Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karena
salah satu sebab. Penyebab trauma adalah kecelakaan lalu lintas, industri,
olahraga, dan rumah tangga. Di Indonesia kematian akibat kecelakaan lalu lintas
± 12.000 orrang per tahun (Chairudin, 1998). Taruma yang dialami seseorang
akan menyebabkan masalah-masalah sebagai berikut.
1. Biaya yang besar untuk mengembalikan fungsi setelah mengalami trauma.
2. Resiko kematian yang tinggi.
3. Prodiktivitas menurun akibat banyak kehilangna waktu bekerja.
4. Kecatatan sementara dan permanen.
Di masyarakat, seorang perawa/Ners perlu mengetahui perawatan klien
trauma muskuloskletal yang mungkin dijumpai, baik dijalan maupun selama
melakukan asuhan keperawatan di rumah sakit. Selain itu, ia perlu mengetahui
dasar-dasar penanggulan suatu trauma yang menimbulkan masalah pada sistem
muskuloskletal dengan melakukan penanggulangan awal dan merujuk ke rumah
sakit terdekat agar mengurangi resiko yang lebih besar.
Resiko yang lebih fatal yang perlu diketahui adalah kematian. Peristiwa
yang sering terjadi pada klien dibagi dalam tiga periode waktu sebagai berikut :
1. Kematian dalam detik-detik pertama sampai menit berikutnya (50%).
Kematian disebabkan oleh laserasi otak dan pangkal otak, kerusakan
sumsum tulang belakang bagian atas, kerusakan jantung, oarta, serta
pembuluh-pembuluh darah besar. Kebanyakan klien tidak dapat ditolong an
meninggal ditempat.
2. Kematian dalam menit pertama sampai beberapa jam (35%).
Kematian disebabkan oleh perdarahan subdural atau epidural,
hematopneumotoraks, robekan limpa, laserasi hati, fraktur panggul, serta
fraktur multipel dengan resimo besar akibat perdarahan yang masif.
Sebagian klien pada tahap ini dapat diselamatkan dengan pengetahuan dan
penanggulangan trauma yang memadai.

1
3. Kematian setelah beberapa hari ampai beberapa minggu setelah taruma
(15%). Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan beberapa organ atau
sepsis. Peran perawat dalam membantu mengurangi resiko tersebut cukup
besar. Resiko kegagalan organ dan reaksi sepsis dapat dikurangi secara
signifikan dengan asuhan keperawatan yang komprehensif.
Penanggulangan klien trauma memerlukan peralatan serta keterampilan
khusus yang tidak semuanya dapat dilakukan oleh perawat, berhubung
keterampilan dan pengetahuan yang dimiliki setiap Ners bervariasi, serta
peralatan yang tersedia kurang memadai.
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur
disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya.
Gangguan yang paling sering terjadi akibat trauma muskuloskletal adalah
kontusio, strain, sprain dan dislokasi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Trauma Muskuloskeletal?
2. Apa yang dimaksud dengan Fraktuk?
3. Apa yang dimaksud Dislokasi?
4. Bagaimana Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Pasien Trauma
Muskuloskeletal?
5. Bagaimana Trend dan Issue tentang Trauma Muskuloskeletal?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang Penyakit Trauma uskuloskeletal
2. Untuk mengetahui tentang Fraktur
3. Untuk mengetahui tentang Dislokasi
4. Untuk menegtahui Konsep Dasar Asuhan Keperawatan pada Pasien Trauma
Muskuloskeletal
5. Untuk mengetahui Trend dan Issue tentang Trauma Muskuloskeletal

2
D. Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk memahami tentang Trauma
Muskuloskeletal dan Asuhan Keperawatan pada pasien Trauma Muskuloskeletal
untuk kegiatan pembelajaran

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Trauma Muskuloskeletal


Trauma merupakan suatu cedera atau rupadaksa yang dapat
mencederai fisik maupun psikis. Trauma jaringan lunak muskuloskeletal dapat
berupa vulnus (luka), perdarahan, memar (kontusio), regangan atau robekan
parsial (sprain), putus atau robekan (avulsi atau rupture), gangguan pembuluh
darah dan gangguan saraf. Trauma atau cedera pada tulang menimbulkan patah
tulang (fraktur) dan dislokasi yang memberikan disfungsi struktur disekitarnya
dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Dapat dikatakan
akibat dari trauma muskuloskeleteal atau cedera adalah fraktur dan dislokasi.

B. Definisi Fraktur
Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang
bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Fraktur
terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang bisa diabsorpsinya.
1. Close Fraktur
Close fraktur adalah patah tulang yang tidak menyebabkan robeknya kulit
(Smeltzer & Bare, 2002).
2. Fraktur humerus
Fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan
oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung (de Jong,
2010).

C. Etiologi Fraktur
Fraktur dapat disebabkan karena pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan punter mendadak, bahkan kontraksi otot ekstrem. Selain tulang patah,
jaringan sekitar akan terpengaruh mengakibatkan edema jaringan lunak,
pendarahan ke otot, dan sendi, dislokasi sendi, rupture tendo. Organ tubuh pun
dapat mengalami cedera akibat fraktur.

4
D. Klasifikasi Fraktur
Berdasarkan komplit atau tidak komplitnya fraktur
1. Fraktur komplit
Merupakan patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya
mengalami pergeseran dari posisi normal.
2. Fraktur tidak komplit
Merupakan patah yang terjadi di sebagian dari garis tengah tulang.
Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1. Fraktur tertutup (fraktur simpel)
Merupakan fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kuli
2. Fraktur terbuka
a. Grade 1: Adalah luka bersih dengan panjang kurang dari 1 cm.
b. Grade II: Luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang
ekstensif
c. Grade III : Sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan
lunak ekstensif.
Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan mekanisme trauma :
1. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.

5
5. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
(Medical surgical nursing, 2010;1179)

E. Tanda atau Gejala


Fraktur yang terjadi dapat menimbulkan gejala yang umum yaitu nyeri
atau rasa sakit, pembengkakan dan kelainan bentuk tubuh. Nyeri merupakan
perasaan yang tidak nyaman dan bersifat subjektif dimana hanya penderita
yang dapat merasakannya.
1. Tanda atau Gejala Fraktur Humerus
Menurut Smeltzer & Bare (2002) tanda dan gejala dari fraktur humerus
adalah :
a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah
yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Deformitas
Pergeseran fragmen padafraktur menyebakan deformitas terlihat
maupun terasa), deformitas dapat diketahui dengan membandingkan
ekstremitas yang normal.

6
c. Krepitus
Saat ekstremitas diperiksa,terasa adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang terasa akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya.
d. Pembengkakan dan perubahan warna.
Pembengkakan dan perubahan lokal pada kulit terjadi dan
perubahan warna lokal yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.

F. Definisi Dislokasi
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan
sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau
terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari
mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali
sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari
tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi
bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi
itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang
pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor.
Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi
berhubungan,secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner &
Suddarth)Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi
merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera.(Arif
Mansyur, dkk. 2000)Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat
menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis
lokasi.( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138) Berpindahnya ujung tulang patah,
karena tonus otot, kontraksi cedera dan tarikan Dislokasi adalah terlepasnya
kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.

7
G. Klasifikasi Dislokasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut
1. Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan
2. Dislokasi patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor,
infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang
yang berkurang
3. Dislokasi traumatic.
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami
stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena
mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat
mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga
merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular.
Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi
4. Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi
5. Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi
yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi
berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral
joint.Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur
yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena
kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.

H. Etiologi Dislokasi
Dislokasi disebabkan oleh
1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak
bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok
akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola

8
paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena
secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya
menyebabkan dislokasi.
3. Terjatuh
a) Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
b) Tidak diketahui
c) Faktor predisposisi (pengaturan posisi)
d) Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
e) Trauma akibat kecelakaan.
f) Trauma akibat pembedahan ortopedi(ilmu yang mempelajarin tentang
tulang.
g) Terjadi infeksi disekitar sendi.

I. Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus
terdorong kedepan, merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid
teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur. Sangat jarang
prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan
luksasio erekta (dengan tangan mengarah; lengan ini hampir selalu jatuh
membawa kaput ke posisi dalam bawah karakoid).

J. Manifestasi Klinis
Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan
sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral
bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat
diraba tepat di bawah klavikula.
1. Nyeri
2. perubahan kontur sendi
3. perubahan panjang ekstremitas
4. kehilangan mobilitas normal
5. perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
6. deformitas

9
7. kekakuan

K. Penatalaksanaan
1. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan
anastesi jika dislokasi berat.
2. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan
ke rongga sendi.
3. Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan
dijaga agar tetap dalam posisi stabil.
4. Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus
3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
5. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa
penyembuhan.

L. Komplikasi
1. Komplikasi Dini
a) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat
mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang
mati rasa pada otot tesebut
b) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
c) Fraktur disloksi
2. Komplikasi lanjut.
a) Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan
kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.
b) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau
kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
c) Kelemahan otot

10
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA ASUHAN KEPERAWATAN

A. Jenis Trauma
Berikut adalah jenis trauma yang spesifik;
1. Trauma tulang belakang
Jika terjadi trauma pada tulang belakang, imobilisasi harus selalu dilakukan
unuk mencegah paralisis seumur hidup bahkan kematian. Mempersiapkan
klien dalam papan spinal harus adekuat.
2. Trauma bahu
Kebanyakan dari trauma bahu tidak mengancam jiwa tetapi dapat disertai
kerusakan yang parah dari dada dan leher. Juga dapat disertai dislokasi dari
persendian bahu. Selain itu dapat juga terjaaadi patah tulang humerus bagian
atas yang dapat menyebabkan kerusakan N. radialis, gejala yangtimbul yaitu
ketidakmampuan klien untuk mengangkat tangan.
3. Trauma siku
Kerusakan pada siku harus difiksasi dalam posisi yang menyenangkan bagi
klien dan bagian distal harus dievaluasi secara benar. Jangan mencoba
lakukan traksi pada kerusakan siku.
4. Trauma tangan dan pergelangan tangan
Biasanya Terjadi karena jatuh. Imobilisasi dilakukan dengan anak lompat
5. Trauma kaki dan tangan
Kecelakaan kerja dapat mengakibatkan fraakur yang mengakibatkan fraktur
multi yang terbuka dan avulsi.
6. Trauma pelvis
Trauma pelvias Masuk kedalam trauma ekstremitas atas karena keduanya
sangat berhubungan trauma ini biasanya terjadi karena jatuh dari ketinggian
atau jatuh dari motor
7. Trauma femur
Femur biasanya patah di desepertiga tengah. Fraktur ini bias menjadi fraktur
terbuka.
8. Trauma pangkal paha dan sendi panggul.

11
B. Pengelolaan klien fraktur
1. Fase Pra-RS
Seluruh kejadian idealnya berurusan dalam koordinasi dengan dokter di RS.
Koordinasi yang baik antara petugas RS dengan dokter di lapangan akan
menguntungan kklien. Sebaiknya RS telah diberitahu sebelum klien
diangkat dari tempay kejadian. Yang perlu dilakukan adalah, menjaga
Airway, breathing, control pendarahaN dan syok, imobilisasi klien dan
pengiriman ke RS yang terdekat yang cocok, sebaiknya ke pusat trauma.
Saat klien dibawa ke RS harus ada data tentang waktu kejadian, sebab,
riwayat klien.
2. Fase RS
Saat klien berada di RS segera lakukkan survey primer daan selanjutnya
lakukan resusitasi cepat dan tetap.
C. Pengkajian
1. Triage
a. Definisi Triase (triage)
Kata "triase" berasal dari kata kerja Prancis "trier," yang berarti
"memilah" atau "untuk memilih.” Ini adalah keterampilan sebagian
besar khusus untuk profesi perawat darurat dan bukan keahlian yang
diperlukan dalam kebanyakan spesialisasi keperawatan lainnya. Triase
sulit, dan jika tidak dilakukan dengan kompeten, itu dapat
mengakibatkan konsekuensi yang mengerikan bagi pasien yang anda
rawat (solheim, jeff, 2016).
b. Pengelompokan Triase berdasarkan Tag label
a) Prioritas Nol (Hitam)
Pasien meninggal atau cedera Parah yang jelas tidak mungkin untuk
diselamatkan. pengelompokan label Triase
b) Prioritas Pertama (Merah)
Penderita Cedera berat dan memerlukan penilaian cepat dan
tindakan medik atau transport segera untuk menyelamatkan
hidupnya. Misalnya penderita gagal nafas, henti jantung, Luka bakar
berat, pendarahan parah dan cedera kepala berat.
c) Prioritas kedua (kuning)

12
Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera dan tingkat yang
kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa
dalam waktu dekat. misalnya cedera abdomen tanpa shok, Luka
bakar ringan, Fraktur atau patah tulang tanpa Shok dan jenis-jenis
penyakit lain.
d) Prioritas Ketiga (Hijau)
Pasien dengan cedera minor dan tingkat penyakit yang tidak
membutuhkan pertolongan segera serta tidak mengancam nyawa
dan tidak menimbulkan kecacatan. Nah mungkin anda masuk dalam
kategori yang ini, jadi Jangan marah-marah dan jangan heran kenapa
anda tidak langsung mendapatkan perawatan di Ruang UGD
sementara mereka harus menolong pasien lain yang lebih parah.
2. Transportasi
Transportasi pada klien fraktur menggunakan bidai dan balut. Pasien
diangkat sesuai posisi kecelakaan atau kejadian yang terjadi saat itu
menggunakan bidai atau balutan. Sebelum melakukan transportasi terdapat
pengkajian penatalaksanaan gawat darurat yang kemudian dilanjutkan
dengan pemasangan bidai, dan pita.
a. Bidai dan Balut
1) Definisi
Pemasangan bidai adalah memasang alat untuk imobilisasi
(mempertahankan tulang yang patah).
2) Tujuan
Mencegah pergerakan tulang yang patah, mengurangi rasa sakit,
mencegah bertambahnya perlukaan, dan mengistirahatkan daerah
patah tulang.
3) Indikasi Bidai
Pada klien patah tulag terbuka atau tertutup
4) Persyaratan Bidai
a) Terbuat dari bahan yang kaku (papan, triplek)

13
b) Cikup panjang dan luas untuk immobilisasi persendian di tempat
fraktur , dan untuk kesesuaian anggota tubuuuuuh secara
nyaman.
c) Bagian yang menempel denga tubuh dilapisi dengan kapaas dan
dibalut dengan verban.
5) Hal – Hal Yang Perlu Diperhatikan
a) Respons/ keluhan pasien
b) Observasi tekanan darah, nadi, dan pernapasan.
c) Penikatan tidak boleh terlalu kencang.
6) Cara Pemasangan Bidai
a) Pemasangan bidai pada lengan atas

b) Pemasangan bidai pada lengan bawah dan pergelangan tangan

b. Tenik Membalut Pada Klien Cedera


Pembalutan dilakuka untuk menahan bidai, penutup luka, mengurangi
pembengkakan, menunjang dan imobilisasi bagian tubuh yang fraktur.
Sebelum melakukan pembalutan harus memerhatikan bentuk anggota
tubuh yang akan dibalut. Beberapa hal yang harus diperhatikkan saat
membalut;
1) Balutan tidak terlalu longgar Karena pembalut akan bergeser pada
bagian yang bergeraaak.

14
2) Simpul balutan yang rata agar tidak menekn kulit dan simpull
balutan dilakukan pada sisi yang tidak mengalami injuri.
c. Macam-macam pembalut
1) Pembalut Segitiga (mitella)
Pembalut mitella adalah mitella yang terbuat dari kain segitiga sama
kaki, dengan ukuran panjang kakinya masing-masing 90 cm.
fungsinya untuk membalut bagian tubuh dan menggantung lengan
yang cedera.
a) Pembalutan siku dengan mitella
(1) Posisi siku fleksi membentuk sudut 45 derajat
(2) Segotoga membungkus siku letakkan sudut alas segitiga
pada siku dekat badan dan puncak segitiga bertemu dengan
als segitiga.
(3) Kedua sudut alas segitiga diputar pada lengan
(4) Kedua sudut dibuat simpul pada sudut situ.
b) Cara menggendong lengan dengan mitella
(1) Tekuk siku yang cedera 45 derajat
(2) Letakan bagian atas segitiga pada telapak tangan salah satu
sudut alas segitiga dikiri leher lalu ke belakang leher dan
sudut puncak segitiga berada si siku.
(3) Sudut alas segitiga yang satunya ditarik kearah kanan leher
lalu ke belakang, sehingga tangan berada dalam mitella dan
buat simpul di belakang leher. Selanjutnya sudut puncak di
pasang peniti.

15
2) Pembalut Pita (Verban, Elastis Verban)
(1) Pembalutan kepala dengan pita

(2) Pembalutan Jari Tangan

(3) Pembalutan Telapak Tangan

3. Survey Primer
Survei primer yang dimaksud adalah melakukan pengkajian yang dikenal
dengan nama pengkajian A (airway), B (breathing), C (circulation), D
(Disabillity), E (exporsur).
a. Airway
Penilaian kelancaran airway pada klien yang mengalami fraktur,
meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat
disebabkan benda asing, fraktur wajah, fraktur mandibula atau maksila,
fraktur laring atau trachea. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus
melindungi vertebra servikal karena kemungkinan patahnya tulang
servikal harus selalu diperhitungkan. Dalam hal ini dapat dilakukan chin

16
lift, tetapi tidak boleh mengakibatkan hiper ekstensi leher. Cara
melakukan chin lift dengan menggunakan jari- jari satu tangan yang
diletakan dibawah mandibula, kemudian mendorong dagu ke anterior.
Ibu jari tangan yang sama sedikit menekan bibir bawah untuk membuka
mulut dan jika diperlukan ibu jari dapat diletakkan didalam mulut
dibelakang gigi seri untuk mengangkat dagu.
Jaw trust juga merupakan teknik untuk membebaskan jalan nafas.
Tindakan ini dilakukan oleh dua tangan masing-masing satu tangan
dibelakang angulus mandibula dan menarik rahang ke depan. Bila
tindakan ini dilakukan memakai face-mask akan dicapai penutupan
sempurna dari mulut sehingga dapat dilakukan ventilasi yang baik. Jika
kesadaran klien menurun pembebasan jalan nafas dapat dipasang guedel
(oro- pharyngeal airway) dimasukkan kedalam mulut dan diletakkan
dibelakang lidah. Cara terbaik adalah dengan menekan lidah dengan
tongue spatol dan mendorong lidah kebelakang, karena dapat
menyumbat fariks. Pada klien sadar tidak boleh dipakai alat ini, karena
dapat menyebabkan muntah dan terjadi aspirasi.
Cara lain dapat dilakukan dengan memasukkan guedel secara
terbalik sampai menyentuh palatum molle, lalu alat diputar 1800 dan
diletakkan dibelakang lidah. Naso-Pharyngeal airway juga merupakan
salah satu alat untuk membebaskan jalan nafas. Alat ini dimasukkan
pada salah satu lubang hidung yang tidak tersumbat secara perlahan
dimasukkan sehingga ujungnya terletak di fariks. Jika pada saat
pemasangan mengalami hambatan berhenti dan pindah kelubang hidung
yang satunya. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus
diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi
leher.
b. Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.
Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran
oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang
baik meliputi fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.

17
Dada klien harus dibuka untuk melihat pernafasan yang baik. Auskultasi
dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru. Perkusi
dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga pleura.
Inspeksi dan palpasi dapat mengetahui kelainan dinding dada yang
mungkin mengganggu ventilasi. Evaluasi kesulitan pernafasan karena
edema pada klien cedera wajah dan leher. Perlukaan yang
mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah tension
pneumothoraks, flail chest dengan kontusio paru, open pneumothoraks
dan hemathotoraks massif. Jika terjadi hal yang demikian siapkan klien
untuk intubasi trakea atau trakeostomi sesuai indikasi.
c. Circulation
Kontrol pendarahan benar dengan menekan langsung sisi area
perdarahan bersamaan dengan tekanan jari pada arteri paling dekat
dengan area perdarahan. Kaji tanda-tanda syok yaitu penurunan tekanan
darah, kulit dingin, lembab dan nadi halus. Darah yang keluar berkaitan
dengan fraktur femur dan pelvis. Pertahankan tekanan darah dengan
infuse IV, plasma. Berikan transfuse untuk terapi komponen darah
sesuai ketentuan setelah tersedia darah. Berikan oksigen karena
obstruksi jantung paru menyebabkan penurunan suplai oksigen pada
jaringan menyebabkan kolaps sirkulsi. Pembebatan ekstremitas dan
pengendalian nyeri penting dalam mengatasi syok yang menyertai
fraktur.
d. Disability atau Evaluasi Neurologis
Dievalusai keadaan neurologisnya secara cepat, yaitu tingkat
kesadaran ukuran dan reaksi pupil. Penurunan kesadaran dapat
disebabkan penurunan oksigen atau penurunan perfusi ke otak atau
perlukaan pada otak. Perubahan kesadaran menuntutu dilakukannya
pemeriksaan terhadap keadaan ventilasi, perfusi dan oksigenasi.
e. Exposure Atau Kontrol Lingkungan
Di rumah sakit klien harus dibuka keseluruhan pakainnya, untuk
evaluasi klien. Setelah pakaian dibuka, penting agar pasien tidak

18
kedinginan, harus diberikan selimut hangat dan diberikan cairan
intravena yang sudah dihangatkan.
4. Penatalaksanan Gawat Darurat fraktur
a. Inspeksi adanya laserasi, bengkak, dan deformitas
1) Observasi angulasi, pemendekan dan rotasi.
2) Palpasi nadi distal untuk fraktur
3) Kaji suhu dingin, pemucatan , ada atau tidaknya pulsasi.
4) Tangani bagian tubuh dengan lembut pada bagian tubuh yang fraktur
b. Berikan bebat sebelum klien dipindahkan
1) Imobilisasi sendi ditas dan dibawah daerah fraktur. Tempatkan satu
tangan distal terhadap fraktur dan berikan satu penarikan ketika
menempatkan tangan lain diatas fraktur untuk menyokong.
2) Pembebatan diberikan meluas sampai sendi dekat fraktur.
3) Periksa status vaskuler ekstremitas setelah pembebatan; periksa
warna, suhu, nadi dan pemucatan kuku.
4) Kaji untu adanya deficit neurologi yang disebkan oleh fraktur.
c. Kaji adanya keluhan nyerippada area yang cedera.
d. Pindahkan klien secara hati-hati.
e. Lakukan penanganan pada trauma yang lebih spesifik.
5. Survei Sekunder
Survei sekunder adalah pemeriksaan secara rinci, evaluasi head-to-
toe untuk mengidentifikasi semua cedera yang tidak dijumpai di primary
survey. Ini terjadi setelah survei primer selesai, jika pasien cukup stabil dan
tidak membutuhkan perawatan definitif (JRCALC, 2008). Pentingnya
survei sekunder adalah bahwa luka ringan dapat ditemukan selama survei
primer dan resusitasi, tapi menyebabkan jangka panjang morbiditas jika
diabaikan, misalnya dislokasi sendi kecil.
a. Kaji riwayat trauma, mengetahui riwayat trauma, karena penampilan
luka kadang tidak sesuai dedngan parahnya cidera, jika ada saksi
seseorang dapat menceritakan kejadiannya sementara petugas
melakukan pemeriksaan klien.

19
b. Kaji seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari kepala sampai kaki
secara sistematis, inspeksi adanya laserasi, bengkak dan deformitas.
c. Kaji kemungkinan adanya fraktur multiple:
1) Trauma pada tungkai akibat jatuh dari ketinggian sering disertai
dengan trauma pada lumbal
2) Trauma pada lutut saat pasien jatuh dengan posisi duduk dapat
disertai dengan trauma panggul.
3) Trauma lengan sering menyebabkan trauma pada siku sehingga
lengan dan siku harus dievakuasi bersamaan.
4) Trauma proksimal fibula dan lutut sering menyebabkan trauma pada
tungkai bawah.
d. Kaji adanya nyeri pada area fraktur dan dislokasi.
e. Kaji adanya krepitasi pada area fraktur
f. Kaji adanya perdarahan dan syok terutama pada fraktur pelvis dan
femur.
g. Kaji adanya sindrom kompartemen, fraktur terbuka, tertutup dapat
menyebabkan perdarahan atau hematoma pada daerah yang tertutup
sehingga menyebabkan penekanan saraf.
h. Kaji TTV secara berkelanjutan
i. Pemeriksaan neurologis
j. Tes diagnostic lebih lanjut
k. Evaluasi ulang.
D. Diagnosa
1. Gangguan perfusi jaringan b.d diskontinuetas tulang
2. Resiko tinggi terjadinya syok hipovolemik b.d fraktur
3. Nyeri b.d adanya robekan jaringan pada area fraktur
E. Intervensi
No Diagnosa Intervensi
1. Gangguan perfusi jaringan b.d a. Kaji TTV
diskontinuetas tulang b. Observasi dan periksa bagian
yang luka atau cedera
c. Kaji kapilary refill tiap 2 jam
d. Kaji adanya tanda-tanda
gangguan perfusi jaringan;

20
keringat dingin pada ekstremitas
bawah, kulit sianosis, baal. .
e. Luruskan persendian dengan
hati-hati dan seluruh splint harus
terpasang dengan baik
2. Resiko tinggi terjadinya syok a. Kaji rasa nyeri pada area
hipovolemik b.d fraktur disekitar fraktur
b. Kaji skala nyeri dan
ketidaknyaman pasien.
c. Gunakan upaya untuk
mengontrol rasa nyeri:
- Membidai dan menyangga
daerah cedera
- Melakukan perubahan posisi
dengan perlahan
- Meberikan analgetik sesui
ketentuan
- Menganjurkan tehnik
relaksasi
d. Atur posisi klien sesuai kondisi,
untk fraktur ekstremitas bawah
sebaiknya posisikan kaki lebih
tinggi dari badan.
e. Dorong latihan drentang gerak
aktif dan pasif pada sendi yang
tidak diimobilisasi; dorong untuk
melakukan perubahan posisi
sebatas yang bisa dilakukan
f. Alat imolisasi

F. Implementasi
1. Tindakan Definitif
a. Fraktur terbuka
1) ABCD
Nilai status kesadaran, bebaskan airway, breathing, resusitasi
cairan, dan hentikan perdarahan.
2) Cuci luka
Mencuci luka dengan larutan NaCl fisiologis bertujuan
menghilangkan kontaminasi makro dan bekuan darah yang dapat

21
meminimalkan kontaminasi serta kerusakan jaringan
(Schaller,2012).
3) Debridement dalam golden period (6 jam) dengan general
anestesia.
Adanya jaringan yang mati akan mengganggu proses
penyembuhan luka dan merupakan daerah tempat pembenihan
bakteri sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit,
jaringan subkutaneus, lemak, fasia, otot dan fragmen-fragmen yang
lepas (Buckley, 2012).
4) Imobilisasi, luka ditutup kain bersih, fragmen jangan dimasukkan
Pembidaian dan imobilisasi fraktur penting pada emergensi
ortopedi.

Fungsinya adalah untuk mengontrol nyeri dan pembengkakan,


mengurangi deformitas/dislokasi, dan imobilisasi fraktur atau
cedera. Tujuan pembidaian dan imobilisasi adalah membebaskan
nyeri, meningkatkan penyembuhan, stabilisasi fraktur, mencegah
sehingga cedera lebih lanjut. Untuk fraktur terbuka grade I-II dapat
diberikan internal fiksasi, gips dengan window. Sedangkan untuk
grade III yaitu external fiksasi, gips dengan window hingga
amputasi apabila organ tidak viable/beresiko menimbulkan
mortalitas. Kebanyakan cedera ekstremitas atas dapat ditangani
dengan menggunakan belat posterior long arm. Cedera pada jari
ditangani dengan belat jari busa atau belat plastik kaku. Cedera
bahu dapat ditangani dengan sebuah selempang/balutan gendong,
atau imobiliser bahu. Cedera ekstremitas bawah dapat ditangani
dengan imobiliser lutut atau bidai cetak posterior (Budiman, 2010).
5) Antibiotik dan analgetik
Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik
diberikan dalam dosis yang adekuat sebelum, pada saat dan
sesudah tindakan operasi.
6) Pencegahan tetanus

22
Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan
pencegahan tetanus. Pada penderita yang telah mendapat imunisasi
aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi bagi yang belum,dapat
diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia).
b. Fraktur Servikal
Penaganan fraktur servikal di IGD:
1) Ambulasi, seperti 4 orang mengangkat balok.
a) 1 orang memegang kepala dengan ekstensi dan traksi leher.
b) 1 orang mengangkat punggung.
c) 1 orang mengangkat pinggang dan paha.
d) 1 orang mengangkat tungkai bawah.
2) Di atas bed dengan alas datar dan keras
a) Pasien diposisikan telentang.
b) Pasang collar brace.
c) Letakkan kantong pasir bila perlu, untuk memfiksasi posisi
pasien di bed.
d) Ekstensi leher
e) Infus RL, beri analgetik, dan puasakan pasien
f) Lakukan prosedur diagnostik, misal rontgen.
g) Crutchfild, Glisson Traction 3-5 kg
h) Pindahkan ke bangsal.

G. Evaluasi
1. Gangguan perfusi jaringan teratasi
2. Syok hipovolemik teratasi
3. Rasa nyaman klien terpenuhi
4. Klien dapat melakukkan mobilitas tulis secara bertahap.

23
BAB IV

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TRAUMA


MUSKULOSKELETAL

Kasus
Tn. A laki-laki usia 24 tahun, mengatakan mengalami kecelakaan lalu lintas 1 jam
yang lalu. Sepeda motor yang dikendarainya menabrak truk. Klien dibawa ke rumah
sakit X oleh warga sekitar. Setelah dilakukan pemeriksaan didaptkan data Tekanan
darah 130/80mmHg, Nadi 84x/menit, Suhu36,5 derajat celsius, RR 24x/menit, dan
GCS e3 v5 m6 (total 16). Terdapat perdarahan pada luka robekan. Terdapat
bengkak berwarna merah kebiruan pada kulit sekitar luka. Klien mengatakan
merasa nyeri pada bagian kepala dan lengandengan VAS 4 (skala 1-10).

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama Klien : Sdr. A Jenis Kelamin : Laki-laki
No. RM : 020868 Pekerjaan : Swasta
Alamat : Mojokerto Agama : Islam
Umur : 24 tahun Suku/ Bangsa : Jawa/Indonesia
Dx. Medis :Close Fracture Manus (D)

2. Alasan Masuk Rumah Sakit


Klien mengatakan mengalami KLL (Kecelakaan Lalu Lintas) SepedaMotor
dengan Truk 1 jam sebelumnya (jam 09.00 WIB). Kliendibawa ke UGD RSK
Mojowarno oleh warga setempat. Klienmengatakan sebelumnya ia hendak
kekota M, lalu tiba-tiba tertabrak Truk. Didapatkan hasil TTV: Tekanan darah
130/80 mmHg, Nadi 84x/menit, Suhu 36,5C, RR 24x/menit, dan GCS e3 v5
m6 (total 14).Pada hasil pemeriksaan fisik ditemukan luka robekan di pelipis
kiri ±3 cm dan pada jari kelingking tangan kanan ± 4 cm dengan kedalaman
± 0,5 cm. Terdapat perdarahan pada luka robekan.terdapat bengkak berwarna

24
merah kebiruan pada kulit sekitar luka.Klien mengatakan merasa nyeri pada
bagian kepala dan lengandengan VAS 4 (skala 1– 10)

3. TTV
Tekanan darah :130/80 mmHg Nadi: 84 x/menit
Suhu :36,5 RR: 24 x/menit
BB :60 Kg TB: 174 cm
G-C-S :14 (E3–V5– M6)

4. Pengkajian Gawat Darurat


Diagnosa Tindakan
Sistem Hasil/evaluasi
Keperawatan Keperawatan
Airway Jalan napas
(jalan tidak efektif
napas)
Sumbatan
Benda Monitor pernapasan RR : 24x/menit
asing
Sputum Auskultasi suara napas Vesikuler pada lapang
paru, bentuk dada
normal
Darah Bantu klien mengatur Posisi :Sim
posisi
Lidah Kolaborasi broncho- Klien diberikan O2
dilator nasal kanul volume
2lpm

Breathing Pola napas Pola napas klien tidak


(pernapasa tidak efektif efektif
n)

25
Produktif Kaji frekuensi, suara RR 24x/mnt, suara
napas, kedalaman, dan napas :normal
ekspansi paru vesikuler, ekspansi
paru normal dan
simetris antara dada
kanan dan kiri
Non Kaji penggunaan otot Tidak terdapat
produktif bantu napas penggunaan otot bantu
napas
Nyeri dada Auskultasi suara napaf, Suara napas : leher
catat adanya sura ;trakeal, ICS 2
abnormal ;bronchovesikular
lapang paru ; vesikular
Ekspansi Bantu mengatur posisi Posisi klien :Sim
paru-paru klien seperti
menurun semifowler
Pola napas Normal dan reguler
Sesak -
napas
Frekuensi 24x/menit
Teratur Teratur
Tidak -
teratur
Apnea -
Bunyi -
napas
Wheezing -
Ronchii -
Coarce -
Crackleas
Fine -
Cracklies

26
Dypsnea Gangguan
saat perfusi
jaringan
Aktivitas Auskultasi S1 dan S2 tungga;
suara jantung, catat
adanya suara tambahan
Tanpa Observasi tingkat GCS: 14(E3-V5-M6)
aktivitas kesadaran
Dengan Observasi suhu tubuh, Suhu 36,5 derajat
alat warna kulit/ mukosa celsius
tambahan warna kulit :kemerahan
warna mukosa :merah
muda

Ukur pengeluaran urine Urine dalam kantong


urine100cc
Palpasi nadi perifer Nadi: reguler lemah
:frekuensi,kekuatan, dan HR: 84x/ menit
kelenturan
Atur posisi klien sesuai posisi: sim
dengan daerah yang
mengalami gangguan
perfusi
Kolaborasi terlampir
:Pemeriksaan
laboratorium,pemberia
n obat-obatan
Circulation Gangguan
(sirkulasi) sirkulasi
Nadi palpasi nadi Rate: 84x/ menit
karotis karotis,frekuensi,kekua reguler
tan, dan keteraturan

27
Observasiadanya sianosis Hematom padadaerah
sekitar matadan pipi
kanan
Observasi daerah Terdapat luka robekan
ekstremitas pada pelipis kiri
±3cm,dan pada jari
kelingking
kanan±4cm, dengan
dalam ±0,5cm.
Perdarahan (+),Luka
tampak kotor dan
terdapat darah yang
mengering pada kulit
sekitar luka
Observasi adanya
edema
Kaki
tangan
dingin
Mimisan -
epistakis
Edema -
Gemetaran -
Kesemutan -
Nyeri dada -
CRT 2-3 detik
(Capitallar
y Refill
Time
Fluid -
(cairan dan
elektrolid)

28
Trugor Baik
Mukosa Lembab
mulut
BAB -
BAK Klien terpasang kateter
urine 16fr, urine dalam
kantong urine 100cc
Intoksitasi Resiko -
penyebaran
toksin
keseluruh
tubuh
GCS 13-15 (E3-V5-M6)
Berikan pengamanan Brankart terpasang
tempat tidur, observasi pagar, klien tampak
respon perilaku lemah, klien kooperatif
Neuro- Resiko tinggi
Sensorik trauma
Spasme Kaji adanya twitching
otot pada kaki/tangan/otot
wajah
Parastesia Pasang pengaman
tempat tidur
Perubahan Suction dengan kateter
pergerakan yang lembut
Kerusakan Istirahatkan klien selma Terdapat luka robekan
jaringan, fase akut pada pelipis kiri
vulnus ±3cm,dan pada jari
kelingking
kanan± 4 c m , d e n g a n
dalam ±0,5cm.
Perdarahan (+),Luka

29
tampak kotor dan
terdapat darah yang
mengering pada kulit
sekitar luka
Krepitasi Cegah perluasan Klien dilakukan
kerusakan jaringan dan hacthing pada bagian
kemungkinan robekan pelipis kiri
terjadinya infeksi rawat dengan benang
luka dengan teknik seide/silk 4-0, diberi
aseptik salep ikamicetin
(chlorampenicol) dan
dibalut kasa
Fraktura Kolaborasi pemberian terlampir
obat
Integumen Gangguan
integritas kulit
Luka bakar
Nyeri Catat durasi, intensitas, Klien mengatakan
penyebaran nyeri nyeri pada bagian
kepala dan lengan
dengan VAS 4 (skala
1-10)

30
B. Analisis Data
Data Etiologi Masalah
Ds: Nyeri Gangguan rasa
-Klien mengatakan nyaman: Nyeri
sebelumnya ia hendak ke
kota M, lalu tiba-tiba
tertabrak Truk.
-Klien mengatakan merasa
nyeri pada bagian kepala
depan dan lengan kanan.

Do:
-Terdapat luka robekan
dipelipis kiri ± 3 cm dan
pada jari kelingking tangan
kanan ± 4 cm dengan dalam
± 0,5 cm.-VAS nyeri
4(skala 1– 10).

C. Diagnosa Keperawatan
Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas
jaringan tulang (fraktur) akibat kecelakaan lalu lintas yang ditandai dengan
klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala depan dan lengan kanan,
terdapat luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari kelingking kanan ± 4
cm dengan kedalaman ± 0,5 cm, VAS nyeri 4 (Skala 1-10)
D. Intervensi
Dx : Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan terputusnya
kontinuitas jaringan tulang (fraktur) akibat kecelakaan lalu lintas yang ditandai
dengan klien mengatakan merasa nyeri pada bagian kepala depan dan lengan

31
kanan, terdapat luka robekan di pelipis kiri ± 3 cm dan pada jari kelingking
kanan ± 4 cm dengan kedalaman ± 0,5 cm, VAS nyeri 4 (Skala 1-10).
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Tujuan 1. Kaji intensitas dan skala nyeri
Setelah dilakukan asuhan 2. Berikan klien posisi
keperawatan selama 1x24jam semifowler
diharapkan nyeri klien berkurang 3. Anjarkan klien teknik
relaksasi napas dalam
Kriteria hasil 4. Observasi ROM klien, minta
1. Klien mengatakan nyeri yang klien menggerakkan anggota
dirasakan berkurang gerak
2. Klien tidak gelisah 5. Anjurkan klien untuk
3. Klien dapat mengidentifikasi melakukan pemeriksaan
aktivitas yang dapat rontgen daerah kepala dan
mengurangi nyeri bagian tubuh lain yang
4. VAS nyeri turun menjadi 1-2 tampak mengalami
deformitas, curiga memar CF
6. Lakukan pembidaian
sementara pada bagian
ekstremitas yang mengalami
deformitas memar curiga CF
dan nyeri apabila dilakukan
palpasi
7. Lakukan tindakan hacthing
pada jaringan kulit yang
robek
8. Kolaborasi pemberian obat
analgesik IV

32
E. Implementasi Keperawatan
Waktu Tindakan keperawatan Respon Paraf
10.00 1. Mengkaji intensitas dan Klien mengatakan merasa
skala nyeri nyeri pada bagian kepala
dan lengan dengan VAS 4
(skala 1-10)
2. Memberikan klien posisi Klien takmpak lebih rileks
semifowler
3. Menganjarkan klien Klien melakukan teknik
teknik relaksasi napas relaksasi napas dalam, dan
dalam mengatakan nyeri sedikit
berkurang
Klien mengatakan nyeri
4. Mengobservasi ROM ketika menggerakan lengan
klien, minta klien bagian kanan
menggerakkan anggota Klien dijadwalkan untuk
gerak pemeriksaan diagnostik
5. menganjurkan klien
untuk melakukan
pemeriksaan rontgen
daerah kepala dan
bagian tubuh lain yang
tampak mengalami Klien dipasang bidai pada
deformitas, curiga bagian telapak tangan
memar CF kanan hingga jari
6. Melakukan pembidaian keseluruhan
sementara pada bagian
ekstremitas yang
mengalami deformitas

33
memar curiga CF dan Klien dilakukan tindkan
nyeri apabila dilakukan hacthing pada pelipis kiri
palpasi dan jari kelingking kanan
7. Melakukan tindakan Klien diberikan obat
hacthing pada jaringan ranitidin dan antibiotik
kulit yang robek
8. Kolaborasi pemberian
obat analgesik IV

F. Evaluasi
Diagnosa Keperawatan Waktu Evaluasi
Gangguan rasa nyaman: 14.00 S: -Klien mengatakan nyeri
Nyeri berhubungan yangdirasakan telah berkurang.
dengan terputusnya O: -Klien tampak tenang
kontinuitas jaringan tulang namunsesekali meringis kesakitan
(fraktur) akibat kecelakaan denganVAS 2 (skala 1-10). -Hasil
lalu lintas yang ditandai pengukuran TTV: Suhu 36,5
dengan klien mengatakan derajat celsius, Nadi: 84x/menit,
merasa nyeri pada bagian Tekanan darah: 130/80 mmHg, dan
kepala depan dan lengan RR20x/menit.-Klien tidak gelisah
kanan, terdapat luka dan tampak tenang.
robekan di pelipis kiri ± 3 A: Masalah teratasi
cm dan pada jari P: Hentikan intervensi
kelingking kanan ± 4 cm
dengan kedalaman ± 0,5
cm, VAS nyeri 4 (Skala 1-
10)

34
BAB V

TREN DAN ISSUE TRAUMA MUSKULOSKELETAL

Latar Belakang: Beberapa strategi untuk pengobatan fraktur femur


patologis proksimal dipraktekkan tetapi hasil pengobatan belum secara ketat
dibandingkan. Pertanyaan / tujuan Variasi utama dalam penggunaan fiksasi
intramedullary, fiksasi screw-extramedullary, dan teknik rekonstruksi
endoprostetik untuk fraktur femur proksimal patologis pada pasien dengan
metastasis skeletal dilaporkan. Variabel klinis dan bedah yang mempengaruhi
pilihan ini berbeda di antara ahli bedah yang merawat.
Untuk mengkarakterisasi preferensi teknik dan untuk mengidentifikasi
bidang konsensus mengenai presentasi klinis spesifik, kami memberikan survei
online untuk keanggotaan Musculoskeletal Tumor Society (MSTS). Kami juga
menguji apakah tanggapan berkorelasi dengan tahun responden dalam praktik dan
bertanya tentang indikasi reseksi tumor yang luas dan peran debulking tumor dan
penyemenan adjuvant.
Metode Survei berbasis web 10 menit dikirim melalui email ke 244 anggota
MSTS. Survei ini mempertanyakan pelatihan dan pengalaman onkologi
muskuloskeletal partisipan dan mempresentasikan skenario kasus yang
menggambarkan kombinasi berbeda dari empat variabel yang memengaruhi
pengambilan keputusan: jenis kanker, perkiraan kelangsungan hidup pasien,
perpindahan fraktur, dan wilayah keterlibatan anatomi. Hasil Empat puluh satu
persen (n = 98) dari anggota MSTS menyelesaikan survei. Fiksasi kuku
intramedulla (IMN; 45%) dan reseksi dan rekonstruksi tulang paha proksimal
(34%) adalah teknik yang paling umum direkomendasikan diikuti oleh
hemiarthroplasty disemen batang panjang/ hemiarthroplasty disemen (15%) dan
reduksi terbuka dan fiksasi internal (7%).
Sebagian besar responden (56%) merekomendasikan penggunaan semen
dengan IMN. Perbedaan pendapat tentang pengobatan yang direkomendasikan
dikaitkan dengan variasi jenis kanker, perpindahan fraktur, dan daerah keterlibatan
anatomi. Kesimpulan Survei online kami menunjukkan tren di antara anggota
MSTS untuk memilih IMN dan teknik terkait artroplasti untuk mengobati fraktur

35
patologis tulang paha proksimal, tetapi ada perbedaan besar dalam teknik operasi
yang disukai. Studi prospektif diperlukan untuk mengembangkan rekomendasi
pengobatan berbasis bukti yang konsisten.

36
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma merupakan suatu cedera atau rupadaksa yang dapat mencederai fisik
maupun psikis. Trauma jaringan lunak muskuloskeletal dapat berupa vulnus
(luka), perdarahan, memar (kontusio), regangan atau robekan parsial (sprain),
putus atau robekan (avulsi atau rupture), gangguan pembuluh darah dan
gangguan saraf. Trauma atau cedera pada tulang menimbulkan patah tulang
(fraktur) dan dislokasi yang memberikan disfungsi struktur disekitarnya dan
struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya. Dapat dikatakan akibat
dari trauma muskuloskeleteal atau cedera adalah fraktur dan dislokasi. Dan
dalam Asuhan Keperawatan Gawat Darurat maka dalam pengkajian akan di
kaji menurut Triage, Survey Ptimer, dan Survey Sekunder.

B. Saran
Tenaga medis
Sebagai seorang tenaga medis harus memberikan pendidikan kesehatan
yang baik sehingga dapat menghindarkan atau mencegah terjadinya penyakit
musculoskeletal.
Mahasiswa
Harus lebih memahami tentang asuhan keperawatan pada gangguan sistem
musculoskeletal sehingga mampu menerapkannya di ilhan praktik demi
pelayanan kesehatan yang baik bagi klien.

Untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan, maka penulis memberika


saran-saran sebagai berikut:
1. Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti, melihat
kondisi pasien serta senantiasa mengembangkan teknik terapeutik dalam
berkomunikasi dengan pasien.

37
2. Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas,
meningkatkan pengetahuan, dan keterampilan serta sikap profesional dalam
menetapkan diagnosa keperawatan.

38
DAFTAR PUSTAKA

Budiman C. 2010. Patah Tulang Dan Pembidaian. Bandung: KORPS Sukarela


PMI UNPAD.
Xa.Yimg.Com/Kq/Groups/.../Patah+Tulang+Dan+Pembidaian.Pptx (10 Desember
2012)
Georgopoulos D, Bouros D. 2003. Fat Embolism Syndrome Clinical Examination
Is Still The Preferable Diagnostic Method. Chest. 2003;123:982–3.
Solheim, Jeff. 2016. Emergency Nursing: The Profession, The Pathway, The
Practice. USA: Sigma Theta Tau International.

39

Anda mungkin juga menyukai