DISUSUN OLEH :
RS PUSRI PALEMBANG
2021 / 2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memahami tentang Trauma
Muskuloskeletal untuk kegiatan pembelajaran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1.Mekanisme Trauma
a. Direct injury
Dimana terjadi fraktur pada saat tulang berbenturan langsung dengan
benda keras seperti dashboard atau bumper mobil.
b. Indirect injury
Terjadi fraktur atau dislokasi karena tulang mengalami benturan yang
tidak langsung seperti frkatur pelpis yang disebabkan oleh lutut
membentur dashboard mobil pada saat terjadi tabrakan.
c. Twisting injury
Menyebabkan fraktur, sprain, dan dislokasi, biasa terjadi pada pemain
sepak bola dan pemain sky, yaitu bagian distal kaki tertinggal ketika
seseorang menahan kaki ke tanah sementara kekuatan bagian proksimal
kaki meningkat sehingga kekuatan yang dihasilkan menyebabkan fraktur.
d. Powerfull muscle contraction
Seperti terjadinya kejang pada tetanus yang mungkin bisa merobek otot
dari tulang atau bisa juga membuat fraktur.
e. Fatique fracture
Disebabkan oleh penekanan yang berulang-ulang dan umumnya terjadi
pada telapak kaki setelah berjalan terlalu lama atau berjalan dengan jarak
yang sangat jauh.
f. Pathologic fracture
Dapat dilihat pada pasien dengan penyakit kelemahan pada tulang seperti
kanker yang sudah metastase.
2.2.Fraktur
2.2.1. Definisi
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.
Kebanyakan fraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat tekanan
yang berlebihan pada tulang, baik berupa trauma langsung dan trauma
tidak langsung (Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Fraktur lebih sering
terjadi pada laki-laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45
tahun dan sering berhubungan dengan olah-raga, pekerjaan, atau luka
yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Sedangkan
pada orang tua, wanita lebih sering mengalami fraktur daripada lakilaki
yang berhubungan dengan meningkatnya insiden osteoporosis yang
terkait dengan perubahan hormon pada monopouse (Reeves, Roux,
Lockhart, 2001).
Gejala yang paling umum pada fraktur adalah rasa nyeri yang
terlokalisir pada bagian fraktur. Biasanya pasien mengatakan ada
yang menggigitnya atau merasakan ada tulang yang patah. Apa
yang dikatakan pasien merupakan sumber informasi yang akurat.
a. Swelling
Terjadi karena kebocoran cairan ekstra seluler dan darah
dari pembuluh darah yang telah rupture pada fraktur
pangkal tulang.
b. Deformitas
Pada kaki dapat menandakan adanya trauma skeletal.
c. Tenderness
Sampai palpitasi biasanya terlokalisir diatasbare trauma
skeletal yang dapat dirasakan dengan penekanan secara
halus di sepanjang tulang.
d. Krepitasi
Terjadi bila bagian tulang yang patah bergesekan dengan
tulang yang lainnya. Hal ini dapat dikaji selama
pemasangan splin. Jangan berusaha untuk mereposisi
karena dapat menyebabkan nyeri trauma lebih lanjut.
e. Disability
Juga termasuk karakteristik dari kebanyakan trauma
skeletal pasien dengan fraktur akan berusaha menahan
lokasi trauma tetap pada posisi yang nyaman dan akan
menolak menggerakannya. Bahkan pada pasien dengan
dislokasi akan menolak untuk menggerakkan ekstremitas
yang mengalami dislokasi.
f. Exposed bone ends
Didiagnosa sebagai trauma terbuka atau compound fraktur.
Periksa pulsasi, gerakan dan sensori di bagian distal pada
setiap pasien dengan trauma musculoskeletal.
b. Tujuan Imobilisasi
Untuk menjaga fraktur tertutup agar jangan menjadi fraktur
terbuka. Hal ini mungkin terjadi jika ujung tulang yang
fraktur masih dapat bergerak bebas ketika pasien
dipindahkan.
Untuk mencegah kerusakan sekitar nervus, pembuluh darah
dan jaringan yang lain dari ujung tulang yang fraktur.
Untuk meminimalkan perdarahan dan bengkak.
Untuk mengurangi nyeri.
2.3. Dislokasi
2.3.1. Definisi
2.3.2. Etiologi
Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor
predisposisi, diantaranya :
Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
Trauma akibat kecelakaan
Trauma akibat pembedahan ortoped
2.3.3. Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Dislokasi congenital: terjadi sejak lahir akibat kesalahan
pertumbuhan.
b. Dislokasi patologik: akibat penyakit sendi dan atau jaringan
sekitar sendi. Misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang.
Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.
c. Dislokasi traumatic: kedaruratan ortopedi (pasokan darah,
susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian
jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami
pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat
mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin
juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system
vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan
tipe kliniknya dibagi menjadi :
Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip.
Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi.
Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh
frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang
minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya
terjadi pada shoulder joint dan patello femoral
joint.Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah
tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya
ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma,
tonus atau kontraksi otot dan tarikan.
2.3.4. Tanda dan gejala
Nyeri
Deformitas
Paralisis
Hilangnya pulsasi (jika tekan nervus dan pembuluh darah).
2.3.5. Patofisiologi
2.3.6. Komplikasi
a. Komplikasi Dini
Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak
dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat
daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut.
Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.\
Fraktur disloksi
b. Komplikasi lanjut.
Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat
mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada
pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan
rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi.
Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid
robek atau
Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
Kelemahan otot
2.4. Sprain
2.4.1. Definisi
2.4.2. Etiologi
Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup gerak
sendi yang normal, seperti melingkar atau memutar
pergelangan kaki.
Sprain dapat terjadi di saat persendian anda terpaksa bergeser
dari posisi normalnya karena anda terjatuh, terpukul atau
terkilir.
2.4.5. Patofisiologi
Kekoyakan ( avulsion ) seluruh atau sebagian dari dan
disekeliling sendi, yang disebabkan oleh daya yang tidak semestinya,
pemelintiran atau mendorong / mendesak pada saat berolah raga atau
aktivitas kerja. Kebanyakan keseleo terjadi pada pergelangan tangan
dan kaki, jari-jari tangan dan kaki. Pada trauma olah raga (sepak bola)
sering terjadi robekan ligament pada sendi lutut. Sendi-sendi lain juga
dapat terkilir jika diterapkan daya tekanan atau tarikan yang tidak
semestinya tanpa diselingi peredaan (Brunner & Suddart,2001: 2357)
2.4.6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Riwayat:
Tekanan
Tarikan tanpa peredaan
Daya yang tidak semestinya
b. Pemeriksaan Fisik :
Tanda-tanda pada kulit, sistem sirkulasi dan muskuloskeletal .
2.4.7. Penatalaksanaan
a. Pembedahan.
Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi sepenuhnya;
pengurangan-pengurangan perbaikan terbuka terhadap jaringan
yang terkoyak.
b. Kemotherapi
Dengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam) untuk
meredakan nyeri dan peradangan. Kadang diperlukan Narkotik
(codeine 30-60 mg peroral setiap 4 jam) untuk nyeri hebat.
c. Elektromekanis.
Penerapan dingin dengan kantong es 24 0C
Pembalutan / wrapping eksternal. Dengan pembalutan, cast
atau pengendongan (sung)
Posisi ditinggikan. Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.
Latihan ROM. Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri
hebat dan perdarahan. Latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-10
hari tergantung jaringan yang sakit.
Penyangga beban. Menghentikan penyangga beban dengan
penggunaan kruk selama 7 hari atau lebih tergantung jaringan
yang sakit.
2.5. Strain
2.5.1. Definisi
Strain adalah trauma pada jaringan yang halus atau spasme otot
di sekitar sendi dan nyeri pada waktu digerakkan, pada strain tidak ada
deformitas atau bengkak. Strain lebih baik ditangani dengan
menghilangkan beban pada daerah yang mengalami injuri.
2.5.2. Etiologi
2.5.4. Patofisiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma
langsung (impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini terjadi
akibat otot tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot yang berlebihan
atau ketika terjadi kontraksi ,otot belum siap,terjadi pada bagian groin
muscles (otot pada kunci paha),hamstring (otot paha bagian bawah),dan
otot guadriceps. Fleksibilitas otot yang baik bisa menghindarkan daerah
sekitar cedera kontusio dan membengkak (Chairudin Rasjad,1998).
2.5.7. Komplikasi
Strain yang berulang
Tendonitis
2.5.8. Penatalaksanaan
Istirahat. Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat
penyembuhan
Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan
mengontrol pembengkakan.
Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah atau kering
diberikan secara intermioten 20-48 jam pertama yang akan
mengurangi perdarahan edema dan ketidaknyamanan.
Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24 – 72 jam sedangkan mati
rasa biasanya menghilang dalam 1 jam. Perdarahan biasanya
berlangsung selama 30 menit atau lebih kecuali jika diterapkan
tekanan atau dingin untuk menghentikannya. Otot, ligament atau
tendon yang kram akan memperoleh kembali fungsinya secara
penuh setelah diberikan perawatan konservatif.
2.6. Kontusio
2.6.1. Definisi
Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan tumpul,mis :
pukulan, tendangan atau jatuh (Brunner & Suddart,2001: 2355).
Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau pukulan
pada kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil
pecah, sehingga darah dan cairan seluler merembes ke jaringan sekitarnya
(Morgan, 1993: 63)
2.6.2. Etiologi
Benturan benda keras.
Pukulan.
Tendangan/jatuh
2.6.4. Gejala
Nyeri
Bengkak
Perubahan warna
Kompres dingin intermitten kulit berubah menjadi hijau/kuning, sekitar
satu minggu kemudian, begkak yang merata, sakit, nyeri dan pergerakan
terbatas.
Kontusio kecil mudah dikenali karena karakteristik warna biru atau
ungunya beberapa hari setelah terjadinya cedera.
Kontusio ini menimbulkan daerah kebiru-biruan atau kehitaman pada
kulit. \
Bila terjadi pendarahan yang cukup, timbulnya pendarahan didaerah yang
terbatas disebut hematoma.
Nyeri pada kontusio biasanya ringan sampai sedang dan pembengkakan
yang menyertai sedang sampai berat (Hartono Satmoko, 1993:191)
2.6.5. Patofisiologi
Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa ada
kerusakan kulit. Kontusio dapat juga terjadi di mana pembuluh darah lebih
rentan rusak dibanding orang lain. Saat pembuluh darah pecah maka darah
akan keluar dari pembuluhnya ke jaringan, kemudian menggumpal, menjadi
Kontusio atau biru. Kontusio memang dapat terjadi jika sedang stres, atau
terlalu lelah. Faktor usia juga bisa membuat darah mudah menggumpal.
Semakin tua, fungsi pembuluh darah ikut menurun (Hartono Satmoko, 1993:
192).
Endapan sel darah pada jaringan kemudian mengalami fagositosis dan
didaur ulang oleh makrofag. Warna biru atau unguyang terdapat pada kontusio
merupakan hasil reaksi konversi dari hemoglobin menjadi bilirubin. Lebih
lanjut bilirubin akan dikonversi menjadi hemosiderin yang berwarna
kecoklatan.
Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan dan
tetap mengalir dalam sirkulasi darah. Hal tersebut dipengaruhi oleh kondisi
pembuluh darah, jumlah dan kondisi sel darah trombosit, serta mekanisme
pembekuan darah yang harus baik. Pada purpura simplex, penggumpalan
darah atau pendarahan akan terjadi bila fungsi salah satu atau lebih dari ketiga
hal tersebut terganggu (Hartono Satmoko, 1993: 192).
2.6.6. Penatalaksanaan
Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman.
Tinggikan daerah injury.
Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap
pemberian) untuk vasokonstriksi, menurunkan edema, dan
menurunkan rasa tidak nyaman.
Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama
(20-30 menit) 4 kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan absorpsi.
Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak.
Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila ada
indikasi (Brunner & Suddart,2001: 2355).
Menurut Agung Nugroho (1995: 53) penatalaksanaan pada cedera
kontusio adalah sebagai berikut:
Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan
pendarahan kapiler.
Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat
pemulihan jaringan-jaringan lunak yang rusak.
Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan maupun
pertandingan berikutnya.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Trauma muskuloskletal biasanya menyebabkan disfungsi struktur
disekitarnya dan struktur pada bagian yang dilindungi atau disangganya.
Gangguan yang paling sering terjadi akibat trauma muskuloskletal adalah
kontusio, strain, sprain dan dislokasi.
Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada
jaringan lunak yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang
langsung mengenai jaringan, seperti pukulan, tendangan, atau jatuh. Sprain
adalah bentuk cidera berupa penguluran atau kerobekan pada ligament
(jaringan yang menghubungkan tulang dengan tulang) atau kapsul sendi,
yang memberikan stabilitas sendi. Strain adalah bentuk cidera berupa
penguluran atau kerobekan pada struktur muskulo-tendinous (otot dan
tendon) sedangkan Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang
dari kesatuan sendi.
3.2. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan kita tentang asuhan keperawatan klien dengan trauma
musculoskeletal : kontusio, sprain, strain dan dislokasi. Kami selaku
penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para
pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Terima Kasih.
DAFTAR PUSTAKA
Andri Andreas.Dr. 2012. Basic Trauma Cardiac Life Support. Jakarta: AGD
Dinkes Provinsi DKI Jakarta.
Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi
Keperawatan(Edisi 3) Jakarta: EGC.
Brunner & Suddart. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
http://zillyannurse.blogspot.com/2011/11/askep-trauma-muskuloskeletal.html