Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR PHALANX

A. PENGERTIAN

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertai


dengan luka sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, rupture tendon, kerusakan
pembuluh darah, dan luka organ-organ tubuh dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya, terjadinya fraktur jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang
besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smeltzer, 2001).
Open fraktur phalang hand adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
phalanx secara terbuka yang diakibatkan oleh trauma dimana terdapat tekanan
yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma tidak
langsung.
Pinning adalah teknik instrumentator pada fraktur yang akan dilakukan
tindakan pemasangan wire.
B. ANATOMI & FISIOLOGI KARPAL
Tulang karpal terdiri dari 8 tulang pendek yang berartikulasi dengan ujung
distal ulna dan radius, dan dengan ujung proksimal dari tulang metakarpal. Antara
tulang-tulang karpal tersebut terdapat sendi geser. Ke delapan tulang tersebut
adalah scaphoid, lunate, triqutrum, piriformis, trapezium, trapezoid, capitate, dan
hamate.

Bagian dari Tulang Karpal yaitu :


a. Metakarpal
Metakarpal terdiri dari 5 tulang yang terdapat di pergelangan tangan dan
bagian proksimalnya berartikulasi dengan bagian distal tulang-tulang karpal.
Persendian yang dihasilkan oleh tulang karpal dan metakarpal membuat tangan
menjadi sangat fleksibel. Pada ibu jari, sendi pelana yang terdapat antara tulang
karpal dan metakarpal memungkinkan ibu jari tersebut melakukan gerakan seperti
menyilang telapak tangan dan memungkinkan menjepit/menggenggam sesuatu.
Khusus di tulang metakarpal jari 1 (ibu jari) dan 2 (jari telunjuk) terdapat tulang
sesamoid.
b. Falang
Falang juga tulang panjang,mempunyai batang dan dua ujung. Batangnya
mengecil diarah ujung distal. Terdapat empat belas falang, tiga pada setiap jari
dan dua pada ibu jari. Sendi engsel yang terbentuk antara tulang phalangs
membuat gerakan tangan menjadi lebih fleksibel terutama untuk menggenggam
sesuatu.
C. MACAM – MACAM FRAKTUR
Klasifikasi secara umum fraktur yakni:
a. Berdasarkan tempat: fraktur humerus, tibia, clavicula, una, radius dsb.
b. Berdasarkan komplit atau tidaknya fraktur:
1) Fraktur komplit: garis patahan melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang.
2) Fraktur tidak komplit: bila garis patahan tidak melalui seluruh garis
penampang tulang.
c. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patahan:
1) Fraktur komunitif: fraktur dimana garis patahan lebih dari satu saling
berhubungan.
2) Fraktur segmental: fraktur dimana garis patahan lebih dari satu tetapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur multipel: fraktur yang lebih dari satu tetapi tidak pada tulang yang
sama.
d. Berdasarkan posisi fragmen:
1) Fraktur undisplaced (tidak bergeser) garis patahan lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2) Fraktur dispaced (bergeser) terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen.
e. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Fraktur tertutup (closed) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri
yang berdasarkana keadaan jaringan lunak disekitar trauma yaitu
a) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan
lunak disekitar.
b) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan
jaringan subkutan.
c) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak
bagian dalam dan pembengkakan ancaman sindroma kompartemen.
d) Tingkat 3 : cidera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata.
2) Fraktur terbuka (open/ compound) bila terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar karena perlukaan kulit. Fraktur terbuka
dibedakan menjadi beberapa grade yaitu:
a) Grade I : luka bersih panjangnya kurang dari 1 cm.
b) Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif.
c) Grade III : sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensif.
f. Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma:
1) Fraktur transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2) Fraktur obliq : fraktur yang arah garis patahannya membentuk sudut erhadap
sumbu tulang yang merupakan akibat tarauma angulasi juga.
3) Fraktur spiral : fraktur yang arah garis patahannya berbentuk spiral yang
diakibatkan rotasi.
4) Fraktur kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang kearah permukaan lain.
5) Fraktur avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
g. Berdasarkan kedudukan tulangnya:
1) Tidak adanya dislokasi
2) Adanya dislokasi:
- At axim: membentuk sudut
- At Lotus : fragmen tulang berjauhan
- At Longitudinal : berjauhan memanjang.
- At lotus cum contractiosnum: berjauhan dan memendek.
h. Berdasarkan posisi fraktur pada sebatang tulang:
1) 1/3 paroksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal.
i. Fraktur kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
j. Fraktur patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

D. ETIOLOGI
a. Trauma langsung/ direct trauma
b. Trauma yang tidak langsung/ indirect trauma.
c. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu
sendiri rapuh/ ada resiko terjadinya penyakit yang mendasari dan hal ini
disebut dengan fraktur patologis.
d. Kekerasan akibat tarikan otot. Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang
terjadi. Kekuatan dapat berupa pemutiran, penekukan, penekanan, kombinasi
dari ketiganya dan penarikan.

E. PATHWAY
F. PENATALAKSANAAN
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:
a. X ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan tulang cidera.
b. Bones scan, tomogra, atau MRI Scan.
c. Arteriogram dialkukan bila ada kerusakan vaskuler.
d. Cct kalau banyak kerusakan otot.
e. Pemeriksaan darah lengkap.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi Awal
1) Kerusakan Arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada
ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan
posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
2) Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan
parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf,
dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan
embebatan yang terlalu kuat.
3) Fat Embolism Syndrom
Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering
terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak
yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan
tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan
pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.
4) Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam.
Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena
penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.
5) Avaskuler Nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak
atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan
adanya Volkman’s Ischemia.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.

Komplikasi Dalam Waktu Lama


1) Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan
karena penurunan supai darah ke tulang.
2) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan.
Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi
fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga
disebabkan karena aliran darah yang kurang.
3) Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan
meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas).
Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
H. MANISFESTASI KLINIK
a) Nyeri
b) Deformitas
c) Krepitasi
d) Bengkak
e) Peningkatan temperatur local
f) Pergerakan abnormal
g) Echymosis
h) Kehilangan fungsi
i) Kemungkinan lain.

I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
1. Pengumpulan Data
a. Identitas klien
b. keluhan utama.
Biasanya keluhannya adalah nyeri. Nyeri itu bisa akut atau kronik tergantung
dari lamanya serangan. Menggunakan PQRST.
c. Riwayat penyakit sekarang.
Menentukan penyebab fraktur sehingga membantu dalam membuat rencana
tindakan pada klien.
d. Riwayat penyakit terdahulu.
Menemukan adanya penyakit-penyakit yang mempengaruhi penyembuhan
tulang seperti osteo porosis maupun kanker tulang.
e. Riwayat penyakit keluarga.

f. Riwayat penyakit keluarga


Yang berhubungan dengan penyembuhan tulang antara lain diabetes,
osteoporosis dan kanker tulang.
g. Riwayat psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran
klien dalam keluarga dan masyarakat.
h. Pola fungsi kesehatan
1) Pola presepsi dan tata laksana hidup sehat. Ketidak adekuatan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk
membantu penyembuhan tulang.
2) Pola nutrisi dan metabolik. Perlunya mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-hari seperti kalsium, zat besi, protein, vit.C dan lainnya untuk membentu
proses penyembuhan tulang.
3) Pola eliminasi. Umumnya tidak terjadi kelainan.
4) Pola istirahat tidur. Kesulitan tidur akibat nyeri dan ketidak nyamanan akibat
pemasangan bidai ataupun alat bantu lainnya.
5) Pola aktivitas. Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, mungkin akan
mengganggu semua aktivitas.
6) Pola hubungan peran. Ganguan peran akbat perawatan.
7) Pola persepsi dan konsep diri. Timbul ketidak adekuatan akan kecacatan akibat
frakturnya, rasa cemas, ketidak nyamanan, ketidak mampuan beraktivitas, dan
gangguan body image.
8) Pola sensori dan kognitif. Kemampuan raba berkurang terutama pada bagian dista
dari bagian yang fraktur.
9) Pola reproduksi seksual. Kehilangan libido ataupun kemampuan akibat
kelemahan fisik maupun ketidak nyamanan akibat nyeri.
10) Pola penanggulangan stress. Timbul rasa cemas pada dirinya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
11) Pola tata nilai dan keyakinan.
2. Pemeriksaan fisik
Dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan fisik umum dan lokalis.
1) Gambaran umum: meliputi
- keadaan umum, kesadaran, nyeri, tanda vital.
- Secara sistemik: kepala sampai kaki.
2) Keadaan lokal. Perlu diperhitungkan keadaan paroksimal serta bagian distal
terutama mengenai status neurovaskuler å 5P yaitu Pain, Palor, Parestesia,
Pulse, Pergerakan.

3. Pemeriksaan Diagnosis
1) Radiologi.
2) Pemeriksaan laboratorium.
3) Pemeriksaan lain-lain
- Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas, didapatkan
mikroorganisme penyebab infeksi.
- Biopsi tulang dan otot.
- Elektromyografi.
- Arthroscopy.
- Indium imaging.
- MRI.
J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. PREOPERASI
1) Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.
2) Ansietas berhubungan dengan diagnosa, pengobatan dan prognosis.
3) Gangguan konsep diri (body image) berhubungan dengan kehilangan bagian
tubuh dan disfungsi tubuh.
b. INTRA OPERASI
1) Resiko cidera berhubungan dengan pajanan alat, penggunaan electro surgical.
2) Resiko cidera berhubungan dengan pajanan lingkungan, peralatan,
penggunaaan tehnik aseptik yang kurang tepat.
c. POST OPERASI
1) Resiko bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
fungsi saluran pernapasan.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan efek anastesi.

K. INTERVENSI
a. Preoperasi

Nyeri akut berhubungan dengan terputusny kontinuitas jaringan.


Tujuan: Klien akan menunjukan toleransi terhadap nyeri setelahdilakukan perawatan
selama 2X24 jam dengan kriteria:
a. Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.
b. Ekspresi wajah rileks.
c. Tidak menunjujan perilaku berhati-hati pada area yang sakit.
d. VS normal.
e. Skala nyeri 0-5

1. Kaji dan catat kualitas, lokasi, dan durasi Sebagai data dasar dalam menentukan
nyeri. intervensi penangan nyeri yang sesuai
2. Kaji dan pantau vital sign Data dasar pembanding terhadap repon
nyeri.
3. Ajarkan terhnik distraksi dan relaksasi Tehnik distraksi diharapkan dapat
mengalihkan perhatian dari
konsentrasiterhadap nyeri dan relaksasi
diharapkan dapat mengontrol nyeri.
4. Ajarkan tehnik mobilisasi efektif. Mengurangi nyeri akibat kompresi.
5. Kolaborasi pemberian analgetik maupun Analgetik igunakan sebagai anti nyeri
sedatif yang sesuai. dan sedasi digunakan untuk
merelaksasi dan meningkatkan
kenyamanan klien.

Ansietas berhubungan dengan perubahan dalam status kesehatan.


Tujuan: dalam waktu 1 x 24 jam tingkat kecemasan klien berkurang atau hilang dengan
kriteria:
a. Pasien menyatakan kecemasannya berkurang.
b. Pasien mampu mengenali perasaan ansietasnya
c. Pasien dapat mengidentifikasi penyebab atau factor yang mempengaruhi ansietasnya.
d. Pasien kooperatif terhadap tindakan.
e. Ekspresi wajah Nampak rileks.
1. Bantu pasien mengekspresikan perasaan Ansietas berkelanjutan dapat memberikan
marah, kehilangan dan takut dampak serangan jantung
2. Kaji tanda ansietas verbal dan nonverbal. Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukan
Damping pasien dan berikan tindakan bila rasa agitasi, marah dan gelisah.
pasien menunjukan tindakan merusak.
3. Jelaskan tentang prosedur pembedahan Pasien yang teradaptasi dengan tindakan
sesuai jenis operasi. pembedahan yang akan dilalui akan merasa
lebih nyaman.
4. Beri dukungan prabedah Hubungan yang baik antara perawat dengan
pasien akan mempengaruhi penerimaan
pasien akan pembedahan.
5. Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa
marah, menurunkan kerja sama dan
mungkin memperlambat penyembuhan.
6. Ciptakan lingkungan yang tenang dan Mengurangi rangsangan eksternal yang
nyaman agar pasien bisa beristirahat. tidak diperlukan.
7. Tingkatkan control sensasi pasien Control sensasi pasien dalam menurunkan
ketakutan dengan cara memberikan
informasi tentang keadaan pasien,
menekankan pada penghargaan sumber-
sumber koping (pertahanan diri) yang
positif, membantu relaksasi dan tehnik-
tehnik pengalihan dan memberikan dan
memberikan respon balik yang positif.
8. Orientasikan pasien terhadap prosedur Orientasi dapat menurunkan kecemasan
rutin dan aktivitas yang diharapkan
9. Beri kesempatan kepada pasien untuk Dapat menghilangkan ketegangan terhadap
mengungkapkan ansietasnya kehaatiran yang tidak diekspresikan.
10. Beri privasi untuk pasien dan orang Member waktu untuk mengekpresikan
terdekat perasaan, menghilangkan rasa cemas dan
perilaku adaptasi. Kehadiran keluarga dan
teman-teman yang dipilih pasien untuk
memenuhi aktivitas pengalih.
11. Kolaborasi: Berikan anticemas sesuai indikasi,
contohnya Diazepam

b. Intra operasi
Resti infeksi b.d. tindakan aseptik yang tidak tepat/ kesterilan alat yang tidak dijaga.
Tujuan: klien akan menunjukan bebas dari resiko infeksi setelah dilakukan tindakan selama
30 menit dengan kriteria:
a. Memastikan indikator steril sudah sesuai.
b. Malakukan tehnik aseptik.
c. Penutupan luka secara steril.
1. Perhatikan indikator yang ditempel pada Indikator akan berubah warna pada proses
packing instrumen sebelum membuka atau pensterilan alat. Memastikan kesterilan
menggunakan. alat.
2. Pastikan urutan dan tata cara scrubing, Menjaga keadaan aseptik dan mencegah
gawning dan glowing secara tepat. terjadinya infeksi silang pada pasien.
3. Buka packing dengan posisi steril setelah Menjaga kesterilan alat tetap terjaga.
mengenakan gaun dan sarung tangan steril.
4. Pastikan meja instrumen telah dialas Menjaga kesterilan alat.
dengan linen steril sekurang2nya dua lapis
5. Perhatikan agar alat tidak terkontaminasi Menjaga kesterilan alat.
atau tersentuh benda lain yang tidak steril,
tutup instrumen yang telah ditata dengan
linen steril.
6. Kolaborasi pemberian antibiotika yang Antibiotika sebagai anti kuman yang
sesuai. mencegah infeksi.

c. Setelah operasi

Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan.


Tujuan: Klien akan menunjukan toleransi terhadap nyeri setelahdilakukan perawatan selama
2X24 jam dengan kriteria:
a. Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol.
b. Ekspresi wajah rileks.
c. Tidak menunjujan perilaku berhati-hati pada area yang sakit.
d. VS normal.
e. Skala nyeri 0-5

1. Kaji dan catat kualitas, lokasi, dan durasi Sebagai data dasar dalam menentukan
nyeri. intervensi penangan nyeri yang sesuai
2. Kaji dan pantau vital sign Data dasar pembanding terhadap repon
nyeri.
3. Ajarkan terhnik distraksi dan relaksasi Tehnik distraksi diharapkan dapat
mengalihkan perhatian dari
konsentrasiterhadap nyeri dan relaksasi
diharapkan dapat mengontrol nyeri.
4. Ajarkan tehnik mobilisasi efektif. Mengurangi nyeri akibat kompresi.
5. Kolaborasi pemberian analgetik maupun Analgetik igunakan sebagai anti nyeri dan
sedatif yang sesuai. sedasi digunakan untuk merelaksasi dan
meningkatkan kenyamanan klien.
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat (integritas
kulit yang tidak utuh)
Tujuan: klien akan menunjukan pertahanan tubuh adekuat dengan kriteria:
a. Suhu tubuh normal
b. Tidak ada pus atau nanah pada luka
c. Luka kering
d. Leukosit normal

1. Kaji dan pantau bentuk dan karakteristik Membantudalam menentukan tehnik dan
luka proses penanganan luka yang sesuai.
2. Lakukan perawatan luka secara aseptik Meminimalisir dan mencegah masuknya
mikroorganisme yang dapat menyebabkan
infeksi.
3. Ganti pembalut/perban sesuai indikasi Menjaga kebersihan dan kesterilan luka
4. Anjurkan klien untuk makan makanan Protein dan albumin dianjurkan dalam
bergizi. proses penyembuhan luka.
5. Pantau vital sign Memntau perubahan dan tanda infeksi
sedini mungkin.
6. Kolaborasi pemberia antibiotika Antbiotika sebagai anti kuman yang dapat
mencegah perkembangan kuman endogen
dan eksogen yang dapat menyebabkan
infeksi pada luka.
DAFTAR PUSTAKA

Lynda Juall Carpenito. Handbook Of Nursing Diagnosis. Edisi 8. Jakarta : EGC ;


2001
Sandra M. Nettina , Pedoman Praktik Keperawatan, Jakarta, EGC, 2002
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. Brunner and Suddarth’s Textbook of Medical – Surgical
Nursing. 8th Edition. Alih bahasa : Waluyo, A. Jakarta: EGC; 2000 (Buku asli
diterbitkan tahun 1996
Suyono, S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2001

Anda mungkin juga menyukai