PENDAHULUAN
Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta
organ tubuh bagian dalam. Jaringan lunak merupakan jaringan yang menghubungkan,
menyokong atau mengelilingi struktur dan organ tubuh. Jaringan lunak termasuk otot,
tendon, ligamentum, fascia, saraf perifer, jaringan serabut, lemak, dan pembuluh darah.
Yang tergolong jaringan lunak antara lain adalah otot, tendon, jaringan ikat, lemak dan
jaringan synovial (jaringan di sekitar persendian). Tumor adalah benjolan atau
pembengkakan abnormal dalam tubuh, tetapi dalam artian khusus tumor adalah benjolan
yang disebabkan oleh neoplasma. Secara klinis, tumor dibedakan atas golongan neoplasma
dan nonneoplasma misalnya kista, akibat reaksi radang atau hipertrofi. Tumor jaringan
lunak dapat terjadi di seluruh bagian tubuh mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Tumor jaringan lunak ini ada yang jinak dan ada yang ganas. Tumor ganas atau kanker pada
jaringan lunak dikenal sebagai sarcoma jaringan lunak atau Soft Tissue Sarcoma (STS).
Kanker jaringan lunak termasuk kanker yang jarang ditemukan, insidensnya hanya
sekitar 1% dari seluruh keganasan yang ditemukan pada orang dewasa dan 7-15% dari
seluruh keganasan pada anak. Bisa ditemukan pada semua kelompok umur. Pada anak-anak
paling sering pada umur sekitar 4 tahun dan pada orang dewasa paling banyak pada umur
45-50 tahun. Lokasi yang paling sering ditemukan adalah pada anggota gerak bawah yaitu
sebesar 46% di mana 75% ada diatas lutut terutama di daerah paha. Di anggota gerak atas
mulai dari lengan atas, lengan bawah hingga telapak tangan sekitar 13%. 30% di tubuh
bagian luar maupun dalam, seperti pada dinding perut, dan juga pada jaringan lunak dalam
perut maupun dekat ginjal atau yang disebut daerah retroperitoneum. Pada daerah kepala
dan leher sekitar 9% dan 1% di tempat lainnya, antara lain di dada.
Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif
dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Pembukaan bagian
tubuh ini umumnya dilakukan dengan membuat sayatan. Setelah bagian yang akan
ditangani ditampilkan, selanjutnya dilakukan perbaikan yang diakhiri dengan penutupan
dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat dan Jong, 2012). Secara garis besar pembedahan
dibedakan menjadi dua, yaitu pembedahan mayor dan pembedahan minor (Mansjoer,
2010). Exisisi merupakan prosedur pembedahan minor dengan membuka lapisan kulit dan
jaringan melalui penyayatan melalui lapisan-lapisan dinding otot untuk mendapatkan
1
bagian jaringan di dalamnya yang mengalami masalah. Tindakan exisis biasanya dilakukan
pada pasien dengan indikasi soft tissue tumor, kutil, tumor, dan kanker. (Sjamsuhidayat dan
Jong, 2010).
Setiap pembedahan selalu berhubungan dengan insisi/sayatan yang merupakan
trauma atau kekerasan bagi penderita yang menimbulkan berbagai keluhan dan gejala.
Salah satu keluhan yang sering dikemukakan adalah nyeri (Sjamsuhidajat dan Jong, 2012).
Dengan demikian selain bertujuan menghilangkan penderitaan, mengatasi nyeri merupakan
salah satu upaya menunjang proses penyembuhan (Wirjoatmodjo, 2009). Dalam hal ini
praktek pelayanan anestesi mengharuskan setiap penata anestesi meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya dalam proses pelayanan kesehatan dan memahami
penyakit dengan memperhatikan pemeberian asuhan keperawatan anestesi kondisi pasien
secara individual (Rovers et al., 2013 ). Berdasarkan pembahasan latar belakang diatas,
maka penting dilakukan tindakan anestesi umum pada pasien dengan tindakan operasi
exisisi soft tissue tumor axila.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Definisi
2
Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta
organ tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain adalah otot, tendon,
jaringan ikat, dan jaringan lemak. Soft Tissue Tumor (STT) adalah benjolan atau
pembengkakan yang abnormal yang disebabkan oleh neoplasma dan non-neoplasma
( Smeltzer, 2002 ). STT adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel selnya
tidak tumbuh seperti kanker (Price, 2006). Jadi kesimpulannya, STT adalah Suatu benjolan
atau pembengkakan yang abnormal didalam tubuh yang disebabkan oleh neoplasma yang
terletak antara kulit dan tulang.
Soft tissue atau jaringan lunak merupakan semua jaringan nonepitel selain tulang,
tulang rawan, otak dan selaputnya, sistem saraf pusat, sel hematopoietik, dan jaringan
limfoid. Tumor jaringan lunak umumnya diklasifikasikan berdasarkan jenis jaringan yang
membentuknya, termasuk lemak, jaringan fibrosa, otot dan jaringan neurovaskular. Namun,
sebagian tumor jaringan lunak tidak diketahui asalnya. 2 Tumor (berasal dari tumere bahasa
Latin, yang berarti "bengkak"), merupakan salah satu dari lima karakteristik inflamasi.
Namun, istilah ini sekarang digunakan untuk menggambarkan pertumbuhan jaringan
biologis yang tidak normal. Pertumbuhannya dapat digolongkan sebagai ganas (malignant)
atau jinak (benign). Tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumor (STT) adalah suatu
benjolan atau pembengkakan abnormal yang disebabkan pertumbuhan sel baru.
Anestesi merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika
dilakukan pembedahan dan berbagai prosedur lain yang menimbulkan rasa sakit, dalam
hal ini rasa takut perlu ikut dihilangkan untuk menciptakan kondisi optimal bagi
pelaksanaan pembedahan (Sabiston, 2011). General Anestesi merupakan tindakan
menghilangkan rasa sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran (reversible).
Tindakan general anestesi terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan adalah general
anestesi denggan teknik intravena anestesi dan general anestesi dengan inhalasi yaitu
dengan face mask (sungkup muka) dan dengan teknik intubasi yaitu pemasangan
endotrecheal tube atau gabungan keduanya inhalasi dan intravena (Latief, 2007). General
anestesi menurut Mangku dan Senapathi (2010), dapat dilakukan dengan 3 teknik, yaitu:
a) General Anestesi Intravena
Teknik general anestesi yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestesi
parenteral langsung ke dalam 11 pembuluh darah vena.
3
c) Anestesi Imbang
Merupakan teknik anestesi dengan mempergunakan kombinasi obat-obatan baik obat
anestesi intravena maupun obat anestesi inhalasi atau kombinasi teknik general
anestesi dengan analgesia regional untuk mencapai trias anestesi secara optimal dan
berimbang, yaitu:
(1) Efek hipnosis, diperoleh dengan mempergunakan obat hipnotikum atau obat
anestesi umum yang lain.
(2) Efek analgesia, diperoleh dengan mempergunakan obat analgetik opiat atau obat
general anestesi atau dengan cara analgesia regional.
(3) Efek relaksasi, diperoleh dengan mempergunakan obat pelumpuh otot atau
general anestesi, atau dengan cara analgesia regional.
2.2 Etiologi
A. Kondisi Genetik
Ada bukti tertentu pembentuk gen dan mutasi gen adalah faktor predisposisi untuk
beberapa tumaoi jarinan lunak. Dalam daftar laporan gen yang abnormal, bahwa gen
memiliki peran penting dalam menentukan diagnosis.
B. Radiasi
Mekanisme yang patogenik adalah munculnya mutasi gen radiasi-induksi yang
mendorong transformasi neoplastik.
C. Infeksi
Infeksi firus epstein-bar bagi orang yang memiliki kekebalan tubuh yang lemah ini juga
akan meningkatkan kemungkinan terkenanya STT.
D. Trauma
Hubungan antara trauma dengan STT mungkin hanya kebetulan saja. Trauma mungkin
menarik perhatian medis ke pra-luka yang ada.
4
3. Mesoderm: berkembang menjadi jaringan ikat, jaringan lemak, tulang rawan, tulang,
otot polos, otot serat lintang, jaringan hematopoietik (sum-sum tulang dan jaringan
limfoid), pembuluh darah, dan pembuluh limfe.2
a. Jaringan lemak
Jaringan lemak adalah jenis jaringan ikat khusus yang terutama terdiri atas sel
lemak (Adiposit). Pada pria dewasa normal, jaringan lemak merupakan 15-20% dari
berat badan, pada wanita normal 20-25% dari berat badan.5
b. Jaringan fibrosa
Jaringan ikat Fibrosa (Fibrosa) tersusun dari matriks yang mengandung serabut
fleksibel berupa kolagen dan bersifat tidak elastis. Fibrosa ditemukan pada tendon otot,
ligamen, dan simfisis pubis. Fungsinya antara lain sebagai penyokong dan pelindung,
penghubung antara otot dan tulang serta penghubung antara tulang dan tulang. 6
c. Otot
Otot adalah sebuah jaringan dalam tubuh dengan kontraksi sebagai tugas utama.
Otot diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu otot lurik, otot polos dan otot jantung. Otot
menyebabkan pergerakan suatu organisme maupun pergerakan dari organ dalam
organisme tersebut.7
- Otot lurik
Otot lurik bekerja di bawah kehendak (otot sadar) sehingga disebut otot
volunteer. Pergerakannya diatur sinyal dari sel saraf motorik. Otot ini menempel
pada kerangka dan digunakan untuk pergerakan.
- Otot polos
Otot yang ditemukan dalam intestinum dan pembuluh darah bekerja dengan
pengaturan dari sistem saraf tak sadar, yaitu saraf otonom.
- Otot jantung
Kontraksi otot jantung bersifat involunter, kuat dan berirama. 5
d. Pembuluh darah
Terdapat 3 jenis pembuluh darah, yaitu:
a. Arteri
Suatu rangkaian pembuluh eferen yang setelah bercabang akan mengecil dengan
fungsi mengangkut darah bersama nutrient dan oksigen ke jaringan.
b. Kapiler
Jalinan difus saluran-saluran halus yang beranastomosis secara luas dan melalui
dinding pembuluh inilah terjadi pertukaran darah dan jaringan.
5
c. Vena
Bagian konvergensi dari kapiler ke dalam system pembuluh-pembuluh yang lebih
besar yang menghantar produk metabolism (CO2 dan lain-lain) kea rah jantung. 5
e. Saraf perifer
Komponen utama dari susunan saraf tepi adalah serabut saraf, ganglia, dan
ujung saraf. Serabut saraf adalah kumpulan serat saraf yang dikelilingi selubung jaringan
ikat. Tumor pada serabut saraf neurofibroma. Pada serat saraf tepi, sel penyelubung
yaitu sel schwann. Tumor pada penyeluubung sel saraf tepi yaitu schwannoma. 5
2.4 Patofisiologi
Pada umumnya tumor-tumor jaringan lunak atau Soft Tissue Tumors (STT) adalah
proliferasi jaringan mesenkimal yang terjadi di jaringan nonepitelial ekstraskeletal tubuh.
Dapat timbul di tempat di mana saja, meskipun kira-kira 40% terjadi di ekstermitas bawah,
terutama daerah paha, 20% di ekstermitas atas, 10% di kepala dan leher, dan 30% di
badan.Tumor jaringan lunak tumbuh centripetally, meskipun beberapa tumor jinak, seperti
serabut luka. Setelah tumor mencapai batas anatomis dari tempatnya, maka tumor
membesar melewati batas sampai ke struktur neurovascular. Tumor jaringan lunak timbul di
lokasi seperti lekukan-lekukan tubuh.
Proses alami dari kebanyakan tumor ganas dapat dibagi atas 4 fase yaitu :
1. Perubahan ganas pada sel-sel target, disebut sebagai transformasi.
2. Pertumbuhan dari sel-sel transformasi.
3. Invasi lokal.
4. Metastasis jauh.
6
pertumbuhan kerja sel tumor. Pada saat sekarang, sebagian besar penyakit yang
berhubungan dengan tumor dan kanker dirawat menggunakan cara kemoterapi ini.
C. Terapi Radiasi
Terapi radiasi adalah terapi yang menggunakan radiasi yang bersumber dari radioaktif.
Kadang radiasi yang diterima merupankan terapi tunggal. Tapi terkadang
dikombinasikan dengan kemoterapi dan juga operasi pembedaha.
7
BAB III
TINJAUAN KASUS
3.1 PENGKAJIAN
8
e. Mulut : bibir tidak ada sianosis, tidak ada gigi palsu.
f. Tenggorokan : Tidak ada kelainan
g. Leher : Tidak ada kelainan
h. Thorak : tidak ada jejas pada dada, ictus kordis terlhat, kontraksi dada
mengembang saat inspirasi ekspirasi, dada simetris kiri kanan, auskultsi
terdengar vesikular pada area lapang paru, tidak ada suara napas tambahan
wheezing.
i. Abdomen : tidak ditemukan jejas pada area abdomen, tidak ada benjolan,
simetris, terdengar bising usus 10 x menit.
j. Genitalia : tidak ada cidera pada genital, terpasang DC, urine +.
k. Ektremitas : tidak ada kelaian pada ektremitas bawah dan ekstremitas atas.
l. Tanda-tanda vital :
Keadaan umum : baik, kooperatif
Kesadaran : composmentis GCS : E 4 M 6 V 5
Tanda Vital : Tek. Darah : 126/78 mmHg
Nadi : 84 x/menit, reguler, adekuat
Pernapasan : 21 x/menit
Suhu : 36,4 º C
BB : 50 kg
b. Radiologi
Foto thorak : tak tampak pembesaran jantung, pulmo dalam batas normal
c. USG : Multiple benign solid dan cystic tumors tersebar pada axila,
tidak ditemukan limfadenopati axila.
3.2 Persiapan anestesi :
3.2.1. Alat Mesin anestesi :
9
a. Gas terdiri dari Oksigen dan Nitro Oxide
b. Gas Volotile terdiri dari Sevofluren dan Isofluren
c. Monitor TTV dan EKG
d. STATICS :
Stetoskop dan Laringoskop no blade 3
Tube ( Selang endotrakeal tube) ETT non kin kin no 7.5 Cup +
Air way ( Gudel / Mayo ) ukuran medium no 4
Tape ( Plester )
Introducer ( mandrein, stilet )
Conector
Suction
3.2.2 Persiapan obat anestesi
a. Obat emergency : set kit emergency
b. Premedikasi : midazolam 2,5 mg
c. Prakinduksi : Pemeriksaan TTV
TD : 125/78 mmHg
Nadi : 101x/menit, reguler, adekuat
Pernapasan : 22x/menit
Suhu : 36,6 º C
d. Induksi :
- Propofol 1 amp 200 mg
e. Analgetik :
- Fentanyl 1 amp 100 mcg
f. Relaksan:
- Atracurium 2 amp 50 mg
g. obat-obat mantenan :
- Atracurium 1 amp 25 mg
10
- Atracurium 25 mg IV
- isofluran 2 MAC ( 2,4 vol %)
g. Reflek bulu mata hilang, terjadi penurunan pernapasan dan
dilakukan baging dengan jaw trust dan chin lift.
h. Pelaksanaan intubasi dilakukan pada jam 09.45 wib dengan
prosedur :
- Posisikan kepala pasien dengan ektensi
- Buka mulut pasien dengan cross finger pegang laringoskop dengan tangan kiri
kemudian masukan kedalam mulut kemudian menyingkirkan lidah ke kiri pasien
dengan posisi laringoskop membuka rongga mulut
- Cari epiglottis, tempatkan ujug bilah laringoskop di valekula.
- Angkat epiglottis denga elevasi laringoskop ke atas (jangan menekan gigi) untuk
melihat plica vocalis.
- Bila sudah terlihat ambil selang ETT yang sudah terpasang stilet dengan tangan
kanan.
- Masukan ETT dari sisi mulut kanan, sampai masuk ke saluran trakea dengan
ukuran batas mulut minimal 20 cm.
- lepaskan stilet dari ETT, isi balon sebanyak 10 cc udara kemudian hubungkan
dengan konektor kuregatet mesin anestesi.
- Tes kedalam ETT dengan stetoskope pada daerah apex kanan dan kiri untu
memastikan ETT benar-benar masuk kedalam trakea dan mengecek kesimbangan
pengembangan antara paru-paru kanan dan kiri.
- Stelah ETT sudah dipastikan dalam keadaan seimbang maka dilakukan fiksasi
dengan menggukan plester agar tidak terjadi perubahan letak posisi ETT. Jam
09.48 pernapasan asien terhubung ke ventilator
- Jam 10.05 di mulai tindakan operasi
i. Perhitungan respirasi selama operasi.
Perhitungan rencana pemberian ventilasi :
1. Tidal Volume
Tidal Volume = BB (Kg) x Konstanta (6-10)
= 50 x 8
= 400 ml
2. Minute Volume
Minute Volume = Tidal volume x Respirasi rate ( 12-16 x/menit)
= 400 x 12/menit
= 4800 ml = 4,8 L/menit
Pemberian Fres gas flow O2 dan N2O dengan perbandingan 50 : 50.
O2 : N2O = 2,4 L : 2,4 L
11
K. Monitoring Intake dan output cairan
i. Perhitungan cairan pasien selama operasi :
BB : 50 kg
Jenis Operasi : Sedang
Puasa : 8 jam
ii. Kebutuhan cairan mentenance untuk pasien BB 50 Kg
Rumus 4 2 1
Kebutuhana caira maintenance :
4 x 10 = 40
2 x 10 = 20
1 x 30 = 30
Jumah = 90 cc/jam
iii. Kebutuhan cairan selama puasa
Maintenace x lama puasa
90 ml/jam x 6 jam = 540 cc
iv. Insensible Water Lose (IWL)
Stres Operasi : Ringan = 2 – 4 ml, sedang = 4 -6 ml, berat = 6 – 8 ml
IWL = Stress operasi x BB (Kg) pasien
= 4 x 50 kg
= 200 ml
v. Estimated Blood Volume
EBV laki-laki dewasa 70 cc/kgbb
EBV perempuan dewasa 65 cc/kgbb
EBV = ( 65 x 50 kg )
= 3250 cc
vi. Estimated bood lose
EBL (10 %, 15 %, 20 % )
Ringan = 10 % x 3250 cc = 325 cc
Sedng = 15 % x 3250 cc = 487 cc
Berat = 20 % x 3250 cc = 650 cc
vii. Jumlah pendarahan 1 jam pertama :
Suction = 40 cc
Kasa (1 kasa = 10 cc) = 30 cc
Perdarahan di ganti dengan cairan kristaloid dengan perbandingan 1:3,
70 cc darah : 210 cc Cairan kristaloid
Jumlah pendarahan 1 jam kedua :
Suction = 30 cc
Kasa (1 kasa = 10 cc) = 30 cc
Perdarahan di ganti dengan cairan kristaloid dengan perbandingan 1:3,
60 cc darah : 180 cc Cairan kristaloid
viii. Kebutuhan cairan selama operasi
Rumus : Puasa + Maintenance + IWL + Perdarahan = ml
Jam 1 = ½ Puasa + Maintenance + IWL + Perdarahan = ml
½ 540 + 90 + 200 + 210 = 770 cc
Jam 2 = ¼ Puasa + Maintenance + IWL + Perdarahan = ml
¼ 540 + 90 + 200 + 180 = 605 cc
12
ix. Total cairan yang keluar
Darah = 130 cc
Urine = 100 cc
x. Cairan yang sudah diberikan (Kristaloid)
Pre operasi = 500 cc
Intra operasi 1 jam pertama = 270 cc
Intra operasi 1 jam kedua = 605 cc
Total = 1375 cc
xi. Jumlah tetesan / menit 1 jam pertama = 270 x 20 tetes/ menit
60 menit
= 90 tetes/menit
Jumlah tetesan / menit 1 jam Kedua = 605 x 20 tetes/ menit
60 menit
= 201 tetes/menit
j. Pengakhiran anestesi
Operasi selesai pada pukul 11.35 wib pasien dilakukan spontanisasi pada pernapasan
dengan baging ( axis) tanpa menggunakan ventilator dan di berikan terapi injeksi
neostigmine 0,5 mg + sulfat atropine 0.25 mg untuk menghilangkan efek dari obat
relaksan (atrakurium). Pasien bernapas spontan dengan adekuat dengan tanda bisa
menelan, pasien sadar penuh, mampu bernps bila di perintah, kekuatan otot sudah
pulih, tensi normal, saturasi normal dan tidak ada distensi lambung. Pasien dilakukan
ektubasi pada jam 11.55 Wib, dan pindah ke ruang pemulihan (RR) pada jam 12.20
wib.
13
3.4 Analisa Data
14
3.6 Intervensi dan Implementasi
15
pijatan,bimbingan - Ketorolac 30 mg IV
antisipatif)
6. Kolaborasi pemberian
analgetik.
2. Ansietas b/d Kontrol diri 1. Bina hubungan saling 1. Mendekatkan diri untuk S : - Klien mengatakan cemas
tindakan Terhadap percaya membina kepercayaan Berkurang.
06/02/2019 operasi Ketakutan 2. Kaji tanda verbal dan 2. Untuk meihat tanda dari - Klien mengatakan merasa
kriteria hasil: nonverbal kecemasan kecemasan pada wajah klien ngantuk setelah di
Jam 09.10 Memantau 3. Instruksikan 3. Mendorong verbalisasi lakukan pemberian obat
intensitas Menggunakan teknik perasaan, persepsi dan O : - Klien tampak mulai tenang
ketakutan relaksasi ketakutan saat menjelang Operasi
Menghilangka 4. Jelaskan prosedur dan 4. Untuk mengalihkan - Klien tampak mengantuk,
sensasi yang di rasakan perhatianpasien gelisah berkurang
n penyebab
ketakutan selama prosedur di setelah pemberian
Mencari lakukan midazolam 2 mg IV
informasi untuk TTV : TD : 120/78 mmHg
mengurangi N : 82 x/menit
nyeri RR: 19 x/ menit
Menghindari Suhu : 36,6oC
sumber A : Cemas
ketakutan P : - Cemas pasien mulai teratasi
jika - lanjutan intervensi
memungkinan
Menggunakn
strategi koping
yang efektif
Post anestesi
1. Pola nafas - respirasi status : 1. Auskultasi suara napas 1. Auskultasi suara napas S:-
tidak efektif ventilasi sebelum dan sesudah di sebelum dan sesudah di O : -Terdapat banyak mucus
b/d - Air way patency sucton sucton pada rongga mulut pada
16
06/02/2019 bersihan Krteria Hasil : 2. Berikan oksigen 2. Memerikan oksigen dengan saat ektubasi dan setelah di
jalan nafas 1. Memdemontra denganmengunakan mengunakan nasal kanul ektubasi.
Jam 12.35 tidak sika batuk nasal kanul 3. Menganjukan pasien untuk - pasien sudah bernapas
maksimal efektif dan 3. Anjukan pasien untuk napas dalam setelah ETT di
spontan.
suara napas napas dalam setelah ETT kelukan
- Terdengar suara stidor pada
yang bersih, di kelukan 4. Membuka jalan napas lebih
mampu 4. Buka jalan napas degan terbuka rongga mulut.
mengekuarkan teknik chin lift atau jaw 5. Membebaskan hambatan - Refplek menelan masih
sputum dan trush bila perlu. pada jalan napas sangat lemah.
mampu 5. Posisikan kepala pasien 6. Mengeluarkan secret atau TTV :
bernapas dengan miring untuk batuk dengan suction TD : 134 / 85 mmHg
dengan mudah. memaksimalkan ventilasi 7. Monitor status oksigen dan
Nadi : 96 x/menit
2. Menunjukan 6. Pasang mayo bila perlu. sturasi.
jalan napas 7. Monitor status oksigen 8. Melakukan sunction Respiasi : 21 x / menit
yang paten dan sturasi. Suhu : 36,40C
dengan 8. Lakukan suction apabila A : Bersihan jalan napas tidak
pernapasan banyak lender. efektif
dalam dan P :- masalah teratasi sebagian
normal - lanjutkan intervensi
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Soft tissue atau jaringan lunak merupakan semua jaringan nonepitel selain tulang,
tulang rawan, otak dan selaputnya, sistem saraf pusat, sel hematopoietik, dan jaringan
limfoid. Tumor jaringan lunak umumnya diklasifikasikan berdasarkan jenis jaringan yang
membentuknya, termasuk lemak, jaringan fibrosa, otot dan jaringan neurovaskular.
4.2 SARAN
Dengan dibuatnya makalah ini, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi
peserta pelatihan penata anestesi dan dapat menambah pengetahuan tentang asuhan
keperawatan anestesi tetang penyakit fibroadenoma mammae. Semoga dalam
pembuatan asuhan keperwatan anestesi berikutnya lebih teliti dan lebih lengkap dalam
pengkajian anestesi.
18
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidajat, R, Jong, W.D.(2005).Soft Tissue Tumor dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2.
Jakarta : EGC
Weiss S.W.,Goldblum J.R.(2008).Soft Tissue Tumors.Fifth Edition. China : Mosby Elsevier
Manuaba, T.W.( 2010).Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid, Peraboi 2010. Jakarta :
Sagung Seto
Smeltzer. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta : EGC
Reeves, J.C.(2001). Keperawatan medikal bedah. Jakarta : Salemba Medika
Price, Sylvia A. (2006).Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta : EGC
Nurarif A, H, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda
NIC-Noc, Edisi Revisi Jilid 1. Jogjakarta : Mediaction Jogja
Potter and Perry Volume 2 .2006.Fundamental Keperawatan .Jakarta:EGC
19