan
6) Pergerakana anak pertama kali dirasakan pada kehamilan berapa
minggu
7) Imunisasi TT : sudah / belum imunisasi, berapa kali telah
dilakukan imunisasi TT selama hamil.
i. Riwayat Persalinan Sekarang
Untuk mengetahui tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis kelamin
anak, keadaan bayi meliputi PB, BB, penolong persalinan. Hal ini
perlu dikaji untuk mengetahui apakah proses persalinan mengalami
kelainan atau tidak yang bisa berpengaruh pada masa nifas saat ini
(Anggraini, 2010).
j. Pola Kebiasaan Selama Masa Post Partum
1) Nutrisi
Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet
seimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan vitamin yang
cukup serta serat-serat makanan yang cukup, sehingga proses
penyembuhan luka episiotomi lebih cepat. Ibu dianjurkan untuk
minum sedikitnya 3 liter air setiap hari. Mengkonsumsi zat besi
setidaknya selama 90 hari post partum (Saifuddin, 2006)
2) Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air
besar meliputi frekuensi, jumlah, konsistensi dan bau serta
kebiasaan buang air kecil meliputi frekuensi, warna, jumlah
(Ambarwati, 2010). Pada ibu post partum dengan perawatan luka
episiotomi biasanya buang air besar secara spontan akan tertunda
2 – 3 hari setelah melahirkan karena tonus otot usus menurun
selama proses persalinan, pada saat buang air kecil juga akan
merasakan nyeri pada luka episiotomy (Bobak, 2005).
3) Istirahat / tidur
Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam pasien
tidur, kebiasaan sebelum tidur, kebiasaan mengkonsumsi obat
tidur, kebiasaan tidur siang. Istirahat sangat penting bagi ibu post
partu karena dengan istirahat yang cukup dapat mempercepat
penyembuhan (Anggraini, 2010).
4) Keadaan psikologis
Untuk mengetahui tentang perasaan ibu sekarang, apakah ibu
merasa takut atau cemas dengan keadaan sekarang (Nursalam,
2008).
5) Riwayat Sosial Budaya
Untuk mengetahui kehamilan ini direncanakan / tidak, diterima /
tidak, jenis kelamin yang diharapkan dan untuk mengetahui pasien
dan keluarga yang menganut adat istiadat yang akan
menguntungkan atau merugikan pasien khususnya pada post
partum misalnya pada kebiasaan makan dilarang makan ikan atau
yang amis-amis (Anggraini, 2010).
6) Penggunaan obat-obatan/rokok Untuk mengetahui apakah ibu
mengkonsumsi obat terlarang ataukah ibu merokok (Manuaba,
2007).
2. Data Objektif
Data objektif adalah data yang sesungguhnya dapat diobservasi dan
dilihat oleh tenaga kesehatan (Nursalam, 2008).
a. Status generalis
1) Keadaan umum
Untuk mengetahui apakah ibu dalam keadaan baik, cukup atau
kurang (Prihardjo, 2007). Pada kasus keadaan umum ibu baik
(Varney, 2007).
2) Kesadaran
Untuk mengetahui tingkat kesadaran ibu apakah composmentis
(sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang
keadaan sekelilingnya), apatis (tidak menanggapi rangsangan /
acuh tak acuh, tidak peduli) somnolen (kesadaran yang segan
untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh),
spoor (keadaan yang menyerupai tidur), koma (tidak bisa
dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan apapun, tidak
ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada
respon pupil terhadap cahaya) (Novi, 2009).
Pada kasus kesadaran composmentis (Varney, 2007).
3) Tanda- tanda Vital
a) Tekanan Darah
Untuk mengetahui tekanan darah ibu. Pada beberapa kasus
ditemukan keadaan dimana jika ibu post partum merasakan
nyeri maka tekanan darah akan meningkat, tetapi keadaan ini
akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada penyakit
lain yang menyertainya dalam 2 bulan pengobatan (Anggraini,
2010). Batas normalnya 110/60–140/90 mmHg (Monica,
2005).
b) Nadi
Untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung dalam menit
(Saifuddin, 2008). Batas normal nadi berkisar antara 60 - 80
x/menit. Denyut nadi di atas 100 x/menit pada masa nifas
adalah mengindikasikan adanya suatu infeksi, hal ini salah
satunya bisa diakibatkan oleh proses persalinan sulit atau
karena kehilangan darah yang berlebihan (Anggraini, 2010).
c) Suhu
Suhu badan wanita inpartu tidak lebih dari 37,2°C. Sesudah
partus dapat naik 0,5°C dari keadaan normal tetapi tidak
melebihi 38°C (Wiknjosastro, 2006). Suhu normal manusia
adalah 36,6°C-37,6°C (Potter dan Perry, 2005). Suhu ibu post
partum dengan episiotomi dapat meningkat bila terjadi infeksi,
atau tanda REEDA (+).
d) Respirasi
Untuk mengetahui frekuensi pernapasan pasien yang dihitung
dalam 1 menit (Saifuddin, 2006). Batas normalnya 12 - 20
x/menit (Potter dan Perry, 2005).
4) Tinggi badan Untuk mengetahui tinggi badan pasien
(Wiknjosastro, 2006).
5) LILA Untuk mengetahui status gizi pasien (Wiknjosastro, 2006).
b. Sistem Pemeriksaan Sistematis
1) Inspeksi
a) Rambut
Untuk mengetahui warna, kebersihan, mudah rontok atau tidak
(Nursalam, 2008).
b) Muka
Untuk mengetahui keadaan muka pucat atau tidak adakah
kelainan, adakah oedema (Nursalam, 2008)
c) Mata
Untuk mengetahui oedema atau tidak conjungtiva, anemia /
tidak, sklera ikterik / tidak (Nursalam, 2008)
d) Mulut / gigi / gusi
Untuk mengetahui ada stomatitis atau tidak, keadaan gigi, gusi
berdarah atau tidak (Nursalam, 2008).
e) Abdomen
Untuk mengetahui ada luka bekas operasi/tidak, adastrie/tidak,
ada tidaknya linea alba nigra (Saifuddin, 2006).
f) Vulva
Untuk mengetahui keadaan vulva adakah tanda-tanda infeksi,
varices, pembesaran kelenjar bartolini dan perdarahan
(Prihardjo, 2007). Pada kasus episiotomy vulva kadang bisa
menjadi edema, perineum ruptur jika terjadi infeksi, maka
akan terlihat kemerahan, jahitan basah dan mengeluarkan
nanah serta bau busuk.
g) Fundus uteri
Fundus harus berada dalam midline, keras dan 2 cm dibawah
umbilicus. Bila uterus lembek , lakukan masase sampai keras.
Bila fundus bergeser kearah kanan midline , periksa adanya
distensi kandung kemih.
h) Kandung kemih
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5, kandung kemih ibu cepat
terisi karena diuresis post partum dan cairan intra vena
i) Lochea
Lochea rubra berlanjut sampai hari ke-23, menjadi lochea
serosa dengan aliran sedang. Bila darah mengalir dengan
cepat, dicurigai terjadinya robekan servik.
j) Perineum
Episiotomi dan perineum harus bersih, tidak berwarna, dan
tidak edema dan jahitan harus utuh.
k) Anus
Untuk mengetahui ada haemoroid/tidak (Prihardjo, 2007).
Luka episiotomi tidak sampai mengenai anus.
2. Palpasi
a) Leher
Untuk mengetahui adakah pembesaran kelenjar thyroid, ada
benjolan atau tidak, adakah pembesaran kelenjar limfe (Nursalam,
2008).
b) Dada
Untuk mengetahui keadaan payudara, simetris atau tidak, ada
benjolan atau tidak, ada nyeri atau tidak (Nursalam, 2004)
c) Abdomen
Untuk mengetahui Kontraksi uterus : keras / lemah, tinggi fundus
uteri (Saifuddin, 2006).
d) Ekstremitas Untuk mengetahui ada cacat atau tidak oedema atau
tidak terdapat varices atau tidak (Prihardjo, 2007)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan trauma jahitan luka episiotomy
2. Risiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan atau kerusakan kulit
3. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
perawatan post partum
4. Risiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan penurunan
masukan/pergantian tidak adekuat, peningkatan haluaran urine dan
kehilangan tidak kasat mata meningkat misalnya perdarahan.
5. Perubahan pola eliminasi urinarius berhubungan dengan trauma mekanis.
6. Resiko tinggi konstipasi berhubungan dengan kurangnya aktivitas fisik
nyeri saat defekasi
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC
1 Nyeri akut b/d trauma jahitan luka NOC : Pain Management
episiotomi.  Pain Level 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
 Pain control komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
 Comfort level durasi, frekuensi, kualitas dan faktor
Kriteria Hasil : presipitasi
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, 2. Observasi reaksi nonverbal dari
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi ketidaknyamanan
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan). 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
menggunakan manajemen nyeri 4. Kaji kultur yang mempengaruhi respon
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, nyeri
frekuensi dan tanda nyeri) 5. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang 6. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
5. Tanda vital dalam rentang normal lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
7. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari
dan menemukan dukungan
8. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
9. Kurangi faktor presipitasi nyeri
10. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi, non farmakologi dan inter
personal)
11. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
12. Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
13. Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
14. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
15. Tingkatkan istirahat
16. Kolaborasikan dengan dokter jika ada
keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
17. Monitor penerimaan pasien tentang
Analgesic Administration
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat
2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
3. Cek riwayat alergi
4. Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika pemberian
lebih dari satu
5. Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe
dan beratnya nyeri
6. Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
7. Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
2 Resiko infeksi b/d trauma jaringan NOC : NIC :
atau kerusakan kulit.  Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
 Knowledge : Infection control 1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
 Risk control pasien lain
Kriteria Hasil : 2. Pertahankan teknik isolasi
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 3. Batasi pengunjung bila perlu
2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, 4. Instruksikan pada pengunjung untuk
factor yang mempengaruhi penularan serta mencuci tangan saat berkunjung dan
penatalaksanaannya setelah berkunjung meninggalkan pasien
3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah 5. Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci
timbulnya infeksi tangan
4. Jumlah leukosit dalam batas normal 6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat tindakan kperawtan
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat
pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama
pemasangan alat
9. Ganti letak IV perifer dan line central dan
dressing sesuai dengan petunjuk umum
10.Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
11.Tingkatkan intake nutrisi
12.Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap


infeksi)\
1. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik
dan local
2. Monitor hitung granulosit, WBC
3. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung terhadap penyakit
menular
6. Partahankan teknik aspesis pada pasien yang
beresiko
7. Pertahankan teknik isolasi
8. Berikan perawatan kulit pada area epidema
9. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
10. Inspeksi kondisi luka / insisi bedah
11. Dorong masukkan nutrisi yang cukup
12. Dorong masukan cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
15. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
16. Ajarkan cara menghindari infeksi
17. Laporkan kecurigaan infeksi
18. Laporkan kultur positif
3 Kurang pengetahuan b/d kurangnya NOC : NIC :
informasi tentang perawatan post  Kowlwdge : disease process Teaching : disease Process
partum.  Kowledge : health Behavior 1. Berikan penilaian tentang tingkat
Kriteria Hasil : pengetahuan pasien tentang proses penyakit
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman yang spesifik
tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
pengobatan bagaimana hal ini berhubungan dengan
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
prosedur yang dijelaskan secara benar tepat.
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim muncul pada penyakit, dengan cara yang
kesehatan lainnya tepat
4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara
yang tepat
5. Identifikasi kemungkinan penyebab,
dengna cara yang tepat
6. Sediakan informasi pada pasien tentang
kondisi, dengan cara yang tepat
7. Hindari jaminan yang kosong
8. Sediakan bagi keluarga atau SO informasi
tentang kemajuan pasien dengan cara yang
tepat
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
10. komplikasi di masa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan penyakit
11. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
12. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion dengan cara
yang tepat atau diindikasikan
13. Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan, dengan cara yang tepat
14. Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas lokal, dengan cara yang tepat
15. Instruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang
tepat
4 Risiko tinggi kekurangan cairan NOC : NIC :
berhubungan dengan penurunan  Status Sirkulasi : TTV dalam batas Normal Pencegahan Perdarahan
masukan/pergantian tidak adekuat,  Status Koagulasi : Tidak terdapat bleeding Defenisi : mengurangi stimulus yang
peningkatan haluaran urine dan  Pengetahuan : Prosedur pengobatan mempengaruhi resiko pendarahan pada pasien.
kehilangan tidak kasat mata Aktifitas:
meningkat misalnya perdarahan. 1. Memonitor pasien secara ketat untuk
perdarahan
2. Catatan tingkat hemoglobin/hematokrit
sebelum dan sesudah kehilangan darah,
seperti yang ditunjukkan
3. Memantau tanda-tanda dan gejala
perdarahan yang persisten (misalnya
memeriksa semua sekresi atau darah
okultisme)
4. Memantau koagulasi, termasuk waktu
prothombin (PT), waktu tromboplastin
parsial (PTT), fibrinogen, degradasi / split
fibrin produk, dan jumlah trombosit, jika
diperlukan
5. Memantau tanda-tanda vital ortostatik,
termasuk tekanan darah
6. Menjaga istirahat selama perdarahan aktif
7. Mengelola produk darah 8. Melindungi
pasien dari trauma, yang dapat
menyebabkan perdarahan
8. Menghindari suntikan (IV, IM, atau SC),
yang sesuai
9. Menginstruksikan pasien ambulasi untuk
memakai sepatu
10. Menggunakan sikat gigi yang lembut untuk
perawatan mulut
11. Menggunakan pisau cukur listrik untuk
mencukur
12. Menghindari prosedur invasif, jika mereka
diperlukan, memantau secara ketat untuk
perdarahan
13. Mengkoordinasikan waktu prosedur invasif
dengan transfusi trombosit atau plasma
beku segar, jika sesuai
14. Menahan diri dari memasukkan benda ke
lubang berdarah
15. Menghindari mengambil suhu rectal
16. Hindari mengangkat benda berat
17. Mengelola obat-obatan (e.g., antasida),
yang sesuai
18. Menginstruksikan pasien untuk
menghindari aspirin atau antikoagulan
lainnya
19. Menginstruksikan pasien untuk
meningkatkan asupan makanan yang kaya
vitamin K
20. Gunakan kasur terapi untuk meminimalkan
trauma kulit
21. Menghindari sembelit (misalnya,
mendorong asupan cairan dan pelunak
tinja), yang sesuai
22. Menginstruksikan pasien dan / atau
keluarga pada tanda-tanda perdarahan dan
tindakan yang tepat (misalnya,
memberitahukan perawat)
5 Perubahan pola eliminasi urinarius NOC: NIC:
berhubungan dengan trauma mekanis  Urinary elimination Urinary retention care
 Urinary continuence 1. Lakukan penilaian kemih yang
Kriteria hasil: komprehensif berfokus pada inkontinensia
1. Kandung kemih secara penuh 2. Memantau pengguna obat dengan sifat
2. Bebas dari isk antikolinergik
3. Tidak ada spasme bladder 3. Menggunakan kekuatan sugesti dengan
4. Balance cairan seimbang menjalankan air atau disiram toilet
4. Merangsang refleks kandung kemih
5. Sediakan waktu yang cukup untuk
mengosongkan kandung kemih
6 Resiko tinggi konstipasi berhubungan NOC 1. Auskultasi adanya bising usus
dengan kurangnya aktivitas fisik nyeri  Tidak terjadi konstipasi 2. Kaji terhadap adanaya hemoroid dan
saat defekasi Kriteria hasil : berikan informasi tentang memasukkan
1. Mampu kembali kebiasaan defekasi seperti hemoroid kembali ke dalam rectal dengan
biasanya dengan ketidaknyamanan minimal jari uang dilumasi
3. Anjurkan klien minum secara adekuat ±
1500-2000 ml/hari
4. Anjurkan klien untuk mengkonsumsi bahan
makanan yang berserat tinggi seperti:
sayuran dan buah-buahan
5. Anjurkan klien untuk rendam duduk
dengan air hangat sebelum relaksasi
6. Anjurkan pasien untuk ambulasi sesuai
toleransi
7. Berikan pelunak feses atau laksatif jika
diindikasikan
D. Implementasi Keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mncapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan
untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan
klien. Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.

E. Evaluasi Keperawatan
Tindakan intelektual yang melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan
sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses
keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses
keperawatan.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai
tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan dengan
klien. Format evaluasi menggunakan :
S : Data subjektif, yaitu data yang diutarakan klien dan pandangannya
terhadap data tersebut
O : Data objektif, yaitu data yang di dapat dari hasil observasi perawat,
termasuk tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan penyakit
pasien (meliputi data fisiologis, dan informasi dan pemeriksaan tenaga
kesehatan).
A : Analisa adalah analisa ataupun kesimpulan dari data subjektif dan
objektif.
P : Planning adalah pengembangan rencana segera atau yang akan datang
untuk mencapai status kesehatab klien yang optimal. (Hutaen, 2010)

Anda mungkin juga menyukai