Anda di halaman 1dari 46

UHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN trauma ekstremitas

Disusun oleh :
INTAN LARASAY
2C
8801190118

DIII KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG BANTEN
2020-2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma ekstremitas adalah trauma yang mengakibatkan cedera pada ekstremitas.
Trauma pada satu bagian system musculoskeletal atau trauma ekstremitas dapat
menyebabkan disfungsi struktur di sekitarnya dan struktur yang dilindungi atau disangganya
serta kerusakan pada otot, pembuluh darah dan saraf.
Trauma otot dan tulang dapat terjadi tanpa atau disertai trauma system lain. Bila hanya
ekstremitas yang mengalami trauma biasanya tidak dianggap sebagai prioritas pertama.
Trauma ekstremitas jarang menimbulkan kematian pada penderita trauma, sehingga
tidak mengherankan bila pembentukan dan pemeliharaan jalan pernapasan yang memuaskan,
ventilasi yang tepat serta pemulihan pendarahan biasa nya mendahului penatalaksanaannya.
Namun, perlu diingat bahwa akibat trauma ekstrimitas dapat memperberat masalah yang
mengancam nyawa ini.
Sehingga penting mengenal bahwa terapi tepat bagi ekstremitas yang cedera yang
tidak hanya betapa pentingnya bagian tersebut, tetapi bisa memainkan peranan besar dalam
melangsungkan kehidupan pasien.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimanakah konsep dasar dan asuhan keperawatan pada trauma ekstremitas?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep dasar dan asuhan keperawatan pada trauma ekstremitas.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui Definisi Dari Trauma Ekstremitas.
2. Mengetahui Klasifikasi Dari Trauma Ekstremitas.
3. Mengetahui Etiologi Dari Trauma Ekstremitas.
4. Mengetahui Patofisiologi Dari Trauma Ekstremitas.
5. Mengetahui Manifestasi Klinis Dari Trauma Ekstremitas.
6. Mengetahui Pemeriksaan Diagnostik Dari Trauma Ekstremitas.
7. Mengetahui Penatalaksanaan Dari Trauma Ekstremitas.
8. Mengetahui Asuhan Keperawatan Dari Trauma Ekstremitas.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi pembaca, khususnya mahasiswa keperawatan dapat mengerti tentang konsep
dasar trauma ekstremitas yang sesuai dengan standart kesehatan demi meningkatkan
tingkat kesejahteraan masyarakat dan dapat dijadikan sebagai referensi untuk bahan
pengetahuan.
1.4.2 Bagi mahasiswa keperawatan dapat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
trauma ekstremitas dengan baik.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PEMBAHASAN SLO

2.1.1 DEFINISI TRAUMA EKSTREMITAS

Trauma ekstremitas adalah trauma yang mengakibatkan cedera pada ekstremitas.


Trauma pada satu bagian system musculoskeletal atau trauma ekstremitas dapat
menyebabkan disfungsi struktur di sekitarnya dan struktur yang dilindungi atau
disangganya serta kerusakan pada otot, pembuluh darah dan saraf.
Trauma otot dan tulang dapat terjadi tanpa atau disertai trauma system lain. Bila
hanya ekstremitas yang mengalami trauma biasanya tidak dianggap sebagai prioritas
pertama. Mekanisme cedera/trauma antara lain tabrakan/kecelakaan kendaraan bermotor,
penyerangan, jatuh dari ketinggian, cedera waktu olah raga, cedera waktu bersenang-
senang atau waktu melakukan pekerjaan rumah tangga.

2.1.2 ETIOLOGI TRAUMA EKSTREMITAS


a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah
secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan
kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan,
misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.

2.1.3 KLASIFIKASI TRAUMA EKSTREMITAS

1. Fraktur

Cedera skelet yang paling signifikan dapat terjadi disebut fraktur. Selain berakibat
ke jaringan tulang, cedera dapat terjadi disekitar jaringan lunak, pembuluh darah,
dan saraf. Resiko komplikasi yang signifikan, seperti infeksi yang sering dikaitkan
dengan fraktur yang meliputi cedera jaringan lunak mayor.

a. Fraktur tertutup
Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa cedera jaringan lunak terbuka.
Prognosis umumnya lebih baik untuk fraktur tertutup karena resiko infeksi
terbatas. Fraktur tertutup juga diklasifikasikan berdasarkan tipenya :
compression impacted, green stick, oblique, spiral, transversal, komunitif
b. Fraktur terbuka
Adalah fraktur dengan cedera jaringan lunak terbuka. Fraktur ini kadang
sulit ditentukan bila luka pada bagian proksiml fraktur benar-benar terkain
dengan fraktur tersebut. Pedoman atau prinsip yang berdasarkan praktik
menganggap luka sebagai fraktur terbuka sampai dapat dibuktikan
sebaliknya.

Fraktur terbuka ditangani sebagai


kedaruratan ortopedik karena resiko
infeksi dan kemungkinan komplikasi.
Fraktur terbuka dapat
diklasifikasikan berdasarkan tingkat
keparahannya.

Klasifikasi fraktur terbuka


Derajat I Luka kecil, panjang < 1 cm yang tertusuk dari bawah
Derajat II Luka melingkar penuh sampai panjang 5 cm dengan
sedikit atau tanpa kontaminasi dan tidak ada
kerusakan jaringan lunak berlebihan atau kepingan
periosteal
Derajat III Luka > 5 cm dan dikaitkan dengan kontaminasi atau
cedera jaringan lunak signifikan (kehilangan jaringan,
avulse, cedera remuk) dan sering mencakup fraktur
segmental; dapat ditemukan kepingan jaringan lunak
tulang, cedera vaskuler mayor atau kepingan
periosteal.
Data dari American College of Surgeons: Advance trauma life support,
student manual, ed 2, Chicago, 1993. The College; Geiderman, JM:
Orthopedic Injuries: management principles. In Rosen P et al, editors:
Emergency medicine concepts and clinical practice, ed 4. St Louis, 1998
Mosby.

c. Fraktur ekstremitas bawah


 Fraktur pelvic
Fraktur ini dapat mengakibatkanhipovolemi akibat kemungkinan
kehilangan darah sampai 4 L yang dapat terjadi karena robekan arteri,
kerusakan pembuluh vena pleksus, dan permukaan kanselosa tulang
yang fraktur.
Gejala :
 Deformitas eksternal ringan mungkin terjadi, sebagai akibat
jaringan lunak yang bertumpuk banyak
 Darah dapat terlihat di meatus dan pada pemeriksaan rectal
(cedera rectal, uretra dan kandung kemih adalah komplikasi
fraktur pelvis)
 Ekimosis perineal atau hematoma skrotum mungkin terlihat
 Rotasi abnormal pada panggul atau kaki mungkin ada
 Perdarahan eksternal mungkin teramati pada fraktur terbuka
 Sirkulasi distal mungkin berpotensi terganggu
 Pasien merasa nyeri ketika tekanan diberikan pada Krista
iliaka anteriorsuperior dan simpisis pubis
 Fraktur femoral
Fraktur femur bilateral dapat menunjukkan cedera mengancam jiwa
sekumder akibat hipovolemi (kehilangan darah pada setiap femur
mungkin sebanyak 2 L)
 Fraktur lutut
Fraktur patella umumnya disertai dislokasi akibat transmisi energy
tinggi, dan fraktur ini dapat dikaitkan dengan cedera pembuluh popliteal
 Fraktur tibia dan fibula
Fraktur tibia dan fibula dapat terjadi bersamaan atau sendiri-sendiri dan
umunya akibat benturan langsung. Tibia umumya fraktur saat jatuh
karena sifatnya yang menyokong beban berat tubuh.
Gejala :
 Fraktur tibia dapat dikaitkan dengan memburuknya sindrom
kompartemen. Evaluasi nyeri progresif yang tampak hebat
pada cedera ringan menetap, nyeri peregangan pasif pada otot
yang terkena, tegangan pada area yang terkena, penurunan
sensasi, dan kelemahan tungkai bawah.
 Pasien dengan fraktur tibia dan fibula yang stabil mungkin
dapat menyokong berat tubuh pada ekstremitas. Pemeriksaan
posterior tungkai bawah dapat menunjukkan gejala yang
konsisten dengan fraktur.
d. Fraktur ekstremitas atas
 Fraktur scapula
Curigai adanya fraktur scapula dengan cedera jaringan lunak yang
signifikan pada bahu dan saat mekanisme cedera menunjukkan tingkat
transmisi energy kinetic tinggi. Fraktur scapula menuntut evaluasi yang
cermat untuk kerusakan pada struktur disekitarnya karena sering
dikaitkan dengan dislokasi bahu, kontusio paru, fraktur iga dengan
potensi pneumotoraks, fraktur kompresi vertebra dan fraktur ekstremitas
atas.
Gejala :
 Pasien sering menunjukkan keterbatasan rentang gerak
ekstremitas ipsilateral.
 Fraktur klavikula
Fraktur klavikula sering menyebabkan kerusakan pada struktur
dibawahnya, seperti paru (pneumotoraks, hemotoraks), dan vena
subklavia.
Gejala :
 Pasien sering menunjukkan bahu yang tidak stabil karena
kehilangan penyokong pada gelang bahu
 Evaluasi status neuro vascular ekstremitas karena fraktur ini
sering dikaitkan dengan gangguan neurovascular
 Fraktur ini dapat dikaitkan dengan pneumotoraks,
hematotoraks, atau kompresi pleksus brakialis
 Fraktur humerus
fraktur humerus dapat dikaitkan dengan kerusakan arteri brakialis dan
kerusakan saraf radialis, ulnaris dan saraf medialis. Oleh karena lokasi
anatomic berkas neurovascular, fraktur humerus distal yang dicurigai
harus menjalani pemeriksaan neurovascular dengan seksama dan
terdokumentasi. Benturan langsung pada prosesus olekranon dapat
mengakibatkan fraktur indirek pdaa humerus distal.
 Fraktur radius dan ulna
Gejala :
 Perhatikan fraktur dekat siku dan pergelangan yang berkaitan
dengan gangguan neurovascular; fraktur pada daerah ini
memerlukan evaluasi neurovascular dan dokumentasi yang
cermat.
 Fraktur Colle adalah salah satu dari fraktur yang paling umum
pada radius dan ulna. Fraktur ini umumnya ditandai dengan
tipe penampilan “garpu perak”, dengan pergelangan tangan
memutar keatas yang berhubungan dengan radius dan ulna.

2. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen adalah kondisi kedaruratan yang terjadi ketika tekanan
didalam kompartemen otot meningkat sampai tingkat yang mempengaruhi sirkulasi
mikrovaskular dan merusak integritas neurovascular. Setelah beberapa jam tekanan
jaringan nintersitial meningkat diatas dasar kapiler, yang mengakibatkan iskemia
saraf dan jaringan otot.

Sindrom ini paling


umum disebabkan
oleh edema atau
perdarahan kedalam
ruang kompartemen
karena cedera
remuk, fraktur,
kompresi yang lama
pada ekstremitas, luka bakar (listrik, termal) atau gigitan (binatang, manusia).
Penyebab iatrogenic sindrom kompartemen meliputi MAST, manset TD otomatis,
gips atau balutan yang terlalu ketat.
Gejala :
 Nyeri progresif dan berat yang melebihi kondisi cedera lapisan
dibawahnya, nyeri meningkat dengan gerakan pasif otot yang terkena
 Penurunan sensasi terhadap sentuhan
 Bengkak tegang, asimetris
 Parastesi
 Ekstremitas pucat

3. Dislokasi
Dislokasi merupakan cedera sendi yang serius dan jarang terjadi. Dislokasi
terjadi bila sendi lepas dan terpisah, dengan ujung-ujung tulang tidak lagi menyatu.
Bila ujung tulang hanya berubah posisi secara parsial, cedera disebut subluksasio.
Bahu, siku, jari, panggul, lutut dan pergelangan kaki merupakan sendi-sendi yang
paling sering mengalami dislokasi

Gejala :
 Nyeri hebat pada
daerah sendi yang
sakit
 Deformitas sendi
 Pembengkakan sendi
 Kehilangan rentang sendi
 Kebas, kehilangan sensasi dan tidak terabanya nadi pada bagian distal
cedera (dislokasi dapat mengganggu fungsi arteri dan saraf dibagian
proksimal)

4. Sprain (keseleo)
Sprain (keseleo) merupakan cedera pada sendi yang sering terjadi. Pada
keadaan tersebut, ligament dan jaringan lain rusak karena peregangan atau puntiran
yang keras. Usaha untuk menggerakkan atau menggunakan sendi meningkatkan
rasa nyeri. Lokasi yang sering mengalami sprain (keseleo) meliputi pergelangan
kaki, pergelangan tangan, atau
lutut.
Gejala:

 Peregangan atau robekan kecil pada


ligament
 Pembengkakan dan hemoragi minimal,
nyeri tekan lokal
 Tidak ada gerakan sendi abnormal
 Robekan parsial ligament
 Nyeri
 Gerakan sendi abnormal
 Ligament terputus komplet
 Sendi secara nyata mengalami deformasi
 Nyeri tekan dan bengkak
 Sendi tidak dapat menopang beban
 Gerakan sendi sangat abnormal

5. Strain (peregangan)
Strain otot, dikenal juga sebagai tarikan otot, terjadi bila otot terlalu meregang
atau robek. Otot punggung sering mengalami strain bila seseorang mengangkat
benda berat.

Gejala :

 Peregangan ringan-robekan minor


 Nyeri local, nyeri tekan, bengkak, spasme otot
ringan
 Peregangan sedang-peningkatan jumlah serat
yang robek
 Nyeri local, nyeri tekan, bengkak, dislokasi
dan ketidakmampuan untuk menggunakan
tungkai untuk periode lama
 Peregangan hebat-pemisahan komplet otot
dari otot, otot dari tendo, atau tendon dari
tulang
 Nyeri local, nyeri tekan, bengkak, pucat

6. Vulnus (Luka)
Terdapat beberapa jenis luka terbuka :
 Abrasi : lapisan atas kulit terkelupas, dengan sedikit kehilangan darah.
Nama lain untuk abrasi adalah goresan (scrape), road rush, dan rug
burn.
 Laserasi : kulit yang terpotong dengan pinggir bergerigi. Jenis luka ini
biasanya disebabkan oleh robeknya jaringan kulit secara paksa
 Insisi : potongan dengan pinggir rata seperti potongan pisau atau teriris
kertas
 Pungsi : cedera akibat benda tajam (seperti pisau, pemecah es atau
peluru). Benda yang menembus dapat merusak organ-organ internal.
Resiko infeksi tinggi. Benda yang menyebabkan cedera tersebut dapat
tetap tertanam dalam luka.
 Avulse : potongan kulit yang robek lepas dan menggantung pada tubuh.
 Amputasi : terpotong atau robeknya bagian tubuh

2.1.4 PATOFISIOLOGI

Terlampir
2.1.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

a. Hemoglobin dan hematokrit


Untuk pasien fraktur pelvis, femur, atau multiple, ukur hemoglobin dan hematokrit
karena berpotensi kehilangan darah.
b. Mioglobin urine
Mioglobin urine adalah protein otot yang dilepaskan dari sel ketika sel rusak berat,
seperti pada cedera remuk atau sindrom kompartemen. Mioglobin di ekskresikan
kedalam urine dan akan mengubah urine menjadi coklat kemerahan.
c. Radiografi
Radiografi adalah alat pemeriksaan paling bermanfaat dalam mendiagnosis fraktur.
Foto anteroposterior dan lateral harus dilakukan untuk melihat keseluruhan tulang,
baik sendi proksimal maupun distal.
d. Arteriogram
Lakukan arteriogram untuk memastikan atau menyingkirkan dugaan sedera vaskuler
pada kasus penurunan atau tidak terabanya nadi.
e. CT Scan
CT scan sering kali digunakan untuk mengidentifikasi fraktur asetabulum dan untuk
mengevaluasi integritas permukaan artikulasi seperti lutut, tangan, pergelangan tangan
dan pergelangan kaki.
f. MRI
MRI mengidentifikasi kerusakan tulang, ligament, kartilago dan meniscus.

2.1.6 PENATALAKSANAAN

Tujuan tindakan penanggulangan cedera musculoskeletal menurut definisi orthopedic


adalah untuk mencapai rehabilitasi pasien secara maksimum dan utuh dilakukan dengan
cara medic, bedah dan modalitas lain untuk mencapai tujuan terapi. Ada 4 hal yang harus
diperhatikan :

a. Recognition
Pada trauma ekstremitas perlu diketahui kelainan yang terjadi sebagai akibat
cedera tersebut, baik jaringan lunak atau tulangnya. Dengan mengenali gejala dan
tanda pada penggunaan fungsi jaringan yang terkena cedera.
Fraktur merupakan akibat suatu kekerasan yang menimbulkan kerusakan tulang
disertai jaringan lunak sekitarnya.
Dibedakan pada trauma tumpul dan trauma tajam, langsung dan tidak
langsung. Pada umumya trauma tumpul akan memberikan kememaran yang difus
pada jaringan lunak termasuk ganggguan neurovaskuler yang menentukan vitalitas
ekstremitas bagian distal dari bagian yang cedera.
b. Reduction atau reposisi
Reposisi adalah tindakan untuk mengembalikan jaringan atau fragmen tulang
pada posisi semula. Tindakan ini diperlukan guna mengembalikan kepada bentuk
semula sebaik mungkin agar fungsi dapat kembali semaksimal mungkin.
 ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
fiksasi internal dengan pembedahan terbuka akan mengimmobilisasi fraktur
dengan melakukan pembedahan dengan memasukan paku, sekrup atau pin ke
dalam tempat fraktur untuk memfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur
secara bersamaan.
 OREF (Open Reduction External Fixation)
c. Retaining
Retaining adalah tindakan imobilisasi atau fiksasi untuk mempertahankan
hasil reposisi dan memberi istirahat pada spasme otot pada bagian yang sakit agar
mencapai penyembuhan dengan baik. Imobilisasi yang tidak adekuat dapat
memberikan dampak pada penyembuhan dan rehabilitasi.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi berarti mengembalikan kemampuan anggota gerak yang cedera
untuk dapat berfungsi kembali. Falsafah lama mengenai rehabilitasi adalah tindakan
setelah tindakan kuratif dalam mengatasi kendala kecacatan. Rehabilitasi menekan
upaya pada fungsi dan akan lebih berhasil dilaksanakan sedini mungkin.

2.2 ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN TEORI

1. Pengkajian
a. Mengkaji ABCD
 Airway
Kaji : bersihan jalan nafas, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, distress
pernafasan, tanda-tanda perdarahan dijalan nafas, muntahan, edema laring
 Breathing
Kaji : frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada, suara
pernafasan melalui hidung atau mulut, udara yang dikeluarkan dari jalan
nafas
 Circulation
Kaji : denyut nadi karotis, tekanan darah, warna kulit, kelembaban
kulit, tanda – tanda perdarahan eksternal dan internal
 Disability
Kaji : tingkat kesadaran dengan AVPU (alert, verbal, pain, unrespon),
gerakan ekstremitas, GCS, ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya
b. Kaji riwayat dan kondisi pasien
 Riwayat SAMPLE (Sign and symptom, Allergy, Medication, Past
medical history, Last oral intake, Event Preceding the injury)
 Tentukan mekanisme cedera untuk membantu memperkirakan
kelanjutan cedera
 Kaji disfungsi segera atau lambat atau nyeri yang dialami
 Perhatikan adanya riwayat cedera musculoskeletal
 Singkirkan benda yang berpotensi menekan ekstremitas yang cedera,
seperti pakaian, perhiasaan
 Evaluasi adanya luka terbuka pada ekstremitas. Tentukan panjang
dan dalamnya luka. Laserasi diatas tempat yang dicurigai fraktur
ditangani sebagai fraktur terbuka sampai pengkajian selanjutnya
membuktikan sebaliknya.
 Perhatikan adanya hematoma
 Evaluasi stabilisasi tulang-krepitasi tulang indikasi adnaya fraktur
 Inspeksi apakah ada pembengkakan, deformitas, rotasi abnormal atau
pemendekan tulang
c. Mengevaluasi ekstremitas apakah ada 5 P
 Pain (nyeri)
Keluhan paling umum pada cedera musculoskeletal adalah nyeri.
Titik nyeri tekan dapat menunkukkan fraktur dibawahnya. Nyeri
yang tidak konsisten dengan perluasan cedera menunjukkan
terjadinya sindrom kompartemen.
 Pallor (pucat)
Iskemik menimbulkan perubahan warna dan suhu
 Pulse (nadi)
Palpasi nadi pada semua ekstremitas. Nadi harus diperiksa dengan
palpasi, atau dengan Doppler bila tidak dapat diraba.
 Parestesia
 Paralisis
2. Analisa Data

No. Data Etiologi Masalah


keperawatan

1. DS : Trauma pada tulang (kecelakaan) Nyeri akut

- Klien mengatakan
tekanan pada tulang
seperti tertusuk-
tusuk pada daerah
tidak mampu meredam energi
femur
yang terlalu besar
- Nyeri bila
digerakkan
fraktur femur
- Nyeri dirasakan dari
tempat kecelakaan
pegeseran fragmen tulang
- Klien mengatakan
nyeri skala 8
merusak jaringan sekitar

DO : pelepasan mediator nyeri


(histamin, PG, bradikinin)
- Ekspresi meringis
pada wajah
Ditangkap resptor nyeri
- Klien mengerang
kesakitan
impuls ke otak
- Tampak jejas pada
femur sebelah kanan, persepsi nyeri
bengkak

Nyeri akut
2 Ds : klien mengeluh Kecelakaan, benda tajam Kerusakan integritas
kesakitan dan kakinya sulit (penetrasi) jaringan
untuk digerakkan

Penetrasi ke dalam jaringan


Do : dibawah subkutan

-edema ekstremitas (+)


-adanya laserasi dibagian
ekstremitas Kerusakan integritas jaringan

-eritema disekitar luka

-suhu disekitar jaringan


meningkat

-adanya luka diekstremitas


sedalam >1mm
3 DS : Trauma femoris (kehilangan Resiko Syok
1000-1500 ml darah) hipovolemik
-     Klien mengatakan pada
kulitnya terlihat bercak
merah
Cairan intravaskuler ↓(CO ↓ )
-     Klien mengatakan
adanya luka pada kulit nya
-     Klien mengatakan jika
Kompensasi peningkatan CO
kencing nya terdapat darah
-     Klien mengatakan gusi
nya berdarah
Melalui sistem neurohormonal
-     Klien mengatakan
( RAA, ADH, simpatis) -> pucat,
kadang mimisan
akral dingin, tachicardia,
DO :
takipnea, oliguria
-     TTV  =
-     Nadi : 130 X / menit
-     Napas : 30 x / menit
Tubuh berusaha mempertahankan
-     Suhu : 40oC
perfusi ke organ vital (jantung
-     TD : 80 / 50 mmHg
dan otak)
-     Pada klien terlihat
purpura
-     Pada klien ditemukan
Gagal kompensasi
bula hemoragi
-     Pada klien ditemukan
hemoragi
subkutan danhematoma Perfusi ke organ vital menurun
-     Pada klien ditemukan
sputum mengandung darah
-     Pada klien terlihat Gangguan kesadaran dan
perubahan tingkat kesadaran hipotensi : Bradicardi, aritmia

Syok Hipovolemik

3. Daftar Prioritas Diagnosa Keperawatan


NO TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN PARAF
1 29-04-2015 Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan
yang berlebihan
2 29-04-2015 Nyeri akut b/d agen cedera (pergeseran fragmen
tulang)
3 29-04-2015 Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan
faktor mekanik ditandai dengan kerusakan jaringan
subkutan

4. Rencana Asuhan Keperawatan

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa 1 : Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan tidak
terjadi syok hipovolemik

Kriteria Hasil : Skala 4 dari NOC

NOC : Cardiopulmonary status – 0414

NO INDIKATOR 1 2 3 4 5
1 Tekanan sistol √
2 Tekanan diastol √
3 Nadi √
4 Laju pernafasan √
5 Kedalaman inspirasi √
6 Saturasi oksigen √
7 Gangguan kesadaran √
8 Sianosis √
9 Pucat √

NIC : Shock Management

1. Monitor keadaan umum pasien


Rasional : Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terdi
perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok /syok.
2. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak
terjadi presyok / syok.
3. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi
perdarahan
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat
segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan
4. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh
secara hebat.
5. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien
dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
6. Monitoring berat badan dan pengeluaran urin
Rasional : untuk mengetahui adanya oliguria atau tidak. ( kurang dari 400ml pd orang
dewasa )

NIC : Shock Management – Cardiac

1. Auskultasi suara paru untuk menentukan adanya suara tambahan.


2. Catat tanda dan gejala penurunan cardiac output ( pucat, akral dingin )
3. Monitoring gejala inadekuat perfusi arteri koronaria ( perubahan gelombang ST pd
EKG )
4. Monitoring nilai koagulasi ( fibrinogen, trombosit )
5. Tingkatkan preload yang optimal dengan memperbaiki kontraktilitas ketika
meminimalkan kerja jantung ( memberikan nitrogliserin )
6. Tingkatkan penurunan afterload ( memberikan vasodilator atau intraaortic ballon
pumping )
7. Tingkatkan perfusi arteri koronaria ( dengan mempertahankan MAP > 60 mmHg dan
mengontrol tachicardia )

Diagnosa 2 : Nyeri akut b/d agen cedera (pergeseran fragmen tulang)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, diharapkan nyeri
berkurang dengan

Kriteria Hasil :

 Menyatakan nyeri hilang


 Klien tampak rileks
 Klien dapat mengontrol nyeri
 Skala nyeri 1-4

NOC :Pain Level

NO INDIKATOR 1 2 3 4 5
1 Reported pain √
2 Durasi nyeri √
3 Merinitih √
4 Mimik wajah kesakitan √
5 Berdebar-debar √
6 RR √
7 Nadi √
8 Tekanan Darah √

NIC : Pain management

 INDEPENDEN:
1. Pertahankan imobilisasi pasien yang sakit dengan tirahbaring, gips, pembebat,
traksi.
R: Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/ tegangan
jaringan yang cidera
2. Tinggikan dan dukung ekstrimitas yang terkena.
R: Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema, menurunkan nyeri
3. Mengajarkan teknik relaksasi
R: Dapat meningkatkan kenyamanan terkait dengan ansietas dapat
mempengaruhi nyeri
4. Mengkaji keluhan nyeri (karakteristik, intensitas,durasi) (skala 0-10)
R: Untuk mempersiap-kan mental serta agar pasien berpartisipasi pada setiap
tindakan yang akan dilakukan
 KOLABORASI:
1. Pemberian obat-obatan analgesic
R: Mengurangi rasa nyeri

Diagnosa 3 : Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik ditandai


dengan kerusakan jaringan subkutan

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan selama 7X24 jam kerusakan integritas jaringan
mulai membaik

Kriteria Hasil :
 eritema berkurang
 Edema berkurang
 Luka mulai menutup
 Suhu kulit sekitar luka menjadi normal

NOC : Tissue Integrity : skin and mucous membranes

NO INDIKATOR 1 2 3 4 5
1 Skin temperatur √
2 Texture √
3 Tissue perfusion √
4 Mucous membrane √
5 lesions √
6 Erythema √
7 Induration √
NIC : Pressure management, skin care : topical treatment, lower extremity
monitoring

1. Kenakan pasien pakaian yang tidak terlalu ketat


2. Tempatkan pasien pada posisi tempat tdur yang nyaman
3. Elevasi bagian yang cedera
4. Ubah posisi pasien dalam 2 jam sekali
5. Monitor aktivitas pasien
6. Monitor tekanan yang bisa melukai jaringan yang cedera
7. Bersihkan luka dengan antibakterial
8. Berikan lubrikan pada jaringan mukosa yg luka
9. Pijat pada area sekitar luka
10. Berikan obat antiinflamasi sesuai kebutuhan
11. Berikan antifungi topical di area sekitar luka
12. Dokumentasi perubahan warna kulit

5. Evaluasi

DIAGNOSA TANGGAL EVALUASI


1 04-05-2015 S: klien mengatakan sudah tidak lemas
dan terlihat lebih segar
O: Klien mampu berespon dengan
baik, TTV: TD= 110/80 mmHg, RR=
24 x/mnt, S= 36 C, N= 60x/mnt, TD=
110/80
A: Masalah resiko syok hipovolemik
sudah teratasi
P: Intervensi dihentikan
2 04-05-2015 S: Klien mengatakan nyeri yang
dirasakan berkurang, skala nyeri
menurun
O: Klien sekali-sekali masih meringis
kesakitan
A: Tujuantercapai
P: Lanjutkan immobilisasi pada daerah
fraktur, ingatkan teknik relaksasi dan
kaji skala nyeri
3 04-05-2015 S: Klien mengatakan luka mulai
membaik
O: luka mulai terjadi granulasi
A: Tujuan tercapai
P: Lanjutkan perawatan luka sampai
luka menutup total

BAB III

KASUS
Tn. A berusia 30 tahun dibawa ke puskesmas 2 jam yang lalu, pasien mengeluh
bahwa ia tertabrak dan tertindih badan pemain bola saat menonton sepak bola. Pasien terjatuh
dengan posisi miring ke kiri dan kaki kiri tertindih, yang diawali dengan jatuh pada badan
terlebih dahulu. Pasien jatuh pada lapangan berumput. Nyeri hanya dirasakan pada anggota
gerak bawah bagian kiri. Nyeri dirasakan terus - menerus. Sehingga adanya nyeri itu klien
mengeluh kesulitan untuk menggerakkan kaki kirinya. Keluhan dirasa tidak membaik
walaupun pasien beristirahat. Pasien mengeluhkan paha kirinya membengkak dan terasa
sangat nyeri hingga tidak dapat berjalan. Pasien mengaku dalam kondisi tersadar saat
terjatuh. Pasien mengaku tidak sempat pingsan ataupun muntah. Pasien juga tidak
merasakan adanya mual, namun mengeluhkan adanya pusing.
Pemeriksaan fisik ditemukan hematom dan nyeri tekan di femur sinistra. Suhu di
femur sinistra lebih hangat daripada femur dekstra. Pulsasi a. Poplitea, a. Tibialis posterior,
dan a. Dorsalis pedis reguler, sedikit lemah, isi tegangan cukup. Panjang klinis 90 cm/87 cm,
panjang anatomis 85 cm/83 cm, diameter femur 38 cm/44 cm. Ditemukan juga nyeri sumbu,
gerak aktif dan pasif femur sinistra terbatas karena nyeri. ROM pada A. Coxae, A. Genu, A.
Talocruralis terbatas karena nyeri. Krepitasi sulit dinilai pada femur sinistra. Sedangkan pada
pemeriksaan tanda – tanda vital Tekanan Darah 110/80 mmHg, Nadi 80x/ menit, RR 32x/
menit, Suhu 36,3oC. Hasil pemeriksaan diagnostik saat dilakukan foto Rontgen Tulang
ditemukan adanya lesi tulang jaringan lunak disekitarnya serta adanya fraktur pada tulang
femur. Perawat melakukan terapi IVFD RL 20 gtt/I, Ranitidine 50 mg/12 jam, Keterolac
30mg/8 jam, Ceftriaxone 1g/12 jam, Trasfusi bila Hb turun.

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN KASUS
PENGKAJIAN

A. Identitas Klien
Nama : Tn. N
Usia : 30 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : serang
No telepon :-
No RM : 34456
Tgl Masuk : 6 september 2021
Tgl Pengkajian : 7 september 2021
Sumber informasi : Klien
Nama klg. Dekat yang bisa dihubungi : NY.a ( istri )
B. Status Kesehatan Saat Ini
1. Keluhan utama : pasien mengeluh bahwa ia tertabrak dan tertindih
badan pemain bola saat menonton sepak bola.
2. Lama keluhan : 2 jam yang lalu
3. Kualitas keluhan : nyeri secara terus menerus
4. Faktor pencetus : tertabrak dan tertindih badan pemain sepak bola
5. Faktor pemberat :-
6. Upaya yang telah dilakukan : pasien datang ke puskesmas
7. Diagnosa medis : Trauma Ekstremitas Bawah

C. Riwayat Kesehatan Saat Ini


pasien mengeluh bahwa ia tertabrak dan tertindih badan pemain bola saat menonton sepak
bola. Pasien terjatuh dengan posisi miring ke kiri dan kaki kiri tertindih, yang diawali
dengan jatuh pada badan terlebih dahulu. Pasien jatuh pada lapangan berumput. Nyeri
hanya dirasakan pada anggota gerak bawah bagian kiri. Nyeri dirasakan terus - menerus.
Sehingga adanya nyeri itu klien mengeluh kesulitan untuk menggerakkan kaki kirinya.
Keluhan dirasa tidak membaik walaupun pasien beristirahat. Pasien mengeluhkan paha
kirinya membengkak dan terasa sangat nyeri hingga tidak dapat berjalan. Pasien mengaku
dalam kondisi tersadar saat terjatuh. Pasien mengaku tidak sempat pingsan ataupun
muntah. Pasien juga tidak merasakan adanya mual, namun mengeluhkan adanya pusing
D. Riwayat Kesehatan Terdahulu
-
E. Pola Aktivitas-Latihan
Adanya keluhan nyeri membuat pasien kesulitan untuk menggerakkan kaki kirinya. Paha
kirinya membengkak dan terasa sangat nyeri sehingga pasien tidak dapat berjalan.
F. Pola Nutrisi Metabolik
-
G. Pola Eliminasi
-
H. Pola Tidur-Istirahat
Keluhan yang dialami pasien tetap tidak berkurang meskipun pasien beristirahat
I. Pola Toleransi-Koping Stres
-
J. Pola Peran & Hubungan
-
K. Pola Komunikasi
-
L. Pola Nilai & Kepercayaan
-
M. Pemeriksaan Fisik

1. Kesadaran : pasien dalam kondisi tersadar saat terjatuh dan tidak


pingsan
2. Tanda – tanda vital :
a. Tekanan darah : 110/80 mmHg
b. Denyut nadi : 68x / menit
c. Suhu : 36,3 o C
d. Pernapasan : 24x / menit
3. Berat Badan : BT
4. Tinggi Badan : BT
5. Kepala
Inspeksi

Keadaan rambut & Hygiene kepala

a. Warna rambut : BT
b. Penyebaran : BT
c. Mudah rontok : BT
d. Kebersihan rambut : BT
Palpasi

Benjolan : ada / tidak ada : BT

Nyeri tekan : ada / tidak ada : BT

Tekstur rambut : kasar/halus : BT

6. Muka
Inspeksi

a. Simetris / tidak : BT
b. Bentuk wajah : BT
c. Gerakan abnormal : BT
d. Ekspresi wajah : BT
Palpasi

Nyeri tekan / tidak : BT

Data lain : BT

7. Mata
Inspeksi

a. Pelpebra : Edema / tidak (BT)


Radang / tidak (BT)

b. Sclera : Icterus / tidak (BT)


c. Conjungtiva : Radang / tidak (BT)
Anemis / tidak (BT)

d. Pupil : - Isokor / anisokor (BT)


- Myosis / midriasis (BT)

- Refleks pupil terhadap cahaya : BT

e. Posisi mata :
Simetris / tidak : BT

f. Gerakan bola mata : BT


g. Penutupan kelopak mata : BT
h. Keadaan bulu mata : BT
i. Keadaan visus : BT
j. Penglihatan : - Kabur / tidak (BT)
- Diplopia / tidak (BT)

Palpasi

Tekanan bola mata : BT

Data lain : BT

8. Hidung & Sinus


Inspeksi

a. Posisi hidung : BT
b. Bentuk hidung: BT
c. Keadaan septum : BT
d. Secret / cairan : BT
Data lain : BT

9. Telinga
Inspeksi

a. Posisi telinga : BT
b. Ukuran / bentuk telinga : BT
c. Aurikel : BT
d. Lubang telinga : Bersih / serumen / nanah (BT)
e. Pemakaian alat bantu : BT
Palpasi

Nyeri tekan / tidak


Pemeriksaan uji pendengaran

a. Rinne : BT
b. Weber : BT
c. Swabach : BT
Pemeriksaan vestibuler : BT

Data lain : BT

10. Mulut
Inspeksi

a. Gigi
- Keadaan gigi : BT
- Karang gigi / karies : BT
- Pemakaian gigi palsu : BT
b. Gusi
Merah / radang / tidak : BT

c. Lidah
Kotor / tidak : BT

d. Bibir
- Cianosis / pucat / tidak : BT
- Basah / kering / pecah : BT
- Mulut berbau / tidak : BT
- Kemampuan bicara : BT
Data lain : BT

11. Tenggorokan
a. Warna mukosa : BT
b. Nyeri tekan : BT
c. Nyeri menelan: BT
12. Leher
Inspeksi

Kelenjar thyroid : Membesar / tidak (BT)

Palpasi

a. Kelenjar thyroid : Teraba / tidak (BT)


b. Kaku kuduk / tidak : BT
c. Kelenjar limfe : Membesar atau tidak (BT)
Data lain : BT

13. Thorax dan pernapasan


a. Bentuk dada : BT
b. Irama pernafasan : BT
c. Pengembangan di waktu bernapas : BT
d. Tipe pernapasan : BT
Data lain : BT

Palpasi

a. Vokal fremitus : BT
b. Massa / nyeri : BT
Auskultasi

a. Suara nafas : Vesikuler / Bronchial /


Bronchovesikuler (BT)
b. Suara tambahan : Ronchi / Wheezing / Rales (BT)
Perkusi

Redup / pekak / hypersonor / tympani : BT

Data lain : BT

14. Jantung
Palpasi

Ictus cordis : BT
Perkusi

Pembesaran jantung : BT

Auskultasi

a. BJ I : BT
b. BJ II : BT
c. BJ III : BT
d. Bunyi jantung tambahan : BT
Data lain : BT

15. Abdomen
Inspeksi

a. Membuncit : BT
b. Ada luka / tidak : BT
Palpasi

a. Hepar : BT
b. Lien : BT
c. Nyeri tekan : BT
Auskultasi

Peristaltik : BT

Perkusi

a. Tympani : BT
b. Redup : BT
Data lain : BT

16. Genitalia dan Anus:


17. Ekstremitas
Ekstremitas atas

a. Motorik
- Pergerakan kanan / kiri : BT
- Pergerakan abnormal : BT
- Kekuatan otot kanan / kiri : BT
- Tonus otot kanan / kiri : BT
- Koordinasi gerak : BT
b. Refleks
- Biceps kanan / kiri : BT
- Triceps kanan / kiri : BT
c. Sensori
- Nyeri : BT
- Rangsang suhu : BT
- Rasa raba : BT
Ekstremitas bawah

a. Motorik
- Gaya berjalan : BT
- Kekuatan kanan / kiri : BT
- Tonus otot kanan / kiri : BT
b. Refleks
- KPR kanan / kiri : BT
- APR kanan / kiri : BT
- Babinsky kanan / kiri : BT
c. Sensori
- Nyeri : Merasakan nyeri tekan di femur sinistra.. Ditemukan juga
nyeri sumbu, gerak aktif dan pasif femur sinistra terbatas karena nyeri. ROM
pada A. Coxae, A. Genu, A. Talocruralis terbatas karena nyeri.
- Rangsang suhu : Suhu di femur sinistra lebih hangat daripada femur
dekstra
- Rasa raba : Pulsasi a. Poplitea, a. Tibialis posterior, dan a. Dorsalis
pedis reguler, kuat, isi tegangan cukup
- Data lain : Panjang klinis 90 cm/87 cm, panjang anatomis 85
cm/83 cm, diameter femur 38 cm/44 cm. Krepitasi sulit dinilai pada femur
sinistra. Terdapat hematom pada femur sinistra.
18. Status Neurologi.
Saraf – saraf cranial
a. Nervus I (Olfactorius) : penghidu : BT
b. Nervus II (Opticus) : Penglihatan : BT
c. Nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlearis, Abducens)
- Konstriksi pupil : BT
- Gerakan kelopak mata : BT
- Pergerakan bola mata : BT
- Pergerakan mata ke bawah & dalam : BT
d. Nervus V (Trigeminus)
- Sensibilitas / sensori : BT
- Refleks dagu : BT
- Refleks cornea : BT
e. Nervus VII (Facialis)
- Gerakan mimik : BT
- Pengecapan 2 / 3 lidah bagian depan : BT
f. Nervus VIII (Acusticus)
Fungsi pendengaran : BT

g. Nervus IX dan X (Glosopharingeus dan Vagus)


- Refleks menelan : BT
- Refleks muntah : BT
- Pengecapan 1/3 lidah bagian belakang: BT
- Suara : BT
h. Nervus XI (Assesorius)
- Memalingkan kepala ke kiri dan ke kanan : BT
- Mengangkat bahu : BT
i. Nervus XII (Hypoglossus)
- Deviasi lidah : BT
Tanda – tanda perangsangan selaput otak

a. Kaku kuduk : BT
b. Kernig Sign : BT
c. Refleks Brudzinski : BT
d. Refleks Lasegu : BT
Data lain : BT
N. Pemeriksaan Diagnostik
Hasil pemeriksaan diagnostik saat dilakukan foto Rontgen Tulang ditemukan adanya lesi
tulang jaringan lunak disekitarnya serta adanya fraktur pada tulang femur.
O. Diagnosa Medis
Fraktur Femur Sinistra
P. Terapi
Perawat melakukan terapi IVFD RL 20 gtt/I, Ranitidine 50 mg/12 jam, Keterolac 30mg/8
jam, Ceftriaxone 1g/12 jam, dan Transfusi
Q. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko syok
2. Nyeri akut
3. Hambatan mobilitas fisik

ANALISA DATA
Data Etiologi Masalah Keperawatan
Ds : Trauma langsung Nyeri akut
- Pasien mengeluh bahwa ia
tertabrak dan tertindih Terputusnya kontinuitas
badan pemain bola saat jaringan
menonton sepak bola 2
jam lalu Pergeseran fragmen tulang
- Klien mengeluh nyeri
pada kaki kiri bawah Pelepasan mediator kimia
- Pasien mengeluhkan paha (bradikinin,histamine)
kirinya membengkak dan
terasa sangat nyeri hingga Ransangan reseptor medulla
tidak dapat berjalan Spinalis
Do :
- Usia 30 th Korteks serebri
- TD : 110/80 mmHg
- N : 68 X/menit Nyeri
- RR :24 X/menit
- Hematoma
- Nyeri tekan di femur
sinistra
Ds : Fraktur Hambatan mobilitas fisik
- Klien mengeluh nyeri
pada kaki kiri bawah Diskontinuitas tulang
- Klien mengeluh kesulitan
menggerakan kakinya Perubahan jaringan sekitar
- Klien mengeluh kaki
kirinya bengkak sehingga Pergeseran fragmen tulang
tidak bisa jalan
Do : Deformitas
- Hematoma
- Nyeri tekan Gangguan fungsi
- Ditemukan juga nyeri
sumbu timbul rasa nyeri yang
- gerak aktif dan pasif bertambah bila digerakkan
femur sinistra terbatas
karena nyeri Klien membatasi gerak
tubuhnya
- ROM pada A. Coxae, A.
Genu, A. Talocruralis
Aktivitas yang dilakukan
terbatas
terbatas/minimal

Gangguan mobilitas fisik

Ds : Fraktur Resiko syok


- klien mengeluh nyeri pada
kaki kiri bawah Diskontinuitas tulang
- nyeri tidak membaik
walaupun pasien istirahat Perubahan jaringan sekitar
- klien mengeluh pusing
Pergeseran fragmen tulang
Do :
- Hematoma Deformitas
- Suhu femur sinistra lebih
hangat dari dextra Edema
- Tekanan Darah 110/80
mmHg Gangguan fungsi
- Nadi 80x/ menit, sedikit
lemah Ketidakcukupan aliran darah
- RR 32x/ menit ke jaringan

Disfungsi seluler

Resiko syok

Diagnosa Keperawatan berdasarkan prioritas masalah :

1. Nyeri Akut berhubungan dengan cedera fisik yaitu tertabrak dan tertindih pemain
sepak bola yang ditandai dengan laporan nyeri secara verbal, mengekspresikan
perilaku nyeri (wajah gelisah) dan indikasi nyeri yang dapat diamati.
2. Resiko Syok ditandai dengan hipovolemia
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang
yang ditandai dengan perubahan cara berjalan, keterbatasan kemampuan melakukan
motorik kasar dan keterbatasan rentang gerak sendi.
RENCANA KEPERAWATAN
1. Resiko Syok ditandai dengan hipovolemia
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam, diharapkan kondisi
syok tidak terjadi / terkontrol.
NOC : Cardiopulmonary status
No Outcomes 1 2 3 4 5
1 Tekanan darah sistolik v v
2 Tekanan darah diastolik v v
3 Nadi perifer teraba dan dbn v v
4 Frekuensi nafas V
1. Severe
2. Substantial
3. Moderate
4. Mild
5. None

NIC : shock management

1. Monitor TTV

2. Berikan cairan IV kristaloid sesuai dengan kebutuhan

3. Monitor trend hemodinamik

4. Dapatkan patensi akses vena

5. Catat bila terjadi bradicardia atau penurunan tekanan darah, atau abnormalitas tekanan
arteri sistemik yang rendah misalnya pucat, cyanosis atau diaphoresis

6. Monitor tanda dan gejala gagal nafas (rendahnya PaO2, peningkatan PCO2,
kelumpuhan otot pernafasan

7. Monitor status cairan meliputi intake dan output

8. Atur posisi pasien untuk mengoptimalkan perfusi

NIC : shock management : volume

1. Monitor tanda dan gejala adanya perdarahan yang persisten


2. Catat nilai Hb dan HT sebelum dan sesudah kehilangan darah
3. Berikan produk darah sesuai instruksi (platelet or fresh frozen plasma)
4. Cegah kehilangan darah dengan menekan sisi perdarahan

2. Nyeri Akut berhubungan dengan cedera fisik yaitu tertabrak dan tertindih pemain sepak
bola yang ditandai dengan laporan nyeri secara verbal, mengekspresikan perilaku nyeri
(wajah gelisah) dan indikasi nyeri yang dapat diamati.
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam, nyeri klien berkurang
dengan kriteria hasil :

NOC : Pain Level

No Outcomes 1 2 3 4 5
1 Laporan nyeri v v
2 Skala nyeri skala 8 - skala 5 v v
3 Gelisah v
1. Severe
2. Substantial
3. Moderate
4. Mild
5. None
NIC : Pain Management
1. Lakukan pengkajian komprehensif nyeri meliputi (lokasi, karakteristik, onset,
frekuensi, kualitas, intensitas, dan factor presipitasi)
2. Monitor vital sign
3. Kolaborasi pemberian analgesic
4. Evaluasi tanda dan gejala nyeri (bertambah atau berkurang) setelah pemberian
analgesic
5. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi nafas dalam
6. Berikan masase dan kompres hangat pada area sekitar luka (Untuk membantu sirkulasi
darah ke area luka sehingga mengurangi nyeri)

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang yang
ditandai dengan perubahan cara berjalan, keterbatasan kemampuan melakukan motorik
kasar dan keterbatasan rentang gerak sendi
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 2x24 jam, mobilitas fisik klien
meningkat

NOC : Mobility

No Outcomes 1 2 3 4 5
1 Gaya berjalan v v
2 Pergerakan otot v v
3 Pergerakan sendi v v
4 Posisi tubuh v v
1. Severe
2. Substantial
3. Moderate
4. Mild
5. None
NIC : Exercise Therapy : Ambulation
1. Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas
2. Ajarkan tehnik ambulasi dan berpindah yang aman
3. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
4. Rujuk keahli terapi fisik untuk program latihan
5. Berikan penguatan positif selama aktivitas
6. Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki antiselip yang mendukung untuk
berjalan

NIC : Body Mechanics Promotion

1. Ajarkan pasien bagaimana menggunakan postur dan mekanika tubuh yang


benar pada saat melakukan aktiivtas
2. Bantu pasien dalam kegiatan warm – up / pemanasan sebelum melakukan
latihan
3. Bantu pasien / keluarga dalam latihan penggunaan postur yang benar

TINDAKAN RESUSITASI (Tindakan untuk Penyelamatan ABC)

a) Airway
Kaji : bersihan jalan nafas, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, distress pernafasan,
tanda-tanda perdarahan dijalan nafas, muntahan, edema laring
b) Breathing
Kaji : frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada, suara pernafasan melalui
hidung atau mulut, udara yang dikeluarkan dari jalan nafas. Pada kasus ditemukan
jumlah pernapasan 32x/menit maka pemberian suplemen oksigen diindikasikan
c) Circulation
• Kaji : denyut nadi karotis, tekanan darah, warna kulit, kelembaban kulit, tanda – tanda
perdarahan eksternal dan internal. Pada kasus ditemukan nadi reguler namun sedikit
lemah, maka Tujuan utama adalah untuk mengembalikan nadi pada kondisi normal
dengan menggunakan pendekatan ACLS, kontrol internal bleeding
d) Disability
Kaji : tingkat kesadaran dengan AVPU (alert, verbal, pain, unrespon), gerakan
ekstremitas, GCS, ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya

DISCHARGE PLANNING

1. Persiapan Perawatan Rumah

Selain klien juga harus disiapkan asistan / caregiver atau orang terdekat klien yang akan
membantu perawatan atau proses penyembuhan di rumah .

Hal yang harus dikaji meliputi :

o Tingkat pengetahuan klien / keluarga / caregiver


o Lingkungan rumah, contohnya : tangga kelantai atas, ada / tidaknya kursi roda, keadaan
lantai, kamar mandi dll.

Hal – hal yang memungkinkan jatuh / celaka harus dihilangkan. Ruangan harus bebas /
minimal perabot untuk memudahkan pergerakan klien dengan menggunakan kruk atau alat
bantu lain. Toilet duduk bisa disiapkan utnuk membantu kemandirian klien bereliminasi.

B. Edukasi Klien / Keluarga

Klien dengan fraktur biasanya dipulangkan kerumah masih dalam keadaan memakai
pembalut / bandage, splint, gips atau fiksasi eksternal. Perawat harus menyiapkan
instruksi verbal / tertulis untuk klien /keluarga / caregiver bagaimana mengkaji dan
merawaqt luka untuk meningkatkan penyembuhan dan pencegahan infeksi.

Klien / keluarga / caregiver harus tahu bagaimana komplikasi / tanda – tanda dan
kapan terjadinya dan dimana harus menemui / kontak dengan tenaga kesehatan /
pelayanan kesehatan profesional.

C. Psikososial

Perawat mengidentifikasi masalah potensial / aktual dirumah sakit dan mengatur


untuk evaluasi / follow up dirumah. Sosial worker dibutuhkan untuk membantu klien
menggunakan alat – alat perawatan / pengobatan

Jika terjadi kerusakan tulang / jaringan yang luas, perawat harus membantu klien untuk
mengerti keadaannya. Proses penyembuhan yang membutuhkan waktu lama, khususnya
pada klien dengan komplikasi seperti infeksi.

D. Sumber daya perawatan kesehatan

Klien dengan kecelakaan / terdapat luka luar / multiple fraktur, akan memerlukan
perawatan atau evaluasi selama dirumah oleh perawat kesehatan masyarakat.

Pada klien usia lanjut perlu asisten untuk melakukan aktivitas sehari – hari :

Hal lain yang diperlukan :

Fisioterapist bisa berkunjung kerumah sesuai kebutuhan

Atau klien pergi ke klinik / rumah sakit / tempat praktek swasta terdekat.

E. Perawatan di rumah

Gerakan ekstremitas dengan hati – hati, diharapkan bisa mengurangi rasa nyeri / tak
nyaman

Suport ekstremitas dengan bantal bila istirahat

Latihan dilakukan perlahan dan bertahap sesuai anjuran


Gunakan stoking untuk suport / elastis bondage untuk mengurangi bengkak.

Anjurkan istirahat yang cukup

Istirahat akan membantu percepat proses penyembuhan karena akan meminimalkan


inflamasi, bengkak dan nyeri. Istirahat bisa juga dibantu dengan bidai / splint / gips.
Pengurangan range of motion ( ROM ) akan menghasilkan peningkatan densitas
smbungan jaringan disekitar area.

Physical therapy

Physical therapy merupakan intervensi utama untuk klien dengan gangguan


muskuloskeletal.

Tujuannya untuk :

a) Mempertahankan sendi untuk ROM, kekuatan otot

b) Mengurangi bengkak dan nyeri

c) Mengurangi spasme otot

d) Mencegah komplikasi karena inaktifitas

e) Mengajarkan perawatan mansiri dan tehnik ambulasi


BAB V

PEMBAHASAN KASUS

Kasus Berdasarkan etiologi

Klien mengalami trauma langsung dengan trauma pada kaki sebelah kiri/dextra yang
mengakibatkan fraktur pada area femur dextra

Kasus berdasarkan klasifikasi

Tanda: Pasien mengeluhkan paha kirinya membengkak dan terasa sangat nyeri
hingga tidak dapat berjalan

- Berdasarkan grade patologis, klien termasuk fraktur pathoLogis grade 2


ditandai dengan kontusio pada jaringan lunak di sekitar fraktur dan terj adj
pembekaan pada jaringan sekitar.

Tanda: Ditemukan juga nyeri sumbu, gerak aktif dan pasif femur sinistra terbatas
karena nyeri. ROM pada A. Coxae, A. Genu, A. Talocruralis terbatas karena nyeri.
Krepitasi sulit dinilai pada femur sinistra. Sedangkan pada pemeriksaan tanda –
tanda vital Tekanan Darah 110/80 mmHg, Nadi 68x/ menit, RR 24x/ menit,Suhu
36,3oC. Hasil pemeriksaan diagnostik saat dilakukan foto Rontgen Tulang
ditemukan adanya lesi tulang jaringan lunak disekitarnya serta adanya fraktur pada
tulang femur

- kemungkinan klien mengalami fraktur olique dan Undisplaced fraktur adaLah


fraktur dimana fragmen tulang yang mengalami patah tidak bergeser dan
tempatnya. Datam hat ini jaringan peristeum masih Lengkap dan utuh yang di
tandai dengan gerak aktif dan pasif femur sinistra terbatas karena nyeri

kasus berdasarkan penatalaksanaan


Perawat melakukan terapi IVFD RL 20 gtt/I, Ranitidine 50 mg/12 jam, Keterolac
30mg/8 jam, Ceftriaxone 1g/12 jam, Trasfusi bila Hb turun.

- Intra vena fluid drip (IVFD) memasukkan cairan lansung ke pembuluh darah
vena dengan cepat , cairan yang dimasukkan ringer laktat. Manfaat cairan
Ringer Laktat adalah Kandungan kaliumnya bermanfaat untuk konduksi saraf
dan otak, mengganti cairan hilang karena dehidrasi, syok hipovolemik dan
kandungan natriumnya menentukan tekanan osmotik pada pasien. pada
kasus pemberian ringer laktat untuk mencegah syok hipovolemik.
- Pemberian ranitidin bertujuan untuk menurunkan kadar asam lambung yang
berlebihan
- Pemberian ketorolac bertujuan untuk Meredakan pembengkakan dan nyeri
- Pemberian ceftriaxone bertujuan untuk mencegah infeksi yang disebabkan
oleh bakteri

Kasus berdasarkan askep

1. Diagnosa : nyeri akut


NIC : pain level
NOC : pain management
2. Diagnosa : gangguan mobilitas fisik
NIC : mobility
NOC : Exercise Therapy : Ambulation
3. Diagnosa : resiko syok
NIC : circulatory status
NOC : cardiopulmonary status

Pada tindakan awal, klien memlukan tindakan penanganan fraktur yaitu Berikan
bebat sebelum klien dipindahkan; bebat dapat mengurangi nyeri, memperbaiki
sirkulasi, mencegah cedera lebih lanjut, dan mencegah fraktur tertutup menjadi
fraktur terbuka.

1. Imobilisasi sendi diatas dan dibawah daerah fraktur. Tempatkan satu tangan
distal terhadap fraktur dan berikan satu penarikan ketika menempatkan
tangan lain diatas fraktur untuk menyokong.
2. Pembebatan diberikan diberikan meluas sampai sendi dekat fraktur.
3. Periksa status vaskuler ekstremitas setelah pembebatan; periksa warna,
suhu, nadi dan pemucatan kuku.
4. Kaji untuk adanya deficit neurologi yang disebabkan oleh fraktur.
5. Berikan balutan steril pada fraktur terbuka.
6. Trauma Femur
Femur biasanya patah pada sepertiga tengah, walaupun pada orang tua
selalu dipikirkan patah pangkal tulang paha (collum femoris). Fraktur ini dapat
menjadi fraktur terbuka dan kalau hal ini terjadi harus ditangani sebagai
fraktur terbuka. Banyak otot disekeliling femur dan perdarahan massif dapat
terjadi pada paha. Fraktur femur bilateral dapat menyebabkan kehilangan
sampai dari 50% volume sirkulasi darah.(Paula Kristanty, 2009)

Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya spasme
otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya. Gejala ini
menjadi prioritas utama untuk meningkatkan kenyamanan klien dan mengurangi
rasa sakit yang diderita klien.

Penurunan sensasi, Gangguan fungsi dan Mobilitas abnormal terjadi karena


kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema, ketidakstabilan tulang yang
fraktur, nyeri atau spasme otot. Paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
Menjadi prioritas kedua untuk meningkatkan mobilisasi/ROM klien serta membantu
klien melakukan aktivitas saat menjalani perawatan

Shock hipovolemik terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat. Pada
kasus tidak disebutkan perdarahan yang hebat tetapi pencegahan terhadap syok
pada kasus fraktur menjadi prioritas untuk meminimalisir dampak fraktur
BAB VI

PENUTUP

6.1 KESIMPULAN

Trauma ekstremitas adalah trauma yang mengakibatkan cedera pada ekstremitas.


Trauma pada satu bagian system musculoskeletal atau trauma ekstremitas dapat
menyebabkan disfungsi struktur di sekitarnya dan struktur yang dilindungi atau
disangganya serta kerusakan pada otot, pembuluh darah dan saraf. Penyebab dari trauma
ekstremitas dapat berupa trauma langsung maupun tidak langsung.

Trauma ekstremitas meliputi :

 Fraktur
 Dislokasi
 Strain
 Sprain
 Vulnus
Pengkajian gawatdarurat untuk trauma ekstremitas meliputi :

 Mengkaji ABCD
 Kaji riwayat dan kondisi pasien (SAMPLE, mekanisme injuri)
 Mengevaluasi ekstremitas apakah ada 5 P (pain, pallor, pulse, parestesi,
paralisis)
DAFTAR PUSTAKA

 Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Nuha Medika: Yogyakarta


 Thygerson, Alton. 2006. Pertolongan Pertama Edisi 5. Erlangga: Jakarta
 Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
 Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth
Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.
 Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
 Kidd, Pamela S. 2000. Pedoman Perawatan Emergensi Edisi 2. EGC : Jakarta.HS
Lubis - 2012
 Krisanty. Paula, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Paula
Krisanty. Jakarta: EGC

Link YouTube :

https://youtu.be/Z3jZhHdTdwY

Anda mungkin juga menyukai