Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................ i
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 1
1.3 Tujuan .................................................................................................................... 2
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................................. 2
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................................ 2
1.4 Manfaat .................................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3
2.1. PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
2.1.1. DEFINISI TRAUMA EKSTREMITAS ..................................................... 3
2.1.2. ETIOLOGI TRAUMA ................................................................................ 3
2.1.3. KLASIFIKASI TRAUMA .......................................................................... 3
2.1.4. PATOFISIOLOGI ..................................................................................... 12
2.1.5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK ............................................................. 13
2.1.6. PENATALAKSANAAN .......................................................................... 14
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 16
3.1. KESIMPULAN .................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 17

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma ekstremitas adalah trauma yang mengakibatkan cedera pada
ekstremitas. Trauma pada satu bagian system musculoskeletal atau trauma
ekstremitas dapat menyebabkan disfungsi struktur di sekitarnya dan struktur
yang dilindungi atau disangganya serta kerusakan pada otot, pembuluh darah
dan saraf. Trauma otot dan tulang dapat terjadi tanpa atau disertai trauma
system lain. Bila hanya ekstremitas yang mengalami trauma biasanya tidak
dianggap sebagai prioritas pertama.
Trauma ekstremitas jarang menimbulkan kematian pada penderita
trauma, sehingga tidak mengherankan bila pembentukan dan pemeliharaan
jalan pernapasan yang memuaskan, ventilasi yang tepat serta pemulihan
pendarahan biasa nya mendahului penatalaksanaannya. Namun, perlu diingat
bahwa akibat trauma ekstrimitas dapat memperberat masalah yang
mengancam nyawa ini.
Sehingga penting mengenal bahwa terapi tepat bagi ekstremitas yang
cedera yang tidak hanya betapa pentingnya bagian tersebut, tetapi bisa
memainkan peranan besar dalam melangsungkan kehidupan pasien.
Ekstremitas terbagi atas dua yaitu ekstremitas atas dan ekstremitas
bawah. Selanjutnya, ekstremitas bawah terbagi lagi menjadi tungkai atas dan
tungkai bawah. Dalam makalah ini, kita akan membahas konsep dasar dan
terminologi trauma pada tungkai bawah.

1.2 Rumusan Masalah


“Bagaimanakah konsep dasar dan terminologi pada trauma ekstremitas
bawah khususnya tungkai bawah?”

1
2

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui konsep dasar dan terminologi pada trauma pada
tungkai bawah..
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi dari trauma tungkai bawah.
b. Mengetahui klasifikasi dari trauma tungkai bawah.
c. Mengetahui etiologi dari trauma tungkai bawah.
d. Mengetahui patofisiologi dari trauma tungkai bawah.
e. Mengetahui manifestasi klinis dari trauma tungkai bawah.
f. Mengetahui pemeriksaan diagnostik dari trauma tungkai bawah.
g. Mengetahui penatalaksanaan dari trauma tungkai bawah.
h. Mengetahui terminologi medis dari trauma tungkai bawah.

1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi pembaca, khususnya mahasiswa rekam medis dapat mengerti
tentang konsep dasar trauma tungkai bawah yang sesuai dengan standar
kesehatan demi meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat dan
dapat dijadikan sebagai referensi untuk bahan pengetahuan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. PEMBAHASAN
2.1.1. DEFINISI TRAUMA EKSTREMITAS
Trauma ekstremitas adalah trauma yang mengakibatkan cedera
pada ekstremitas. Trauma pada satu bagian system musculoskeletal atau
trauma ekstremitas dapat menyebabkan disfungsi struktur di sekitarnya
dan struktur yang dilindungi atau disangganya serta kerusakan pada
otot, pembuluh darah dan saraf.
Trauma otot dan tulang dapat terjadi tanpa atau disertai trauma
system lain. Bila hanya ekstremitas yang mengalami trauma biasanya
tidak dianggap sebagai prioritas pertama. Mekanisme cedera/trauma
antara lain tabrakan/kecelakaan kendaraan bermotor, penyerangan,
jatuh dari ketinggian, cedera waktu olah raga, cedera waktu bersenang-
senang atau waktu melakukan pekerjaan rumah tangga.

2.1.2. ETIOLOGI TRAUMA


a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
b. Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.

2.1.3. KLASIFIKASI TRAUMA


a. Fraktur
Cedera skelet yang paling signifikan dapat terjadi disebut
fraktur. Selain berakibat ke jaringan tulang, cedera dapat terjadi
disekitar jaringan lunak, pembuluh darah, dan saraf. Resiko

3
4

komplikasi yang signifikan, seperti infeksi yang sering dikaitkan


dengan fraktur yang meliputi cedera jaringan lunak mayor.
1) Fraktur tertutup
Fraktur tertutup adalah fraktur tanpa cedera jaringan lunak
terbuka. Prognosis umumnya lebih baik untuk fraktur tertutup
karena resiko infeksi terbatas. Fraktur tertutup juga
diklasifikasikan berdasarkan tipenya : compression impacted,
green stick, oblique, spiral, transversal, komunitif

Gambar 2.1 Fraktur tertutup

2) Fraktur terbuka
Adalah fraktur dengan cedera jaringan lunak terbuka. Fraktur
ini kadang sulit ditentukan bila luka pada bagian proksiml fraktur
benar-benar terkain dengan fraktur tersebut. Pedoman atau prinsip
yang berdasarkan praktik menganggap luka sebagai fraktur
terbuka sampai dapat dibuktikan sebaliknya.
5

Fraktur terbuka ditangani sebagai kedaruratan ortopedik


karena resiko infeksi dan kemungkinan komplikasi. Fraktur
terbuka dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahannya.

Gambar 2.2 contoh fraktur terbuka

Tabel 2.1 klasifikasi fraktur


Klasifikasi fraktur terbuka
Derajat I Luka kecil, panjang < 1 cm yang tertusuk dari
bawah
Derajat II Luka melingkar penuh sampai panjang 5 cm
dengan sedikit atau tanpa kontaminasi dan tidak
ada kerusakan jaringan lunak berlebihan atau
kepingan periosteal
Derajat III Luka > 5 cm dan dikaitkan dengan kontaminasi
atau cedera jaringan lunak signifikan (kehilangan
jaringan, avulse, cedera remuk) dan sering
mencakup fraktur segmental; dapat ditemukan
kepingan jaringan lunak tulang, cedera vaskuler
mayor atau kepingan periosteal.
6

Data dari American College of Surgeons: Advance trauma


life support, student manual, ed 2, Chicago, 1993. The College;
Geiderman, JM: Orthopedic Injuries: management principles. In
Rosen P et al, editors: Emergency medicine concepts and clinical
practice, ed 4. St Louis, 1998 Mosby.

3) Fraktur ekstremitas bawah


 Fraktur pelvic
Fraktur ini dapat mengakibatkanhipovolemi akibat
kemungkinan kehilangan darah sampai 4 L yang dapat terjadi
karena robekan arteri, kerusakan pembuluh vena pleksus, dan
permukaan kanselosa tulang yang fraktur.
Gejala :
 Deformitas eksternal ringan mungkin terjadi,
sebagai akibat jaringan lunak yang bertumpuk
banyak
 Darah dapat terlihat di meatus dan pada
pemeriksaan rectal (cedera rectal, uretra dan
kandung kemih adalah komplikasi fraktur pelvis)
 Ekimosis perineal atau hematoma skrotum
mungkin terlihat
 Rotasi abnormal pada panggul atau kaki mungkin
ada
 Perdarahan eksternal mungkin teramati pada
fraktur terbuka
 Sirkulasi distal mungkin berpotensi terganggu
 Pasien merasa nyeri ketika tekanan diberikan pada
Krista iliaka anteriorsuperior dan simpisis pubis
 Fraktur femoral
7

Fraktur femur bilateral dapat menunjukkan cedera


mengancam jiwa sekumder akibat hipovolemi (kehilangan
darah pada setiap femur mungkin sebanyak 2 L)
 Fraktur lutut
Fraktur patella umumnya disertai dislokasi akibat
transmisi energy tinggi, dan fraktur ini dapat dikaitkan
dengan cedera pembuluh popliteal
 Fraktur tibia dan fibula
Fraktur tibia dan fibula dapat terjadi bersamaan atau
sendiri-sendiri dan umunya akibat benturan langsung. Tibia
umumya fraktur saat jatuh karena sifatnya yang menyokong
beban berat tubuh.
Gejala :
 Fraktur tibia dapat dikaitkan dengan
memburuknya sindrom kompartemen. Evaluasi
nyeri progresif yang tampak hebat pada cedera
ringan menetap, nyeri peregangan pasif pada otot
yang terkena, tegangan pada area yang terkena,
penurunan sensasi, dan kelemahan tungkai bawah.
 Pasien dengan fraktur tibia dan fibula yang stabil
mungkin dapat menyokong berat tubuh pada
ekstremitas. Pemeriksaan posterior tungkai bawah
dapat menunjukkan gejala yang konsisten dengan
fraktur.

b. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen adalah kondisi kedaruratan yang terjadi
ketika tekanan didalam kompartemen otot meningkat sampai tingkat
yang mempengaruhi sirkulasi mikrovaskular dan merusak integritas
neurovascular. Setelah beberapa jam tekanan jaringan nintersitial
8

meningkat diatas dasar kapiler, yang mengakibatkan iskemia saraf


dan jaringan otot.

Sindrom ini paling umum disebabkan oleh edema atau


perdarahan kedalam ruang kompartemen karena cedera remuk,
fraktur, kompresi yang lama pada ekstremitas, luka bakar (listrik,
termal) atau gigitan (binatang, manusia). Penyebab iatrogenic
sindrom kompartemen meliputi MAST, manset TD otomatis, gips
atau balutan yang terlalu ketat.
Gejala :
 Nyeri progresif dan berat yang melebihi kondisi cedera lapisan
dibawahnya, nyeri meningkat dengan gerakan pasif otot yang
terkena
 Penurunan sensasi terhadap sentuhan
 Bengkak tegang, asimetris
 Parastesi
 Ekstremitas pucat

c. Dislokasi
Dislokasi merupakan cedera sendi yang serius dan jarang terjadi.
Dislokasi terjadi bila sendi lepas dan terpisah, dengan ujung-ujung
9

tulang tidak lagi menyatu. Bila ujung tulang hanya berubah posisi
secara parsial, cedera disebut subluksasio. Bahu, siku, jari, panggul,
lutut dan pergelangan kaki merupakan sendi-sendi yang paling
sering mengalami dislokasi

Gejala :
 Nyeri hebat pada daerah sendi yang sakit
 Deformitas sendi
 Pembengkakan sendi
 Kehilangan rentang sendi
 Kebas, kehilangan sensasi dan tidak terabanya nadi pada
bagian distal cedera (dislokasi dapat mengganggu fungsi arteri
dan saraf dibagian proksimal)

d. Sprain (keseleo)
Sprain (keseleo) merupakan cedera pada sendi yang sering
terjadi. Pada keadaan tersebut, ligament dan jaringan lain rusak
karena peregangan atau puntiran yang keras. Usaha untuk
menggerakkan atau menggunakan sendi meningkatkan rasa nyeri.
Lokasi yang sering mengalami sprain (keseleo) meliputi pergelangan
kaki, pergelangan tangan, atau lutut.
10

Gejala:
Derajat I  Peregangan atau robekan kecil pada
ligament
 Pembengkakan dan hemoragi minimal,
nyeri tekan lokal
 Tidak ada gerakan sendi abnormal
Derajat II  Robekan parsial ligament
 Nyeri
 Gerakan sendi abnormal
Derajat  Ligament terputus komplet
 I
Sendi secara nyata mengalami deformasi
 I
Nyeri tekan dan bengkak
 I
Sendi tidak dapat menopang beban
 Gerakan sendi sangat abnormal

e. Strain (peregangan)
Strain otot, dikenal juga sebagai tarikan otot, terjadi bila otot
terlalu meregang atau robek. Otot punggung sering mengalami strain
bila seseorang mengangkat benda berat.
11

Gejala :
Derajat I  Peregangan ringan-robekan minor
 Nyeri local, nyeri tekan, bengkak,
spasme otot ringan
Derajat  Peregangan sedang-peningkatan
I
jumlah serat yang robek
 I local, nyeri tekan, bengkak,
Nyeri
dislokasi dan ketidakmampuan untuk
menggunakan tungkai untuk periode
lama
Derajat  Peregangan hebat-pemisahan komplet
I dari otot, otot dari tendo, atau
otot
I
tendon dari tulang
 I local, nyeri tekan, bengkak,
Nyeri
pucat
12

f. Vulnus (Luka)
Terdapat beberapa jenis luka terbuka :
 Abrasi : lapisan atas kulit terkelupas, dengan sedikit
kehilangan darah. Nama lain untuk abrasi adalah goresan
(scrape), road rush, dan rug burn.
 Laserasi : kulit yang terpotong dengan pinggir bergerigi. Jenis
luka ini biasanya disebabkan oleh robeknya jaringan kulit
secara paksa
 Insisi : potongan dengan pinggir rata seperti potongan pisau
atau teriris kertas
 Pungsi : cedera akibat benda tajam (seperti pisau, pemecah es
atau peluru). Benda yang menembus dapat merusak organ-
organ internal. Resiko infeksi tinggi. Benda yang
menyebabkan cedera tersebut dapat tetap tertanam dalam luka.
 Avulse : potongan kulit yang robek lepas dan menggantung
pada tubuh.
 Amputasi : terpotong atau robeknya bagian tubuh

2.1.4. PATOFISIOLOGI
13

2.1.5. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


a. Hemoglobin dan hematokrit
Untuk pasien fraktur pelvis, femur, atau multiple, ukur
hemoglobin dan hematokrit karena berpotensi kehilangan darah.
b. Mioglobin urine
Mioglobin urine adalah protein otot yang dilepaskan dari sel
ketika sel rusak berat, seperti pada cedera remuk atau sindrom
kompartemen. Mioglobin di ekskresikan kedalam urine dan akan
mengubah urine menjadi coklat kemerahan.
c. Radiografi
Radiografi adalah alat pemeriksaan paling bermanfaat dalam
mendiagnosis fraktur. Foto anteroposterior dan lateral harus
dilakukan untuk melihat keseluruhan tulang, baik sendi proksimal
maupun distal.
d. Arteriogram
14

Lakukan arteriogram untuk memastikan atau menyingkirkan


dugaan sedera vaskuler pada kasus penurunan atau tidak terabanya
nadi.
e. CT Scan
CT scan sering kali digunakan untuk mengidentifikasi fraktur
asetabulum dan untuk mengevaluasi integritas permukaan artikulasi
seperti lutut, tangan, pergelangan tangan dan pergelangan kaki.
f. MRI
MRI mengidentifikasi kerusakan tulang, ligament, kartilago dan
meniscus.

2.1.6. PENATALAKSANAAN
Tujuan tindakan penanggulangan cedera musculoskeletal menurut
definisi orthopedic adalah untuk mencapai rehabilitasi pasien secara
maksimum dan utuh dilakukan dengan cara medic, bedah dan modalitas
lain untuk mencapai tujuan terapi. Ada 4 hal yang harus diperhatikan :
a. Recognition
Pada trauma ekstremitas perlu diketahui kelainan yang terjadi
sebagai akibat cedera tersebut, baik jaringan lunak atau tulangnya.
Dengan mengenali gejala dan tanda pada penggunaan fungsi
jaringan yang terkena cedera.
Fraktur merupakan akibat suatu kekerasan yang menimbulkan
kerusakan tulang disertai jaringan lunak sekitarnya.
Dibedakan pada trauma tumpul dan trauma tajam, langsung dan
tidak langsung. Pada umumya trauma tumpul akan memberikan
kememaran yang difus pada jaringan lunak termasuk ganggguan
neurovaskuler yang menentukan vitalitas ekstremitas bagian distal
dari bagian yang cedera.
b. Reduction atau reposisi
Reposisi adalah tindakan untuk mengembalikan jaringan atau
fragmen tulang pada posisi semula. Tindakan ini diperlukan guna
15

mengembalikan kepada bentuk semula sebaik mungkin agar fungsi


dapat kembali semaksimal mungkin.
 ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
fiksasi internal dengan pembedahan terbuka akan
mengimmobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan dengan
memasukan paku, sekrup atau pin ke dalam tempat fraktur untuk
memfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.
 OREF (Open Reduction External Fixation)
c. Retaining
Retaining adalah tindakan imobilisasi atau fiksasi untuk
mempertahankan hasil reposisi dan memberi istirahat pada spasme
otot pada bagian yang sakit agar mencapai penyembuhan dengan
baik. Imobilisasi yang tidak adekuat dapat memberikan dampak pada
penyembuhan dan rehabilitasi.
d. Rehabilitasi
Rehabilitasi berarti mengembalikan kemampuan anggota
gerak yang cedera untuk dapat berfungsi kembali. Falsafah lama
mengenai rehabilitasi adalah tindakan setelah tindakan kuratif dalam
mengatasi kendala kecacatan. Rehabilitasi menekan upaya pada
fungsi dan akan lebih berhasil dilaksanakan sedini mungkin.
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Trauma ekstremitas adalah trauma yang mengakibatkan cedera pada
ekstremitas. Trauma pada satu bagian system musculoskeletal atau trauma
ekstremitas dapat menyebabkan disfungsi struktur di sekitarnya dan struktur
yang dilindungi atau disangganya serta kerusakan pada otot, pembuluh darah
dan saraf. Penyebab dari trauma ekstremitas dapat berupa trauma langsung
maupun tidak langsung.
Trauma ekstremitas meliputi :
 Fraktur
 Dislokasi
 Strain
 Sprain
 Vulnus
Pengkajian gawat darurat untuk trauma ekstremitas meliputi :
 Mengkaji ABCD
 Kaji riwayat dan kondisi pasien (SAMPLE, mekanisme injuri)
 Mengevaluasi ekstremitas apakah ada 5 P (pain, pallor, pulse,
parestesi, paralisis)

16
DAFTAR PUSTAKA

Musliha. 2010. Keperawatan Gawat Darurat. Nuha Medika: Yogyakarta


Thygerson, Alton. 2006. Pertolongan Pertama Edisi 5. Erlangga: Jakarta
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and
Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
Kidd, Pamela S. 2000. Pedoman Perawatan Emergensi Edisi 2. EGC :
Jakarta.HS Lubis - 2012
Krisanty. Paula, dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Paula
Krisanty. Jakarta: EGC

17

Anda mungkin juga menyukai