PENDAHULUAN
Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah satu
penyebab. Penyebab trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga dan rumah
tangga.
Di Indonesia angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas ± sekitar 12.000 orang tiap
tahun ( Chairudin, 1998 ). Trauma yang dialami seseorang akan menyebabkan masalah-
masalah sebagai berikut :
Resiko lebih fatal yang perlu diketahui adalah kematian. Peristiwa yang sering terjadi
pada klien dibagi dalam 3 periode waktu sebagai berikut :
Kematian disebabkan oleh laserasi otak dan pangkal otak, kerusakan sumsum
tulang belakang bagian atas, kerusakan jantung, aorta serta pembuluh-pembuluh darah
besar. Kebanyakan klien tidak dapat ditolog dan meninggal di tempat.
1
2. Kematian dalam menit pertama sampai beberapa jam ( 35 % ).
Kematian ini sering kali disebabkan oleh perdarahan subdural atau epidural,
hematopneumotoraks, robekan limpa, laserasi hati, fraktur panggul serta fraktur multiple
dengan resiko besar akibat perdarahan yang masif. Sebagian klien pada tahap ini dapat
diselamatkan dengan pengetahuan dan penanggulangan trauma yang memadai.
Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan beberapa organ atau sepsis. Peran
Perawat dalam membantu mengurangi resiko tersebut cukup besar. Resiko kegagalan
organ dan reaksi sepsis dapar dikurangi secara signifikan dengan asuhan keperawatan
yang komprehensif. Penanggulangan klien trauma memerlukan peralatan serta
keterampilan khususyang tidak semuanya dapat dilakukan oleh perawat, berhubung
keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki setiap Ners bervariasi serta peralatan yang
tersedia kurang memadai.
2
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan trauma
muskuloskeletal.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan trauma muskuloskeletal.
b. Mampu menentukan masalah atau diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma
muskuloskeletal.
c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan trauma
muskuloskeletal.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan trauma
muskuloskeletal.
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan trauma
muskuloskeletal.
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan secara baik dan benar.
1.3 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Bagi Ilmu Keperawatan dapat menjadi ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi
dunia kesehatan serta dapat meningkatkan tingkat pengetahuan perawat tentang penyakit
penanganan, pengobatan dan perawatan trauma muskuloskeletal.
2. Manfaat Praktis
Bagi pelayanan kesehatan dapat meningkatkan tingkat pelayanan terutama dalam
memberikan pendidikan kesehatan.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Fraktur adalah cedera skelet yang terjadi pada jaringan tulang, jaringan lunak, pembuluh
darah dan saraf. Fraktur memiliki resiko komplikasi yang signifikan, seperti cedera jaringan
lunak mayor. Fraktur yang dijelaskan dengan ” trauma minimal ” dapat menunjukkan
predisposisi kelemahan struktural ( mis, penyakit Paget, tumor, osteomalasia, riketsia atau
skorbut ) atau situasi yang abusif atau kekerasan. ” ( Geiderman, 1998 ).
2.2 Klasifikasi Fraktur Secara Umum
Menurut Schlenker, 2000 dalam bukunya berjudul Amputations and Replantations.
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori besar diantaranya adalah :
1. Fraktur tertutup
Fraktur tertutup adalah fraktur yang terjadi tanpa cedera jaringan lunak terbuka.
Prognosis umumnya lebih baik untuk fraktur tertutup karena resiko infeksi terbatas.
Fraktur tertutup juga diklasifikasikan berdasarkan tipenya : kominutif, compression
impacted, greenstick, oblik, spiral dan transversal.
2. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah fraktur dengan cedera jaringan lunak terbuka. Fraktur ini
kadang sulit ditemukan bila luka pada bagian proksimal fraktur benar-benar terkait
dengan fraktur tersebut. Pedoman atau prinsip yang berdasarkan praktik menganggap
luka sebagai fraktur terbuka sampai dapat dibuktikan sebaliknya. Fraktur terbuka
ditangani sebagai kedaruratan ortopedik karena resiko infeksi dan kemungkinan
komplikasi osteomielitis.
4
2.2.1 Klasifikasi Fraktur Terbuka
5
2.5 Klasifikasi Fraktur Secara Khusus
1. Fraktur Pelvik
2. Fraktur Femur
3. Fraktur Lutut
4. Fraktur Pergelangan Kaki dan Tangan
Fraktur Pelvik diakibatkan oleh benturan dengan kekuatan yang besar. Fraktur
ini dapat mengakibatkan hipovolemia akibat kehilangan darah sampai dengan 4 liter
yang dapat terjadi akibat robekan arteri, kerusakan pembuluh darah vena pleksus dan
permukaan kanselosa tulang yang fraktur.
6
Terapi dan Penanganan Medis dari Fraktur Pelvik diantaranya adalah :
1. Radiografik
Radiografik standar harus meliputi proyeksi posteroanterior ( PA )
dan lateral.
Fraktur seharusnya ditetapkan sebagai : anak atau dewasa, ekstra-
artikular atau intra-artikular, komunita atau non komunita, angulasi
atau tidak angulasi.
Pada orang dewasa, beberapa pengukuran digunakan untuk
menentukan luas deformitas
2. Teknik
Penilaian Klinis
Inspeksi : Cari kerusakan pada kulit dan deformitas skeletal.
Palpasi : Usahakan menilai penurunan, krepitus dan lokasi
nyeri tekan maksimal.
Penilaian status neurovascular : Perhatikan sensai jari karena
kompresi nervus medianus akut sering terjadi pad cedera ini,
terutama pada fraktur dengan kekuatan tinggi yan disertai
pergeseran berat.
Blok hematom
Bersihkan kulit di bagian tempat fraktur dengan larutan
povidon-iodin atau klorheksidin.
Masukkan jarum ukuran 25 ke arah dorsal masuk ke dalam
hematom pada tempat fraktur sekitar 30 derajat terhadap
kulit. Coba masukkan ujung jarum ke ruang fraktur dengan
menyentuh permukaan fragmen distal yan mengalami
fraktur. Kepastian masuknya jarum dapat dinilai dengan
aspirasi darah.
Suntik secara lambat lidokain 1% sebanyak 5-10 ml tanpa
epinefrin ke dalam rongga fraktur dan 5 ml lagi ke dalam
periosteum sekitar.
7
Reduksi ( Metode Jones ). Reduksi bertujuan untuk mengembalikan
anatomi normal ( memperbaiki tinggi radial, kemiringan volar dan
langkah intra-artikular ) melalui traksi dan manipulasi.
Pembidaian. Pembidaian bertujuan untuk mempertahankan reduksi
dan membiarkan terjadinya pembengkakan tanpa menggangu
sirkulasi.
8
2. Teknik
Penilaian Klinis
Inspeksi : Cari kerusakan pada kulit dan deformitas skeletal.
Palpasi : Usahakan menilai penurunan, krepitus dan lokasi
nyeri tekan maksimal.
Penilaian status neurovascular : Perhatikan sensai jari karena
kompresi nervus medianus akut sering terjadi pad cedera ini,
terutama pada fraktur dengan kekuatan tinggi yan disertai
pergeseran berat.
Blok hematom
Bersihkan kulit di bagian tempat fraktur dengan larutan
povidon-iodin atau klorheksidin.
Masukkan jarum ukuran 25 ke arah dorsal masuk ke dalam
hematom pada tempat fraktur sekitar 30 derajat terhadap
kulit. Coba masukkan ujung jarum ke ruang fraktur dengan
menyentuh permukaan fragmen distal yan mengalami
fraktur. Kepastian masuknya jarum dapat dinilai dengan
aspirasi darah.
Suntik secara lambat lidokain 1% sebanyak 5-10 ml tanpa
epinefrin ke dalam rongga fraktur dan 5 ml lagi ke dalam
periosteum sekitar.
Reduksi ( Metode Jones ). Reduksi bertujuan untuk mengembalikan
anatomi normal ( memperbaiki tinggi radial, kemiringan volar dan
langkah intra-artikular ) melalui traksi dan manipulasi.
Pembidaian. Pembidaian bertujuan untuk mempertahankan reduksi
dan membiarkan terjadinya pembengkakan tanpa menggangu
sirkulasi.
9
2.5.3 Fraktur Lutut
Fraktur Lutut terjadi diakibatkan dari adanya transmisi energi tinggi. Fraktur
ini dapat dikaitkan dengan cedera pembuluh darah popliteal dan dapat disertai
dengan dislokasi.
10
Analgesia
Gunakan jarum berdiameter kecil ( ukuran 25 ) untuk membuat
benjolan kecil anastetik.
Suntik lidokain dengan epinefrin di tempat suntikan.
Anastesi jaringan subkutan dan jalur ke arah sendi.
Hindari memasuki rongga sendi jika menginginkan analisis cairan
sinovial.
Aspirasi
Gunakan jaru msebesar mungkin, lebih baik ukuran 18, masukkan
perlahan-lahan ke dalam rongga sendi yang memberikan tekanan
negatif pada penghisap semprit di setiap saat.
Arahkan jarum sepanjang permukaan posterior patella kea rah
incisura intercondylaris sampai cairan sinovial diaspirasi.
Aliran bebas cairan menunjukkan posisi jarum yang tepat.
Hati-hati dan hindari trauma pada permukaan artikular dan tulang
dengan ujung jarum.
Setelah prosedur lengkap, tark keluar jarum.
Tekan area insersi selama 30 detik atau sampai perdarahan berhenti.
Bersihkan semua larutan povidon iodin berlebih pada kulit.
Gunakan kasa bersih dan steril.
11
Persiapan Pasien
Pastikan petunjuk penting dan jika perlu beri tanda pada titik insersi
jarum.
Sterilkan area ( tempat jarum yang akan dimasukkan ) dengan
larutan povidon iodin atau antiseptik kulit yang sejenis.
Bersihkan tempat suntikan dengan alkohol untuk menghindari
masuknya iodin ke dalam synovium.
Tutup area dengan kassa steril.
Posisikan pergelangan kaki dan tangan dalam posisi relaks atau
netral.
Lakukan traksi perlahan dan deviasi ulna untuk membuka rongga
sendi.
Analgesia
Gunakan jarum ukuran 25 untuk menimbulkan benjolan kecil
anastetik.
Suntik lidokain tanpa epinefrin di tempat pungsi.
Anastesi jaringan subkutan dan jalur ke arah sendi.
Hindari masuk ke dalam rongga sendi jika menginginkan analisis
cairan sinovial.
Aspirasi
Pendekatan Medial
Pasien harus dalam posisi terlentang, lutut ekstensi dan kaki
sedikit plantar fleksi.
Cara lain, pasien dapat ( jika mampu ) duduk di samping alat
pengusung dan menggantung tungkainya dan meletakkan
kaki di atas tempat duduk.
Insersi : Masukkan jarum ukuran 20 atau 22 tepat di medial
tendi tibia anterior dan mengarahkannya ke ujung anterior
malleolus medialis.
Masukkan terus jarum 2-3 cm sampai masuk rongga sendi.
Sambil memasukkan jarum, lakukan aspires secara perlahan
dengan spuit 10 ml.
Pendekatan Lateral
12
Pasien harus pada posisi terlentang, kaki harus tegak lurus
terhadap tungkai.
Insersi : Masukkan jaru mukuran 20 atau 22 tepat di bawah
ujung malleolus lateralis dan mengarahkan jarum ke medial
ke arah rongga sendi.
Masukkan terus jarum 2-3 cm sampai masuk rongga sendi.
Sambil memasukkan jarum, lakukan aspirasi secara perlahan
dengan spuit 10 ml.
13
Pelayanan keperawatan gawat darurat meliputi pelayanan keperawatan yang ditujukan kepada
pasien gawat darurat yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya/ anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat
pertolongan secara cepat dan tepat.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Pengkajian Primer
a. Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek
batuk.
b. Breathing
Kelemahan menelan / batuk / melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau
tak teratur, suara nafas terdengar ronchi / aspirasi.
c. Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung
normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap
lanjut.
3.1.2 Pengkajian sekunder
a. Aktivitas / istrahat
1) Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena.
14
2) Keterbatasan morbilitas.
b. Sirkulasi
1) Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri / ansietas).
2) Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah ).
3) Tachikardi
4) Penurunan nadi pada bagian distal yang cidera.
5) Capilary refil melambat.
6) Pucat pada bagian yang terkena.
7) Massa hematoma pada sisi cedera.
c. Neurosensori
1) Kesemutan
2) Deformitas,krepitasi, pemendekan
3) Kelemahan
d. Kenyamanan
1) Nyeri tiba-tiba saat cidera
2) Spasme / kram otot
e. Keamanan
1) Laserasi kulit
2) Perdarahan
3) Perubahan warna
4) Pembengkakan local
15
Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat, dan pada kasus fraktur
biasanya akut.
Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik fungsi maupun bentuk.
b. Secara Sistemik, dari kepala sampai kaki. Harus memperhitungkan keadaan proksimal serta
bagian distal klien, terutama mengenai status neurovaskuler.
16
Move (pergerakan terutama rentang gerak). Pemeriksaan dengan menggerakan ekstremitas,
kemudian mencatat apakah ada keluhan nyeri pada pergerakan. Pergerakan yang dilihat adalah
pergerakan aktif dan pasif.
17
MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
3.1.6. Pengkajian
1. B1 : Breathing (Respirasi/pernafasan)
Pola nafas : tidak teratur dan terdapat ronkhi
Jumlah : 1500 cc
Bau : amoniak
18
Frekuensi : 3 x / hari
ANALISA DATA
NO ANALISA DATA ETIOLOGI PROBLEM
1 DS : Trauma Hambatan mobilitas fisik
Klien mengatakan Fraktur
tidak mampu Fraktur tertutup dan fraktur terbuka
melakukan Kerusakan korteks, pembuluh
aktivitas darah, sumsum tulang dan jaringan
DO : lunak
Klien nampak Pergeseran tulang
kesulitan untuk Kerusakan rangka
19
mengubah posisi Imobilitas
Klien nampak Hambatan mobilitas fisik
kesulitan untuk
berpindah tempat
2 DS : Trauma Nyeri
Klien mengeluh Fraktur
nyeri pada bagian Fraktur tertutup dan fraktur terbuka
yang fraktur Kerusakan korteks, pembuluh
DO : darah, sumsum tulang dan jaringan
Klien nampak lunak
meringis Pergeseran tulang
Klien nampak Spasme otot
gelisah menahan Nyeri
nyeri
Skala nyeri 7
20
3 DS : Trauma Kerusakan integriras kulit
Klien mengeluh Fraktur
susah beraktivitas Fraktur tertutup dan fraktur terbuka
karena terdapat Kerusakan korteks, pembuluh
laserasi. darah, sumsum tulang dan jaringan
DO : lunak
Nampak laserasi Laserasi kulit
pada kulit Kerusakan integriras kulit
Nampak tonjolan
tulang
21
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Hambatan mobilitas Tujuan : Pertahankan tirah baring dalam
fisik b/d cedera Kerusakan mobiltas fisik posisi yang di programkan
jaringan sekitar dapat berkurang setelah Tinggikan ekstermitas yang sakit
fraktur, kerusakan dilakukan tindakan Instrusikan klien/bantu dalam latihan
rangka keperawatan rentang gerak pada ektermitas yang
neromuskuler Kriteria Hasil : sakit dan tak sakit
Meningkatkan mobiltas Beri penyangga pada ekstermitas
pada tingkat yang lebih yang sakit di atas dan di bawah ketika
tinggi fraktur ketika bergerak
Mempertahankan posisi Jelaskan pandangan dan keterbatasan
fungsional dalam aktivitas
22
Meningkatkan Berikan dorongan pada pasien untuk
kekuatan/fungsi yang sakit melakukan AKS dalam
Menunjukan tehnik lingkupketerbatasan dan beri bantuan
mampu melakukan aktifitas sesuai kebutuhan.
Kaji tekanan darah , nadi dengan
melakukan aktivitas.
Ubah posisi secara periodik
Kolaborasi fisioterapi /okulasi terapi
2 Nyeri b/d spasme Tujuan : Kaji ulang lokasi, intensitas dan tipe
otot, pergeseran Nyeri berkurang setelah nyeri
fragmen tulang dilakukan tindakan Pertahankan imobilisasi bagian yang
perawatan sakit dengan tirah baring
Kriteria hasil : Berikan lingkungan yang tenang dan
Klien menyatakan nyeri berikan dorongan untuk melakukan
berkurang aktivitas hiburan
Klien nampak rileks,
mampu berpartisipasi dalam Ganti posisi dengan bantuan bila
aktivitas / aktivitas / tidur / ditoleransi
istrahat dengan tepat. Jelaskan prosedur sebelum memulai
Tekanan darah normal Lakukan dan awasi latihan rentang
Tidak ada peningkatan gerak pasif / aktif
nadi dan RR. Dorong menggunakan tehnik
manajemen stress, contoh : relaksasi,
latihan nafas dalam, imajinasi
visualisasi.
Observasi tanda-tanda vital
Kolaborasi : pemberian analgetik
23
berbaikan setelah tindakan perawatan. Monitor suhu tubuh
Kriteria hasil : Lakukan perawatan kulit, dengan
Penyembuhan luka sesuai sering pada patah tulang yang
waktu menonjol
Tidak ada laserasi, Lakukan alih posisi dengan sering,
integritas kulit baik pertahankan kesejajaran tubuh
Pertahankan seprei tempat tidur tetap
kering dan bebas kerutan
Memasage kulit sekitar gips dengan
alkohol
Gunakan tempat tidur busa atau
kasur udara sesuai indikasi
Kolaborasi pemberian antibiotik.
24
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
1 Hambatan mobilitas fisik b/d Memertahankan tirah baring dalam posisi yang di
cedera jaringan sekitar fraktur, programkan
kerusakan rangka neromuskuler Meninggikan ekstermitas yang sakit
Menginstrusikan klien/bantu dalam latihan rentang
gerak pada ektermitas yang sakit dan tak sakit
Memberi penyangga pada ekstermitas yang sakit di atas
dan di bawah ketika fraktur ketika bergerak
Menjelaskan pandangan dan keterbatasan dalam
aktivitas
Memberikan dorongan pada pasien untuk melakukan
AKS dalam lingkupketerbatasan dan beri bantuan sesuai
kebutuhan.
Mengkaji tekanan darah , nadi dengan melakukan
aktivitas.
Mengubah posisi secara periodik
Mengkolaborasikan fisioterapi /okulasi terapi
2 Nyeri b/d spasme otot, Mengkaji ulang lokasi, intensitas dan tipe nyeri
pergeseran fragmen tulang Mempertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan
tirah baring
25
contoh : relaksasi, latihan nafas dalam, imajinasi
visualisasi.
Mengobservasi tanda-tanda vital
Mengkolaborasikan : pemberian analgetik
3 Kerusakan intgritas jaringan b/d Mengkaji ulang integrias luka dan observasi terhadap
fraktur terbuka, bedah berbaikan tanda infeksi atau drainase
Memonitor suhu tubuh
Melakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah
tulang yang menonjol
Melakukan alih posisi dengan sering, pertahankan
kesejajaran tubuh
Mempertahankan seprei tempat tidur tetap kering dan
bebas kerutan
Memasage kulit sekitar gips dengan alkohol
Menggunakan tempat tidur busa atau kasur udara sesuai
indikasi
Mengkolaborasikan pemberian antibiotik.
26
27
EVALUASI
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN EVALUASI
1 Kerusakan mobilitas fisik b/d cedera S : klien mengatakan mampu melakukan
jaringan sekitar fraktur, kerusakan aktivitas
rangka neromuskuler O : Klien nampak mampu untuk mengubah
posisi
Klien nampak mampu untuk berpindah
tempat
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
2 Nyeri b/d spasme otot, pergeseran S : Klien mengatakan nyeri pada bagian
fragmen tulang yang fraktur sudah berkurang
O : Klien nampak rileks
Skala nyeri 2
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
3 Kerusakan intgritas jaringan b/d S : Klien mengatakan tidak susah
fraktur terbuka, bedah berbaikan beraktivitas karena terdapat laserasi.
O : Tidak nampak laserasi pada kulit
Tidak nampak tonjolan tulang
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
BAB 4
28
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Menurut Schlenker, 2000 dalam bukunya berjudul Amputations and Replantations. Fraktur
dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori besar diantaranya adalah fraktur tertutup dan terbuka.
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur
terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi
infeksi (Sjamsuhidajat, 1999). Jadi berdasarkan pengertian diatas fraktur adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan.
4.2 Saran
Mahasiswa harus mampu memahami mengenai pengertian, penyebab, penatalaksanaan ,
agar dalam menjalankan proses keperawatan dapat membuat intervensi dan menjalankan
implementasi dengan tepat sehingga mencapai evaluasi dan tingkat kesembuhan yang maksimal
pada klien fraktur. Selain itu Mahasiswa juga dapat memperbanyak ilmu dengan mengunjungi
seminar dan membaca dari berbagai sumber.
29
28
30
DAFTAR PUSTAKA
Schlenker. J.D : Amputations and Replanations in Emergency Medical, edition 4, St. Louis,
1998.
Schriger. D : Assesment and Management of Pelvic Fracture , edition 4, New York, 1992.
Pamela. S, Patty.A, Julia. F : Pedoman Keperawatan Emergensi, edisi 2 , Jakarta : EGC, 1986.
Kaushal. S, Chilembwe. M : Prosedur Penting Dalam Kedaruratan, edisi 2, Jakarta : EGC, 1998.
31