Anda di halaman 1dari 88

Laporan Kasus Praktik Keperawatan Maternitas

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.F USIA 27 TAHUN


PIA0 POST PARTUM SPONTAN DI RUANGAN FRESIA 2
RSUP dr.HASAN SADIKIN BANDUNG
Dosen Pembimbing:
Ns. Ariani Fatmawati, S.Kep., Ners, M.Kep., Sp.Kep.Mat.

Oleh
Salpa siti patimah
102018039

Untuk memenuhi tugas Praktik Keperawatan Maternitas


Program Studi Vokasi Diploma III Keperawatan

PROGRAM STUDI VOKASI DIPLOMA III KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG
2020
A. Definisi Post Partum
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai
sampai 6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara
berlahan akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa
nifas perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60%
terjadi pada masa nifas. Dalam Angka Kematian Ibu (AKI) adalah penyebab
banyaknya wanita meninggal dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada
wanita post partum (Maritalia, 2012).
Post partum adalah jangka waktu Antara lahirnya bayi dengan
kembalinya organ reproduksi ke keadaan normal seperti sebelum hamil.
Periode ini seringkali disebut masa nifas (puerperium), atau trisemester empat
kehamilan, masa nifas secara dikatakan berlangsung 6 minggu, lamanya
bervariasi pada tiap wanita (lowdermik, 2013).
Periode postpartum adalah waktu antara kelahiran dan kembalinya
organ reproduksi keadaan tidak hamil yang normal. Periode ini kadang
disebut sebagai masa nifas, atau trisemester keempat. Meskipun masa nifas
secara tradisional dianggap berlangsung 6 minggu, kerangka waktu ini
bervariasi di antara wanita. Perubahan yang terjadi selama proses pemulihan
kehamilan berbeda, tetapi itu normal (Perry, Shannon E, 2010).
Masa post partum terbagi tiga tahap, yaitu :
1. Immediet post partum periode (24 jam pertama setelah melahirkan). Post
pasrtum dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah di perbolehkan berdiri dan
jalan-jalan, dihitung post partum dini, yaitu kepulihan dimana ibu telah
diperbolehkan berdiri dan jalan-jalan, dihitung setelah 24 jam plasenta
lahir.
2. Early post partum periode (minggu pertama setelah melahirkan).
3. Late post partum (minggu kedua/ ketiga sampai keenam setelah
melahirkan.

B. Klasifikasi Masa Nifas


Menurut Anggraini (2010), tahap masa nifas di bagi menjadi 3 :
1. Purperium dini, Waktu 0-24 jam post partum. Purperium dini yaitu kepulihan
dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan. Dianggap telah
bersih dan boleh melakukan hubungan suami istri apabila setelah 40 hari.
2. Purperium intermedial, Waktu 1-7 hari post partum. Purperium intermedial
yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6 minggu.
3. Remote purperium, Waktu 1-6 minggu post partum. Adalah waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutam bila selama hamil dan
waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk pulih sempurna bias
berminggu-minggu, bulanan bahkan tahunan. (Yetti Anggraini,2010).

C. Adaftasi Fisiologis Masa Nifas


1. Perubahan pada Sistem reproduksi
Periode postpartum harus dapat dikaji oleh perawat secara komprehensif
untuk mencegah komplikasi yang berdasarkan pada proses prubahan anatomi
dan fisiologi postpartum. Perubahan fisiologi yang terjadi pada masa
postpartum meliputi organ reproduksi dan organ tubuh lainnya.
Untuk mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian post
partum, banyak perawat menggunakan istilah BUBBLE-LE yaitu termasuk
Breast (payudara), Uterus (rahim), Bowel (fungsi usus), Bladder (kandung
kemih), Lochia (lokia), Episiotomy (episiotomi/perinium), Lower Extremity
(ekstremitas bawah), dan Emotion (emosi). Menurut Hacker dan Moore Edisi
2 adalah :
a. . Payudara

Setelah plasenta lepas dan berkurangnya fungsi korpus luteum, maka


estrogen dan progesterone berukrang, prolactin akan meningkat dalam darah
yang merangsang sel-sel acini untuk memproduksi air susu ibu (ASI).
b.. Involusi Rahim
Segera plasenta lahir, uterus mengalami kontraksi dan retraksi
ototnya akan menjadi keras sehingga dapat menutup/menjepit pembuluh
darah besar yang bermuara pada bekas implantasi plasenta ligament uterus
yang masih lemah menyebabkan uterus dapat bergeser dan keefektifan
kontraksi akan terganggu. Bila kandung kemih penuh akan menekan dan
mendorong fundus uteri sehingga berada di atas umbilicus dan posisi
bergeser kesebelah kanan. Hal tersebut menunjukan bahwa perkemihan
ibu setelah melahirkan sangat penting untuk di perhatikan .
Melalui proses katabolisme jaringan, berat rahim dengan cepat
menurun dari sekitar 1000gm pada saat kelahiran menjadi 50 gm pada
sekitar 3 minggu masa nifas. Serviks juga kehilangan elastisnya dan
kembali kaku seperti sebelum kehamilan. Selama beberapa hari pertama
setelah melahirkan, secret rahim (lokhia) tampak merah (lokhia rubra)
karena adanya eritrosit. Setelah 3 sampai 4 10 hari lokhia menjadi lebih
pucat (lokhia serosa), dan dihari ke sepeluh lokhea tampak berawrna putih
atau kekuning kuningan (lochia alba).
Berdasarkan waktu dan warnanya pengeluaran lochia dibagi menjadi 4 jenis:
a) Lochia rubra, lochia ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga masa
postpartum, warnanya merah karena berisi darah segar dari jaringan sisa-sisa
plasenta.
b) Lochia sanguilenta, berwarna merah kecoklatan dan muncul di hari keempat
sampai hari ketujuh.
c) Lochia serosa, lochia ini muncul pada hari ketujuh sampai hari keempat belas
dan berwarna kuning kecoklatan.
d) Lochia alba, berwarna putih dan berlangsung 2 sampai 6 minggu post partum
. Munculnya kembali perdarahan merah segar setelah lokia menjadi alba atau
serosa menandakan adanya infeksi atau hemoragi yang lambat. Bau lokia
sama dengan bau darah menstruasi normal dan seharusnya tidak berbau busuk
atau tidak enak. Lokhia rubra yang banyak, lama, dan berbau busuk,
khususnya jika disertai demam, menandakan adanya kemungkinan infeksi
atau bagian plasenta yang tertinggal. Jika lokia serosa atau alba terus berlanjut
melebihi rentang waktu normal dan disertai dengan rabas kecoklatan dan
berbau busuk, demam, serta nyeri abdomen, wanita tersebut mungkin
menderita endometriosis. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
a) Iskemia Miometrium : Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi
yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga
membuat uterus menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
b) Atrofi jaringan : Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian
hormon esterogen saat pelepasan plasenta.
c) Autolysis : Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di
dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot
yang telah mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil
dan lebarnya 5 kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan.
Hal ini disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
d) Efek Oksitosin : Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi
otot uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk
mengurangi situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi
perdarahan.

c. Uterus
Setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa jaringan yang hampir
padat. Dinding belakang dan depan uterus yang tebal saling menutup,
yang menyebabkan rongga bagian tengah merata. Ukuran uterus akan
tetap sama selama 2 hari pertama setelah pelahiran, namun kemudian
secara cepat ukurannya berkurang oleh involusi. (Martin, Reeder, G.,
Koniak, 2014).
d. Uterus tempat plasenta
Pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan
menonjol ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan
cepat luka mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan
pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali.
Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah
besar yang tersumbat oleh thrombus. Luka bekas plasenta tidak
meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena diikuti pertumbuhan
endometrium baru di bawah permukaan luka. Regenerasi endometrium
terjadi di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu.
Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua
basalis. Pertumbuhan kelenjar ini mengikis pembuluh darah yang
membeku pada tempat implantasi plasenta hingga terkelupas dan tak
dipakai lagi pada pembuangan lokia. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
e. Afterpains
Merupakan kontraksi uterus yang intermiten setelah melahirkan
dengan berbagai intensitas. Afterpains sering kali terjadi bersamaan
dengan menyusui, saat kelenjar hipofisis posterioir melepaskan oksitosin
yang disebabkan oleh isapan bayi. Oksitosin menyebabkan kontraksi
saluran lakteal pada payudara, yang mengeluarkan kolostrum atau air
susu, dan menyebabkan otot otot uterus berkontraksi. Sensasi afterpains
dapat terjadi selama kontraksi uterus aktif untuk mengeluarkan bekuan
bekuan darah dari rongga uterus. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
f. Vagina
Meskipun vagina tidak pernah kembali ke keadaan seperti seleum
kehamilan, jaringan suportif pada lantai pelvis berangsur angsur kembali
pada tonus semula.
2. Perubahan pada System Pernapasan
pada masa kehamilan, diafragma akan terdesak oleh pembesaran
uterus sehingga frekuensi pernafasan meningkat. Sedangkan pada masa
postpartum peningkatan respirasi mungkin terjadi sebagai respon klien
terhadap adanya nyeri.
Pernafasan, frekuensi pernafasan normal orang dewasa adalah 16-24
kali per menit. Pada ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau
normal. Bila pernafasan pada masa post partum menjadi lebih cepat,
kemungkinan ada tanda-tanda syok (Rukiyah, 2010).

3. Perubahan Sistem Pencernaan


Pada klien dengan postpartum biasanya mengalami penurunan tonus
otot dan motilitas traktus gastrointensial dalam beberapa waktu.
Pemulihan kontraksi dan moyilitas otot tergantung atau di pengaruhi oleh
penggunaan analgetik dan anestesi yang digunakan.
Biasanya Ibu mengalami obstipasi setelah persalinan. Hal ini terjadi
karena pada waktu melahirkan sistem pencernaan mendapat tekanan
menyebabkan kolon menjadi kosong, kurang makan, dan laserasi jalan
lahir. (Dessy, T., dkk. 2009)
4. Perubahan pada Sistem kardiovaskuler
Perubahan Tanda-tanda Vital
Pada Ibu masa nifas terjadi peerubahan tanda-tanda vital, meliputi:
Suhu tubuh : Pada 24 jam setelah melahirkan subu badan naik sedikit
(37,50C-380C) sebagai dampak dari kerja keras waktu melahirkan,
kehilangan cairan yang berlebihan, dan kelelahan (Trisnawati, 2012).
Nadi : Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih cepat dari denyut
nadi normal orang dewasa (60-80x/menit).
Tekanan darah, biasanya tidak berubah, kemungkinan bila tekanan darah
tinggi atau rendah karena terjadi kelainan seperti perdarahan dan preeklamsia.
Segera setelah kelahiran, terjadi peningkatan resistensi yang nyata
pada pembuluh darah perifer akibat pembuangan sirkulasi uteroplasenta
yang bertekanan rendah. Kerja jantung dan volume plasma secara
berangsur angsur kembali normal selama 2 minggu masa nifas.
a. Cardiac Output
Penurunan cardiac output menyebabkan bradikardi (50-70x/menit)
pada hari pertama setelah persalinan. Bila frekuensi denyut nadi cepat
mengidikasikan adanya pendarahan, kecemasan, kelelahan, infeksi
penyakit jantung, dapat terjadi hipotensi orthostatic dengan penurunan
tekanan sistolik kurang lebih 20 mmHg yang merupakan kompensasi
pertahanan tubuh untuk menurunkan resistensi vaskuler sebagai akibat
peningkatan vena.

b. Volume dan Konsentrasi darah


Selama persalinan erithropoesis meningkat menyebabkan kadar
hemoglobin menurun dan nilainya akan kembali stabil pada hari keempat
post partum. Jumlah leukosit meningkat pada early postpartum hingga
nilainya mencapai 30.000/mm3 tanpa adanya infeksi.
5. Perubahan Sistem Perkemihan
Kelemahan otot kandung kemih dan otot-otot dasar panggul yang lain
akan diperberat saat mengalami persalinaan pervaginaan dan akan
mempengaruhi pola berkemih pada ibu postpartum. Buang air kecil sering
sulit selama 24 jam pertama akibat terdapat spasme spingter dan edema
leher kandung kemih sesudah mengalami kompresi antara kepala janin
dan tulang pubis selama persalinan.
Diuresis postpartum normal terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan
sebagai respon terhadap penurunan estrogen. Kemungkinan terdapat
spasme sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami
tekanan kepala janin selama persalinan. Protein dapat muncul di dalam
urine akibat perubahan otolitik di dalam uterus (Rukiyah, 2010).

6. Perubahan pada System Endokrin


Pada masa setelah persalinan, kadar estrogen akan menurun dan terjadi
peningkatan hormone proklatin dan oksitosin. Hormone proklatin
berfungsi untuk produksi ASI dan oksitosin merangsang pengeluaran ASI
dan merangsang kontraksi endometrium.

7. Perubahan pada System persarafan


System persarafan pada klien postpartum biasanya tidak mengalami
gangguan kecuali ada komplikasi akibat dari anestesi spinal atau
penusukan pada anestesi epidural yang dapat menimbulkan komplikasi
penurunan sesuai pada ekstremitas bawah.
8. Perubahan padaSystem Integumen
Cloasma/hyperpigmentasi kehamilan sering hilang setelah persalinan
akibat dari penurunan hormone progesterone dan melanotropin, namun
pada beberapa wanita ada yang tidak menghilang secara keseluruhan.

9. Perubahan pada System Muskuloskeletal


Selama kehamilan otot abdomen teregang secara bertahap, hal ini
menyebabkan hilangnya kekenyalan otot pada masa postpartum, terutama
menurunnya tonus otot dinding abdomen dan adanya diastasi rektus
abdominalis.
.Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih
kembali (Mansyur, 2014).
D. Perubahan Psikologi Masa Nifas
1. Adaptasi Parental
Proses menjadi orangtua terjadi sejak masa konsepsi. Selama periode
prenatal, ibu merupakan bagian pertama yang memberikan lingkungan untuk
berkembang dan tumbuh sebelum anak lahir. Proses menjadi orangtua tidak
mudah dai sering menimbulkan konflik dan krisis komunikasi karena
ketergantungan penuh bayi pada orangtua. Untuk menjadi orangtua diperlukan
beberapa komponen :

a. Kemampuan kognitif dan motoric, merupakan komponen pertama dari


respon menjadi orangtua dalam perawatan bayi.
b. Kemampuan kognitif dan afektif merupakan komponen psikologis
dalam perawatan bayi. Perasaan keibuan, kebapakan, dan pengalaman
awal menjadi oratngtua.

2. Fase Maternal
Tiga fase yang terjadi pada ibu postpartum yang disebut “Rubin Maternal
Phases” yaitu :
Menurut Reva Rubin (1997) dalam Ari Sulistyawati (2009) membagi
periode ini menjadi 3 bagian, antara lain:
1. Taking In (istirahat/penghargaan), sebagai suatu masa keter-gantungan
dengan ciri-ciri ibu membutuhkan tidur yang cukup, nafsu makan meningkat,
menceritakan pengalaman partusnya berulang-ulang dan bersikap sebagai
penerima, menunggu apa yang disarankan dan apa yang diberikan. Disebut
fase taking in, karena selama waktu ini, ibu yang baru melahirkan
memerlukan perlindungan dan perawatan, fokus perhatian ibu terutama pada
dirinya sendiri. Pada fase ini ibu lebih mudah tersinggung dan cenderung pasif
terhadap lingkungannya disebabkan kare-na faktor kelelahan. Oleh karena itu,
ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur. Di samping itu,
kondisi tersebut perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik.
2. Fase Taking On/Taking Hold (dibantu tetapi dilatih), terjadi hari ke 3 - 10
post partum. Terlihat sebagai suatu usaha ter-hadap pelepasan diri dengan ciri-
ciri bertindak sebagai pengatur penggerak untuk bekerja, kecemasan makin
menguat, perubah-an mood mulai terjadi dan sudah mengerjakan tugas
keibuan. Pada fase ini timbul kebutuhan ibu untuk mendapatkan perawatan
dan penerimaan dari orang lain dan keinginan untuk bisa melakukan segala
sesuatu secara mandiri. Ibu mulai terbuka untuk menerima pendidikan
kesehatan bagi dirinya dan juga bagi bayinya. Pada fase ini ibu berespon
dengan penuh semangat untuk memperoleh kesempatan belajar dan berlatih
tentang cara perawatan bayi dan ibu memi-liki keinginan untuk merawat bay-
inya secara langsung.
3. Fase Letting Go (berjalan sendiri dilingkungannya),
fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang
berlangsung setelah 10 hari postpartum. Periode ini biasanya setelah pulang
kerumah dan sangat dipengaruhi oleh waktu dan perha-tian yang diberikan
oleh keluarga. Pada saat ini ibu mengambil tugas dan tanggung jawab
terhadap per-awatan bayi sehingga ia harus beradaptasi terhadap kebutuhan
bayi yang menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan dan hubungan
sosial.

E. Etiologi
Penyebab persalinan belum pasti diketahui,namun beberapa teori
menghubungkandengan faktor hormonal,struktur rahim,sirkulasi
rahim,pengaruh tekanan pada sarafdan nutrisi (Hafifah, 2011).
1. Teori penurunan hormone
1.2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormon progesterone dan
estrogen. Fungsi progesterone sebagai penenang otot-otot polos rahim dan
akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila
progesterone turun.
2. Teori plasenta menjadi tua
Turunnya kadar hormon estrogen dan progesterone menyebabkan kekejangan
pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.
3. Teori distensi Rahim
Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik otot-
ototrahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.
4. Teori iritasi mekanik di belakang servik terlihat ganglion servikale(fleksus
franterrhauss). Bilaganglion ini digeser dan di tekan misalnya oleh kepala
janin akan timbulkontraksi uterus.
5. Induksi partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang dimasukan
dalamkanalis servikalis dengan tujuan merangsang pleksus frankenhauser,
amniotomi pemecahan ketuban), oksitosin drip yaitu pemberian oksitosin
menurut tetesan perinfus.

F. Patofisiologi
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia internal
maupun eksternal akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam keseluruhannya
disebut “involusi”.Disamping involusi terjadi perubahan-perubahan penting
lain yakni memokonsentrasian timbulnya laktasi yang terakhir ini karena
pengaruh hormon laktogen darikelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar
mamae.Otot-otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh-pembuluh
darah yangada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir.
Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviksialah segera post
partum bentuk serviks agak menganga seperti corong, bentuk inidisebabkan
oleh korpus uteri terbentuk semacam cincin. Peruabahan-perubahan
yangterdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis, degenerasi dan
nekrosisditempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang
kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat
pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-
sisa sel desidua basalis yang memakaiwaktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen-
ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yangmerenggang sewaktu kehamilan
dan pertu setelah janin lahir berangsur-angsurkembali seperti sedia kala.

G. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis Menurut Masriroh (2013) manifestasi klinis masa post
partum adalah sebagai berikut:
1. Organ-organ reproduksi kembali normal pada posisi sebelum
kehamilan.
2. Perubahan-perubahan psikologis lain yang terjadi selama kehamilan
berbalik (kerumitan).
3. Masa menyusui anak dimulai.
4. Penyembuhan ibu dari stress kehamilan dan persalinan di asumsikan
sebagai tanggung jawab untuk menjaga dan mengasuh bayinya.

H. Pathway
I. Komplikasi post pasrtum
1. Laserasi yang sering terjadi adalah dinding samping vagina, seerviks,
segmen bawah uterus dan perineum.
2. Sisa plasenta merupakan penyebab perdarahan lanjut pada post partum.
3. Subinvolusi uteri yaitu terhambatnya proses involusi uterus yang
disebabkan oleh endomtitis sisa plasenta dan infeksi panggul.
4. Infeksi puerperalis yaitu infeksi saluran reproduksi dalam minggu I post
partum.
5. Tromboplebitis yaitu inflamasi dari sumbatan pada vena.
6. Mastitis yaitu infalamsi jaringan payudara.

J. Penatalaksana medis
1. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan).
2. 6-8 jam pasca persalinan istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan
kiri.
3. Hari ke 1-2 memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar
dan perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa
nifas, pemberian informasi tentang senam nifas.
4. Hari ke-2 mulai latihan duduk.
5. Hari ke-3 diperkenalkan latihan berdiri dan berjalan.

K. Penatalaksanaan non medis


Terapi non farmakologi yang dapat digunakan dalam mengurangi
nyeri proses persalinan seperti massage, counterpresure, aromaterapi lavender,
relaksasi pernapasan, dan murottal Al-Qur’an. Dengan metode murottal Al-
Qur’an dapat menurunkan hormon-hormon stress, mengaktifkan endropin
alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa
takut, cemas, dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga
menurunkan tekanan darah, memperlambat pernafasan, detak jantung,denyut
nadi, dan aktifitas gelombang otak (Heru, 2008).
Terapi berupa suara dapat mengatur hormone-hormon yang
berhubungan dengan stress antaralain ACTH, prolactin dan hormone
pertumbuhan serta dapat meningkatkan kadar endhorpin sehingga dapat
meningkatkan kadar endhorpin sehingga dapat mengurangi nyeri (Campbell,
2002 dalam Rahma Yana, Sri Utami dan Safri, 2015). Endorfin merupakan
bahan neuroregulator jenis neuromodulator yang terlibat dalam sistem
abalgesia, banyak ditemukan di hipotalamus dan area sistem analgesia (sistem
limbik dan medulla spinalis). Sifat analgesia ini menjadikan edorfin sebagai
opoid endogen. Endorfin dianggap dapat menimbulkan hambatan prasinaptik
dan hambatan post sinaptik pada serabut nyeri (nosiseptor) yang bersinap di
kornudorsalis. Serabut ini diduga mencapai inhibisi melalui penghambatan
neurotransmitter nyeri (Harefa, 2010 dalam Rahma Yana, Sri Utami dan Safri,
2015)
Menurut Potter & Perry (2005), terapi berupa music atau suara harus
didengarkan minimal 15 menit untuk memberikan efek terapeutik, sedangkan
menurut Yuanitasari (2008), durasi pemberian terapi music atau suara
selama10-15 menit dapat memberikan efek relaksasi. Menurut Smith (dalam
Upoyo, Ropi, & Sitoru 2012) intensitas suara yang rendah antara 50-60
desibel menimbulkan kenyamanan dan tidak nyeri serta membawa pengaruh
postif bagi pendengarnya.
Terapi Suara juga menyebabkan pelepasan endorphin oleh kelenjar
pituitary, sehingga akan mengubah keadaan mood atau perasaan. Keadaan
psikologis yang tenang akan mempengaruhi sistem limbic dan saraf otonom
yang menimbulkan rileks, aman, dan menyenangkan sehingga merangsang
pelepasan zat kimia gamma amino butric acid, enchepalin dan beta endorphin
yang akan mengeliminasi neurotransmitter rasa nyeri maupun kecemasan
endorphin adalah polipeptida yang mengandung 30 unit asam amino yang
mengikat pada reseptor opiate di otak dan merupakan neurotransmitter yang
berinteraksi dengan neuro reseptor morfin untuk mengurangi rasa sakit
(Wahida, 2015 dalam Rahma Yana, Sri utami dan Safri. 2015).

L. Proses penyembuhan luka


Dalam keadaan normal, proses penyembuhan luka mengalami 3 tahap
atau 3 fase yaitu:
1. Fase inflamasi Fase ini terjadi sejak terjadinya injuri hingga sekitar hari
kelima. Pada fase inflamasi, terjadi proses:
a. Hemostasis (usaha tubuh untuk menghentikan perdarahan), di mana pada
proses ini terjadi: • Konstriksi pembuluh darah (vasokonstriksi) • Agregasi
platelet dan pembentukan jala-jala fibrin • Aktivasi serangkaian reaksi
pembekuan darah.
b. Inflamasi, di mana pada proses ini terjadi: • Peningkatan permeabilitas
kapiler dan vasodilatasi yang disertai dengan migrasi sel-sel inflamasi ke
lokasi luka. • Proses penghancuran bakteri dan benda asing dari luka oleh
neutrofil dan makrofag.
2. Fase proliferasi Fase ini berlangsung sejak akhir fase inflamasi sampai
sekitar 3 minggu. Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia, dan terdiri dari
proses:
a) Angiogenesis Adalah proses pembentukan kapiler baru yang distimulasi
oleh
TNF-α2 untuk menghantarkan nutrisi dan oksigen ke daerah luka.
b) Granulasi Yaitu pembentukan jaringan kemerahan yang mengandung
kapiler pada dasar luka (jaringan granulasi). Fibroblas pada bagian dalam
luka berproliferasi dan membentuk kolagen.
c) Kontraksi Pada fase ini, tepi-tepi luka akan tertarik ke arah tengah luka
yang disebabkan oleh kerja miofibroblas sehingga mengurangi luas luka.
Proses ini kemungkinan dimediasi oleh TGF-β .
d) Re-epitelisasi Proses re-epitelisasi merupakan proses pembentukan epitel
baru pada permukaan luka. Sel-sel epitel bermigrasi dari tepi luka
melintasi permukaan luka. EGF berperan utama dalam proses ini.
3. Fase maturasi atau remodelling Fase ini terjadi sejak akhir fase proliferasi
dan dapat berlangsung berbulan- bulan. Pada fase ini terjadi pembentukan
kolagen lebih lanjut, penyerapan kembali sel-sel radang, penutupan dan
penyerapan kembali kapiler baru serta pemecahan kolagen yang berlebih.
Selama proses ini jaringan parut yang semula kemerahan dan tebal akan
berubah menjadi jaringan parut yang pucat dan tipis. Pada fase ini juga terjadi
pengerutan maksimal pada luka. Jaringan parut pada luka yang sembuh tidak
akan mencapai kekuatan regang kulit normal, tetapi hanya mencapai 80%
kekuatan regang kulit normal. Untuk mencapai penyembuhan yang optimal
diperlukan keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang
dipecah. Kolagen yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penebalan
jaringan parut atau hypertrophi cscar , sebaliknya produksi kolagen yang
berkurang akan menurunkan kekuatan jaringan parut dan luka tidak akan
menutup dengan sempurna.
.

M. Kunjungan Masa Nifas


Kunjungan masa nifas paling sedikit 4 kali, kunjungan masa nifas
dilakukan untuk menilai status kesehatan ibu dan bayi baru lahir (Saifuddin,
2010).

N. Konsep Asuhan keperawatan


Asuhan keperawatan adalah proses atau rangkaian kegiatan pada
praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien/pasien di
berbagai tatanan pelayanan kesehatan. (Budiyono, 2015).
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan
klien baik fisik, mental sosial dan lingkungan. Pada tahap pengkajian,
kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan data, seperti riwayat
keperawatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan data sekunder lainnya (Catatan
hasil pemeriksaan diagnostik, dan literatur).
Setelah didapatkan, maka tahap selanjutnya adalalah diagnosis.
Diagnosa keperawatan adalah terminologi yang digunakan oleh perawat
profesional untuk menjelaskan masalah kesehatan, tingkat kesehtan, respon
klien terhadap penyakit atau kondisi klien (aktual/potensial) sebagai akibat
dari penyakit yang diderita. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah
memvalidasi data, menginterprestasikan dan mengidentifikasi masalah dari
kelompok data dan merumuskan diagnosa keperawatan.
Tahap perencanaan dilakukan setelah diagnosis dirumuskan. Adapun
kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah menyusun prioritas masalah,
merumuskan tujuan dan kriteria hasil, memilih strategi asuhan keperawatan,
melakukan konsultasi dengan tenaga kesehatan lain dan menuliskan atau
mendokumentasikan rencana asuhan keperawatan.
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan.
Tahap implementasi adalah tahap melakukan rencana yang telah di buat pada
klien. Adapun kegiatan yang ada pada tahap implementasi ini adalah
pengkajian ulang untuk memperbaharui data dasar, meninjau atau merevisi
rencana asuhan yang telah di buat dan melaksanakan intervensi keperawatan
yang telah direncanakan.
Tahap evaluasi, pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah
mengkaji respon klien setelah dilakukan intervensi keperawatan,
membandingkan respon klien dengan kriteria hasil, memodifikasi asuhan
keperawatan dengan hasil evaluasi, dan mengkaji ulang asuhan keperawatan
yang telah di berikan. Tahap akhir adalah proses dokumentasi, adalah
kegiatan mencatat seluruh tindakan yang telah dilakukan. Dokumentasi
keperawatan sangat penting untuk dilakukan karena berguna untuk
menhindari kejadian tumpang tindih, memberikan informasi ketidaklengkapan
asuhan keperawatan, dan terbinanya koordinasi antar teman sejawat atau
pihak lain.
Pemeriksaan fisik dilakukan empat cara yaitu inspeksi, perkusi,
palpasi, dan auskultasi (IPPA). Inspeksi dilakukan dengan menggunakan indra
penglihatan, memerlukan pencahayaan yang baik, dan pengamatan yang teliti.
Perkusi adalah pemeriksaan yang menggunakan prinsip vibrasi dan getaran
udara, dengan cara mengetuk mengetuk permukaan tubuh dengan tangan
pemeriksa untuk memperkirakan densitas organ tubuh jaringan yang
diperiksa. Palpasi menggunakan serabut saraf sensori di permukaan telapak
tangan untuk mengetahui kelembaban, suhu, tekstur, adanya massa dan
penonjola, lokasi dan ukuran organ, serta pembengkakan. Auskultasi
merupakan indra pendengaran, bisa menggunakan alat bantu (stetoskop)
ataupun tidak. Suara di dalam tubuh dihasilkan oleh gerakan udara (misalnya
suara nafas) atau gerakan organ (misalnya peristaltik usus). (Debora, 2012)
1. Pengkajian
Asuhan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang diberikan
pada pasien mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan kembalinya
tubuh dalam keadaan seperti sebelum hamil atau mendekati keadaan sebelum
hamil (Saleha, 2009).
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara
anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang (hasil
laboratorium).
a) Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan dengan cara mengumpulkan data-data
tentang respons pasien terhadap kelahiran bayinya serta penyesuaian selama
masa post partum. Pengkajian awal mulai dengan review prenatal dan
intranatal meliputi : 1. Lamanya proses persalinan dan jenis persalinan 2.
Lamanya ketuban pecah dini 3. Adanya episiotomi dan laserasi 4. Respon
janin pada saat persalinan dan kondisi bayi baru lahir (nilai APGAR) 5.
Pemberian anestesi selama proses persalinan dan kelahiran 6. Medikasi lain
yang diterima selama persalinan atau periode immediate post partum 7.
Komplikasi yang terjadi pada periode immediate post partum seperti atonia
uteri, retensi plasenta.
Pengkajian ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor resiko yang signifikan
yang merupakan faktor presdisposisi terjadinya komplikasi post partum.
Pengkajian status fisiologis maternal
Untuk mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian post partum,
banyak perawat menggunakan istilah BUBBLE-LE yaitu termasuk Breast
(payudara), Uterus (rahim), Bowel (fungsi usus), Bladder (kandung kemih),
Lochia (lokia), Episiotomy (episiotomi/perinium), Lower Extremity
(ekstremitas bawah), dan Emotion (emosi).
a) Pengkajian fisik
1) Tanda-tanda vital Kaji tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu pada Ibu.
Periksa tanda-tanda vital tersebut setiap 15 menit selama satu jam pertama
setelah melahirkan atau sampai stabil, kemudian periksa setiap 30 menit
untuk jam-jam berikutnya. Nadi dan suhu diatas normal dapat menunjukan
kemungkinan adanya infeksi. Tekanan darah mungkin sedikit meningkat
karena upaya untuk persalinan dan keletihan. Tekanan darah yang
menurun perlu diwaspadai kemungkinan adanya perdarahan post partum.
2) Tekanan darah, normal yaitu < 140/90 mmHg. Tekanan darah tersebut
bisa meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari post partum. Setelah
persalinan sebagian besar wanita mengalami peningkatan tekananan darah
sementara waktu. Keadaan ini akan kembali normal selama beberapa hari.
Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukkan adanya perdarahan post
partum. Sebaliknya bila tekanan darah tinggi,merupakan petunjuk
kemungkinan adanya pre-eklampsi yang bisa timbul pada masa nifas.
Namun hal ini seperti itu jarang terjadi.
3) Suhu, suhu tubuh normal yaitu kurang dari 38 C. Pada hari ke setelah
persalinan suhu Ibu bisa naik sedikit kemungkinan disebabkan dari
aktivitas payudara. Bila kenaikan mencapai lebih dari 38 C pada hari
kedua sampai hari-hari berikutnya, harus diwaspadai adanya infeksi atau
sepsis nifas.
4) Nadi, nadi normal pada Ibu nifas adalah 60-100. Denyut Nadi Ibu akan
melambat sampai sekitar 60 x/menit yakni pada waktu habis persalinan
karena ibu dalam keadaan istirahat penuh. Ini terjadi utamanya pada
minggu pertama post partum. Pada ibu yang nervus nadinya bisa cepat,
kira-kira 110x/mnt. Bisa juga terjadi gejala shock karena infeksi
khususnya bila disertai peningkatan suhu tubuh.
5) Pernafasan, pernafasan normal yaitu 20-30 x/menit. Pada umumnya
respirasi lambat atau bahkan normal. Mengapa demikian, tidak lain karena
Ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat.Bila ada
respirasi cepat post partum (> 30 x/mnt) mungkin karena adanya ikutan
dari tanda-tanda syok.
2. Kepala dan wajah
a) Rambut, melihat kebersihan rambut, warna rambut, dan kerontokan rambut.
b) Wajah, adanya edema pada wajah atau tidak. Kaji adanya flek hitam
Mata, konjungtiva yang anemis menunjukan adanya anemia kerena
perdarahan saat persalinan.
3. Hidung, kaji dan tanyakan pada ibu, apakah ibu menderita pilek atau
sinusitis. Infeksi pada ibu postpartum dapat meningkatkan kebutuhan energi.
4. Mulut dan gigi, tanyakan pada ibu apakah ibu mengalami stomatitis, atau gigi
yang berlubang. Gigi yang berlubang dapat menjadi pintu masuk bagi
mikroorganisme dan bisa beredar secara sistemik.
a) Leher, kaji adanya pembesaran kelenjar limfe dan pembesaran kelenjar
tiroid. Kelenjar limfe yang membesar dapat menunjukan adanya infeksi,
ditunjang dengan adanya data yang lain seperti hipertermi, nyeri dan
bengkak.
b) Telinga, kaji apakah ibu menderita infeksi atau ada peradangan pada
telinga.
5. Pemeriksaan thorak
a) Inspeksi payudara
1) Kaji ukuran dan bentuk tidak berpengaruh terhadap produksi asi, perlu
diperhatikan bila ada kelainan, seperti pembesaran masif, gerakan yang
tidak simetris pada perubahan posisi kontur atau permukaan.
2) Kaji kondisi permukaan, permukaan yang tidak rata seperti adanya
depresi,retraksi atau ada luka pada kulit payudara perlu dipikirkan
kemungkinan adanya tumor.
3) Warna kulit, kaji adanya kemerahan pada kulit yang dapat menunjukan
adanya peradangan.
b) Palpasi Payudara
Pengkajian payudara selama masa post partum meliputi inspeksi
ukuran, bentuk, warna dan kesimetrisan serta palpasi apakah ada nyeri tekan
guna menentukan status laktasi. Pada 1 sampai 2 hari pertama post partum,
payudara tidak banyak berubah kecil kecuali sekresi kolostrum yang banyak.
Ketika menyusui, perawat mengamati perubahan payudara, menginspeksi
puting dan areola apakah ada tanda tanda kemerahan dan pecah, serta
menanyakan ke ibu apakah ada nyeri tekan.
Payudara yang penuh dan bengkak akan menjadi lembut dan lebih
nyaman setelah menyusui. 4. Pemeriksaan abdomen.
Inspeksi Abdomen - Kaji adakah striae dan linea alba. - Kaji keadaan , apakah
lembek atau keras. Abdomen yang keras menunjukan kontraksi uterus bagus
sehingga perdarahan dapat diminimalkan. Abdomen yang lembek
menunjukan sebaliknya dan dapat dimasase untuk merangsang kontraksi.
c) Palpasi Abdomen
Fundus uteri Tinggi : Segera setelah persalinan TFU 2 cm dibawah pusat, 12
jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan menurun kira-kira 1 cm setiap
hari.
Hari kedua post partum TFU 1 cm dibawah pusat
Hari ke 3 - 4 post partum TFU 2 cm dibawah pusat
Hari ke 5 - 7 post partum TFU pertengahan pusat-symfisis
Hari ke 10 post partum TFU tidak teraba lagi.
1) Kontraksi, kontraksi lemah atau perut teraba lunak menunjukan konteraks
uterus kurang maksimal sehingga memungkinkan terjadinya perdarahan.
2) Posisi, posisi fundus apakah sentral atau lateral. Posisi lateral biasanya
Terdorong oleh bladder yang penuh.
3) Uterus, setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa jaringan yang
hampir padat. Dinding belakang dan depan uterus yang tebal saling
menutup, yang menyebabkan rongga bagian tengah merata. Ukuran uterus
akan tetap sama selama 2 hari pertama setelah pelahiran, namun kemudian
secara cepat ukurannya berkurang oleh involusi. (Martin, Reeder, G.,
Koniak, 2014).
4) Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot rektus abdominis
akibat pembesaran uterus jika dipalpasi "regangan ini menyerupai belah
memanjang dari prosessus xiphoideus ke umbilikus sehingga dapat diukur
panjang dan lebarnya. Diastasis ini tidak dapat menyatu kembali seperti
sebelum hamil tetapi dapat mendekat dengan memotivasi ibu untuk
melakukan senam nifas. Cara memeriksa diastasis rektus abdominis
adalah dengan meminta ibu untuk tidur terlentang tanpa bantal dan
mengangkat kepala, tidak diganjal kemudian palpasi abdomen dari bawah
prosessus xipoideus ke umbilikus kemudian ukur panjang dan lebar
diastasis.
5) Keadaan kandung kemih Kaji dengan palpasi kandungan urine di kandung
kemih. Kandung kemih yang bulat dan lembut menunjukan jumlah urine
yang tertapung banyak dan hal ini dapat mengganggu involusi uteri,
sehingga harus dikeluarkan.
6) Ekstremitas atas dan bawah
a) Varises, melihat apakah ibu mengalami varises atau tidak.
Pemeriksaan varises sangat penting karena ibu setelah melahirkan
mempunyai kecenderungan untuk mengalami varises pada beberapa
pembuluh darahnya. Hal ini disebabkan oleh perubahan hormonal.
b) Edema, Tanda homan positif menunjukan adanya tromboflebitis
sehingga dapat menghambat sirkulasi ke organ distal. Cara memeriksa
tanda homan adalah memposisikan ibu terlentang dengan tungkai
ekstensi, kemudian didorsofleksikan dan tanyakan apakah ibu
mengalami nyeri pada betis, jika nyeri maka tanda homan positif dan
ibu harus dimotivasi untuk mobilisasi dini agar sirkulasi lancar.
Refleks patella mintalah ibu duduk dengan tungkainya tergantung
bebas dan jelaskan apa yang akan dilakukan. Rabalah tendon dibawah
lutut/ patella. Dengan menggunakan hammer ketuklan rendon pada
lutut bagian depan. Tungkai bawah akan bergerak sedikit ketika
tendon diketuk. Bila reflek lutut negative kemungkinan pasien
mengalami kekurangan vitamin B1. Bila gerakannya berlebihan dan
capat maka hal ini mungkin merupakan tanda pre eklamsi.
c) Perineum, kebersihan Perhatikan kebersihan perineum ibu. Kebersihan
perineum menunjang penyembuhan luka. Serta adanya hemoroid
derajat 1 normal untuk ibu hamil dan pasca persalinan.
a) REEDA
REEDA adalah singkatan yang sering digunakan untuk menilai
kondisi episiotomi atau laserasi perinium. REEDA singkatan
(Redness / kemerahan, Edema, Ecchymosisekimosis,
Discharge/keluaran, dan Approximate/ perlekatan) pada luka
episiotomy. Kemerahan dianggap normal pada episiotomi dan luka
namun jika ada rasa sakit yang signifikan, diperlukan pengkajian
lebih lanjut. Selanjutnya, edema berlebihan dapat memperlambat
penyembuhan luka. Penggunaan kompres es (icepacks) selama
periode pasca melahirkan umumnya disarankan.
b) Lochia Kaji jumlah, warna, konsistensi dan bau lokhia pada ibu
post partum. Perubahan warna harus sesuai. Misalnya Ibu
postpartum hari ke tujuh harus memiliki lokhia yang sudah
berwarna merah muda atau keputihan. Jika warna lokhia masih
merah maka ibu mengalami komplikasi postpartum. Lokhia yang
berbau busuk yang dinamankan Lokhia purulenta menunjukan
adanya infeksi disaluran reproduksi dan harus segera ditangani.
c) Varises
Perhatikan apakah terjadinya varises di dalam vagina dan vulva.
Jika ada yang membuat perdarahan yang sangat hebat
6. Pengkajian status nutrisi
Pengkajian awal status nutrisi pada periode post partum didasarkan
pada data ibu saat sebelum hamil dan berat badan saat hamil, bukti
simpanan besi yang memadai (misal : konjungtiva) dan riwayat diet yang
adekuat atau penampilan. Perawat juga perlu mengkaji beberapa faktor
komplikasi yang memperburuk status nutrisi, seperti kehilangan darah
yang berlebih saat persalinan.
7. Pengkajian tingkat energi dan kualitas istirahat
Perawat harus mengkaji jumlah istirahat dan tidur, dan menanyakan
apa yang dapat dilakukan ibu untuk membantunya meningkatkan istirahat
selama ibu di rumah sakit. Ibu mungkin tidak bisa mengantisipasi
kesulitan tidur setelah persalinan.
8. Emosi
Emosi merupakan elemen penting dari penilaian post partum. Pasien
post partum biasanya menunjukkan gejala dari ”baby blues” atau
“postpartum blues” ditunjukan oleh gejala menangis, lekas marah, dan
kadang-kadang insomnia. Postpartum blues disebabkan oleh banyak
faktor, termasuk fluktuasi hormonal, kelelahan fisik, dan penyesuaian
peran ibu. Ini adalah bagian normal dari pengalaman post partum. Namun,
jika gejala ini berlangsung lebih lama dari beberapa minggu atau jika
pasien post partum menjadi nonfungsional atau mengungkapkan
keinginan untuk menyakiti bayinya atau diri sendiri, pasien harus diajari
untuk segera melaporkan hal ini pada perawat, bidan atau dokter.
Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon
individu, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai dasar
seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan
sesuai dengan kewenangan.
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan
respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu
atau kelompok dimana perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi
dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan
menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah
(Carpenito,2000).Perumusan diagnosa keperawatan :
a) Actual : menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai dengan data klinik yang
ditemukan.
b) Resiko: menjelaskan masalah kesehatan nyata akan terjadi jika tidak di
lakukan intervensi.
c) Kemungkinan : menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk
memastikan masalah keperawatan kemungkinan.
d) Wellness : keputusan klinik tentang keadaan individu,keluarga,atau
masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera
yang lebih tinggi
e) Syndrom : diagnose yang terdiri dar kelompok diagnosa keperawatan actual
dan resiko tinggi yang diperkirakan muncul/timbul karena suatu kejadian atau
situasi tertentu.Nyeri akut b.d agen pencedera fisik, luka episiotomi post
partum spontan.
9. SDKI
a) Ketidaknyamanan pasca partum
Kategori : Psikologis
Subkategori : Nyeri dan kenyamanan
Kode : D.0075
b) Menyususi tidak efektif b.d ketidak adekuatan suplai ASI
Kategori : Fisiologi
Subkategori : Nutrisi dan cairan
Kode : D.0029
c) Defisitt perawatan diri b.d kelelahan setelah, melahirkan
Kategori : Perilaku
Subkategori : kebersihan diri
Kode : D.0109
d) Defisit pengetahuan b.d kurang informasi tentang kesehatan masa post partum
Kategori : perilaku
Subkategori : Penyuluhan dan pembelajaran
Kode : D.0111
e) Gangguan intergritas kulit/jaringan bd luka episiotomi perineum
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan proteksi
Kode : D.0192
f) Gangguan pola tidur b.d tanggung jawab memberi asuhan pada bayi
Kategori : fisiologis
Subkategori : aktivitas/ istirahat
Kode : D.005
g) Resiko infeksi b.d luka episotomi
Kategori : Lingkungan
Subkategori : Keamanan dan proteksi
Kode : D.0142

10. Perencanaan Keperawatan


Penyusunan perencanaan keperawatan diawali dengan melakukan
pembuatan tujuan dari asuhan keperawatan. Tujuan yang dibuat dari tujuan
jangka panjang dan jangka pendek. Perencanaan juga memuat kriteria hasil.
Pedoman dalam penulisan tujuan kriteria hasil keperawatan berdasarkan
SMART,yaitu
S : Spesific (tidak menimbulkan arti ganda).
M :Measurable (dapat diukur, dilihat, didengar, diraba, dirasakan ataupun
dibau).
A :Achievable (dapat dicapai).
R :Reasonable (dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah).
T :Time (punya batasan waktu yang jelas).
Karakteristik rencana asuhan keperawatan adalah:
a) Berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah (rasional).
b) Berdasarkan kondisi klien.
c) Digunakan untuk menciptakan situasi yang aman dan terapeutik.
d) Menciptakan situasi pengajaran.
e) Menggunakan sarana prasarana yang sesuai.

Tabel perencanaan keperawatan


Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi
Keperawatan Hasil
Ketidaknyamanan D. 0075 I.08238
pasca partum Status kenyamanan pasca partum Manajeman Nyeri
1. Keluhan tidak nyaman Observasi :
berkurang 1. Identifikasi lokasi,
2. Luka episotomi membaik karakteristik, durasi
3. Kontraksi uterus normal frekuensi, kualitas,
4. Tidak ada Hemoroid intensitas nyeri
2. Identifikasi skala
nyeri
3. Identifikasi faktor
yang memperberat
dan memperingan
nyeri
4. Identifikasi
pengaruh nyeri pada
kualitas hidup
Terapeutik :
5. Berikan teknik non
farmakologi untuk
mengurangi rasa
nyeri (mis. TENS,
hypnosis,
akupresur, terapi
music, biofeedback,
terapi pijat,
aromaterapi, teknik
imajinasi
terbimbing,,
kompres hangat/
dingin, terapi
bermain)
6. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri (mis.
suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
7. Fasilitasi istirahat
dan tidur
Edukasi :
8. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
9. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
Kolaborasi :
10. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika perlu
Menyusui tidak L.03029 I.12393
efektif b.d Status Menyusui Edukasi Menyusui
ketidak 1. Perlekatan bayi pada ibu Observasi :
adekuatan suplai membaik 1. Identifikasi
ASI 2. Ibu mampu memposisikan kesiapan dan
bayi dengan benar kemampuan
3. Suplai asi adekuat menerima informasi
4. Tetesan atau pancaran asi Terapeutik :
membaik 2. Dukung ibu
5. Putting tidak lecet setelah 2 meningkatkan
minggu melahirkan kepercayaan diri
6. Kepercayaan diri ibu dalam menyusui
membaik 3. Libatkan sistem
pendukung suami,
keluarga, tenaga
kesehatan dan
masyarakat.

Edukasi :
4. Berikan konseling
menyusui
5. Ajarkan 4 (empat)
posisi menyusui dan
perlekatan (latch
on) dengan benar
6. Ajarkan perawatan
payudara
postpartum (mis.
memerah ASI, pijat
payudara, pujat
oksitosin)

I.03130
Pendampingan proses
menyusui
Observasi :
1. Monitor
kemampuan ibu
untuk menyusui
Edukasi :
2. Dampingi ibu
memposisikan bayi
dengan benar untuk
menyusu pertama
kali
3. Berikan ibu pujian,
informasi dan saran
terhadap perilaku
positif dalam
menyusui
4. Diskusikan masalah
selama menyusui
(mis. nyeri, bengkak
pada payudara, lecet
pada putting dan
mencari solusinya)
Edukasi :
5. Ajarkan ibu
mengenali tanda-
tanda bayi siap
menyusu (mis. bayi
mencari putting,
keluar saliva,
memasukan jari ke
dalam mulutnya dan
bayi menangis)
6. Ajarkan ibu
mengeluarkan ASI
untuk dioles pada
putting sebelum dan
sesudah menyusui,
agar kelenturan
putting tetap terjaga
7. Ajarkan ibu
mengarahkan mulut
bayi dari arah
bawah kearah
putting ibu
8. Ajarkan posisi
menyusui (mis.
cross cradle, cradle,
foot ball, dan posisi
berbaring yang
diikuti dengan
perlekatan yang
benar)
9. Ajarkan perlekatan
yang benar: perut
ibu dan bayi
berhadapan, tangan-
kaki bayi satu garis
lurus, mulut bayi
terbuka lebar dan
dagu bayi
menempel pada
payudara ibu untuk
menghindari lecet
pada putting
payudara
10. Ajarkan memerah
ASI dengan posisi
jari jam 12-6 dab
jam 9-3
11. Informasikan ibu
untuk menyusui
pada satu payudara
sampai bayi
melepas sendiri
putting ibu
12. Informasikan ibu
untuk selalu
mengosongkan
payudara pada
payudara yang
belum disusui
dengan memerah
ASI

Defisit perawatan diri L.11103 I.11352


b.d kelemahan Perawatan diri Dukungan perawatan Diri
1. Kemampuan mandi mandiri
meningkat Observasi:
2. Minat melakukan perawatan 1. Identifikasi jenis
diri meningkat bantuan yang
3. Mempertahankan kebersihan dibutuhkan
diri 2. Monitor kebersihan
4. Mempertahankan kebersihan tubuh (mis. rambut,
mulut mulut, kulit, kuku)
3. Monitor integritas
kulit
Terapeutik :
4. Sediakan perlatan
mandi (mis. sabun,
sikat gigi,
shampoo,
pelembap kulit)
5. Sediakan
lingkungna yang
aman dan nyaman
6. Fasilitasi
menggosok gigi,
sesuai kebutuhan
7. Fasilitasi mandi,
sesuai kebutuhan
8. Pertahankan
kebiasaan
kebersihan diri
Edukasi :
9. Ajarkan kepada
keluarga cara
memandikan
pasien, jika perlu

11. Implementasi keperawatan


Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan
ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mncapai tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan
untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan
klien. Tujuan pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.
12. Evaluasi Keperawatan
Tindakan intelektual yang melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaan sudah berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan
pada akhir proses keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada
setiap tahap proses keperawatan. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien dalam mencapai tujuan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan
mengadakan hubungan dengan klien. Format evaluasi menggunakan :
S. :Data subjektif, yaitu data yang diutarakan klien dan pandangannya
terhadap data tersebut
O. :Data objektif, yaitu data yang di dapat dari hasil observasi perawat,
termasuk tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan penyakit
pasien (meliputi data fisiologis, dan informasi dan pemeriksaan tenaga
kesehatan).
A. :Analisa adalah analisa ataupun kesimpulan dari data subjektif dan
objektif.
P. :Planning adalah pengembangan rencana segera atau yang akan datang
untuk mencapai status kesehatab klien yang optimal. (Hutaen, 2010)
13. Macam-macam evaluasi
a) Evaluasi formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada
saat setelah dilakukan tindakan keperawatan. Ditulis pada catatan perawat.
b) Evaluasi sumatif
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan
sesuai waktu pada tujuan. Ditulis pada catatan perkembangan dengan
pendekatan SOAP.
DS: Data subjektif, yaitu data yang diutarakan klien dan pandangannya
terhadap data tersebut
DO: Data objektif, yaitu data yang di dapat dari hasil observasi perawat,
termasuk tanda-tanda klinik dan fakta yang berhubungan dengan penyakit
pasien (meliputi data fisiologis, dan informasi dan pemeriksaan tenaga
kesehatan).
A: Analisa adalah analisa ataupun kesimpulan dari data subjektif dan
objektif.
P: Planning adalah pengembangan rencana segera atau yang akan datang
untuk mencapai status kesehatab klien yang optimal. (Hutaen, 2010)
Adapun ukuran pencapaian tujuan tahap evaluasi dalam keperawatan
meliputi
a) Masalah teratasi, jika klien menunjukan perubahan sesuai dengan tujuan
dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
b) Masalah teratasi sebagian, jika klien menunjukan perubahan sebagian dari
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
c) Masalah tidak teratasi, jika klienn tidak menunjukan perubahan dan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang
telah ditetapkan dan atau bahkan timbul masalah/diagnosa keperawatan
baru.
14. Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi adalah kegiatan mencatat seluruh tindakan yang telah
dilakukan. Dokumentasi keperawatan sangat penting untuk dilakukan
karena berguna untuk menhindari kejadian tumpang tindih, memberikan
informasi ketidaklengkapan asuhan keperawatan, dan terbinanya
koordinasi antar teman sejawat atau pihak lain.
PENGKAJIAN POST NATAL
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.F P1A0
HARI KE 1 PERSALINAN 1
DI RUANG FERSIA RUMAH SAKIT HASAN SADIKIN BANDUNG

I. PENGKAJIAN A.
Pengumpulan Data
1. Identitas Klien 2. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. F Nama : Tn. G
No. Medrec : Tidak Terkaji Umur : 27 Tahun
Umur : 27 Tahun Pendidikan : Sarjana
Pendidikan : Diploma Pekerjaan : Pegawai Swasta
Pekerjaan : Pegawai Swasta Alamat : Kota Bandung
Alamat : Kota Bandung Agama : Islam
Agama : Islam Suku Bangsa : Tidak Terkaji
Suku Bangsa : Tidak Terkaji Status Marital : Menikah
Status Marital : Menikah Golongan Darah : Tidak terkaji
Golongan Darah :A Hubungan dengan : Suami pasien
Klien
Tanggal Masuk RS : 16 November
2020 jam 10.00
WIB
Tanggal Pengkajian : 16 November
2020 Jam 10.00
WIB
Tanggal Dilakukan :-
Operasi
Diagnosa Medis : P1A0 postpartum
spontan 3 jam
3. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama :

Pasien mengeluh Nyeri

2) Riwayat Kesehatan Sekarang :


Pada saat klien datang ke poned dengan keluhan mules dan keluar flek
dari jalan lahir, mules dirasakan 4 jam sebelum ke puskesmas. Pada
saat dikaji klien mengeluh nyeri dijalan lahir karena dijahit. Nyeri
dirasakan terutama jika bergerak dan terkena air, berkurang jika
diitirahatkan, skala nyeri 3, nyeri tidak mengalami penyebaran.
3)
P : Paliatif / Provokatif : Nyeri dirasakan terutama jika
(faktor yang memperberat &memperingan bergerak dan terkena air, berkurang
keluhan) jika diistirahatkan
Q : Quality / Quantity : tidak terkaji
( Kualitas & Kuantitas keluhan)
R : Region / Radiation : nyeri tidak mengalami
(Daerah keluhan & penyebarannya) penyebaran
S : Severity / Scale : skala nyeri 3
(Beratnya keluhan & berada pada skala tingkat
keluhan yang dirasakan )
T : Time : tidak terkaji
(waktu keluhan dirasakan)

Pada saat klien datang ke poned dengan keluhan mules dan keluar flek dari
jalan lahir, mules dirasakan 4 jam sebelum ke puskesmas. Pada saat dikaji
klien mengeluh nyeri dijalan lahir karena dijahit. Nyeri dirasakan terutama
jika bergerak dan terkena air, berkurang jika diitirahatkan, skala nyeri 3, nyeri
tidak mengalami penyebaran.

4) Riwayat Kesehatan dahulu


Keluhan selama hamil mual dan muntah pada trisemester I, nyeri
punggung dan sering kram pada trisemester II dan III, selalu
mengkonsumsi vitamin dari dokter.
5) Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien tidak memiliki riwayat penyakit menular seperti TBC, penyakit
keturunan seperti hipertensi dan DM. Tidak ada riwayat gemeli di
keluarga.
6) Riwayat Gynekologi & Obstetri

a) Riwayatat Obstetri
(1) Riwayat riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
tidak terkaji

Thn. Umu Jenis Tempat/ J B Masalah Keadaa


N Partu r Partu Penolon K B Hami Lahi Nifa Bay n Anak
o s Hami s g l r s i
l

Keterangan :
1. Masalah hamil : keluhan selama hamil mual dan muntah pada trisemester
I, nyeri punggung dan sering kram pada trisemester kedua dan ketiga.
2. Masalah lahir/persalinan : tidak ada masalah
3. Masalah nifas : hematokrit 33,6 %, anemia
4. Masalah bayi : tidak terkaji
5. Keadaan anak : sehat, melahirkan bayi perempuan secara spontan BBL
2780 gram, PBL 49 cm, Apgar score 5 menit pertama 8, lima menit ke dua
9.
(7) Riwayat kehamilan sekarang
Pasien tahu hamil pada saat usia kehamilan 4 minggu, rutin melakukan ANC
ked r Obgin, imunisasi TT sebelum menikah dan usia kehamilan 8 minggu,,
USG dilakukan setiap kontrol ke dokter. Pasien datang ke poned dengan
keluhan mules dan keluar flek dari jalan lahir. Mules dirasakan 4 jam sebelum
ke puskesmas. Pasien diantar ke puskesmas oleh suami.
(8) Riwayat persalinan sekarang
Hasil pemeriksaan saat di poned presentasi kepala, sudah masuk PAP,
punggung kiri, DJJ 147x/ menit, kontraksi ueterus 4x10 menit durasi 40 detik,
hasil pemeriksaan dalam, pembukaan 10, sutura terpisah, selaput ketuban
utuh, kepala terlihat di introitus vagina, portio tidak teraba.
(9) Riwayat Gynekologi

a. Riwayat Menstruasi
Menarche usia 13 tahun, siklus 28 hari, tidak ada keluhan saat
menstruasi, lama mestruasi 6-7 hari.
b. Riwayat Perkawinan
Usia menikah 26 tahun, usia suami menikah 26 tahun dan merupakan
pernikahan pertama bagi keduanya.
c. Riwayat Keluarga berencana
Tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi, hanya mengetahui satu
jenis alat kontrasepsi yaitu UID karena pernah dijelaskan oleh bidan.

4. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Fisik Ibu


1) Keadaan Umum

Composmentis GCS 15, TD 120/80 mmHg, Nadi 95x/menit, RR


22x/menit, Suhu 37,1C

2) Sistem Pernafasan

Pengembangan paru simetris, RR 22x/menit, suara paru


vesikuler.

3) Sistem Kardiovaskular
Nadi 95x/menit , TD 120/80 mmHg, suhu 37,1C, konjungtiva
anemis, tidak ada peningkatan JVP, homan’s sign (-), CRT < 3
detik, Perineum sedikit edema. Tidak terdapat varises.
4) Sistem Pencernaan
Bibir kering, bising usus 9x/menit,
5) Sistem Persyarafan
Composmenits, reffleks patella (+), sklera anikterik.
6) Sistem Endokrin
Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening dan thyroid.
7) Sistem Perkemihan
Kandung kemih kosong
8) Sistem Reproduksi

a) Mammae
Payudara kiri dan kanan simetris, putting menonjol, areola
mengalami hiperpigmentasi, putting kotor, payudara teraba
lembek, colostrum sudah keluar.
b) Fundus Uteri
Tinggi fundus uteri 1 jari dibawah pusat, teraba keras.
c) Vulva/vagina
Vulva terdapat darah berwarna merah, bau amis, darah sekitar
25 cc, baru digantu satu jam yang lalu, perineum terdapat luka
jahitan, perineum sedikit edema, luka jahitan bagus, tidak
terdapat varises.
9) Sistem Muskuloskeletal
Kekuatan otot 5, tidak terdapat edema pada ekstremitas bawah.

10) Sistem Integumen


Tidak terdapat kloasma gravidarum, tidak terdapat
hiperpigmentasi didaerah perut, terdapat linea nigra, tidak
terdapat hiperpigmentasi di leher, areola mengalami
hiperpigmentasi, vulva berwarna merah.
b. Pemeriksaan fisik bayi
1) Keadaan umum : Compos Mentis GCS 15
2) Tanda-tanda vital
BBL : 2780 gram
PBL : 49 cm
APGAR SCORE : 5’ pertama 8 lalu 5’ kedua 9
3) Kepala : Tidak Terkaji
4) Mata : Tidak Terkaji
5) Telinga : Tidak Terkaji
6) Hidung : Tidak Terkaji
7) Mulut : Tidak Terkaji
8) Dada : Tidak Terkaji
9) Abdomen : Tidak Terkaji
10) Genitalia : Tidak Terkaji
11) Ekstrimitas atas dan bawah : Tidak Terkaji

5. Pola Aktivitas Sehari-hari (Aktivitas yang perlu dikaji adalah saat sebelum
hamil, saat hamil dan post partum)
No Aktivitas Sebelum hamil Saat Hamil
1 Nutrisi Tidak Terkaji Tidak Terkaji
Makan
-Frekuensi
-Jenis
-Makanan yang
disukai
-Makanan yang
tidak
disukai
-Makanan
pantangan/
alergi
-Nafsu makan
-Porsi makan
Minum
-Jumlah
-Jenis
2 Eliminasi Tidak Terkaji Tidak Terkaji
BAB
-Frekuensi
-Warna
-Bau
-Konsistensi
-Keluhan
BAK
-Frekuensi
-Warna
-Bau
-Konsistensi
-Keluhan
3 Personal hygiene Tidak Terkaji Kebersihan mulut
a. Mandi kurang terjaga,
b. Gosok bau mulut, gigi
Gigi tidak ada caries
c. Keramas dan tidak bolong
d. Pakaian
Tercium bau
e. Kuku
badan, kulit
f. Vulva
lengket,
hygiene
berkeringat
Rambut lengket
4 Istirahat Tidur Tidak Terkaji Tidak Terkaji
a. Waktu
tidur
b. Lama
tidur/hari
c. Kebiasaan
pengantar
tidur
d. Kebiasaan
saat tidur
e. Kesulitan
dalam hal
Tidur
5 Gaya hidup Tidak Terkaji Tidak Terkaji
a. Kegiatan
dalam
pekerjaan
b. Olahraga
c. Kegiatan
diwaktu
Luang
6 Ketergantungan Fisik Tidak terkaji Tidak Terkaji
a. Merokok
b. Minuman keras
c. Obat-obatan
d. Lain-lain
6. Aspek Psikososial
a) Pola Pikir dan Persepsi
Pasien senag dengan kelahiran bayinya, pasien dan suami tidak
mempersalahkan jenis kelamin yang penting bayinya sehat, pasien
terlihat menyusui bayinya, posisi menyusui masih salah, pelekatan saat
menyususi salah, bayi terlihat tidak nyaman saat digendong ibu dan
sering menangis saat sedang menyusui, bayi tampak masih lapar saat
selesai menyusui, ibu mengatakan akan menyusui sampai 2 tahun, sudah
mengetahui tentang ASI ekslusif, pasien bertanya 2 tentang kondisi
putingnya yang datar, ibu mengatakan belum mengetahui cara
memandikan, dan merawat tali pusat.
b) Persepsi Diri
Ibu bingung jika sudah masuk kerja bagaimana cara memerah ASI,
menyimpan ASI dan menggunakan ASI yang sudah beku dari kulkas.
c) Gaya komunikasi
Tidak terkaji
d) Konsep diri

(1) Gambaran diri : -

(2) Peran diri : -

(3) Ideal diri : -

(4) Identitas diri : -

(5) Harga diri : -

e) Pengetahuan
Hanya mengetahui satu jenis alat kontrasepsi yaitu IUD karena perna
dijelaskan oleh bidan. Ibu mengatakan akan menyusui sampai 2 tahun,
sudah mengetahui tentang tentang ASI ekslusif.
f) Kebiasaan Seksual
Tidak terkaji
7. Data Spiritual
Tidak terkaji
8. Data Penunjang
No Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan

1 Leopold I Tidak terkaji

2 Leopold II Tidak terkaji

3 Leopold III Tidak terkaji

4 Leopold IV Presentasi kepala sudah masuk PAP, punggung kiri,


DJJ 147x/ menit, kontraksi uterus 4x 10 menit, durasi 40 detik, pembukaan
10, sutura terpisah, selaput ketuban utuh, kepala terlihat di introitus vagina,
portio tidak teraba.

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan


HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,2 gr/dl 11.0-16.0
Hematokrit 33,6 % 36.0-48.0
Leukosit 12,3 Sel/ uL 4.0-10.0
Trombosit 323 Sel/ uL 150-450

9. Therapi
Nama Obat Dosis Rute Waktu Indikasi
Asam 3x1 Untuk
mafenamat mengatasi
nyeri ringan
Amoxcillin 3x1 Untuk
pencegahan
infeksi
bakteri
Hemobion 1x1 Untuk
mengatasi
anemia
setelah
melahirkan
& menyusui

A. ANALISA DATA
Data Subjektif Etiologi Masalah
DS: - klien mengeluh nyeri di Proses persalinan Ketidaknyamanan pasca
jalan lahir partum
- Nyeri dirasakan terutama Aspek fisiologis
jika bergerak dan terkenan air
Organ reproduksi bagian
DO : - TD : 120/80 mmHg perineum
- N : 95x/ menit
- R 22 x/menit terdapat luka pada perineum
- S 37,1ºC
- Perineum terdapat luka terputusnya inkontunyuitas
jahitan jaringan
- Skala nyeri 3
luka jahitan perineum

Respon inflamasi

merangsang zat mediator


nyeri (histamine,
prostaglandin, bradikinin
dan serotonin)

dihantarkan oleh serabut


bermielin A dan tidak
bermielin C

dihantarkan medulla spinalis

dihantarkan oleh
hipotalamus

dipresepsikan oleh korteks


serebri sebagai nyeri

gangguan rasa nyaman nyeri


Ketidak nyamanan pasca
partum

DS: - klien bertanya tentang Laktasi Menyusui tidak efektif


kondisi putingnya yang datar
- Klien mengatakan Progesteron dan esterogen 
bingung bagaimana
cara memerah ASI dan Pertumbuhan kelenjar susu
menyimpan ASI di terangsang
kulkas
Isapan bayi
DO: - putting kotor
- Posisi menyusui klien Tidak adekuat
masih salah
- Pelekatan saat Kondisi putting yang datar
menyusui masih salah
- Bayi terlihat tidak Inefektif laktasi
nyaman saat digendong
klien dan sering Kurang pengetahuan
menangis perawatan payudara
- Bayi tampak masih
lapar setelah menyusui Menyusui tidak efektif
- ibu tampak masih
sangat kelelahan

DS : - pasien mengatakan Proses persalinan Resiko infeksi


belum mandi

Terdapat luka jahitan


Do : -leukosit: 12,3 rb/uL
perineum
- tercium bau badan
- kulit lengket,
berkeringat
- rambut lengket Adanya gangguan rasa
- kebersihan mulut nyaman nyeri
kurang terjaga, bau
mulut
Status kesehatan 

Mobilitas menurun
Ketidakmampuan
melakukan aktivitas

Kulit dan rambut lengket,


kebersihan mulut kurang
dijaga

Peningkatan paparan
organisme patogen
lingkungan

Leukosit 12,3 rb/uL

Resiko infeksi

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASARKAN SKALA PRIORITAS


1. Ketidak nyamanan pasca partum b.d trauma perineum selama persalinan
dan kelahiran
2. Menyusui tidak efektif b.d ketidakadekuatan suplai ASI
3. Resiko infeksi b.d Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
C. INTERVERSI KEPERAWATAN
No Tgl& Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
. Jam Keperawatan
1 Ketidaknyaman Status Kenyamanan Majeman nyeri (I.08238)
an pasca partum Pascapartum (L.07061) Observasi
b.d trauma Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi, 1. untuk mengidentifikasi
karakteristik, durasi, lokasi, karakteristik, durasi,
perineum selama keperawatan 2x24 jam ibu frekuensi, kualitas, dan
frekuensi, kualitas,
persalinan dan diharapkan Dapat meningkatkan intensitas nyeri intensitas nyeri
kelahiran perasaan nyaman yang 2. untuk memantau skala nyeri
2. Identifikasi faktor yang
berhubungan dengan kondisi
memperberat dan 3. untuk memantau efek
setetlah melahirkan dengan memperingan nyeri samping penggunaan asam
kriteria hasil : 3. Monitor efek samping mafenamat
penggunaan asam
1. Keluhan nyeri mafenamat 4. untuk memberikan terapi
berkurang dari
Terapeutik non farmakologi untuk
skala 3 menjadi 1
mengurangi rasa nyeri
2. Luka episiotomi 4. Berikan teknik non dengan kompres hangat
membaik farmakologi untuk 5. untuk memfasilitasi istirahat
3. Pasien tidak mengurangi rasa nyeri tidur yang nyaman seperti
meringis seperti kompres hangat anjurkan untuk tidur 6-8
4. Tekanan darah 5. Fasilitasi istirahat dan jam
dalam rentang tidur
normal.
6. untuk mengetahui strategi
No Tgl& Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
. Jam Keperawatan
Edukasi meredakan nyeri seperti
latihan teknik nafas dalam
6. Jelaskan startegi
7. untuk mengurangi rasa
meredekan nyeri
nyeri dengan cepat dan
tepat
7. Anjurkan meminum
obat asam mafenamat
8. untuk mengurangi efek
secara tepat 3x1
samping dari asam
Kolaborasi mafenamat, seperti sakit
kepala, mual dan muntah
8. Kolaborasi pemberian
asam mafenamat

2. Menyusui tidak Status Menyusui (L.03029) Edukasi Menyusui (I.12393)


efektif b.d Setelah dilakukan tindakan Obsevasi
ketidak keperawatan 2x24 jam klien 1. identifikasi kesiapan 1. Untuk mengetahui kesiapan dan
adekuatan suplai diharapkan mampu memberikan dan kemampuan kemampuan ibu dalam menerima
menerima informasi
ASI ASI secara langsung dari 2. libatkan sistem informasi menyusui
payudara kepada bayi dan anak pendukung, suami 2. Untuk melibatkan peran keluarga
keluarga, tenaga
untuk memenuhi kebutan nutrisi terutama suami dalam memberikan
kesehatan dan
dengan kriteria hasil: masyarakat dukungan secara psikologis
No Tgl& Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
. Jam Keperawatan
1. perlekatan bayi pada Edukasi
payudara ibu benar 3. ajarkan 4 (empat) posisi 3. Untuk mengajarkan posisi
2. kemampuan ibu menyusui dan menyusui yang benar seperti, posisi
perlekatan (latch on)
memposisikan bayi dengan benar menyusui sambil berbaring dengan
dengan benar tetap pastikan tubuh bayi
3. suplai ASI adekuat mengahadap tubuh ibu dan kepala
4. bayi tidak menangis leher lurus dan perlekatan dengan
setelah menyusu ibu dengan cara menempelkan
5. kelelahan maternal ibu perut bayi pada perut ibu dengan
berkurang meletakan satu tangan bayi
6. bayi tampak sudah dibelakang ibu dan yang satu
kenyang setalah 4. ajarkan perawatan didepan, bayi menghadap
menyusui payudara seperti, kepayudara ibu
memerah ASI, dan pijat
7. ibu mengetahui cara 4. Untuk mengajarkan ibu dalam
oksitosin
memerah ASI, dan cara merawat payudara dengan basahi
menyimpan ASI di kapas dengan baby oil, kemudian
kulkas bersihkan puting susu dengan kapas
tersebut diamkan selama 1-2 menit
No Tgl& Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
. Jam Keperawatan
lalu putar area putting hingga
kotoran terangkat.

Pendampingan Proses
Menyusui
Observasi
1. monitor kemampuan
ibu untuk menyusui
1. Untuk mengajarkan ibu dalam
memerah asi dengan tekan jari-jari
kea arah dada, kemudian pencet
dan tekan payudara diantara jari-
jari, lalu lepaskan, dorong kea rah
putting seperti mengikuti gerakan
No Tgl& Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
. Jam Keperawatan
mengisap bayi, ulangi hal ini
2. damping ibu untuk berulang-ulang.
menyusui dengan benar 2. Ajarkan keluarga dalam melakukan
pemijatan oksitosin dengan
meletakan kedua ibu jari sisi kanan
dan kiri dengan jarak satu jari
tulang belakang, gerakan tersebut
dapat merangsang keluarnya
Edukasi oksitosin.
3. Ajarkan ibu mengenai
tanda- tanda bayi siap 3. Untuk mengetahui kemampuan ibu
menyusu, seperti bayi dalam menyusui
mencari puting, keluar
air liur, memasukan jari
kedalam mulutnya dan
bayi menangis
4. Ajarkan ibu
mengeluarkan ASI
No Tgl& Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
. Jam Keperawatan
untuk dioles terlebih 4. untuk mendampingi ibu dalam
dahulu pada putting menyusui yang benar
sebelum dan sesudah
menyusui
5. Ajarkan ibu
mengarahkan mulut
bayi dari arah baawah 5. untuk mengajarakan ibu tanda-
kearah puting ibu tanda bayi siap menyususi seperti
bayai menangis, dan keluar air liur
untuk mengajarkan ibu dalam
mengeluarkan sedikit ASI dan
mengoleskan pada putting susu dan
areola sekitarnya terlebih dahulu

6. Ajarkan posisi
menyususi seperti, 6. untuk mengajarkan mengarahkan
croos cradle, foot ball, mulut bayi dari arah baawah kearah
dan posisi berbaring puting ibu untuk mengetahui posisi
No Tgl& Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
. Jam Keperawatan
yang diikuti dengan menyusui berbaring
perlekatan yang benar
7. Ajarkan perlekatan
yang benar seperti, 7. untuk mengajarkan perlekatan pada
perut bayi berhadapan, ibu dengan benar seperti, perut bayi
tangan kaki bayi satu berhadapan, tangan kaki bayi satu
garis lurus, mulut bayi garis lurus, mulut bayi terbuka
terbuka lebar dan dagu lebar dan dagu bayi menempel pada
bayi menempel pada payudara ibu untuk menghindarai
payudara ibu untuk lecet pada putting payudara
menghindarai lecet
pada puting payudara
8. Ajarkan memerah ASI
dengan posisi jari jam
12-6 dan jam 9-3 8. untuk mengajarkan memerah ASI
9. Informasikan ibu untuk dengan posisi jari jam 12-6 dan jam
menyusui pada satu 9-3
payudara sampai bayi 9. untuk mengajarkan ibu untuk
No Tgl& Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
. Jam Keperawatan
melepas sendiri putting menyusui pada satu payudara
ibu sampai bayi melepas sendiri putting
ibu
10. Informasikan ibu untuk
selalu mengosongkan
payudara pada 10. untuk memberitahuakan ibu selalu
payudara yang belum mengosongkan payudara pada
disusui dengan payudara yang belum disusui
memerah ASI dengan memerah ASI

3. Resiko infeksi Perawatan diri ( L.11103) Dukungan perawatan diri


b.d Peningkatan mandi (L.11352)
paparan
Setelah dilakuakan tindakan Observasi :
organisme
patogen keperawatan 2x24 jam ibu 1. monitor kebersihan 1. untuk memantau kebersihan tubuh
lingkungan tubuh seperti rambut,
mampu melaukan atau seperti rambut, mulut dan kuku
mulut dan kuku
menyelesaikan aktivitas 2. Identifikasi jenis 2. Untuk mengetahui jenis bantuan
bantuan yang
No Tgl& Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
. Jam Keperawatan
perawatan diri dengan kriteria diperlukan yang dibutuhkan untuk
hasil : Teurapeutik meningkatkan perawatan diri
1. kemampuan mandi klien 3. sediakan peralatan 3. untuk memfasilitasi kebersihan diri
meningkat mandi pasien
4. fasilitasi menggosok
2. Klien ada minat 4. untuk mefasilitasi kebersihan gigi
gigi
melakukan perawatan 5. pertahankan kebiasaan pasien
diri kebersihan diri 5. Untuk menjaga kebersihan diri
3. Klien mampu Edukasi
mempertahankan 6. ajarkan kepada
kebersihan diri keluarga cara 6. Untuk mengajarkan pasirn mandiri
memandikan pasien
4. Klien mampu dalam perawatan mandi
mempertahankan mengajarkan cara memandikan pasien
kebersihan mulut
D. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
No. Diagnosa Tanggal Jam Implementasi evaluasi
1. Ketidaknyamanan pasca 1. Mengidentifikasi lokasi, S : klien
persalinan b.d trauma karakteristik, frekuensi nyeri O : klien tampak mengikuti
perineum selama pada jalan lahir apa yang dianjurkan oleh
persalinan dan kelahiran 2. Mengidentifikasi skala nyeri 3 perawat nyeri berkurang
3. Mengjarkan pasien teknik A : masalah teratasi
kompres hangat sebagian
4. Mengajarkan pasien teknik P : lanjutkan intervensi
Tarik nafas dalam
5. Kolaborasi pemberian analgetik
2. Menyusui tidak efektif 1. Mengajarkan 4 (empat posisi S : klien
b.d ketidak adekuatan menyusui dan perlekatan latch O : klien tampak mengikuti
suplai ASI on. apa yang dianjurkan
2. Mengajarkan pijat payudara perawat suplai asi adekuat
3. Mengajarkan ibu mengenali A : masalah teratasi
tanda bayi menyusui P : hentikan intevensi
4. Mengajarkan ibu untuk
mengeluarkan asi dan dioles
pada putting
5. Mengajarkan cara memerah
ASI
3. Resiko infeksi b.d 1. Memonitor kebersihan tubuh S : klien
Peningkatan paparan 2. Menyediakan peralatan mandi O : klien tampak mengikuti
organisme patogen 3. Memfasilitasi menggosok gigi apa yang dianjurkan
lingkungan sesuai kebutuhan perawat kebersihan diri
4. Mengajarkan kepada keluarga terjaga
cara memandikan pasien A : masalah teratasi
P : hentikan intevensi
PEMBAHASAN INTERVENSI
1. JURNAL DX 1 PENGARUH TEKNIK EFFLEURAGE MASSAGE
TERHADAP PERUBAHAN NYERI PADA IBU POST PARTUM
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh teknik effleurage
massage terhadap perubahan nyeri pada ibu post partum di Rumah Sakit Sariningsih
Bandung. Nyeri kontraksi uterus adalah suatu sensori dan perasaan yang tidak
nyaman pada ibu post partum normal karena terjadinya involusi uterus setelah
pengeluaran bayi. Teknik yangdianjurkan untuk menangani nyeri kontraksi uterus
pada masa post partum yaitu dengan menggunakan teknik effleurage massage yang
merupakan terapi non-farmakologis. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif.
Effleurage adalah bentuk masase dengan menggunakan telapak tangan yang
memberi tekanan lembut ke atas permukaan tubuh dengan arah sirkular secara
berulang (Reeder, 2011 : 676).
Teknik ini bertujuan untuk untuk meningkatkan sirkulasi darah,memberi
tekanan, dan menghangatkan otot abdomen serta meningkatkan relaksasi fisik dan
mental.Effleurage merupakan teknik masase yang aman, mudah untuk dilakukan,
tidak memerlukan banyak alat, tidak memerlukan biaya, tidak memiliki efek Samping
dan dapat dilakukan sendiri atau dengan bantuan orang lain (Ekowati, dkk.
2011).Tindakan utama effleuragemassage merupakan aplikasi dari teori Gate Control
yang dapat “menutup gerbang” untuk menghambat perjalanan rangsang nyeri pada
pusat yang lebih tinggi pada sistem saraf pusat.
Langkah-langkah melakukan teknik ini adalah kedua telapak tangan melakukan
usapan ringan, tegas dan konstan dengan pola gerakan melingkari abdomen, dimulai
dari abdomen bagian bawah di atas simphisis pubis, arahkan ke samping perut, terus
ke fundus uteri kemudian turun ke umbilicus dan kembali ke perut bagian bawah
diatas simphisis pubis (Pilliteri,1993), bentuk pola gerakannya seperti “kupu-kupu”.
Ulangi gerakan di atas selama 3–5 menit dan berikan lotion atau minyak/baby oil
tambahan jika dibutuhkan (Berman, Snyder, Kozier, dan Erb, 2009 : 341).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Maret 2014 di Rumah Sakit
Sariningsih Bandung terhadap 7 orang ibu post partum normal diperoleh data bahwa
semua ibu mengalami nyeri pada hari ke-1, 2 orang ibu mengalami nyeri pada saat >
3-4 jam post partum dan 5 orang ibu pada saat >1-2 jam post partum. Karakteristik
nyeri yang dirasakan ibu post partum pada hari ke 1 yaitu mulas pada bagian
abdomen bawah dengan skala 4–5 yang berarti nyeri sedang.Nyeri kontraksi uterus
yang dirasakan timbul pada saat ibu berdiam dan melakukan aktivitas Durasi nyeri
yang dirasakan ibu berkisar 1-5 menit.Penatalaksanaan nyeri yang dilakukan oleh ibu
adalah melakukan teknik nafas dalam, distraksi dengan berjalan, aktivitas secara
perlahan, dan berdiam sejenak.
Hasil wawancara yang dilakukan kepada 2 orang perawat/bidan yang berada di
ruangan Bersalin/VK Rumah Sakit Sariningsih Bandung mengatakan bahwa
penatalaksanaan nyeri pada ibu post partum adalah dengan dilakukan mobilisasi
(pergerakan miring kanan dan kiri) sertamengajarkan teknik relaksasi. Permasalahan
yang telah dipaparkan di atas membuat peneliti tertarik untuk meneliti tentang
“Pengaruh Teknik Effleurage Massage terhadap Perubahan Nyeri pada Ibu Post
Partum di Rumah Sakit Sariningsih Bandung”.
Jurnal terkait : Handayani, E. & Kiswoyo, P. G. 2012.Pengaruh masase punggung
terhadap pengurangan nyeri persalinan kala I fase aktif pada ibu bersalin normal di
BPM Wilayah Kerja Puskesmas Tegalrejo Kabupaten Magelang.Jurnal kebidanan,
Vol. IV, No. 02, Desember 2013. Retrieved Juni 17, 2014, from
http://www.google.co.id/Fjournal.akbideub.ac.id (dalam jurnal Parulian,t.
Sitompul,2016.PENGARUH TEKNIK EFFLEURAGE MASSAGE TERHADAP
PERUBAHAN NYERi PADA IBU POST PARTUM DI RUMAH SAKIT
SARININGSIH BANDUNG)

2. JURNAL DX II :MELAKUKAN PEMIJATAN OKSITOSIN


Metode penelitian yang digunakan adalah studi kasusdengan
pendekatan proses keperawatan yaitudengan tahapan pengkajian, penegakan
diagnose, pembuatan intervensi, implementasi dan evaluasi. Adapun objek
studi kasus adalah 2 klien dengan masalah keperawatan dan diagnose medis
yang sama yaitu klien post partum yang mengalami kurangnya produksi ASI,
dengan focus intervensi manajemen pemberian pijat oksitosin pada klien post
partum yang mengalami kurangnya produksi ASI karena stress atau cemas di
RSUD Tora Belo Kabupaten Sigi pada tahun 2018.
Pijat oksitosin merupakan pemijatan pada sepanjang tulang-tulang
belakang pijat, ini dilakukan untuk merangsang hormone oksitosin atau
hormone prolaktin ASI. Ibu yang menerima pijat oksitosin akan merasa rileks
(Monika, 2014)
Hasilpengkajian yang peneliti dapatkan, ada perbedaan antara pasien 1
dan pasien 2 yaitu umur, agama, pendidikan dan jumlah persalinan, demikian
juga pada riwayat penyakit terdapat perbedaan pada skala nyeri, pasien 1
skala nyeri 7 (sangat nyeri) dan pasien 2 skala nyeri 6 (nyeri sedang).Menurut
peneliti perbedaan umur, pendidikan dan jumlah anak yang dilahirkan dapat
mempengaruhi kemampuan pasien dalam proses perawatan post partum
dimana pasien 2 umurnya lebih dewasa dan pengalaman melahirkan sudah
berulang kali dengan nyeri yang sama yaitu nyeri post partum, hal ini
membuat koping pasien 2 lebih baik dibandingkan dengan pasien 1. Koping
yang baik akan mempengaruhi persepsi pasien terhadap nyeri.Hal ini di
dukung oleh teori (Andarmoyo,S 2016). Usia merupakan variabel penting bagi
seseorang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam proses
perkembangan yang di temukan di antara kelompok usia ini dapat
mempengaruhi reaksi terhadap nyeri.
Diagnose Keperawatan pada kedua pasien sama yaitu nyeri dan
ketidak efektifan pemberian ASI, diagnose ini ditegakan karena klien
mengeluh nyeri akibat adanya luka heacting pada perineum dan belum adanya
produksi ASI
Intervensi pada penelitian ini adalah pijat oksitosin karena memiliki
tujuan untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu post partum. Pijat oksitosin
dapat mempengaruhi psikologis ibu sehingga meningkatkan relksasi dan
kenyaman pada ibu, hal ini dapat memicu produksi hormon oksitosin dan
menstimulasi sel-sel dari kelenjar susu sehingga dapat mengeluarkan ASI.
Implementasi, dalam pelaksanaan peneliti melakukan asuhan
keperawatan selama 3 hari pada masing-masing pasien. Peneliti menggunakan
lembar observasi untuk mengetahui keberhasilan pijat oksitosin dalam
peningkatan produksi ASI, lembar observasi nantinya akan menjadi penilaian,
dalam evaluasi hasil tindakan asuhan keperawatan.Hasil yang di peroleh
setelah dilakukan pijat oksitosin pada pasien1 dan pasien 2 yaitu pada hari
pertama ke kedua pasien belum memiliki produksi ASI, hari kedua pasien
sudah mulai memproduksi ASI dan pada hari ketiga produksi ASI sudah
semakin lancar, Selama pelaksanaan pijat oksitosin kedua pasien sangat
kooperatif dan menikmati pijatan yang diberikan, sehingga mereka merasa
lebih nyaman dan rileks. Dan pada saat pasien keluar dari Rumah Sakit,
mereka sudah bisa memberikan ASInya dengan baik dan lancer.

Daftar Pustaka :
Monika. 2014. Buku Pintar ASI dan Menyusui. Diterbitkan oleh Noura books ( PT.
Mizan Publika) Jln.Jagakarsa Raya No.40 RT 007/04, Jagakarya. Jakarta selatan
12620
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
PIJAT OKSITOSIN
No Prosedur Tetap
.
1. Tindakan Pijat Oksitosin
2. Tujuan 1. Menjaga atau
memperlancar ASI
2. Mencegah
terjadinya infeksi
3. Memberikan
rasa nyaman
3, Persiapan alat 1. Kursi
2. Meja
3. Minyak kelapa atau baby oil
4. Handuk
5. Air hangat
4. Prosedur kerja a. Tahap Pra Interaksi
1. Siapkan alat dan dekatkan ke klien
2. Cek status klien
b. Tahap Orientasi
1. Berikan salam
2. Jelaskan tujuan, prosedur dan
lamanya tindakan pada klien
3. Berikan kesempatan klien untuk
bertanya sebelum tindakan
dilakukan
4. Jaga privasi klien
c. Tahap Kerja
1. Cuci tangan
2. Membantu melepaskan pakian
bagian atas dan BH klien
3. Memasang handuk
4. Ibu duduk, bersandar kedepan,
melipat lengan diatas meja
didepannya, kemudian meletakan
kepala diatas lengannya Payudara
tergantung lepas tanpa baju
5. Lumuri kedua telapak tangan
dengan minyak atau baby oil
6. Pijat sepanjang kedua sisi tulang
belakang dengan menggunakan
kepalan tinju kedua tangan dan ibu
jari menghadap kearah atas atau
depan
7. Tekan dengan kuat membentuk
gerakan lingkaran kecil, dengan
kedua ibu jari menggosok kearah
bawah dikedua sisi tulang belakang
pada saat yang sama dari leher
kerah tulang belikat. Dilakukan
selama 15-20 menit. Lakukan
pemijatan selama dua kali sehari
8. Bersihkan punggung dengan air
hangat dan dingin secara bergantian
9. Bantu klien memakai BH dan
pakaikan kembali
10. Bereskan alat
11. Cuci tangan
Tahap Terminasi 1. Evaluasi perasaan klien
2. Lakukan kontrak kegiatan
selanjutnya
3. Sampaikan salam
4. Dokumentasikan
Sumber : Depkes RI (2007) dalam Trijayanti (2017).
Memerah dan Menyimpan Air Susu Ibu (ASI)
IKATAN DOKTER ANAK INDONESIA
REKOMENDASI
NO. : 006/Rek/PP IDAI/V/2014
Tentang
Memerah dan Menyimpan Asi Susu Ibu (ASI)

A. Memerah Air Susu Ibu (ASI)


1. Memerah ASI diperlukan untuk merangsang pengeluaran ASI pada
keadaan payudara sangat bengkak, putting sangat lecet, dan pada bayi
yang tidak dapat diberikan minum.
2. ASI diperah ibu bila tidak bersama bayi saat waktu minum bayi.
3. Untuk meningkatkan produksi ASI, payudara dikompres dengan air
hangat dan dipijat dengan lembut sebelum memerah ASI.
4. Memerah yang dilakukan secra rutin dapat meningkatkan produksi ASI.
5. Bila ASI akan diperah secara rutin, dianjurkan menggunakan kantong
plastic yang didisain untuk menyimpan ASI, yang pada ujungnya terdapat
perekat untuk menutupnya.
6. Kumpulan kantong plastic kecil tersebut dimasukan ke dalam kantong
plastic harus diberi label tanggal dan waktu memerah.

B. Cara memerah ASI dengan tangan


1. Gunakan wadah yang terbuat dari plastic atau bahan metal untuk
manampung ASI.
2. Cuci tangan terlebih dahulu dan duduk dengan sedikit mencondongkan
badan ke depan.
3. Payudara dipijat dengan lembut dari dasar payudara kea rah putting susu.
4. Rangsang putting susu dengan ibu jari dan jari telunjuk anda.
5. Letakan ibu jari dibagian atas sebelah luar areola (pada jam 12) dan jari
telunjuk serta jari tengah di bagian bawah areola (pada jam 6).
6. Tekan jari-jari kea rah dada, kemudian pencet dan tekan payudara di
antara jari-jari, lalu lepaskan, dorong kea rah puting seperti mengikuti
gerakan mengisap bayi. Ulangi hal ini berulang-ulang.
7. Hindari menarik atau memeras terlalu keras. Bersabarlah, mungkin pada
awalnya akan memakan waktu yang agak lama.
8. Ketika ASI mengalir lambat, gerakan jari disekitar areola dan berpindah-
pindah tempat, kemudian mulai mmemerah lagi.
9. Ulangi prosedur ini sampai payudara menjadi lembek dan kosong.
10. Menggunakan kompres hangat atau mandi dengan air hangat sebelum
memerah ASI akan membantu pengeluaran ASI.

C. Menyimpan ASI
1. ASI perah disimpan dalam lemari pendingin atau menggunakan portable
cooler bag.
2. Untuk tempat penyimpan ASI, berikan sedikit ruangan pada bagian atas
wadah penyimpanan karena seperti kebanyakan cairan lain, ASI akan
mengembang bila dibekukan.
3. ASI perah segar dapat disimpan dalam tempat/wadah tertutup selama 6-8
jam pada suhu ruangan (26C atau kurang). Jika lemari pendingin (4C
atau kurang) tersedia, ASI dapat disimpan di bagian yang paling dingin
selama 3-5 hari, di freezer (-18C atau kurang) selama 6 sampai 12 bulan.
4. Bila ASI perah tidak akan diberikan dalam waktu 72 jam, maka ASI harus
diberikan.
5. ASI beku dapat dicairkan dilemari pendingin, dapat bertahan 4 jam atau
kurang untuk minum berikutnya, selanjutnya ASI dapat disimpan di
lemari pendingin selama 24 jam tetapi tidak dapat dibekukan lagi.
6. ASI beku dapat dicairkan di luar lemari pendingin pada udara terbuka
yang cukup hangat atau dalam waktu berisi air hangat, selanjutnya ASI
dapat bertahan 4 jam atau sampai waktu minum berikutnya tetapi tidak
dapat dibekukan lagi.
7. Jangan menggunakan microwave dan memasak ASI untuk mencairkan
atau menghangatkan ASI.
8. Sebelum ASI diberikan kepada bayi, kocoklah ASI dengan perlahan untuk
mencampur lemak yang telah mengapung.
9. ASI perah yang sudah diminum bayi sebaiknya diminum sampai selelsai,
kemudian sisanya dibuang.

Referensi:
World Health Organization, UNICEF. Breastfeeding counselling. A training course.
Geneva: WHO. 2009.
Suradi R, Hegar B, Partiwi IGAN dkk. Indonesia Menyusui. Jakarta: Balai Penerbit
IDA. 2010.

3. JURNAL DX III : HUBUNGAN PERAWATAN LUKA PERINEUM DENGAN


PERILAKU PERSONAL HYGIENE IBU POST PARTUM
Perawatan luka perineum adalah proses pemenuhan kebutuhan untuk
menyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam
masa antara kelahiran plasenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti pada
waktu sebelum hamil. Perawatan perineum yang tidak benar dapat mengakibatkan
kondisi perineum yang terkena lokhea dan lembab sangat menunjang
perkembangbiakan bakteri. Perilaku Personal Hygiene adalah upaya atau tindakan
seseorang untuk meningkatkan kesehatan dan memelihara kebersihan dirinya sendiri
untuk kesejahteraan fisik dan psikis, seseorang dikatakan memiliki kebersihan diri
baik apabila, orang tersebut dapat menjaga kebersihan tubuhnya. Tujuan penelitian
ini untuk mengetahui hubungan perawatan luka perineum dengan perilaku personal
hygiene ibu post partum di Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM Manado.Upaya
pemantauan yang melekat dan asuhan pada ibu dan bayi yang baik pada masa nifas di
harapkan dapat mencegah kejadian tersebut (BKKBN, 2006).
Perilakupersonal hygiene atau kebersihan diri adalah suatu usaha kesehatan
perorangan untuk dapat memelihara kesehatan diri sendiri, memperbaiki dan
mempertinggi nilai-nilai kesehatan serta mencegah timbulnya penyakit.
Personal hygiene meliputi kebersihan badan, tangan, kulit/kuku, gigi dan rambut
(Wijaya, 2011). Jika tidak melaksanakan perilaku personal hygiene yang benar, hal
ini beresiko menyebabkan infeksi post partum karena adanya luka di perineum,
laserasi pada saluran genital termasuk pada perineum, dinding vagina dan serviks.
Penelitian yang dilakukan oleh Dina Dewi (2010) dengan judul hubungan
personal hygiene dengan kecepatan kesembuhan luka perineum ibu post partum di
seluruh wilayah kerja puskesmas Singosari kabupaten Malang menyimpulkan ada
hubungan yang bermakna antara personal hygiene dengan perawatan luka perineum
dikarenakan semua responden di Klinik Sehat Harapan Ibu karena sebagian besar
sudah mengetahui cara perawatan luka seperti cara menjaga luka bersih dan kering.

Hal ini juga sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Johson (2005) bahwa
Perilaku Personal hygiene (kebersihan diri) dapat memperlambat penyembuhan hal
ini dapat menyebabkan adanya benda asing seperti debu dan kuman. Adanya benda
asing, pengelupasan jaringan yang luas akanmemperlambat penyembuhan luka dan
kekuatan regangan luka menjadi tetap rendahPenelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian oleh Mukarramah (2013) dengan judul Hubungan Pemenuhan Nutrisi dan
Personal hygiene dalam Masa Nifas dengan Penyembuhan Luka Perineum di Klinik
Sehat Harapan Ibu Kecamatan Glumpang Baro hubungan personal hygiene masa
nifas dengan penyembuhan luka perineum di klinik sehat harapan bahwa ada
hubungan antara nutrisi dengan penyembuhan luka perineum.
Menurut Boyle (2009) penyembuhan luka adalah proses pergantian dan
perbaikan fungsi jaringan yang rusak. Hal ini sesuai dengan tujuan akhir yaitu bahwa
saat ibu mengalami penyembuhan luka perineum ada faktor umur, pendidikan,
pekerjaan, paritas, karena bertambahnya informasi yang diperoleh dapat
mempengaruhi perawatan luka perineum serta perilaku personal hygiene pada luka
perineum sehingga akan mempengaruhi penyembuhan luka perineum.
Jurnal terkait : Divini Tulas,f .Kundre,R. Bataha,y.Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manadoe-Journal Keperawatan (e-
Kp) Volume 5 Nomor 1, Februari 2017HUBUNGAN PERAWATAN LUKA
PERINEUM DENGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE IBU POST PARTUM
DI RUMAH SAKIT PANCARAN KASIH GMIM MANADO.diakses pada tanggal
21 desember 2020 jam 19.00 wib)
DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Yetti. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Jogjakarta : Pustaka Rihana
Ary Sulistyawati, 2009 Tim Poltekkes Depkes Jakarta III. 2009. Panduan Praktek
KDM. Jakarta: Salemba Medika.
Budiono, dkk. (2015) Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta. Bumi Medika.
Buku ajar asuhan kebidanan pada ibu nifas. Yogyakarta: ANDITanto, Chris. 2014.
Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Debora, O. (2012). Proses Keperawatan dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:Salemba
Depkes RI (2007) dalam Trijayanti (2017).
Dessy, T., dkk. (2012) Perubahan Fisiologis Masa Nifas. Akademia Kebidanan
Mamba’ul ‘Ulum Surakarta
Divini Tulas,f .Kundre,R. Bataha,y.Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manadoe-Journal Keperawatan (e-Kp)
Volume 5 Nomor 1, Februari 2017HUBUNGAN PERAWATAN LUKA
PERINEUM DENGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE IBU POST
PARTUM DI RUMAH SAKIT PANCARAN KASIH GMIM
MANADO.diakses pada tanggal 21 desember 2020 jam 19.00 wib)
Fatmawati Ariani, S 2017. Modul Keperawatan Maternitas.Bansung: STIKES
‘Aisyiyah Bandung .
Hafifah, 2009. Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Persalinan Normal.
Diakses 17 juli 2017
Handayani, E. & Kiswoyo, P. G. 2012.Pengaruh masase punggung terhadap
pengurangan nyeri persalinan kala I fase aktif pada ibu bersalin normal di
BPM Wilayah Kerja Puskesmas Tegalrejo Kabupaten Magelang.Jurnal
kebidanan, Vol. IV, No. 02, Desember 2013. Retrieved Juni 17, 2014, from
http://www.google.co.id/Fjournal.akbideub.ac.id (dalam jurnal Parulian,t.
Sitompul,2016.PENGARUH TEKNIK EFFLEURAGE MASSAGE
TERHADAP PERUBAHAN NYERi PADA IBU POST PARTUM DI
RUMAH SAKIT SARININGSIH BANDUNG)
Hartono, Andry. 2014. Instant Access Ilmu Kebidanan. Tangerang Selatan:Binarupa
Aksara Publisher.
Hutaen, S. (2010). Konsep dan Dokumentasi Keperawatan. Jakarta:Trans Info.
Lowdermik. (2013). Keperawatan Maternitas Edisi 8. Singapore: Elsevier Morby.
Maritalia D, (2012). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta: 55167
Martin, Reeder, G., Koniak. (2014). Keperawatan Maternitas, Volume 2.
Jakarta:EGC
Monika. 2014. Buku Pintar ASI dan Menyusui. Diterbitkan oleh Noura books ( PT.
Mizan Publika) Jln.Jagakarsa Raya No.40 RT 007/04, Jagakarya. Jakarta
selatan 12620
Nurarif, H. A. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis&
Nanda. Jogjakarta: Penerbit Mediaction.
Perry Shannon E,. (2010). Buku Keperawatan Maternitas Edisi 8-Buku 2,
Penerjemah: dr. Felicia Sidharta & dr. Anesia Tania. Elseiver (singapura) Pte
Ltd. Salemba Medika.
Rukiyah, Aiyeyeh., & Lia Yulianti. (2010). Asuhan Kebidanan Patologi.
Jakarta:Trans Info Media
Saleha, S. (2009). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta:Salemba
MedikaSulistyawati, A. (2009).
Sastrawinata, Sulaiman. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Suradi R, Hegar B, Partiwi IGAN dkk. Indonesia Menyusui. Jakarta: Balai Penerbit
IDA. 2010.
Tim Politeknik Kesehatan Kemenkes Malang. 2012. Modul Pembelajaran KDM.
Malang.
Wahid, IM dan Nuruk, C. 2008. Kebutuhan Dasar Manusia, Teori dan Aplikasi dalam
Praktek.Jakarta: Salemba Medika
World Health Organization, UNICEF. Breastfeeding counselling. A training course.
Geneva: WHO. 2009.

Anda mungkin juga menyukai