Anda di halaman 1dari 31

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena salah satu
penyebab. Penyebab trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri, olahraga dan rumah
tangga.

Di Indonesia angka kematian akibat kecelakaan lalu lintas ± sekitar 12.000 orang tiap
tahun ( Chairudin, 1998 ). Trauma yang dialami seseorang akan menyebabkan masalah-
masalah sebagai berikut :

1. Biaya yang besar untuk mengembalikan fungsi setelah mengalami trauma.


2. Resiko kematian yang tinggi.
3. Produktivitas menurun akibat banyak kehilangan waktu bekerja.
4. Kecacatan sementara dan permanen.

Di masyarakat, seorang Perawat / Ners perlu mengetahui perawatan klien trauma


muskuloskeletal yang mungkin dijumpai, baik di jalan maupun selama melakukan asuhan
keperawatan di rumah sakit. Selain itu, dia perlu mengetahui dasar-dasar penanggulangan
suatu trauma yang menimbulkan masalah pada sistem musculoskeletal dengan melakukan
penanggulangan awal dan merujuk ke rumah sakit terdekat agar mengurangi resiko yang
lebih besar.

Resiko lebih fatal yang perlu diketahui adalah kematian. Peristiwa yang sering terjadi
pada klien dibagi dalam 3 periode waktu sebagai berikut :

1. Kematian dalam detik-detik pertama sampai menit berikutnya ( 50 % ).

Kematian disebabkan oleh laserasi otak dan pangkal otak, kerusakan sumsum
tulang belakang bagian atas, kerusakan jantung, aorta serta pembuluh-pembuluh darah
besar. Kebanyakan klien tidak dapat ditolog dan meninggal di tempat.

1
2. Kematian dalam menit pertama sampai beberapa jam ( 35 % ).

Kematian ini sering kali disebabkan oleh perdarahan subdural atau epidural,
hematopneumotoraks, robekan limpa, laserasi hati, fraktur panggul serta fraktur multiple
dengan resiko besar akibat perdarahan yang masif. Sebagian klien pada tahap ini dapat
diselamatkan dengan pengetahuan dan penanggulangan trauma yang memadai.

3. Kematian setelah beberapa hari sampai beberapa minggu setelah trauma ( 15 % ).

Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan beberapa organ atau sepsis. Peran
Perawat dalam membantu mengurangi resiko tersebut cukup besar. Resiko kegagalan
organ dan reaksi sepsis dapar dikurangi secara signifikan dengan asuhan keperawatan
yang komprehensif. Penanggulangan klien trauma memerlukan peralatan serta
keterampilan khususyang tidak semuanya dapat dilakukan oleh perawat, berhubung
keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki setiap Ners bervariasi serta peralatan yang
tersedia kurang memadai.

Trauma muskuloskeletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur di sekitarnya dan


struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Gangguan yang paling sering
terjadi akibat trauma muskuloskeletal adalah kontusio, strain, sprain dan dislokasi.

2
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan trauma
muskuloskeletal.

2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan trauma muskuloskeletal.
b. Mampu menentukan masalah atau diagnosa keperawatan pada pasien dengan trauma
muskuloskeletal.
c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan trauma
muskuloskeletal.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien dengan trauma
muskuloskeletal.
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada pasien dengan trauma
muskuloskeletal.
f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan secara baik dan benar.

1.3 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Bagi Ilmu Keperawatan dapat menjadi ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi
dunia kesehatan serta dapat meningkatkan tingkat pengetahuan perawat tentang penyakit
penanganan, pengobatan dan perawatan trauma muskuloskeletal.

2. Manfaat Praktis
Bagi pelayanan kesehatan dapat meningkatkan tingkat pelayanan terutama dalam
memberikan pendidikan kesehatan.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Fraktur

Fraktur adalah cedera skelet yang terjadi pada jaringan tulang, jaringan lunak, pembuluh
darah dan saraf. Fraktur memiliki resiko komplikasi yang signifikan, seperti cedera jaringan
lunak mayor. Fraktur yang dijelaskan dengan ” trauma minimal ” dapat menunjukkan
predisposisi kelemahan struktural ( mis, penyakit Paget, tumor, osteomalasia, riketsia atau
skorbut ) atau situasi yang abusif atau kekerasan. ” ( Geiderman, 1998 ).
2.2 Klasifikasi Fraktur Secara Umum
Menurut Schlenker, 2000 dalam bukunya berjudul Amputations and Replantations.
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori besar diantaranya adalah :
1. Fraktur tertutup

Fraktur tertutup adalah fraktur yang terjadi tanpa cedera jaringan lunak terbuka.
Prognosis umumnya lebih baik untuk fraktur tertutup karena resiko infeksi terbatas.
Fraktur tertutup juga diklasifikasikan berdasarkan tipenya : kominutif, compression
impacted, greenstick, oblik, spiral dan transversal.

2. Fraktur terbuka

Fraktur terbuka adalah fraktur dengan cedera jaringan lunak terbuka. Fraktur ini
kadang sulit ditemukan bila luka pada bagian proksimal fraktur benar-benar terkait
dengan fraktur tersebut. Pedoman atau prinsip yang berdasarkan praktik menganggap
luka sebagai fraktur terbuka sampai dapat dibuktikan sebaliknya. Fraktur terbuka
ditangani sebagai kedaruratan ortopedik karena resiko infeksi dan kemungkinan
komplikasi osteomielitis.

4
2.2.1 Klasifikasi Fraktur Terbuka

 Derajat 1 : Luka kecil, panjang < 1 cm yang tertusuk dari bawah.


 Derajat 2 : Luka melingkar penuh sampai sepanjang 5 cm dengan sedikit atau
tanpa kontaminasi dan tidak ada kerusakan jaringan lunak berlebihan atau
kepingan periosteal.
 Derajat 3 : Luka > 5 cm dan dikaitkan dengan kontaminasi atau cedera jaringan
lunak signifikan ( kehilangan jaringan, avulsi, cedera remuk ) dan sering
mencakup fraktur segmental, dapat ditemukan kepingan jaringan lunak, cedera
vaskular mayor atau kepingan perioestal.

2.3 Tanda dan Gejala Fraktur

 Nyeri pada tempat cedera dan sekitarnya


 Pembengkakan di sekitar tempat cedera
 Deformitas ekstremitas
 Ketidakstabilan ekstremitas
 Krepitasi pada saat pergerakan ekstremitas
 Mobilitas terbatas dan atau rentang gerak ekstremitas terbatas
 Spasme otot

2.4 Terapi dan Penanganan Medis Fraktur Terbuka


 Menetapkan Pengendalian Perdarahan dengan balutan tekan steril
 Membuat akses IV yang menunjukkan kemungkinan kekurangan volume
cairan
 Tutup luka fraktur terbuka dan ujung tulang yang terbuka dengan kasa steril yang
telah dibasahi dengan cairan NS
 Bidai ekstremitas yang cedera, termasuk sendi di atas dan sendi di bawah cedera
 Beri kompres es pada tempat cedera, tempatkan sawar antara kulit dan kantong es
 Tinggikan ekstremitas setinggi jantung
 Evaluasi nadi dengan sering
 Hindari gerakan berlebihan atau memanipulasi tempat fraktur

5
2.5 Klasifikasi Fraktur Secara Khusus

Menurut Schriger, 1988 dalam bukunya berjudul Emergency Medicine Concepts


and Clinical Practice. Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis diantaranya adalah :

1. Fraktur Pelvik
2. Fraktur Femur
3. Fraktur Lutut
4. Fraktur Pergelangan Kaki dan Tangan

Berikut ini adalah penjelasan dari keempat jenis fraktur tersebut :

2.5.1 Fraktur Pelvik

Fraktur Pelvik diakibatkan oleh benturan dengan kekuatan yang besar. Fraktur
ini dapat mengakibatkan hipovolemia akibat kehilangan darah sampai dengan 4 liter
yang dapat terjadi akibat robekan arteri, kerusakan pembuluh darah vena pleksus dan
permukaan kanselosa tulang yang fraktur.

Gejala dari Fraktur Pelvik diantaranya adalah :


 Deformitas eksternal ringan sebagai akibat penumpukkan jaringan lunak
dalam jumlah banyak.
 Perdarahan dapat terlihat pada meatus dan pemeriksaan rektal ( cedera rektal,
uretra dan kandung kemih adalah komplikasi kandung kemih ).
 Ekimosis perineal atau hematoma skrotum.
 Rotasi abnormal pada pangggul atau kaki.
 Perdarahan eksternal terlihat jelas pada fraktur pelvik.
 Sirkulasi distal berpotensi terganggu.
 Pasien merasa nyeri ketika diberikan tekanan pada krista iliaka
anterosuperior dan simfisis pubis.

6
Terapi dan Penanganan Medis dari Fraktur Pelvik diantaranya adalah :
1. Radiografik
 Radiografik standar harus meliputi proyeksi posteroanterior ( PA )
dan lateral.
 Fraktur seharusnya ditetapkan sebagai : anak atau dewasa, ekstra-
artikular atau intra-artikular, komunita atau non komunita, angulasi
atau tidak angulasi.
 Pada orang dewasa, beberapa pengukuran digunakan untuk
menentukan luas deformitas

2. Teknik
 Penilaian Klinis
 Inspeksi : Cari kerusakan pada kulit dan deformitas skeletal.
 Palpasi : Usahakan menilai penurunan, krepitus dan lokasi
nyeri tekan maksimal.
 Penilaian status neurovascular : Perhatikan sensai jari karena
kompresi nervus medianus akut sering terjadi pad cedera ini,
terutama pada fraktur dengan kekuatan tinggi yan disertai
pergeseran berat.
 Blok hematom
 Bersihkan kulit di bagian tempat fraktur dengan larutan
povidon-iodin atau klorheksidin.
 Masukkan jarum ukuran 25 ke arah dorsal masuk ke dalam
hematom pada tempat fraktur sekitar 30 derajat terhadap
kulit. Coba masukkan ujung jarum ke ruang fraktur dengan
menyentuh permukaan fragmen distal yan mengalami
fraktur. Kepastian masuknya jarum dapat dinilai dengan
aspirasi darah.
 Suntik secara lambat lidokain 1% sebanyak 5-10 ml tanpa
epinefrin ke dalam rongga fraktur dan 5 ml lagi ke dalam
periosteum sekitar.

7
 Reduksi ( Metode Jones ). Reduksi bertujuan untuk mengembalikan
anatomi normal ( memperbaiki tinggi radial, kemiringan volar dan
langkah intra-artikular ) melalui traksi dan manipulasi.
 Pembidaian. Pembidaian bertujuan untuk mempertahankan reduksi
dan membiarkan terjadinya pembengkakan tanpa menggangu
sirkulasi.

2.5.2 Fraktur Femur

Fraktur Femur diakibatkan oleh cedera hebat pada pembuluh darah


femoral yang dapat menyebabkan hipovolemia. Kehilanagan darah pada fraktur
femur dapat mencapai 2 liter. Perdarahan dapat terjadi akibat robekan arteri,
kerusakan pembuluh darah vena pleksus dan permukaan kanselosa tulang yang
fraktur.

Gejala dari Fraktur Femur diantaranya adalah :


 Pasien akan mengalami nyeri hebat.
Spasme otot kuadrisep sebagai akibat ujung tulang saling bergerak yang
dapat menyebabkan cedera lunak yang luas. Deformitas dan pendesakan
paha dapat terlihat pada spasme.
Ekstermitas yang terkena dapat memendek dibandingkan dengan
ekstremitas yang tidak sakit ketika saling disejajarkan.
Fraktur femur dapat mengenai pembuluh darah femoral atau popliteal.

Terapi dan Penanganan Medis dari Fraktur Pelvik diantaranya adalah :


1. Radiografik
 Radiografik standar harus meliputi proyeksi posteroanterior ( PA )
dan lateral.
 Fraktur seharusnya ditetapkan sebagai : anak atau dewasa, ekstra-
artikular atau intra-artikular, komunita atau non komunita, angulasi
atau tidak angulasi.
 Pada orang dewasa, beberapa pengukuran digunakan untuk
menentukan luas deformitas

8
2. Teknik
 Penilaian Klinis
 Inspeksi : Cari kerusakan pada kulit dan deformitas skeletal.
 Palpasi : Usahakan menilai penurunan, krepitus dan lokasi
nyeri tekan maksimal.
 Penilaian status neurovascular : Perhatikan sensai jari karena
kompresi nervus medianus akut sering terjadi pad cedera ini,
terutama pada fraktur dengan kekuatan tinggi yan disertai
pergeseran berat.

 Blok hematom
 Bersihkan kulit di bagian tempat fraktur dengan larutan
povidon-iodin atau klorheksidin.
 Masukkan jarum ukuran 25 ke arah dorsal masuk ke dalam
hematom pada tempat fraktur sekitar 30 derajat terhadap
kulit. Coba masukkan ujung jarum ke ruang fraktur dengan
menyentuh permukaan fragmen distal yan mengalami
fraktur. Kepastian masuknya jarum dapat dinilai dengan
aspirasi darah.
 Suntik secara lambat lidokain 1% sebanyak 5-10 ml tanpa
epinefrin ke dalam rongga fraktur dan 5 ml lagi ke dalam
periosteum sekitar.
 Reduksi ( Metode Jones ). Reduksi bertujuan untuk mengembalikan
anatomi normal ( memperbaiki tinggi radial, kemiringan volar dan
langkah intra-artikular ) melalui traksi dan manipulasi.
 Pembidaian. Pembidaian bertujuan untuk mempertahankan reduksi
dan membiarkan terjadinya pembengkakan tanpa menggangu
sirkulasi.

9
2.5.3 Fraktur Lutut

Fraktur Lutut terjadi diakibatkan dari adanya transmisi energi tinggi. Fraktur
ini dapat dikaitkan dengan cedera pembuluh darah popliteal dan dapat disertai
dengan dislokasi.

Gejala dari Fraktur Lutut diantaranya adalah :


 Nyeri progresif pada cedera ringan menetap.
 Nyeri peregangan pasif pada otot yang terkena.
 Tegangan pada area yang terkena.
 Penurunan sensasi.
 Kelemahan tungkai bawah.

Terapi dan Penanganan Medis dari Fraktur Lutut diantaranya adalah :


 Persiapan Pasien
 Posisi lutut ekstensi penuh atau fleksi secara pasif 15 derajat dengan
gulungan handuk di belakang regio poplitea.
 Pastikan pasien merelaksasi musculus quadriceps-nya sehingga akan
membuka rongga sendi.
 Pastikan petunjuk penting dan jika diperlukan tandai pada titik
insersi jarum.
 Sterilkan area ( tempat jarum yang akan dimasukkan ) dengan
larutan povidon iodin atau antiseptik kulit yang sejenis.
 Bersihkan tempat suntikan dengan alkohol untuk menghindari
masuknya iodin ke dalam synovium.
 Tutup area dengan handuk steril.

10
 Analgesia
 Gunakan jarum berdiameter kecil ( ukuran 25 ) untuk membuat
benjolan kecil anastetik.
 Suntik lidokain dengan epinefrin di tempat suntikan.
 Anastesi jaringan subkutan dan jalur ke arah sendi.
 Hindari memasuki rongga sendi jika menginginkan analisis cairan
sinovial.

 Aspirasi
 Gunakan jaru msebesar mungkin, lebih baik ukuran 18, masukkan
perlahan-lahan ke dalam rongga sendi yang memberikan tekanan
negatif pada penghisap semprit di setiap saat.
 Arahkan jarum sepanjang permukaan posterior patella kea rah
incisura intercondylaris sampai cairan sinovial diaspirasi.
 Aliran bebas cairan menunjukkan posisi jarum yang tepat.
 Hati-hati dan hindari trauma pada permukaan artikular dan tulang
dengan ujung jarum.
 Setelah prosedur lengkap, tark keluar jarum.
 Tekan area insersi selama 30 detik atau sampai perdarahan berhenti.
 Bersihkan semua larutan povidon iodin berlebih pada kulit.
 Gunakan kasa bersih dan steril.

2.5.4 Fraktur Pergelangan Kaki dan Tangan

Fraktur Pergelangan Kaki dan Tangan pada umumnya terjadi karena


cedera pada jaringan ikat ( misalnya, ligament ). Fraktur ini dapat menimbulkan
kerusakan tendon dan kerusakan sistem neurovaskular kaki dan tangan.

Gejala dari Fraktur Pergelangan Kaki dan Tangan diantaranya adalah :


 Kesejajaran Rotasi sudah mulai berbeda saat posisi jari fleksi.
 Garis batas anatomis yang tidak jelas dalam menggambarkan lokasi
cedera.

Terapi dan Penanganan Medis dari Fraktur Lutut diantaranya adalah :

11
 Persiapan Pasien
 Pastikan petunjuk penting dan jika perlu beri tanda pada titik insersi
jarum.
 Sterilkan area ( tempat jarum yang akan dimasukkan ) dengan
larutan povidon iodin atau antiseptik kulit yang sejenis.
 Bersihkan tempat suntikan dengan alkohol untuk menghindari
masuknya iodin ke dalam synovium.
 Tutup area dengan kassa steril.
 Posisikan pergelangan kaki dan tangan dalam posisi relaks atau
netral.
 Lakukan traksi perlahan dan deviasi ulna untuk membuka rongga
sendi.

 Analgesia
 Gunakan jarum ukuran 25 untuk menimbulkan benjolan kecil
anastetik.
 Suntik lidokain tanpa epinefrin di tempat pungsi.
 Anastesi jaringan subkutan dan jalur ke arah sendi.
 Hindari masuk ke dalam rongga sendi jika menginginkan analisis
cairan sinovial.

 Aspirasi
 Pendekatan Medial
 Pasien harus dalam posisi terlentang, lutut ekstensi dan kaki
sedikit plantar fleksi.
 Cara lain, pasien dapat ( jika mampu ) duduk di samping alat
pengusung dan menggantung tungkainya dan meletakkan
kaki di atas tempat duduk.
 Insersi : Masukkan jarum ukuran 20 atau 22 tepat di medial
tendi tibia anterior dan mengarahkannya ke ujung anterior
malleolus medialis.
 Masukkan terus jarum 2-3 cm sampai masuk rongga sendi.
Sambil memasukkan jarum, lakukan aspires secara perlahan
dengan spuit 10 ml.

 Pendekatan Lateral

12
 Pasien harus pada posisi terlentang, kaki harus tegak lurus
terhadap tungkai.
 Insersi : Masukkan jaru mukuran 20 atau 22 tepat di bawah
ujung malleolus lateralis dan mengarahkan jarum ke medial
ke arah rongga sendi.
 Masukkan terus jarum 2-3 cm sampai masuk rongga sendi.
Sambil memasukkan jarum, lakukan aspirasi secara perlahan
dengan spuit 10 ml.

 Pendekatan Medial dan Lateral


 Gunakan jarum ukuran 22 yang diletakkan pada spuit 5 atau
10 ml.
 Untuk pendekatan radiocarpal, arahkan jarum tepat di
sebelah distal batas radius distal.
 Masukkan jarum pada bagian yang rendah dari sisi ulnar
tendi ekstensor carpi radialis brevis dan di antara radius
distal dan os lunatum.
 Untuk pendekatan ulnocarpal, arahkan ajrum di antara bata
distal processus styloideus ulnae dan os pisiform.
 Terjadi tekanan negatif pada penghisap spuit pada saat jarum
dimasukkan dalam rongga sendi.
 Aspirasi cairan yang mudah menunjukkan posisi jarum yang
tepat.
 Lakukan dengan hati-hati dan hindari trauma pada tulang,
tendo dan permukaan artikular dengan ujung jarum.
 Setelah prosedur selesai, tarik keluar jarum.
 Tekan area insersi selama 30 menit atau sampai perdarahan
berhenti.
 Bersihkan semua povidon iodin yang berlebih pada kulit.
 Gunakan kassa steril.

2.6 Ruang Lingkup Pelayanan Keperawatan Gawat Darurat

13
Pelayanan keperawatan gawat darurat meliputi pelayanan keperawatan yang ditujukan kepada
pasien gawat darurat yaitu pasien yang tiba-tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi
gawat dan terancam nyawanya/ anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak mendapat
pertolongan secara cepat dan tepat.

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR

3.1    PENGKAJIAN
3.1.1      Pengkajian Primer
a.       Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek
batuk.
b.      Breathing
Kelemahan menelan / batuk / melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau
tak teratur, suara nafas terdengar ronchi / aspirasi.
c.       Circulation
TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung
normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap
lanjut.
3.1.2     Pengkajian sekunder
a.       Aktivitas / istrahat
1)      Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena.

14
2)      Keterbatasan morbilitas.
b.      Sirkulasi
1)      Hipertensi (kadang terlihat sebagai respon nyeri / ansietas).
2)      Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah ).
3)      Tachikardi
4)      Penurunan nadi pada bagian distal yang cidera.
5)      Capilary refil melambat.
6)      Pucat pada bagian yang terkena.
7)      Massa hematoma pada sisi cedera.

c.       Neurosensori
1)      Kesemutan
2)      Deformitas,krepitasi, pemendekan
3)      Kelemahan
d.      Kenyamanan
1)      Nyeri tiba-tiba saat cidera
2)      Spasme / kram otot
e.       Keamanan
1)      Laserasi kulit
2)      Perdarahan
3)      Perubahan warna
4)      Pembengkakan local

3.1.3 Pemeriksaan Fisik


1). Gambaran Umum
a. Keadaan umum. Keadaan baik atau buruknya klien.
 Kesadaran klien : compos mentis, gelisah, apatis, sopor, coma, yang bergantung pada
keadaan klien.

15
 Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat, dan pada kasus fraktur
biasanya akut.
 Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik fungsi maupun bentuk.
b. Secara Sistemik, dari kepala sampai kaki. Harus memperhitungkan keadaan proksimal serta
bagian distal klien, terutama mengenai status neurovaskuler.

2). Keadaan Lokal

Look (Inspeksi). Perhatikan apa yang akan dilihat, antara lain :


 Sikatriks (jaringan parut, baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi)
 Fistula
 Warna kemerahan atau kebiruan(livid) atau hiperpigmentasi
 Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal)
 Posisi dan bentuk ekstremitas(deformitas)
 Posisi jalan (gait,waktu masuk ke kamar periksa)
Feel (palpasi). Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi klien diperbaiki mulai dari posisi
netral (posisi anatomi).
 Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
 Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau edema terutama di sekitar
persendian.
 Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal)
 Tonus otot pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang terdapat di permukaan
atau melekat pada tulang.

16
Move (pergerakan terutama rentang gerak). Pemeriksaan dengan menggerakan ekstremitas,
kemudian mencatat apakah ada keluhan nyeri pada pergerakan. Pergerakan yang dilihat adalah
pergerakan aktif dan pasif.

3.1.4 Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan radiologi. Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah


menggunakan sinar rontgen (Sinar-X) yang memerlukan dua proyeksi yaitu AP dan lateral.
2. Pemeriksaan Laboratorium
 Kalsium dan Fosfor meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
 Alkali fosfatase meningkat pada saat kerusakan tulang dan menunjukan kegiatan
osteoblastik dalam membentuk tulang.
 Enzim otot seperti kreatinin kinase , laktat dehidrogenase (LDH-5), aspartat amini
transferase (AST), dan aldolase meningkat pada tahap penyembuhan tulang.

3.1.5 Pemeriksaan lain-lain.


 Biopsi tulang dan otot. Lebih diindikasikan bila terjadi infeksi
 Elektromiografi. Terdapat kerusakan konduksi saraf akibat fraktur.
 Artroskopi. Didapatkan jaringan ikat yang rusakatau sobek karena trauma yang
berlebihan.
 Indium Imaging : pada pemeriksaan ini didapatkan infeksi pada tulang.

17
 MRI : menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.

3.1.6. Pengkajian

1. B1 : Breathing (Respirasi/pernafasan)
Pola nafas : tidak teratur dan terdapat ronkhi

Suara nafas : vesikuler

2. B2 : Bleeding (Kardiovasculer / sirkulasi)


Irama jantung : takikardia, CRT melambat

Nyeri dada : tidak nyeri

Bunyi jantung : normal pada tahap dini

3. B3 : Brain ( Neurologik / persyarafan)


GCS : Eye 4 (membuka spontan), Verbal 5 (orientasi baik), Motorik 6 (sesuai
perintah)

4. B4 : Bladder ( Genitourinaria / perkemihan )


Gangguan perkemihan : terpasang catheter

Warna : kuning jernih

Frekuensi : 5-7 x/hari

Jumlah : 1500 cc

Bau : amoniak

5. B5 : Bowel ( Gastrointestinal / pencernaan )


Nafsu makan : menurun

18
Frekuensi : 3 x / hari

Porsi makan : tidak habis, ket: 3-4 sendok

Minum : 1000 cc / hari

Mukosa mulut: kering

Bising usus : 20 x/mnt

BAB : 1 x /hari, ket: teratur

Konsistensi : lembek, bau: khas, warna: coklat

6. B6 : Bone (Integumen/tulang dan otot)


Kemampuan gerak sendi : karena pembedahan pasien mengalami gangguan
mobilitas fisik

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KASUS TRAUMA MUSKULOSKELETAL

ANALISA DATA
NO ANALISA DATA ETIOLOGI PROBLEM
1 DS : Trauma Hambatan mobilitas fisik
Klien mengatakan Fraktur
tidak mampu Fraktur tertutup dan fraktur terbuka
melakukan Kerusakan korteks, pembuluh
aktivitas darah, sumsum tulang dan jaringan
DO : lunak
Klien nampak Pergeseran tulang
kesulitan untuk Kerusakan rangka

19
mengubah posisi Imobilitas
Klien nampak Hambatan mobilitas fisik
kesulitan untuk
berpindah tempat

2 DS : Trauma Nyeri
Klien mengeluh Fraktur
nyeri pada bagian Fraktur tertutup dan fraktur terbuka
yang fraktur Kerusakan korteks, pembuluh
DO : darah, sumsum tulang dan jaringan
Klien nampak lunak
meringis Pergeseran tulang
Klien nampak Spasme otot
gelisah menahan Nyeri
nyeri
Skala nyeri 7

20
3 DS : Trauma Kerusakan integriras kulit
Klien mengeluh Fraktur
susah beraktivitas Fraktur tertutup dan fraktur terbuka
karena terdapat Kerusakan korteks, pembuluh
laserasi. darah, sumsum tulang dan jaringan
DO : lunak
Nampak laserasi Laserasi kulit
pada kulit Kerusakan integriras kulit
Nampak tonjolan
tulang

21
INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1 Hambatan mobilitas Tujuan :        Pertahankan tirah baring dalam
fisik b/d cedera Kerusakan mobiltas fisik posisi yang di programkan
jaringan sekitar dapat berkurang setelah        Tinggikan ekstermitas yang sakit
fraktur, kerusakan dilakukan tindakan        Instrusikan klien/bantu dalam latihan
rangka keperawatan rentang gerak pada ektermitas yang
neromuskuler Kriteria Hasil : sakit dan tak sakit
       Meningkatkan mobiltas        Beri penyangga pada ekstermitas
pada tingkat yang lebih yang sakit di atas dan di bawah ketika
tinggi fraktur ketika bergerak
       Mempertahankan posisi        Jelaskan pandangan dan keterbatasan
fungsional dalam aktivitas

22
       Meningkatkan        Berikan dorongan pada pasien untuk
kekuatan/fungsi yang sakit melakukan AKS dalam
       Menunjukan tehnik lingkupketerbatasan dan beri bantuan
mampu melakukan aktifitas sesuai kebutuhan.
       Kaji tekanan darah , nadi dengan
melakukan aktivitas.
       Ubah posisi secara periodik
       Kolaborasi fisioterapi /okulasi terapi
2 Nyeri b/d spasme Tujuan :        Kaji ulang lokasi, intensitas dan tipe
otot, pergeseran Nyeri berkurang setelah nyeri
fragmen tulang dilakukan tindakan        Pertahankan imobilisasi bagian yang
perawatan sakit  dengan tirah baring
Kriteria hasil :        Berikan lingkungan yang tenang dan
       Klien menyatakan nyeri berikan dorongan untuk melakukan
berkurang aktivitas hiburan
       Klien nampak rileks,
mampu berpartisipasi dalam     Ganti posisi dengan bantuan bila
aktivitas / aktivitas / tidur / ditoleransi
istrahat dengan tepat.        Jelaskan prosedur sebelum memulai
       Tekanan darah normal        Lakukan dan awasi latihan rentang
       Tidak ada peningkatan gerak pasif / aktif
nadi dan RR.        Dorong menggunakan tehnik
manajemen stress, contoh : relaksasi,
latihan nafas dalam, imajinasi
visualisasi.
       Observasi tanda-tanda vital
       Kolaborasi : pemberian analgetik

3 Kerusakan intgritas Tujuan :        Kaji ulang integrias luka dan


jaringan b/d fraktur Kerusakan integritas observasi terhadap tanda infeksi atau
terbuka, bedah jaringan dapat diatasi drainase

23
berbaikan setelah tindakan perawatan.        Monitor suhu tubuh
Kriteria hasil :        Lakukan perawatan kulit, dengan
       Penyembuhan luka sesuai sering pada patah tulang yang
waktu menonjol
       Tidak ada laserasi,        Lakukan alih posisi dengan sering,
integritas kulit baik pertahankan kesejajaran tubuh
       Pertahankan seprei tempat tidur tetap
kering dan bebas kerutan
       Memasage kulit sekitar gips dengan
alkohol
       Gunakan tempat tidur busa atau
kasur udara sesuai indikasi
       Kolaborasi pemberian antibiotik.

24
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA IMPLEMENTASI
KEPERAWATAN
1 Hambatan mobilitas fisik b/d        Memertahankan tirah baring dalam posisi yang di
cedera jaringan sekitar fraktur, programkan
kerusakan rangka neromuskuler        Meninggikan ekstermitas yang sakit
       Menginstrusikan klien/bantu dalam latihan rentang
gerak pada ektermitas yang sakit dan tak sakit
       Memberi penyangga pada ekstermitas yang sakit di atas
dan di bawah ketika fraktur ketika bergerak
       Menjelaskan pandangan dan keterbatasan dalam
aktivitas
       Memberikan dorongan pada pasien untuk melakukan
AKS dalam lingkupketerbatasan dan beri bantuan sesuai
kebutuhan.
       Mengkaji tekanan darah , nadi dengan melakukan
aktivitas.
       Mengubah posisi secara periodik
       Mengkolaborasikan fisioterapi /okulasi terapi
2 Nyeri b/d spasme otot,        Mengkaji ulang lokasi, intensitas dan tipe nyeri
pergeseran fragmen tulang        Mempertahankan imobilisasi bagian yang sakit  dengan
tirah baring

    Memberikan lingkungan yang tenang dan berikan


dorongan untuk melakukan aktivitas hiburan
       Mengganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi
       Menjelaskan prosedur sebelum memulai
       Melakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif / aktif

       Mendorong menggunakan tehnik manajemen stress,

25
contoh : relaksasi, latihan nafas dalam, imajinasi
visualisasi.
       Mengobservasi tanda-tanda vital
       Mengkolaborasikan : pemberian analgetik

3 Kerusakan intgritas jaringan b/d        Mengkaji ulang integrias luka dan observasi terhadap
fraktur terbuka, bedah berbaikan tanda infeksi atau drainase
       Memonitor suhu tubuh
       Melakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah
tulang yang menonjol
       Melakukan alih posisi dengan sering, pertahankan
kesejajaran tubuh
       Mempertahankan seprei tempat tidur tetap kering dan
bebas kerutan
       Memasage kulit sekitar gips dengan alkohol
       Menggunakan tempat tidur busa atau kasur udara sesuai
indikasi
       Mengkolaborasikan pemberian antibiotik.

26
27
EVALUASI
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN EVALUASI
1 Kerusakan mobilitas fisik b/d cedera S : klien mengatakan mampu melakukan
jaringan sekitar fraktur, kerusakan aktivitas
rangka neromuskuler O : Klien nampak mampu untuk mengubah
posisi
Klien nampak mampu untuk berpindah
tempat
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
2 Nyeri b/d spasme otot, pergeseran S : Klien mengatakan nyeri pada bagian
fragmen tulang yang fraktur sudah berkurang
O : Klien nampak rileks
      Skala nyeri 2
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan
3 Kerusakan intgritas jaringan b/d S : Klien mengatakan tidak susah
fraktur terbuka, bedah berbaikan beraktivitas karena terdapat laserasi.
O : Tidak nampak laserasi pada kulit
Tidak nampak tonjolan tulang
A : masalah teratasi
P : intervensi dihentikan

BAB 4

28
PENUTUP

4.1    Kesimpulan
Menurut Schlenker, 2000 dalam bukunya berjudul Amputations and Replantations. Fraktur
dapat diklasifikasikan menjadi 2 kategori besar diantaranya adalah fraktur tertutup dan terbuka.
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang dengan dunia luar. Fraktur
terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi
infeksi (Sjamsuhidajat, 1999). Jadi berdasarkan pengertian diatas  fraktur  adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan.

4.2     Saran
             Mahasiswa harus mampu memahami mengenai pengertian, penyebab, penatalaksanaan ,
agar dalam menjalankan proses keperawatan dapat membuat intervensi dan menjalankan
implementasi dengan tepat sehingga mencapai evaluasi dan tingkat kesembuhan yang maksimal
pada klien fraktur. Selain itu Mahasiswa juga dapat memperbanyak ilmu dengan mengunjungi
seminar dan membaca dari berbagai sumber.

29
28

ALGORITMA TRAUMA MUSCULOSKELETAL

BONE FRAKTUR SEIN MUSCLE TENDON,LIGAMENT


NEUROVASCULAR JOINTS
LESION LESION LESION

COMPLETE INCOMPLETE  COMPLETE RUPTURE PERIPHERAL NERVE INJURY VASCULAR INJURY


 INCOMPLETE RUPTURE
 BLISTER
 STRAIN
CLOSED OPEN  AVULSION
 DISLOCATIONS
 SUBLUXATION
 HAEMARTHROSIS
 INTRAARTICULAR
 UPPER EXTREMITY
 FRACTURE
 LOWER EXTREMITY
 SPRAIN
 PELVIC COMPLICATION
 SPINE
 PHYSIS COMPARTMENT SYNDROM
MUSCLE ATROPY
MUSCLE PARESIS/PARALYSIS
INFECTION
DELAYED UNION
AVASCULAR NECROSIS
GROWTH DISTURBANCES
MUSCLE CONTRACTURE
JOINT STIFFNES

30
DAFTAR PUSTAKA

Geiderman. J.M : Orthopedic Injuries : Management Principles Emergency Medicine Concepts


and Clinical Practice, edition 4, St. Louis, 1986.

Schlenker. J.D : Amputations and Replanations in Emergency Medical, edition 4, St. Louis,
1998.

Schriger. D : Assesment and Management of Pelvic Fracture , edition 4, New York, 1992.

Bachman. D : Orthopedic Trauma, edition 4, New York, 1997.

Pamela. S, Patty.A, Julia. F : Pedoman Keperawatan Emergensi, edisi 2 , Jakarta : EGC, 1986.

Kaushal. S, Chilembwe. M : Prosedur Penting Dalam Kedaruratan, edisi 2, Jakarta : EGC, 1998.

31

Anda mungkin juga menyukai