FRAKTUR EKSTREMITAS
B. Etiologi
Penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Cedera traumatik
a. Cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang
sehingga tulang patah secara spontan.
b. Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada
jauh dari benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur
dan menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang kuat.
1
2. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, dimana
dengan trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga
terjadi pada keadaan :
a. Tumor tulang (jinak atau ganas)
b. Infeksi seperti osteomielitis
c. Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh
devisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan
skelet lain.
3. Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus
menerus, misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas
di kemiliteran.
2
a. tipe 1: undisplaced jika ligament intak
b. tipe 2: displaced jika ligament coraco-clavikula ruptur.
c. tipe 3: fraktur yang mengenai sendi akromioclavicularis.
c. Tipe III : Fraktur pada bagian proksimal clavicula. Fraktur
yang paling jarang terjadi dari semua jenis fraktur clavicula,
insidensnya hanya sekitar 5%.
3
terutama abduksi bahu dan mungkin didapatkan memar pada
scapula atau dinding dada. Dikarenakan dibutuhkan trauma
dengan energi tinggi untuk menyebabkan fraktur pada
scapula, hal ini sering disertai adanya cedera hebat pada
dinding dada, vertebrae, abdomen dan kepala. Pemeriksaan
neurological dan vascular penting untuk dilakukan.
3) Humerus
Kebanyakan Fraktur dapat saja terjadi karena kegagalan
tulang humerus menahan tekanan terutama tekanan
membengkok, memutar, dan tarikan.
Trauma dapat bersifat:
a. Langsung : Trauma langsung menyebabkan tekanan
langsung pada tulang dan terjadi Fraktur pada daerah
tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat
comminutive dan jaringan lunak ikut mengalami
kerusakan.
b. Tidak langsung : Trauma tidak langsung terjadi apabila
trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah
Fraktur.
4
Fraktur humerus dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Fraktur Proximal Humerus : Gejala klinis pada fraktur ini
adalah nyeri, bengkak, nyeri tekan, nyeri pada saat
digerakkan, dan dapat teraba crepitasi. Ekimosis dapat
terlihat dinding dada dan pinggang setelah terjadi cedera.
Hal ini harus dibedakan dengan cedera thorax.
b. Fraktur Shaft Humerus : Gejala klinis pada jenis fraktur ini
adalah nyeri, bengkak, deformitas, dan dapat terjadi
pemendekan tulang pada tangan yang Fraktur.
Pemeriksaan neurovascular adalah penting dengan
memperhatikan fungsi nervus radialis. Pada kasus yang
sangat bengkak, pemeriksaan neurovascular serial
diindikasikan untuk mengenali tanda-tanda dari
Compartement syndrome.
c. Fraktur Distal Humerus : Mekanisme cedera untuk fraktur
ini dapat terjadi karena trauma langsung atau trauma tidak
langsung. Trauma langsung contohnya adalah apabila
terjatuh atau terpeleset dengan posisi siku tangan
menopang tubuh atau bisa juga karena siku tangan
terbentur atau dipukul benda tumpul. Trauma tidak
langsung apabila jatuh dalam posisi tangan menopang
tubuh namun posisi siku dalam posisi tetap lurus. Gejala
klinis dari fraktur ini antara lain pada daerah siku dapat
terlihat bengkak, kemerahan, nyeri, kaku sendi dan
biasanya klien akan mengeluhkan siku lengannya seperti
akan lepas. Kemudian dari perabaan (palpasi) terdapat
nyeri tekan, crepitasi, dan neurovascular dalam batas
normal.
4) Fraktur pada siku
Fraktur humerus distal akibat kecelakaan kendaraan
bermotor, jatuh dengan siku menumpu (dengan posisi
ekstensi atau fleksi), atau hantaman langsung. Fraktur ini
dapat mengakibatkan kerusakan saraf akibat cedera pada
saraf medianus, radialis, atau ulnaris. Klien dievaluasi adanya
5
parestesia dan tanda gangguan peredaran darah pada lengan
bawah dan tangan. Komplikasi paling serius pada fraktur
suprakondiler humerus adalah kontraklur iskemik Volkmann,
yang terjadi akibat pembengkakan antekubital dan kerusakan
arteri brakhialis.
Tujuan terapi adalah reduksi dan stabilisasi segera fraktur,
diikuti gerakan aktif terkontrol bila pembengkakan telah hilang
dan penyembuhan telah mulai. Bila fraktur tidak mengalami
pergeseran, lengan diimobilisasi dengan gips atau bidai
posterior dengan siku difleksikan 45 sampai 90 derajat, atau
siku dapat disangga dengan balut tekan dan sling.
Fraktur yang mengalami pergeseran biasanya dapat
ditangani dengan fraksi atau reduksi terbuka dan fiksasi
interna. Eksisi fragmen tulang mungkin perlu dilakukan.
Kemudian dipasang penyokong eksterna tambahan dengan
bidai gips.
Latihan jari aktif harus diusahakan. Latihan rentang gerak
yang lembut sendi yang cedera dimulai sejak sekitar 1 minggu
setelah fiksasi interna dan setelah 2 minggu pada reduksi
tertutup. Gerakan dapat mempercepat penyembuhan pada
sendi yang cedera dengan menggerakkan cairan sinovial ke
dalam kartilago artikularis. Latihan aktif sendi siku dilakukan
sesuai petunjuk dokter. Karena keterbatasan gerak residual
dapat terjadi bila tidak dilakukan program rehabilitasi intensif.
5) Fraktur Radius dan Ulna
a. Fraktur Kaput Radii
Fraktur kaput radii sering terjadi dan biasanya terjadi
akibat jatuh dan tangan menyangga dengan siku ekstensi.
Bila terkumpul banyak darah dalam sendi siku
(hemartrosis), harus diaspirasi untuk mengurangi nyeri dan
memungkinkan gerakan awal. Imobilisasi untuk fraktur
tanpa pergeseran ini dilakukan dengan pembebatan.
b. Fraktur Batang Radius dan Ulna
Fraktur pada batang lengan bawah biasa terjadi pada
anak-anak. Baik radius maupun ulna atau keduanya dapat
6
mengalami patah pada setiap ketinggian. Biasanya, akan
terjadi pergeseran bila kedua tulang patah.
Peredaran darah, gerakan, dan perasaan tangan
harus dikaji setelah pemasangan gips. Lengan ditinggikan
untuk mengontrol edema. Fleksi dan ekstensi jari-jari harus
sering dilakukan untuk mengurangi edema. Gerakan aktif
bahu yang terkena sangat penting dilakukan. Reduksi dan
kesejajaran dikontrol dengan secara ketat dengan sinar-x
agar yakin bahwa imobilisasi telah memadai.
7
Penanganan biasanya terdiri dari reduksi tertutup dan
imobilisasi dengan, gips. Pada fraktur yang berat, dapat
dipasang kawat Kirchner untuk mempertahankan reduksi.
Pergelangan tangan dan lengan bawah harus ditinggikan
selama 48 jam setelah reduksi untuk mengontrol
pembengkakan.
Jari dapat mengalami pembengkakan akibat
berkurangnya aliran balik vena dan pembuluh limfe. Fungsi
sensoris saraf medianus dikaji dengan menusuk dengan
jarum aspek distal jari telunjuk, dan fungsi motoris dikaji
dengan menguji kemampuan menyentuhkan ibu jari ke
kelingking. Gangguan peredaran darah dan fungsi saraf harus
segera ditangani dengan membebaskan semua balutan dan
gips yang menjerat.
Wrist bone
2. Fraktur Ekstremitas Bawah
Tujuan penatalaksanaan fraktur ekstremitas bawah adalah:
a. Mencapai penyatuan tulang dengan panjang penuh dan
kesejajaran normal tanpa deformitas rotasi dan angular.
b. Mempertahankan, kekuatan otot dan gerakan sendi, dan
c. Mempertahankan status ambulasi sebelum cedera klien.
1)Fraktur Femur
Fraktur femur dapat terjadi pada beberapa tempat. Bila
bagian kaput, fcoium, trokhanterik femur yang terkena,
8
terjadilah fraktur pinggul. Fraktur juga dapat terjadi pada
batang femur dan di daerah lutut (fraktur suprakondiler dan
kondiler).
2) Fraktur Pinggul
Ada insidensi tinggi fraktur pinggul pada lansia, yang
tulangnya biasanya sudah rapuh karena osteoporosis
(terutama wanita) dan yang cenderung sering jatuh.
Kelemahan otot kwadrisep, kerapuhan umum akibat usia,
dan keadaan yang mengakibatkan penurunan perfusi arteri
ke otak (serangan iskemi transien, anemia, emboli, dan
penyakit kardiovaskuler, efek obat) berperan dalam insidensi
terjadinya jatuh. Klien yang mengalami fraktur pinggul sering
mempunyai kelainan medis yang berhubungan (mis:
kardiovaskuler, pulmonal, renal, dan endokrin).
Klasifikasi fraktur pinggul:
a. Fraktur intrakapsuler adalah fraktur kolum femur
b. Fraktur ekstrakapsuler adalah fraktur daerah trokhanterik
(antara basis kolum femur dan trokhanter minor femur)
dan daerah subtrokhanterik.
Penyembuhan fraktur kolum femur lebih sulit dibanding
fraktur pada daerah trokhanterik, karena sistem pembuluh
darah yang memasok darah ke kaput dan kolum femoris
dapat mengalami kerusakan akibat fraktur. Pembuluh darah
nutrisi dalam tulang dapat terputus, dan sel tulang dapat
mati. Dengan alasan ini, maka sering terjadi nonunion atau
nekrosis aseptik pada klien dengan tipe fraktur ini.
Manifestasi Klinis fraktur pinggul Klien akan mengeluh
nyeri ringan pada selangkangan atau di sisi medial lutut.
Pada fraktur ekstrakapsuler, ektremitas jelas tampak
memendek, dengan rotasi eksternal yang lebih besar
dibanding fraktur intrakapsuler, memperlihatkan spasme otot
yang tidak memungkinkan eksiremita dalam posisi normal,
dan terdapat hematoma besar atau daerah ekhimosis yang
9
diakibatkannya. Diagnosis fraktur pinggul ditegakkan dengan
sinar-x.
3) Fraktur Batang Femur
Diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan batang
femur pada orang dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi
pada pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan
bermotor atau mengalami jatuh dari ketinggian. Biasanya,
klien ini mengalami trauma multipel yang menyertainya.
Klien datang dengan paha yang membesar, mengalami
deformitas dan nyeri sekali dan tidak dapat menggerakkan
pinggul maupun lututnya. Fraktur dapat transversal, oblik,
spiral atau kominutif. Sering, klien mengalami syok, karena
kehilangan darah 2 sampai 3 unit ke dalam jaringan, sering
terjadi pada fraktur ini. Terus bertambahnya diameter paha
dapat menunjukkan tetap berlangsungnya perdarahan.
Pengkajian meliputi mengkaji status neurovaskuler
ekstremitas, terutama perfusi peredaran darah kaki (Denyut
nadi poplitea dan kaki dan pengisian kapiler).
jari perlu dikaji). Alat pemantau ultrason Doppler mungkin
diperlukan untuk mengkaji aliran darah.
4) Fraktur Tibia dan Fibula
Fraktur bawah lutut paling sering adalah fraktur tibia
(dan fibula) yang terjadi akibat pukulan langsung, jatuh
dengan kaki dalam posisi fleksi, atau gerakan memuntir yang
keras. Fraktur tibia dan fibula sering terjadi dalam kaitan satu
sama lain. Klien datang dengan nyeri, deformitas, hematoma
yang jelas, dan edema berat. Sering kali fraktur. ini
melibatkan kerusakan jaringan-lunak berat karena jaringan
subkutis di daerah ini sangat tipis.
Fungsi saraf peroneus dikaji untuk dipakai sebagai data
dasar. Jika fungsi saraf terganggu, klien tak akan mampu
melakukan gerakan dorsofleksi ibu jari kaki dan mengalami
gangguan sensasi pada sela jari pertama dan kedua.
Kerusakan arteri tibialis dikaji dengan menguji respons
pengisian kapiler. Klien dipantau mengenai adanya sindrom
10
kompartemen anterior. Gejalanya meliputi nyeri yang tak
berkurang dengan obat dan bertambah bila melakukan fleksi
plantar, tegang dan nyeri tekan otot di sebelah lateral krista
tibia, dan parestesia. Fraktur dekat sendi dapat
mengakibatkan komplikasi berupa hemartrosis dan
kerusakan ligament (Brunner & Sudarth, 2002).
E. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan
gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang
datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah
trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya
kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah.
Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma
dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
F. Pathway
11
G.Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri hilangnya fungsi deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan
perubahan warna.
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
tidak tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
12
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot
bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
3. Pada fraktur tulang panjang, terjadi pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah
tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara
fragmen satu dengan lainnya. (Uji krepitus dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini bisa terjadi setelah beberapa jam atau beberapa hari
setelah cedera.
Tidak semua tanda dan gejala tersebut terdapat pada setiap
fraktur. Kebanyakan justru tidak ada pada fraktur linear atau
fisur atau fraktur impaksi (permukaan patahan saling terdesak
satu sama lain). Diagnosis fraktur bergantung pada gejala, tanda
fisik, dan pemeriksaan sinar-x klien. Biasanya klien mengeluhkan
mengalami cedera pada daerah tersebut (Brunner & Suddarth,
2002).
H. Pemeriksaan Diagnosis
1. X-Ray dilakukan untuk melihat bentuk patahan atau keadaan
tulang yang cedera.
2. Bone scans, temogram, atau MRI Scans.
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan otot.
4. Pemeriksaan Darah Lengkap.
Leukosit turun/meningkat, Eritrosit dan Albumin turun, Hb,
hematokrit sering rendah akibat perdarahan, Laju Endap Darah
(LED) meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas,
pada masa penyembuhan Ca meningkat di dalam darah, trauma
otot meningkatkan beban kreatininuntuk ginjal. Profil koagulasi:
perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi darah,
transfusi multiple, atau cedera hati.
13
I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Beberapa tujuan utama dari penanganan fraktur:
a. Untuk menghilangkan rasa nyeri
Nyeri yang timbul pada fraktur bukan karena frakturnya
sendiri, namun karena terluka jaringan disekitar tulang yang
patah tersebut. Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat
diberikan obat penghilang rasa nyeri dan juga dengan tehnik
imobilisasi (tidak menggerakkan daerah yang fraktur). Tehnik
imobilisasi dapat dicapai dengan cara pemasangan bidai atau
gips.
Pembidaian : benda keras yang ditempatkan di daerah
sekeliling tulang.
14
gips/menggaruk, jangan meletakkan gips lebih rendah dari
tubuh terlalu lama.
15
- Mengencangkan pada perlekatannya
- Prinsip pemasangan traksi:
a. Tali utama dipasang di pin rangka sehingga
menimbulkan gaya tarik
b. Berat ekstremitas dengan alat penyokong
harus seimbang dengan pemberat agar
reduksi dapat dipertahankan
c. Pada tulang-tulang yang menonnjol
sebaiknya diberi lapisan khusus
d. Traksi dapat bergerak bebas dengan katrol
e. Pemberat harus cukup tinggi di atas
permukaan lantai
16
Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan
saraf yang berada didekatnya.
Dapat mencapai stabilitas fiksasi yang cukup
memadai.
Tidak perlu memasang gips dan alat-alat stabilisasi
yang lain.
Perawatan di RS dapat ditekan seminimal mungkin,
terutama pada kasus-kasus yang tanpa komplikasi dan
dengan kemampuan mempertahankan fungsi sendi
dan fungsi otot hampir normal selama pelaksanaan
dijalankan.
3) Fiksasi Interna
Intramedullary nail ideal untuk fraktur transversal,
tetapi untuk fraktur lainnya kurang cocok. Fraktur dapat
dipertahankan lurus dan terhadap panjangnya dengan
nail, tetapi fiksasi mungkin tidak cukup kuat untuk
mengontrol rotasi. Nailing diindikasikan jika hasil
pemeriksaan radiologi memberi kesan bahwa jaringan
lunak mengalami interposisi di antara ujung tulang karena
hal ini hampir selalu menyebabkan non-union.
Keuntungan intramedullary nailing adalah dapat
memberikan stabilitas longitudinal serta kesejajaran
(alignment) serta membuat penderita dapat dimobilisasi
cukup cepat untuk meninggalkan rumah sakit dalam
waktu 2 minggu setelah fraktur. Kerugian meliput
anestesi, trauma bedah tambahan dan risiko infeksi.
Closed nailing memungkinkan mobilisasi yang
tercepat dengan trauma yang minimal, tetapi paling
sesuai untuk fraktur transversal tanpa pemendekan.
Comminuted fraktur paling baik dirawat dengan locking
nail yang dapat mempertahankan panjang dan rotasi.
17
4) Fiksasi Eksterna
Bila fraktur yang dirawat dengan traksi stabil dan massa
kalus terlihat pada pemeriksaan radiologis, yang
biasanya pada minggu ke enam, cast brace dapat
dipasang. Fraktur dengan intramedullary nail yang tidak
memberi fiksasi yang rigid juga cocok untuk tindakan ini.
18
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR
A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Anamnesa
1) Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,
bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal
MRS, diagnosa medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung
dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian
yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a. Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi
yang menjadi faktor presipitasi nyeri.
b. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar,
berdenyut, atau menusuk.
c. Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda,
apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana
rasa sakit terjadi.
d. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
19
e. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan
sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam
membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa
kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya
bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh
mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab
fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut
akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti
kanker tulang dan penyakit paget’s yang menyebabkan
fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung.
Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan
juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit
tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya
fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi
pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik.
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan
masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun
dalam masyarakat.
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan
terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani
20
penatalaksanaan kesehatan untuk membantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga
meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan
obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien
melakukan olahraga atau tidak.
2. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi,
protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi
klien bisa membantu menentukan penyebab masalah
muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari
nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau
protein dan terpapar sinar matahari yang kurang
merupakan faktor predisposisi masalah
muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas
klien.
3. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada
pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji
frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola
eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji
frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan
atau tidak.
4. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan
gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan
kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan,
21
kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan
obat tidur.
5. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka
semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan
kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien
terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk
pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding
pekerjaan yang lain
6. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan
dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat
inap.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul
ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa
cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap
dirinya yang salah (gangguan body image)
8. Pola Sensori dan Kognitif.
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama
pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang
lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya
tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur.
9. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani
rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri
yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status
perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya.
10. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri
22
dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang
ditempuh klien bisa tidak efektif.
11. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan
kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi
dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri
dan keterbatasan gerak klien.
2. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status
generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan
pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat
melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit
tetapi lebih mendalam.
1) Gambaran Umum
Perlu menyebutkan :
a. Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah
tanda-tanda, seperti:
1) Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah,
komposmentis tergantung pada keadaan klien.
2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan,
sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut.
3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan
baik fungsi maupun bentuk.
b. Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.
2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris,
tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada
penonjolan, reflek menelan ada.
4) Muka
5) Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada
perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi,
simetris, tak edema.
6) Mata
23
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika
terjadi perdarahan).
7) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan
normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan.
8) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping
hidung.
9) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
10) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada
simetris.
11. Paru
- Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau
tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien
yang berhubungan dengan paru.
- Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus
raba sama.
- Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada erdup atau
suara tambahan lainnya
- Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing,
atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan
ronchi.
12. Jantung
- Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
- Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
- Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-
mur.
13. Abdomen
- Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
- Palpasi : Tugor baik, tidak ada defands muskuler,
hepar tidak teraba.
-. Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang
cairan.
- Auskultasi : Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
14. Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada
kesulitan BAB.
24
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema,
cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas, luka
operasi.
2. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan aliran darah, emboli,
perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru,
kongesti).
3. Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuskuler,
nyeri, terapi restriktif (imobilisasi).
4. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi
(pen, kawat, sekrup).
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan b.d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap
informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya
informasi yang ada.
C. Intervensi Keperawatan
RENCANA KEPERAWATAN
DIANGOSA
NO KEPERAWATAN
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX DAN
KOLABORASI
1. Nyeri akut b/d NOC NIC
spasme otot, Pain Level,
gerakan fragmen Pain control, Pain Management
tulang, edema, Comfort level 1. Lakukan
cedera jaringan pengkajian nyeri
lunak, Kriteria Hasil : secara
pemasangan Mampu komprehensif
traksi, mengontrol nyeri termasuk lokasi,
stress/ansietas, (tahu penyebab karakteristik,
luka operasi. nyeri, mampu durasi, frekuensi,
menggunakan kualitas dan faktor
tehnik presipitasi
nonfarmakologi 2. Observasi reaksi
untuk nonverbal dari
mengurangi ketidaknyamanan
nyeri, mencari 3. Gunakan teknik
bantuan) komunikasi
25
Melaporkan terapeutik untuk
bahwa nyeri mengetahui
berkurang pengalaman nyeri
dengan pasien
menggunakan 4. Evaluasi
manajemen nyeri pengalaman nyeri
Mampu masa lampau
mengenali nyeri 5. Evaluasi bersama
(skala, intensitas, pasien dan tim
frekuensi dan kesehatan lain
tanda nyeri) tentang
Menyatakan rasa ketidakefektifan
nyaman setelah kontrol nyeri masa
nyeri berkurang lampau
Tanda vital dalam 6. Bantu pasien dan
rentang normal keluarga untuk
mencari dan
menemukan
dukungan
7. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
8. Ajarkan tentang
teknik non
farmakologi
9. Evaluasi
keefektifan kontrol
nyeri
Tingkatkan
istirahat
10. Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil.
11. Monitor
penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
26
alveolar/kapiler Vital Sign Status 2. Posisikan pasien
(interstisial, untuk
edema paru, Kriteria Hasil : memaksimalkan
kongesti). Mendemonstrasi ventilasi
kan peningkatan 3. Identifikasi pasien
ventilasi dan perlunya
oksigenasi yang pemasangan alat
adekuat. jalan nafas buatan
Memelihara 4. Pasang mayo bila
kebersihan paru perlu
paru dan bebas 5. Lakukan fisioterapi
dari tanda tanda dada jika perlu
distress 6. Keluarkan sekret
pernafasan. dengan batuk atau
Mendemonstrasi suction
kan batuk efektif 7. Auskultasi suara
dan suara nafas nafas, catat
yang bersih, adanya suara
tidak ada tambahan
sianosis dan 8. Lakukan suction
dyspneu (mampu pada mayo
mengeluarkan 9. Berikan
sputum, mampu bronkodilator bila
bernafas dengan perlu
mudah, tidak ada 10. Berikan
pursed lips). pelembab udara
Tanda tanda vital 11. Atur intake untuk
dalam rentang cairan
normal mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi
dan status O2
Respiratory
Monitoring
1. Monitor rata – rata,
kedalaman, irama
dan usaha
respirasi
2. Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi
otot
supraclavicular
27
dan intercostal
3. Monitor suara
nafas, seperti
dengkur
4. Monitor pola
nafas : bradipena,
takipenia,
kussmaul,
hiperventilasi,
cheyne stokes,
biot
5. Monitor kelelahan
otot diagfragma
(gerakan
paradoksis)
6. Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan / tidak
adanya ventilasi
dan suara
tambahan
7. Tentukan
kebutuhan suction
dengan
mengauskultasi
crakles dan ronkhi
pada jalan napas
utama
8. Auskultasi suara
paru setelah
tindakan untuk
mengetahui
hasilnya
3 Gangguan NOC : Latihan Kekuatan
mobilitas fisik b/d Joint Movement : 1. Ajarkan dan
kerusakan rangka Active berikan dorongan
neuromuskuler, Mobility Level pada klien untuk
nyeri, terapi Self care : ADLs melakukan
restriktif Transfer program latihan
(imobilisasi). performance secara rutin
28
dari peningkatan aman kepada klien
mobilitas dan keluarga.
3. Memverbalisasik 2. Sediakan alat
an perasaan bantu untuk klien
dalam seperti kruk, kursi
meningkatkan roda, dan walker
kekuatan dan 3. Beri penguatan
kemampuan positif untuk
berpindah berlatih mandiri
4. Memperagakan dalam batasan
penggunaan alat yang aman.
Bantu untuk
mobilisasi Latihan mobilisasi
(walker) dengan kursi roda
1. Ajarkan pada klien
dan keluarga
tentang cara
pemakaian kursi
roda dan cara
berpindah dari
kursi roda ke
tempat tidur atau
sebaliknya.
2. Dorong klien
melakukan latihan
untuk memperkuat
anggota tubuh
3. Ajarkan pada klien/
keluarga tentang
cara penggunaan
kursi roda
Latihan
Keseimbangan
1. Ajarkan pada klien
dan keluarga untuk
dapat mengatur
posisi secara
mandiri dan
menjaga
keseimbangan
selama latihan
ataupun dalam
aktivitas sehari
hari.
Perbaikan Posisi
29
Tubuh yang Benar
1. Ajarkan pada klien/
keluarga untuk
mem perhatikan
postur tubuh yg
benar untuk
menghindari
kelelahan, keram
dan cedera.
2. Kolaborasi ke ahli
terapi fisik untuk
program latihan.
30
hangat
31
kencing
11. Tingktkan intake
nutrisi
12. Berikan terapi
antibiotik bila
perlu
Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi) :
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Monitor hitung
granulosit, WBC
3. Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
4. Batasi pengunjung
5. Saring pengunjung
terhadap penyakit
menular
6. Partahankan
teknik aspesis
pada pasien yang
beresiko
7. Pertahankan
teknik isolasi k/p
8. Berikan perawatan
kuliat pada area
epidema
9. Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap
kemerahan,
panas, drainase
10. Ispeksi kondisi
luka / insisi bedah
11. Dorong
masukkan nutrisi
yang cukup.
12. Dorong masukan
cairan
13. Dorong istirahat
14. Instruksikan
pasien untuk
minum antibiotik
32
sesuai resep
15. Ajarkan pasien
dan keluarga
tanda dan gejala
infeks
16. Ajarkan cara
menghindari
infeksi
17. Laporkan
kecurigaan
infeksi
18. Laporkan kultur
positif.
6 Kurang NOC : NIC :
pengetahuan Kowlwdge :
tentang kondisi, disease process Teaching : disease
prognosis dan Kowledge : Process
kebutuhan health Behavior 1. Berikan penilaian
pengobatan b/d tentang tingkat
kurang terpajan Kriteria Hasil : pengetahuan
atau salah 1. Pasien dan pasien tentang
interpretasi keluarga proses penyakit
terhadap menyatakan yang spesifik
informasi, pemahaman 2. Jelaskan
keterbatasan tentang penyakit, patofisiologi dari
kognitif, kurang kondisi, penyakit dan
akurat/lengkapnya prognosis dan bagaimana hal ini
informasi yang program berhubungan
ada pengobatan dengan anatomi
2. Pasien dan dan fisiologi,
keluarga mampu dengan cara
melaksanakan yang tepat.
prosedur yang 3. Gambarkan
dijelaskan secara tanda dan gejala
benar yang biasa
3. Pasien dan muncul pada
keluarga mampu penyakit, dengan
menjelaskan cara yang tepat
kembali apa 4. Gambarkan
yang dijelaskan proses penyakit,
perawat/tim dengan cara
kesehatan yang tepat
lainnya 5. Identifikasi
kemungkinan
penyebab,
dengna cara
33
yang tepat
6. Sediakan
informasi pada
pasien tentang
kondisi, dengan
cara yang tepat
7. Hindari harapan
yang kosong
8. Sediakan bagi
keluarga atau SO
informasi tentang
kemajuan pasien
dengan cara
yang tepat
9. Diskusikan
perubahan gaya
hidup yang
mungkin
diperlukan untuk
mencegah
komplikasi di
masa yang akan
datang dan atau
proses
pengontrolan
penyakit
10. Diskusikan
pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien
untuk
mengeksplorasi
atau
mendapatkan
second opinion
dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
12. Eksplorasi
kemungkinan
sumber atau
dukungan,
dengan cara
yang tepat
13. Rujuk pasien
pada grup atau
agensi di
34
komunitas lokal,
dengan cara
yang tepat
14. Instruksikan
pasien mengenai
tanda dan gejala
untuk melaporkan
pada pemberi
perawatan
kesehatan,
dengan cara
yang tepat
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi yang telah
disusun.
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan sesuai dengan implemetasi keperawatan yang
telah dilakukan dan hasil dari implementasi yang telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
35
Brunner, Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8
vol.3.EGC. Jakarta
Ircham Machfoedz. 2007. Pertolongan Pertama di Rumah, di Tempat
Kerja, atau di Perjalanan. Yogyakarta: Fitramaya
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:
Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC)
Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-
2006. Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, S.C.. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC:
Jakarta.
36