OLEH :
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas nikmatnya yang telah diberikan kepada kita semua sehingga
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASKEP ANAK DENGAN KASUS HIPOSPADIA”
yang merupakan tugas kami guna memenuhi dan menyempurnakan kegiatan belajar mengajar.
Kami mengucapkan terima kasih pada dosen yang telah memberikan bimbingannya dan
teman – teman yang memberikan dukungan dan masukannya kepada kami dalam menyelesaikan
tugas ini, sehingga tugas ini dapat terselesaikan oleh kami sebagaimana mestinya.
Namun sebagai manusia biasa, kami tentunya tak luput dari kesalahan. Oleh karena itu,
saran serta kritik yang membangun senantiasa kami terima sebagai acuan untuk tugas-tugas kami
selanjutnya.
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipospadia merupakan suatu kelainan congenital yang dapat dideteksi
ketika atau segera setelah bayi lahir, istilah hipospadia menjelaskan adanya
kelainan pada muara uretra pria. Kelainan hipospadia lebih sering terjadi
pada muara uretra, biasanya tampak disisi ventral batang penis. Seringkali,
kendati tidak selalu, kelainan tersebut diasosiasikan sebagai suatu chordee,
yaitu istilah untuk penis yang melengkuk kebawah.
C. TUJUAN
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian yang diperoleh
adalah sebagai berikut: untuk mengetahui asuhan keperawatan anak pada pasien
dengan Hipospadia.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Hipospadia merupakan suatu kelainan kongenital yang dapat dideteksi
ketika atau segera setelah bayi lahir, istilah hipospadia menjelaskan adanya
kelainan pada muara uretra pria. Kelainan hipospadia lebih sering terjadi pada
muara uretra, biasanya tampak disisi ventral batang penis. Seringkali, kendati
tidak selalu, kelainan tersebut diasosiasikan sebagai suatu chordee, yaitu istilah
untuk penis yang melengkuk kebawah. (Speer,2008)
Hipospadia adalah suatu keadaan dengan lubang uretra terdapat pada
penis bagian bawah, bukan diujung penis. Kondisi hipospadia bervariasi,
kebanyakan lubang uretra terletak didekat ujung penis yaitu pada glans penis.
Bentuk hipospadia yang lebih berat terjadi jika luubang uretra terdapat ditengah
batang penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum atau dibawah
skrotum. Kelainan ini sering berhubungan dengan kordi, yaitu suatu jaringan
vibrosa yang kencang yang menyebabkan penis melengkung kebawah saat
ereksi. (Muslihatum, 2010)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Hypospadia
adalah suatu kelainan bawaan dari lahir atau kongenital dimana letak lubang
urethra tidak pada tempat yang semestinya, melainkan ada dibagian bawah
penis.
B. ETIOLOGI
Etiologi hipospadia sangat bervariasi dan multifaktorial, namun belum
ditemukan penyebab pasti dari kelainan ini. Beberapa penelitian mengemukakan
semakin berat derajat hipospadia, semakin besar terdapat kelainan yang
mendasari.
Menurut Krisna (2017), terdapat beberapa kemungkinan yang
dikemukakan oleh para ahli mengenai etiologi hipospadia adalah sebagai berikut
:
1. Terjadinya defekasi pada produksi hormon testosterone oleh testis dan
kelenjar adrenal, terjadinya kegagalan konversi hormon testosteron menjadi
dihidrotestoteron, defisiensi reseptor androgen di penis, maupun penurunan
ikatan antara dihidrostestoteron dengan reseptor androgen dapat menyebabkan
hipospadia.
2. Adanya paparan estrogen atau progestin pada ibu hamil di awal kehamilan
dicurigai dapat meningkatkan resiko terjadinya hipospadia.
3. Lingkungan yang tinggi terhadap aktivitas estrogen sering ditemukan pada
pestisida di sayuran dan buah, susu sapi, beberapa tanaman, dan obat-obatan.
4. Ibu hamil yang melakukan diet vegetarian diperkirakan terjadi peningkatan
resiko terjadinya hipospadia. Hal ini dapat disebabkan adanya kandungan
yang tinggi dari fitoestrogen pada sayuran.
5. Ibu hamil yang mengkonsumsi obat-obatan anti epilepsy seperti asam valproat
juga diduga meningkatkan resiko hipospadia.
C. PATOFISIOLOGI
Menurut Yudianto (2014), embrio yang berumur 2 minggu baru
terbentuk lekukan di tengah-tengah yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi
ke perifer, sehingga dapat memisahkan ektoderm dan endoderm, sedangkan di
bagian kaudalnya tetap bersatu 2 lapisan yaitu ektoderm dan endoderm. Baru
kemudian terbentuk membentuk membran kloaka.Permulaan di minggu ke-6,
terbentuk tonjolan antaraumbilicalcord dan tail yang disebut genital
tubercle. Di bawahnya pada garis tengah terbenuk lekukan dimana di bagian
lateralnya ada 2 lipatan memanjang yang disebut genital fold. Selama minggu
ke-7, genital tubercle akan memanjang dan membentuk glans. Bila terjadi
agenesis dari mesoderm, maka genital tubercletak terbentuk, sehingga penis juga
tak terbentuk.
Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu membrana urogenitalia
akan ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu genital fold akan membentuk
sisi-sisi dari sinus urogenitalia. Bila genital fold gagal bersatu di atas sinus
urogenitalia, maka akan terjadi hipospadia.
Sedangkan menurut Sakti (2018), dalam jurnalnya menyebutkan bahwa
terjadinya hipospadia terjadi pada saat perkembangan embrio (pembentukan
saluran kemih) pada minggu ke-7 sampai minggu ke-16 usia kehamilan yang
dipengaruhioleh kadar hormon androgen dan esterogen. Faktorresiko terjadinya
hipospadia masih belum diketahuisecara pasti, namun peranan genetik,
endokrin, danlingkungan luar dapat mempengaruhi esterogen.
Faktor lingkungan yang dapatmenyebabkan hipospadia dengan cara
mempengaruhiestrogen adalah paparan pestisida. Pestisida merupakan zat
kimiawi yangmengganggu sistem endokrin (endocrine disruptors). Jenis
pestisida yang sering dipakai adatiga yaitu organofosfat, organoklorin, dan
karbamat.Zat tersebut yang memiliki efek esterogenik adalah organoklorin.
Organoklorin dapatmasuk ke dalam tubuh melalui kulit, inhalasi, daningesti.
Dampak lain paparan pestisida di antaranyadisfungsi tiroid, berat badan lahir
rendah, kelainanjantung, micropenis, dan talapes.
Indonesia merupakan sebuah negara agrarisatau negara yang memiliki
masyarakat dengan mata pencaharian sebagian besar sebagai petani
atauagroindustri. Maka dari itu para petani tersebut sangatmundah
terkontaminasi oleh pestisida secara langsung maupun tidak langsung.
Mayoritaspara petani yang ada di Indonesia adalah berjeniskelamin perempuan.
Hal tersebut sangat berbahayabagi ibu yang sedang hamil bekerja dekat
denganpestisida. Pestisida sendiri dapat meningkatkan kadarandrogen dan
esterogen yang memacu kejadian bayi lahir dengan hipospadia.
Kontaminasi pestisida dapat juga melalui pemakaiandan penyimpanan
pestisida yang salah. Makan buahdan sayur tanpa dicuci terlebih dahulu
dapatmeningkatkan resiko keracunan pestisida dan bahayabagi janin ibu yang
sedang hamil.
D. KLASIFIKASI
Menurut Krisna (2017), klasifikasi hipospadia terbagi berdasarkan
lokasinya. Klasifikasi yang paling sering digunakan adalah klasifikasi Duckett
yang membagi hipospadia menjadi 3 lokasi, yaitu anterior (Glandular, coronal,
dan distal penile), middle (midshaft dan proximal penile), dan posterior
(Penoscrotal, scrotal, dan perineal). Lokasi yang paling sering ditemukan adalah
di subcoronal.
Klasifikasi hipospadia berdasarkan derajat sangat subyektif tergantung
dari ahli bedah masingmasing. Beberapa ahli membagi menjadi:
1. Mild hypospadia/ Grade 1, yaitu muara urethra dekat dengan lokasi normal
dan berada pada ujung tengah glans (glanular, coronal, subcoronal),
2. Moderate hypospadia/ Grade 2, muara urethra berada ditengah-tengah lokasi
normal dan scrotal (Distal penile, Midshaft),
3. Severe hypospadia/ Grade 3&4, yaitu muara urethra berada jauh dari lokasi
yang seharusnya (Perineal, Scrotal, Penoscrotal).
E. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinik hipospadia meliputi:
1. Kesulitan atau ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi
berdiri.
2. Chordee (melengkungnya penis) dapat menyertai hipospadia.
3. Hernia inguinalis (testis tidak turun) dapat menyertai hipospadia.
4. Lokasi meatus urine yang tidak tepat dapat terlihat pada saat lahir (Noordisti,
2018).
F. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan cara pembedahan, tujuan
prosedur pembedahan pada hipospadia adalah:
a. Membuat penis yang lurus dengan memperbaiki chordee.
b. Membentuk uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis
(uretroplasti).
c. Untuk mengembangkan aspek normal dari genetalia eksterna.
2. Jika hipospadia terdapat dipangkal penis, mungkin perlu dilakukan
pemeriksaan radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan lainnya
(Noordiati, 2018).
Sedangkan menurut Muttaqin(2011)Penatalaksaan Medisnya meliputi:
1. Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia adalah
merekomendasikan penis menjadi lurus dengan meatus uretra di tempat yang
normal sehingga aliran kencing arahnya kedepan dan dapat melakukan
coitus dengan normal.
2. Operasi harus dilakukan sejak dini dam sebelum operasi dilakukan bayi atau
anak tidak boleh disirkumsisi karena kulit depan penis digunakan untuk
pembedahan nanti.
3. Dikenal banyak teknik operasi hipospadia yang umumnya terdiri dari
beberapa tahap yaitu: ada banyak variasi teknik, yang populer adalah
tunneling Sidiq Chaula, teknik Horton dan Device. (Muttaqin, 2011)
a. Teknik tunneling Sidiq-Chaula, dilakukan operasi 2 tahap :
1) Tahap pertama eksisi dari chordee dan bisa sekaligus dibuatkan
terowongan yang berepitel pada glans penis. Dilakukan pada usia
1,5-2 tahun. Penis diharapkan lurus, tapi meatus masih pada tempat
yang abnormal. Penutupan luka operasi menggunakan preputium
bagian dorsal dan kulit penis.
2) Tahap kedua dilakukan uretoplasti, 6 bulan pasca operasi, saat parut
sudah lunak. Dibuat insisi pararel pada tiap sisi uretra (saluran
kemih) sampai ke glans, lalu dibuat pipa dari kulit dibagian tengah.
Setelah uretra terbentuk, luka ditutup dengan flap dari kulit
preputium dibagian sisi yang ditarik ke bawah dan dipertemukan
pada garis tengah. Dikerjakan 6 bulan setelah tahap pertama dengan
harapan bekas luka operasi pertama telah matang.
b. Teknik Horton dan Devine, dilakukan 1 tahap, dilakukan pada anak
lebih besar dengan penis yang sudah cukup besar dan dengan kelainan
hipospadi jenis distal (yang letaknya lebih ke ujung penis). Uretra dibuat
dari flap mukosa dan kulit bagian punggung dan ujung penis dengan
pedikel (kaki) kemudian di pindah ke bawah. Mengingat pentingnya
preputium untuk bahan dasar perbaikan hipospadia, maka sebaiknya
tindakan penyunatan ditunda dan dilakukan.
G. KOMPLIKASI
Menurut Widjajana (2017), komplikasi awal (immadiate complication)
terjadi dalam kurun waktu 6 bulan pasca oprasi atau 6 bulan pertama follow up
komplikasi awal yang dapat terjadi sebagai berikut :
1. Perdarahan pasca operasi jarang terjadi dan biasanya dapat diatasi dengan
bebat tekan. Jika terjadi perdarahan maka harus ditinjau ulang untuk
mengeluarkan hematoma dan mengidentifikasi serta mengatasi sumber
perdarahan.
2. Infeksi, jika dicurigai terjadi infeksi segera lakukan debridement, insisi,
drainase, dan kultur. Kemudian berikan antibiotik sesuai kuman yang
menyebabkan infeksi. Infeksi yang berat dapat menyebabkan kegagalan
secara menyeluruh dari operasi perbaikan hipospadia.
3. Edema lokal dan tintik perdarahan umumnya dapat terjadi segera pasca
operasi tetapi biasanya tidak menimbulkan gangguan yang berarti.
4. Jahitan yang terlepas dan Nekrosis flap.
Sedangkan komplikasi lanjutan (late complication) terjadi lebih dari 6
bulan pasca operasi atau setelah 6 bulan pertama follow up. Komplikasi
lain meliputi fistula uretroktaneus, meatal stenosis, glans dehischence,
dan urethral stenosis.
H. KASUS SEKENARIO
I. PENGKAJIAN
identitas pasien
1. Nama : An. P
2. Umur : 3th
3. Jenis kelamin : Laki- laki
4. Diagnosa medis : Hypospadia
5. Keluhan utama :
Saat kencing pasti merembes didaerah pangkal penisnya
6. Riwayat penyakit sekarang :
Dirawat diruang bedah anak dan akan menjalani proses pembedahan
(urethroplasty).
7. Riwayat penyakit sebelumnya :
Pasien mengalami kelainan pada alat kelaminnya.
Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan genetalia
Saat dilakukan inspeksi bentuk penis lebih datar dan ada lekukan
yang dangkal dibagian bawah penis yang menyerupai meatus uretra
eksternus, pada kebanyakan penderita penis melengkung ke
bawah(chordee) yang tampak jelas pada saat ereksi, preputium
(kulup) tidak ada dibagian bawah penis tetapi menumpuk dibagian
punggung penis,testis tidak turun ke kantong skrotum. Letak meatus
uretra berada sebelah ventral penis dan sebelah proximal ujung penis
2. Palpasi abdomen untuk melihat distensi vesika urinaria
atau pembesaran pada ginjal, karena kebanyakan penderita
hypospadia sering disertai dengan kelainan pada ginjal.
3. Perhatikan kekuatan dan kelancaran aliran urin.
Pemeriksaan Lab
Darah Lengkap
Kimia Klinik
1. BSS : 80 mg/dL
Pemeriksaan Penunjang
1. Excretory urograph
Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya
abnormalitas congenital pada ginjal dan ureter.
2. Pemeriksaan penunjang lain yang cukup berguna meskipun jarang
dilakukan adalah pemeriksaan radiologis urografi (IVP,
sistouretrografi) untuk menilai gambaran.
3. Saluran kemih secara keseluruhan dengan bantuan kontras.
Pemeriksaan ini biasanya baru dilakukan bila penderita mengeluh
sulit berkemih. Selain itu juga dilakukan pemeriksaan USG untuk
mengetahui keadaan ginjal,mengingat hypospadia sering disertai
dengan kelainan pada ginjal.
J. PATHWAYS
kongenital
Lingkungan :polutanpestisida
(organofosfat, orgaroklorin, 2 minggu
karbomat) pertama Embrio
membentuk
Endokrin distruptor
Lapisan Lapisan
Endoderm Eksoderm
Mempengaruhi
estrogen
mesoderm Terbentuk tonjolan
Genital tuberkel
Pembentukan Struktur genitalia
Genital Fold
terganggu ( minggu ke-6)
Kekurangan Enzim
Urin
5-αreduktase
merembas
didaerah Tindakan
Pembentukan genitalia Fold
pangkal penis pembedahan
terganggu (minggu ke-7)
(urethroplasty)
.
Pemasangan Perkembangan
penis terganggu Kurang pengetahuan
kateter
akan prosedur
Diagnosis : Resiko Infeksi (D. 0142) b.d tindakan infasif pemasangan kateter urin dan
gesekan lateks kateter pada mukosa penis. (resiko mengalami peningkatan terserang
organisme patogenik akibat tindakan invasifkateter lateks).