Anda di halaman 1dari 26

Aksa Santi Samangun

Katarina Maria Paskalia


Mitha Suci Vionita
Muhammad Hairudin
Putri Andini
Rizka Dwi Sulistia
Siti Nurul Hidayati
Pengertian Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang baik
karena trauma, tekanan maupun kelainan patologis.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan
oleh trauma atau tenaga fisik (Price, 2005).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang
ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer, 2005).
Anatomi dan Fisiologi
Fraktur

Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra
seluler. Tulang berasal dari embrionic hyaline
cartilage yang mana melalui proses Osteogenesis
menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-sel
yang disebut Osteoblast. Proses mengerasnya
tulang akibat penimbunan garam kalsium. Ada 206
tulang dalam tubuh manusia.
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit
mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar-
osteoblas, osteosit dan osteoklas.

Tulang dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok berdasarkan bentuknya :
a. Tulang panjang (Femur, Humerus)
b. Tulang pendek (carpals)
c. Tulang pendek datar (tengkorak)
d. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata)
e. Tulang sesamoid

Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk
tubuh.
b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan
paru-paru) dan jaringan lunak.
c. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan
dengan kontraksi dan pergerakan).
d. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum
tulang belakang (hematopoiesis).
e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.
Etiologi

Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya
meremuk, gerakan puntir mendadak dan kontraksi otot
yang ekstrim. Patah tulang mempengaruhi jaringan
sekitarnya mengakibatkan oedema jaringan lunak,
perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur
tendon, kerusakan saraf dan pembuluh darah. Organ
tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang
disebabkan oleh fraktur atau gerakan fragmen tulang
(Brunner & Suddarth, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya fraktur

Faktor ekstrinsik yaitu meliputi kecepatan dan
durasi trauma yang mengenai tulang, arah serta
kekuatan tulang.
Faktor intrinsik yaitu meliputi kapasitas tulang
mengabsorpsi energi trauma, kelenturan, densitas
serta kekuatan tulang.
Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya
fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi,
pembengkakan lokal dan perubahan warna
(Smeltzer,2005).
Patofisiologi

Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada
tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan.
Trauma tidak langsung terjadi apabila trauma
dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah
fraktur, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap
utuh. Tekanan pada tulang dapat berupa tekanan
berputar, membengkok, kompresi bahkan tarikan
Kondisi patologis disebabkan karena kelemahan tulang
sebelumnya akibat kondisi patologis yang terjadi di
dalam tulang.
Fraktur spontan terjadi akibat stress tulang yang terjadi
terus menerus misalnya pada orang yang bertugas
dikemiliteran.
Menurut Smeltzer (2005), jenis fraktur
dapat dibagi menjadi :


Fraktur komplit
Fraktur tidak komplit
Fraktur tertutup
Fraktur terbuka/fraktur komplikata
tipe fraktur ekstermitas
fraktur collum humerus
fraktur humerus
fraktur suprakondiler humerus

fraktur radius dan ulna (fraktur antebrachi)
fraktur colles
fraktur metacarpal
fraktur phalang proksimal, medial, dan distal

tipe fraktur ekstermitas bawah


fraktur collum femur
fraktur femur
fraktur supra kondiler femur
fraktur patella
fraktur plateu tibia
fraktur cruris
fraktur ankle
fraktur metatarsal
fraktur phalang proksimal, medial dan distal
Penatalaksaan Fraktur dan
Kegawatdaruratan

Menurut Brunner & Suddarth (2005) selama pengkajian
primer dan resusitasi, sangat penting untuk
mengontrol perdarahan yang diakibatkan oleh trauma
muskuloskeletal. Perdarahan dari patah tulang panjang
dapat menjadi penyebab terjadinya syok hipovolemik.
Pasien dievaluasi dengan seksama dan lengkap.
Ekstremitas sebisa mungkin jangan digerakkan untuk
mencegah kerusakan soft tissue pada area yang cedera.
Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur


Untuk mempertahankan kehidupan pasien dan yang kedua
adalah mempertahankan baik anatomi maupun fungsi
seperti semula.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan


fraktur yang tepat adalah
a. survey primer yang meliputi Airway, Breathing,
Circulation,
b. meminimalisir rasa nyeri
c. mencegah cedera iskemia-reperfusi
d. menghilangkan dan mencegah sumber- sumber potensial
kontaminasi.
Komplikasi fraktur menurut Brunner & Suddarth
(2005) dibagi menjadi 2 yaitu:


Komplikasi awal
a. Syok
b. Emboli lemak
c. Compartment Syndrome

Komplikasi lambat
a. Nekrosis avaskular tulang
b. Reaksi terhadap alat fiksasi interna
c. Tarikan fragmen tulang juga dapat menyebabkan
kesalahan bentuk dari penyatuan tulang (malunion).
Kondisi kegawatdaruratan terkait fraktur
yang mengancam nyawa

Pendarahan Arteri Besar
Crush Syndrome
Sindroma Kompartemen

Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan Fraktur
Pengkajian

Keluhan utama
Riwayat perkembangan
Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat kesehatan sekarang
Pemeriksaan fisik
Riwayat psikososial
Pemeriksaan diagnostic
Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan rasa nyaman dn nyeri yang berhubungan dengan
spasme otot, edema, dan kerusakan jaringan.
b. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
kerusakan jaringan.
c. Cemas atau takut atau berduka.
d. Kurang pengetahuan.
e. Perubahan perfusi jaringan.
f. Resiko tinggi infeksi.
g. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit.
h. Gangguan citra tubuh.
i. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
j. Perubahan fungsi peran.
Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress atau ansietas.


Tujuan: Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan
tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan
tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik
sesuai indikasi untuk situasi individual

Intervensi

a. Pertahankan imobilisasi bagian sakit dengan tirah baring.


b. Tinggikan posisi ekstermitas yang terkena.
c. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif atau aktif.
d. Lakukan untuk tingkat kenyamanan (masase atau perubahan posisi).
e. Ajarkan penggunaan manajemen nyeri (teknik nafas dalam, imajinasi visual,
f. aktivitas dipersional.
g. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai
keperluan.
h. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.

Resiko infeksi berhubungan dengan
ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan
kulit atau trauma)

Tujuan :
Klien mendapatkan penyembuhan luka sesuai waktu,
bebas drainase purulent atau eritema dan demam.
Pengertian Pembidaian

Saleh (2006), menyatakan bahwa pembidaian
(splinting) adalah suatu cara pertolongan pertama
pada cedera atau trauma pada sistem
muskuloskeletal yang harus diketahui oleh dokter,
perawat, atau orang yang akan memberikan
pertolongan pertama pada tempat kejadian
kecelakaan. Pembidaian adalah cara untuk
mengistirahatkan (imobilisasi) bagian tubuh yang
mengalami cedera dengan menggunakan suatu alat.

Fitch (2008), menyatakan bahwa pembidaian
mengimobilisasi ekstremitas yang mengalami cedera dan
melindungi dari cedera yang lebih lanjut, mengurangi
nyeri dan perdarahan serta digunakan untuk memulai
proses penyembuhan. Pemakaian pembidaian pada
pasien rawat jalan termasuk didalamnya fraktur,
dislokasi dan sprain otot. Stabilisasi dari ektremitas yang
patah tulang dengan pembidaian membantu kesejajaran
tulang dan mengurangi ketidaknyamanan. Sesudah
dilakukan reduksi dari dislokasi, posisi anatomi dijaga
dengan pembidaian.
Tujuan Pembidaian

a. Untuk mencegah gerakan (imobilisasi) fragmen
patah tulang atau sendi yang mengalami dislokasi.
b. Untuk meminimalisasi/mencegah kerusakan pada
jaringan lunak sekitar tulang yang patah
(mengurangi/mencegah cedera pada pembuluh
darah, jaringan saraf perifer dan pada jaringan
patah tulang tersebut).
c. Untuk mengurangi perdarahan dan bengkak yang
timbul.
d. Untuk mencegah terjadinya syok.
Tipe-tipe Bidai atau
Splin

Gilbert (2011) menyatakan bahwa pembidaian
membantu mengurangi komplikasi sekunder dari
pergerakan fragmen tulang, trauma neurovaskular dan
mengurangi nyeri. Ada beberapa macam splint, yaitu:
a. Hard splint (bidai kaku)
b. Soft splint (bidai lunak)
c. Air slint atau vacuum splint
d. Traction splint (bidai dengan traksi)
Komplikasi Pembidaian

Saleh (2006) menyatakan bahwa komplikasi
pembidaian biasanya timbul bila kita tidak melakukan
pembidaian secara benar, misalnya;
a. Bisa menekan jaringan saraf, pembuluh darah atau
jaringan dibawah bidai yang bisa memperparah
cedera yang sudah ada, bila dipasang terlalu ketat.
b. Bila bidai terlalu longgar bisa menimbulkan
kerusakan pada saraf perifer, pembuluh darah, atau
jaringan sekitarnya akibat pergerakan ujung ujung
fragmen patah tulang.

Anda mungkin juga menyukai