Anda di halaman 1dari 48

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan

sesuai jenis dan luasnya atau ada juga yang mengartikan fraktur merupakan hilang

kontinuitas tulang - tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik yang bersifat

total maupun parsial. Fraktur vertebra thorakal adalah fraktur yang mengenai

daerah tulang belakang terutama thorakal. Ada 12 vertebra torakal, kadang-

kadang disebut juga vertebra dorsalis, dan setiap vertebra itu berhubungan dengan

salah satu dari 12 tulang iga (Thie, 2009).

Untuk thorakal 12 adalah vertebra thorakal terakhir, merupakan daerah

lumbal, tempat lima buah vertebra lumbal L1-L5. Yang terlihat jelas secara umum

untuk penderita fraktur vertebra adalah bentuk tubuh yang bungkuk, dan biasanya

disertai dengan tinggi badan yang berkurang belasan sentimeter. Ruas tulang

belakang yang mengalami fraktur biasanya beberapa tulang yang berdampingan

sekaligus, misalnya tulang vertebra lumbal 3,4 dan 5 (L III, L IV, L V), atau

vertebra thorakal 12, Lumbal 1 dan 2 (Th XII, L , II) (Tandra, 2009)

Trauma yang diakibatkan oleh kecelakaan atau injury dapat menyebabkan

berbagai cedera antara lain pada tulang belakang dapat berupa subluxation,

dislokasi dan fraktur. Hal ini akan menyebabkan ketidakstabilan pada columna

1
veterbralis. Ketidakstabilan ini bisa berupa gangguan neurology yang akut

maupun tidak langsung. Fraktur sering disebabkan trauma baik trauma langsung

maupun tidak langsung. Fraktur patologis sering terjadi pada orang tua

disebabkan oleh osteoporosis, penderita tumor, infeksi. Fraktur stres atau fatique

fractur disebabkan peningkatan drastis latihan pada atlit atau pada pemulaan

aktivitas baru. Timbulnya fraktur demikian bisa karena jatuh tertunduk, atau

tanpa trauma apapun tapi tubuh tampak semakin bungkuk. Jika mengalami

osteoporosisnya berat, tulang belakang akan sangat keropos, sehingga bersin atau

batuk sedikit saja bisa menyebabkan fraktur. Ada 30% fraktur kompresi atau

kolaps tulang belakang yang bahkan terjadi ketika berada di tempat tidur. Fraktur

verterbra biasanya tidak sampai harus dirawat di rumah sakit, tapi menimbulkan

sakit dan perlu tirah baring terus (Tandra, 2009). Pada trauma yang lebih berat

pasien dapat mengalami dislokasi fraktur, fraktur terbuka atau fraktur asimetris

yang buka hanya mengenai korpus veterbra tetapi juga elemen posteriornya

(Harrison, 2008)

B. Perumusan masalah

Bagaimanakah gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada ny. J dengan

fraktur vertebra 2 frangkle E di ruang Dahlia RSUD Abdul Wahab Syahranie

Samarinda

2
C. Tujuan penelitian

1. Tujuan umum : penulisan karya tulis ilmiah

bertujuan untuk

mendapatkan gambaran pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien

fraktur kompresi vl 2 frangkle E di ruang Dahlia Rumah Sakit Abdul

Wahab Sjahranie Samarinda

2. Tujuan khusus :

a) Memperoleh gambaran pelaksanaan pengkajian pada pasien fraktur

kompresi vl 2 frangkle E

b) Memperoleh gambaran masalah keperawatan nyeri akut , gangguan pola

tidur dan gangguan mobilitas fisik pada pasien fraktur kompresi vl 2

frangkle E

c) Memperoleh gambaran perencanaan/ intervensi keperawatan yang dapat

disusun berdasarkan masalah keperawatan yang muncul pada pasien

fraktur kompresi vl 2 frangkle E

d) Memperoleh gambaran pelaksanaan tindakan yang dilaksanakan pada

pasien fraktur kompresi vl 2 frangkle E

e) Memperoleh gambaran evaluasi yang dilaksanakan pada pasien fraktur

kompresi vl 2 frangkle E

D. Manfaat penelitian

3
Penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat dalam dua

aspek yaitu manfaat aplikatif ( bagi pasien, perawat, tenaga kesehatan) dan

manfaat keilmuan ( bagi penulis, peneliti, rumah sakit dan pendidikan)

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep medis

1. Pengertian

Fraktur merupakan terlepasnya kontunuitas tulang dan

ditentukan sesuai jenis serta luasnya ( Brunner & Suddart 2013 ).

Fraktur vertebra merupakan trauma kompresi hebat yang dapat

mengakibatkan fraktur dislokasi dengan rupturnya satu diskus,

apabila terjadi ruptur komunitai, rupturnya dua diskus ( Setiati,

Siti,dkk, 2014)

Fraktur vertebra merupakan gangguan kontunuitas jaringan

tulang yang terjadi apabila tulang mendapat stress yang lebih besar

dari yang bisa di absorbsinya yang terjadi pada ruas-ruas tulang

pinggul karna trauma/ atau benturan yang dapat mengakibatkan

tulang patah, berupa trau langsung atau tidak langsung ( mansjeor

2014)

2. Etiologi

Menurut Sjamsuhidajat, 2008

a) Trauma langsung

trauma langsung artinya benturan yang terjadi pada tulang

menyebabkan fraktur ditempat itu

5
b) Trauma tidak langsung

Trauma tidak langsung apabila titi benturan dengan adanya

fraktur berjauhan.

3. Patofisiologi

Fraktur tulang belakang bisa terjadi disepanjang kolumna

bertebra namun lebih sering terjadi di area servikal bagian

bawah serta pada daerah lumbal bagian atas. Pada dislokasi

akan nampak bahwa kanalis vertebalis pada daerah dislokasi

tersebut menjadi sempit, keadaan seperti ini akan menyebabkan

penekanan atau kompresi pada medula spinalis atau kompresi

yang berlangsung lama mengakibatkan jaringan terputus

akibatnya sering menyebabkan iskemia otot. Gejala dan tanda

yang menyertai peningkatan tekanan “ comparmental “

mencakup nyeri, kehilangan sensasi dan paralis. Hilangnya

tonjolan tulang tulang yang normal, pemendekan atau

pemanjangan tulang dan kedudukan yang khas untuk dislokasi

tertentu menyebabkan terjadinya perubahan bentuk

( deformitas). Imobilisasi membentuk terapi awal pasien

fraktur. Imobilisasi harus di capai sebelum pasien ditransfer dan

bila mungkin bidai harus dijulurkan paling kurang satu sendi

diatas dan dibawah tempat fraktur dengan imobilisasi

mengakibatkan sirkulasi darag menurun sehingga terjadi

6
perubahan perfusi jaringan primer. Markam,Seomarno 1992;

Sabiston 1992; Mansjeor 2000.

4. Manisfestasi klinis

a) Deformitas ( perubahan struktur dan bentuk ) dapat disebabkan

oleh ketergantungan fungsional otot pada kestabilan otot

b) Bengkak atau penumpukan cairan darah karena kerusakan

pembuluh darah berasal dari proses vasodilatasi, eksudasi

plasma dan adanya peningkatan leukosit pada jaringan sekitar

tulang.

c) Spasme otot karena tingkat kecacatan, kekuatan otot yang sering

disebabkan karena tulang menekan otot

d) Nyeri karena terdapat kerusakan jaringan dan perubahan struktur

yang meningkat karena penekanan sisi-sisi fraktur dan

pergerakan bagian fraktur

e) Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan

saraf dimana saraf ini dapat terjepit atau terputus oleh fragmen

tulang

f) Hilang atau berkurangnyta fungsi normal karena ketidakstabilan

tulang

g) Pergerakan abnormal

7
h) Krepitasi, sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur

sehingga menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya.

5. Pemeriksaan penunjang

a) Rontgen

b) Scan tulang/ temogram, CT Scan/ MRI

c) Cek Lab

d) Cek Kreatinin

6. Penatalaksanaan

Menurut Muttaqim, (2008 hlm.111) penatalaksanaan pada

trauma tulang belakang yaitu :

1. Pemeriksaan klinik secara teliti:

a) Pemeriksaan neurologis secara teliti tentang fungsi motorik,

sensorik, dan refleks.

b) Pemeriksaan nyeri lokal dan nyeri tekan serta kifosis yang

menandakan adanya fraktur dislokasi.

c) Keadaan umum penderita.

2. Penatalaksanaan fraktur tulang belakang:

a) Resusitasi klien.

8
b) Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi.

c) Perawatan kandung kemih dan usus.

d) Mencegah dekubitus.

e) Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian

rehabiIitasi lainnya.

5. Komplikasi

Menurut Smeltser, S 2001

a. Infeksi

b. Syok hipovolemik

c. Sindrom emboli lemak

d. Sindrom kompartemen

e. Koagolasi intravaskular desimenata

B. Konsep keperawatan

Menurut Arif Muttaqim, (2005, hlm. 103-107) hal-hal yang perlu dikaji

pada pasien fraktur lumbal adalah sebagai berikut:

1. Pengkajian.

a) Identitas klien, meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada. usia

muda), jenis kelamin (kebanyakan laki-laki karena sering mengebut

saat mengendarai motor tanpa pengaman helm), pendidikan, alamat,

9
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit

(MRS), nomor register, dan diagnosis medis.

b) Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolong-

an kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas,

inkontinensia urine dan inkontinensia alvi, nyeri tekan otot,

hiperestesia tepat di atas daerah trauma, dan deformitas pada daerah

trauma.

c) Riwayat penyakit sekarang. Kaji adanya riwayat trauma tulang bela-

kang akibat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan

industri, jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka tembak,

trauma karena tali pengaman (fraktur chance), dan kejatuhan benda

keras. Pengkajian yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas,

paralisis (dimulai dari paralisis layu disertai hilangnya sensibilitas

secara total dan melemah/menghilangnya refleks alat dalam) ileus

paralitik, retensi urine, dan hilangnya refleks-refleks.

d) Masalah penggunaan obat-obatan adiktif dan alkohol.

e) Riwayat penyakit dahulu. Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi

adanya riwayat penyakit degeneratif pada tulang belakang, seperti

osteoporosis dan osteoartritis.

f) Pengkajian psikososiospiritual.

g) Pemeriksaan fisik.

10
Pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data

pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per

sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan B3 (Brain) dan B6 (Bone)

yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan klien.

3) Pernapasan.

Perubahan sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok

saraf parasimpatis (klien mengalami kelumpuhan otototot

pernapasan) dan perubahan karena adanya kerusakan jalur

simpatik desenden akibat trauma pada tulang belakang sehingga

jaringan saraf di medula spinalis terputus. Dalam beberapa

keadaan trauma sumsum tulang belakang pada daerah servikal

dan toraks diperoleh hasil pemeriksaan fisik sebagai berikut.

a) Inspeksi. Didapatkan klien batuk, peningkatan produksi

sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas,

peningkatan frekuensi pemapasan, retraksi interkostal,

dan pengembangan paru tidak simetris.

b) Respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi).

Pola napas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal

tidak mampu mcnggerakkan dinding dada akibat

adanya blok saraf parasimpatis.

c) Palpasi. Fremitus yang menurun dibandingkan dengan

sisi yang lain akan didapatkan apabila trauma terjadi

pada rongga toraks.

11
d) Perkusi. Didapatkan adanya suara redup sampai pekak

apabila trauma terjadi pada toraks/hematoraks.

e) Auskultasi. Suara napas tambahan, seperti napas

berbunyi, stridor, ronchi pada klien dengan peningkatan

produksi sekret, dan kemampuan batuk menurun sering

didapatkan pada klien cedera tulang belakang yang

mengalami penurunan tingkat kesadaran (koma).

4) Kardiovaskular

Pengkajian sistem kardiovaskular pada klien cedera tulang

belakang didapatkan renjatan (syok hipovolemik) dengan

intensitas sedang dan berat. Hasil pemeriksaan kardiovaskular

klien cedera tulang belakang pada beberapa keadaan adalah

tekanan darah menurun, bradikardia, berdebar-debar, pusing saat

melakukan perubahan posisi, dan ekstremitas dingin atau pucat.

5) Persyarafan

a) Tingkat kesadaran. Tingkat keterjagaan dan respons

terhadap Iingkungan adalah indikator paling sensitif untuk

disfungsi sistem persarafan. Pemeriksaan fungsi serebral.

Pemeriksaan dilakukan dengan mengobservasi penampilan,

tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah, dan aktivitas

motorik klien. Klien yang telah lama mengalami cedera

tulang belakang biasanya mengalami perubahan status

mental.

12
b) Pemeriksaan Saraf kranial:

a) Saraf I. Biasanya tidak ada kelainan pada klien cedera

tulang belakang dan tidak ada kelainan fungsi

penciuman.

b) Saraf II. Setelah dilakukan tes, ketajaman penglihatan

dalam kondisi normal.

c) Saraf III, IV, dan VI. Biasanya tidak ada gangguan

mengangkat kelopak mata dan pupil isokor.

d) Saraf V. Klien cedera tulang belakang umumnya tidak

mengalami paralisis pada otot wajah dan refleks kornea

biasanya tidak ada kelainan

e) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal dan

wajah simetris.

f) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan

tuli persepsi.

g) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus

dan trapezius. Ada usaha klien untuk melakukan fleksi

leher dan kaku kuduk

h) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu

sisi dan tidak ada fasikulasi, Indra pengecapan normal.

c) Pemeriksaan refleks:

13
1) Pemeriksaan refleks dalam. Refleks Achilles

menghilang dan refleks patela biasanya melemah

karena kelemahan pada otot hamstring.

2) Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks

fisiologis akan menghilang. Setelah beberapa hari

refleks fisiologis akan muncul kembali yang didahului

dengan refleks patologis.

3) Refleks Bullbo Cavemosus positif

d) Pemeriksaan sensorik. Apabila klien mengalami trauma

pada kaudaekuina, mengalami hilangnya sensibilitas secara

me-netap pada kedua bokong, perineum, dan anus.

Pemeriksaan sensorik superfisial dapat memberikan

petunjuk mengenai lokasi cedera akibat trauma di daerah

tulang belakang

e) Perkemihan. Kaji keadaan urine yang meliputi warna,

jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat jenis urine.

Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan

dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal.

f) Pencernaan. Pada keadaan syok spinal dan neuropraksia,

sering dida-patkan adanya ileus paralitik. Data klinis

menunjukkan hilangnya bising usus serta kembung dan

defekasi tidak ada. Hal ini merupakan gejala awal dari syok

spinal yang akan berlangsung beberapa hari sampai

14
beberapa minggu. Pemenuhan nutrisi berkurang karena

adanya mual dan kurangnya asupan nutrisi.

g) Muskuloskletal. Paralisis motor dan paralisis alat-alat dalam

bergantung pada ketinggian terjadinya trauma. Gejala

gangguan motorik sesuai dengan distribusi segmental dari

saraf yang terkena.

b) Diagnosa keperawatan

Diagnosis Keperawatan menurut Boedihartono dalam Jitowiyono dan

Kristiyanasari (2010) antara lain :

a. Nyeri berhubungan dengan jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,

edema, dan cedera jaringan, alat traksi atau imobilisasi, stress, ansietas.

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan atau keletihan,

ketidakadekuatan oksigen, ansietas, dan gangguan pola tidur.

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan

status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan

dengan terdapat luka atau ulserasi, kelemahan, turgor kulit buruk,

terdapat jaringan nekrosis.

c) Intervensi

Perencanaan menurut Wilkinson dalam Jitowiyono dan Kristiyanasari, (2010)

antara lain :

15
a) Nyeri berhubungan dengan jaringan tulang, gerakan fragmen tulang,

edema, dan cedera jaringan, alat traksi atau imobilisasi, stress, ansietas

Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang. Kriteria hasil :

1) Nyeri berkurang atau hilang.

2) Klien tampak tenang

Intervensi

1) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga.

Rasional : Hubungan yang baik membuat klien dan keluarga

kooperatif.

2) Kaji tingkat intensitas dan frekuaensi nyeri

Rasional : Tingkat intensitas nyeri dan frekuensi menunjukkan skala

nyeri.

3) Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri

Rasional : memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan

klien tentang nyeri.

4) Observasi tanda-tanda vital

Rasional : tanda-tanda vital untuk mengetahui perkembangan klien.

5) Melakukan kolaborasi dengan tim medis pemberian analgetik

16
Rasional : Tindakan dependent perawat, analgetik berfungsi untuk

membelok stimulasi nyeri.

b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan atau keletihan,

ketidakadekuatan oksigen, ansietas, dan gangguan pola tidur

Tujuan : klien mempunyai cukup energi untuk beraktivitas Kriteria hasil :

1) Perilaku menampakkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri.

2) Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivitas

tanpa dibantu.

3) Koordinasi otot, tulang, dan anggota gerak lainnya.

Intervensi:

1) Rencanakan periode istirahat yang cukup

Rasional : Mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, energi t

erkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya secara optimal.

2) Berikan latihan aktivitas secara bertahan

Rasional : Tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses

aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun tujuan

yang tepat, mobilisasi dini.

3) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhannya

Rasional : Mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan pasien

pulih kembali.

17
4) Setelah latihan dan aktivitas kaji respon pasien Rasional : Menjaga

kemungkinan adanya respon abnormal dari tubuh sebagai akibat dari

latihan.

c) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan status

metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi dibuktikan dengan

terdapat luka atau ulserasi, kelemahan, turgor kulit buruk, terdapat

jaringan nekrosis.

Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai Kriteria hasil :

1) Tidak ada tanda-tanda infeksi

2) Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor .

3) Tanda-tanda vital dalam batas normal

Intervensi :

1) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka

Rasional : Mengetahui sejauh mana perkembangan luka

mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat. 33

2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan yang luka

Rasional : Mengidentifikasi tingkat keparahan luka sehingga

mempermudah intervensi.

3) Pantau peningkatan suhu tubuh

18
Rasional : Suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan

sebagai adanya proses peradangan.

4) Berikan perawatan luka dengan teknik aseptik. Balut luka dengan kasa

kering dan steril.

Rasional : Teknik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka

dan mencegah terjadinya infeksi.

5) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya

debridement

Rasional : Agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar

luas pada area kulit normal lainnya.

6) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan

Rasional : Balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung

kondisi parah atau tidaknya luka, agar tidak terjadi infeksi.

Kolaborasikan pemberian antibiotik sesuai indikasi Rasional : Antibiotik

berguna untuk mematikan mikroorganisme patogen pada daerah yang

beresiko terjadi infeksi.

d) Implementasi

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang

dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Rencana

keperawatan yang dibuat berdasarkan diagnosis yang tepat , diharapkan dapat

19
mencapai tujuan dan hasil yang diinginkan untuk mendukung dan

meningkatkan status kesehatan klien (Potter dan Perry, 2010).

e. Evaluasi

Evaluasi merupakan suatu proses kontinyu yang terjadi saat melakukan

kontak dengan klien. Setelah melaksanakan intervensi, kumpulkan data subyektif

dan obyektif dari klien, keluarga dan anggota tim kesehatan lain. Selain itu,

evaluasi juga dapat meninjau ulang pengetahuan tentang status terbaru dari

kondisi, terapi, sumber daya pemulihan, dan hasil yang diharapkan. (Potter dan

Perry, 2010). Menurut Wilkinson dalam Jitowiyono dan Kristiyanasari, (2010)

evaluasi dari tindakan mobilisasi dini baik ROM aktif maupun ROM pasif antara

lain meningkatnya mobilitas klien sehingga klien mampu melakukan pergerakan

dan perpindahan , klien mampu memenuhi kebutuhan aktivitas secara mandiri,

mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas, dapat memperagakan pengguanaan

alat bantu untuk mobilisasi, dan mempertahankan mobilitas secara optimal

20
BAB III

LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

A. Pengkajian

1. Biodata

a) identitas klien

Nama : Ny. J

Umur : 59 tahun

Agama : islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : IRT

Jenis kelamin : perempuan

Status perkawinan : janda

Alamat : jl. Diponegoro gg. Masjid rt3/ no. 31

Sumber informasi : pasien

2. Penanggung jawab

21
Nama : ny. W

Umur : 38 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Alamat : jl. Diponegoro gg. Masjid rt3/ no. 31

Status : menikah

Hubungan : anak

c) identitas medis

Tanggal/jam masuk :02 / 12 / 2019

Bangsal/kamar : dahlia/ 5002

Dx. Medis : fraktur kompresi vl 2 frankle E

No. Rm : 39. 01. 91

d) Riwayat penyakit

1) Keluhan saat masuk Rs: jatuh terduduk, klien mengatakan sakit

pada punggung

2) Keluhan utama saat pengkajian : klien mengatakan nyeri pada

bagian tubuh yang dioperasi, nyeri hilang dan timbul, klien

mengatakan sulit tidur ketika nyeri timbul

3) Riwayat penyakit sekarang : Hipertensi, fraktur kompresi vl2

frankle E

22
4) Riwayat penyakit terdahulu : stroke, hipertensi

e) Genogram

X X X
X

X
*

KET:

* : klien

-- : tinggal serumah

X : meninggal

: perempuan

23
: laki- laki

f) Pengkajian saat ini

a) Persepsi dan pemeliharaan kesehatan : tidak dikaji

b) Pola nutrisi/ metabolik

BB klien saat pengkajian : - kg, tinggi badan :-cm, lingkar

lengan:- cm

IMT= BB/TB/1002

Sebelum masuk rs : tidak dikaji

Selama dirawat : tidak dikaji

c) Pola eliminasi

a) Sebelum masuk Rs : klien mengatakan sebelumnya saat

buang air dia tidak dibantu

b) Selama dirawat : klien mengatakan selama di rawat buang

air di bantu anaknya dan menggunakan selang kencing

d) Pola aktivitas dan keletihan

Kemampuan 0 1 2 3 4

perawatan

24
diri

Makan/ V

minum

mandi V

toileting V

berpakaian V

Mobilisasi di V

tempat tidur

berpindah V

Ambulasi/ V

ROM

KETERANGAN :

0 : Mandiri

1 : Alat bantu

2 : Dibantu orang lain

3 : Dibantu orang dan alat

4 : Tergantung total

e) Pola persepsi

a) Penglihatan : NORMAL

b) Pendengaran : NORMAL

25
c) Pengecapan : NORMAL

d) Penciuman : NORMAL

e) Sensasi : NORMAL

f) Pola tidur dan istirahat

a) Sebelum sakit : sebelum sakit klien mengatakan tidak ada

masalah pada tidur dan istirahatnya

b) Selama dirawat : klien mengatakan sulit untuk tidur apabila

nyeri timbul

g) Pola persepsi kognitif : klien mengatakan penyakit yang ia derita

merupakan sebuah ujian dari Tuhan

h) Pola persepsi diri

a) Body image

Klien mengatakan sudah sewajarnya diusianya sudah sewajarnya

tubuh menjadi renta.

b) Ideal diri

Klien mengatakan idealnya tubuhnya mampu melakukan

kegiatan seperti sewajarnya.

c) Harga diri

klien mengatakan penyakit yang dialaminya tidak

mempengaruhi harga dirinya.

26
d) Peran

Klien mengatakan penyakit yang di alaminya tidak

mempengaruhi perannya dalam keluarga.

e) Identitas diri

Klien mengatakan penyakit yang di alaminya tidak

mempengaruhi identitasnya dalam masyarakat

g) Pola peran dan hubungan

Klien mengatakan ia telah menjanda

h) Pola seksual dan reproduksi

Klien mengatakan sudah monoupouse

i) Pola koping dan toleransi stress

Klien mengatakan ketika setress klien mengalihkan perhatiannya ke sholat dan

dzikir.

j) Pola nilai dan kepercayaan

Klien mengatakan ia seorang muslim

3. Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum :

b) TTV

27
TD : 160/80 mmHg

N : 89 x/mnt

RR : 20 x/mnt

S : 36.4°C

c) Kesadaran : compos mentis

d) Kepala : kebersihan kepala klien cukup baik, rambut lepek,

tidak ada masalah dengan bentuk kepala klien

e) Mata : Normal

f) Telinga : Normal

g) Mulut : Normal

h) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid

i) Extermitas : infus terpasang di tangan kanan, kekuatan

extermitas

kanan lebih baik dengan kekuatan 5, estermitas kiri kekuatannya 3.

4. Pemeriksaan penunjang

Lab, EKG,

28
Gambar 1.1

Pemeriksaan hematologi Hasil Nilai rujukan

Eritrosit 3.29 4.20 - 5.40

Hemaglobin 9.9 12.0 - 16.0

Hematokrit 29.2 37.0 - 54.0

PDW 15.7 9.0 - 13.0

Neutrofil # 7.5 1.5 - 7.0

Neutrofil % 74 40 - 74

Limfosit % 17 19 - 48

5. Terapi obat

a) Ceftriaxone

29
b) Omeprazole

c) Gentamicin

d) Santagesik

e) Keterolak

6. Analisa data

Data Etiologi Problem

Ds : klien mengatakan Agen pencedera fisik Nyeri akut

nyeri pada bagian tubuh ( prosedur operasi)

yang di operasi klien

mengatakan nyeri yang di

alaminya hilang dan

timbul

DO : klien meringis

Td : 170/90

N: 89

P : nyeri setelah operasi

Q : seperti di iris- iris

R : rasa nyerinya

menyebar

30
S : skala 8

T : ketika malam hari atau

saat melakukan mobilisasi

Ds : klien mengatakan Hambatan lingkungan Gangguan pola tidur

sulit tidur karena nyeri kondisi terkait nyeri

yang timbul

Do : mata cekung,

disekitar mata nampak

hitam, pasien nampak

lemah

Ds : klien mengatakan Nyeri Gangguan mobilitas fisik

nyeri pada bagian tubuh

yang di operasi

Do : klien tidak melakukan

ROM dengan baik, saat

melakukan pergerakan

klien, meringis kesakitan

B. Diagnosa keperawatan

31
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens pencedera fisik ( prosedur

operasi ) ditandai dengan mengeluh nyeri, sulit tidur

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan

kondisi klinis terkait nyeri ditantadai dengan mengeluh sulit tidur,

mengeluh istirahat tidak cukup

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan

kekuatan otot menurun, ROM menurun

C. Intervensi keperawatan

No. SDKI SLKI SIKI

1. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri

berhubungan dengan selama 2 x 24 jam


1.1. Identifikasi lokasi,
agens pencedera fisik diharapkan nyeri
karakteristik,durasi,
( prosedur operasi ) berkurangdengan kriteria
frekuensi,kualitas nyeri
ditandai dengan hasil
1.2. Identifikasi skala nyeri
mengeluh nyeri, sulit

tidur 1.3. Berikan teknik non-


 Keluhan nyeri
farmakologi untuk mengurangi

1 2 3 4 5 (menurun) rasa nyeri( mis. Terapi pijat)

 Meringis 1.4. Fasilitasi istirahat dan tidur

1 2 3 4 5 (menurun) 1.5. Jelaskan strategi

meredakan nyeri
 Gelisah

1.6. Ajarkan teknik

32
1 2 3 4 5 (menurun) nonfarmakologi untuk

mengurangi rasa nyeri


 Kesulitan tidur

1.7. Kolaborasi pemberian


1 2 3 4 5 (menurun)
analgesik, jika perlu.
 Tekanan darah

1 2 3 4 5 (membaik)

2. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan Dukungan tidur

berhubungan dengan selama 2 x 24 jam


2.1. Identifikasi faktor
hambatan lingkungan diharapkan gangguan pola
penganggu tidur
kondisi klinis terkait tidur membaik dengan
2.2. Modifikasi lingkungan
nyeri ditantadai kriteria hasil

dengan mengeluh 2.3. Ajarkan relaksasi otot

sulit tidur, mengeluh autogenik/ cara


 Keluhan sulit tidur
istirahat tidak cukup nonfarmakologis lainnya.

1 2 3 4 5 (meningkat)

 Keluhan istirahat tidak

cukup

1 2 3 4 5 (meningkat)

3. Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Terapi relaksasi otot progresif

33
fisik berhubungan selama 2 x 24 jam 1.3. Monitor secara berkala

dengan nyeri ditandai diharapkan gangguan untuk memastikan otot rileks

dengan kekuatan otot mobilitas fisik berkurang


2.3. Atur lingkungan agar tidak
menurun, ROM dengan kriteria hasil:
ada gangguan saat terapi
menurun
 Nyeri
3.3. Anjurkan memakai pakaian

1 2 3 4 5 (menurun) yang nyaman dan tidak sempit

 Kecemasan fisik 4.3. Anjurkan berlatih di antara

sesi regular dengan perawat


1 2 3 4 5 (menurun)

5.3. Anjurkan bernafas dalam


 Kelemahan fisik
dan perlahan.
1 2 3 4 5 (menurun)

 Kekuatan otot

1 2 3 4 5 (meningkat)

 Rentang gerak

1 2 3 4 5 (menurun)

D. Implementasi

34
Diagnosa Tgl/jam implementasi paraf

Nyeri akut 18 / 12 / 2019 1.1. Mengidentifikasi lokasi,

berhubungan dengan karakteristik,durasi,


15:20
agens pencedera fisik frekuensi,kualitas nyeri

( prosedur operasi )
1.2. Mengidentifikasi skala nyeri
ditandai dengan
1.3. Memberikanerikan teknik non-
mengeluh nyeri, sulit
farmakologi untuk mengurangi rasa
tidur
nyeri( mis. Terapi pijat)

1.4. Memfasilitasiasilitasi istirahat

dan tidur

1.5. Menjelaskan strategi meredakan

nyeri

1.6. Mengajarkan teknik

nonfarmakologi untuk mengurangi

rasa nyeri

1.7. Melakukan kolaborasi pemberian

analgesik, jika perlu.

Gangguan pola tidur 19 / 12 / 2019 2.1. Mengidentifikasi faktor

berhubungan dengan penganggu tidur


18:40
hambatan lingkungan
2.2. Memodifikasi lingkungan
kondisi klinis terkait
2.3. Mengajarkan relaksasi otot
nyeri ditantadai
autogenik/ cara nonfarmakologis

35
dengan mengeluh lainnya.

sulit tidur, mengeluh

istirahat tidak cukup

Gangguan mobilitas 19 / 12 / 2019 1.3. Memonitor secara berkala untuk

fisik berhubungan memastikan otot rileks


20 : 21
dengan nyeri ditandai
2.3. Mengatur lingkungan agar tidak
dengan kekuatan otot
ada gangguan saat terapi
menurun, ROM
3.3. Menganjurkan memakai pakaian
menurun
yang nyaman dan tidak sempit

4.3. Menganjurkan berlatih di antara

sesi regular dengan perawat

5.3. Menganjurkan bernafas dalam

dan perlahan.

E. Evaluasi

Diagnosa Tgl/ Jam SOAP

Nyeri akut 19 / 12 / 2019 S : Klien mengatakan nyeri mulai berkurang,

berhubungan dengan namun akan muncul kembali bila melakukan


20:50
agens pencedera fisik pergerakan.

( prosedur operasi )

36
ditandai dengan

mengeluh nyeri, sulit


O : Tidak ada tanda klien mengalami nyeri
tidur
A : Nyeri

No Indikator Sebelum Sesudah

1. Keluhan nyeri 8 3

2. Meringis 1 5

3. Gelisah 1 5

P : Lanjutkan intervensi 1. 4

Gangguan pola tidur 20 / 12 / 2019 S : Klien mengatakan tidak ada masalah dengan

berhubungan dengan pola tidur


18:17
hambatan lingkungan
O : klien nampak segar
kondisi klinis terkait
A :mengajarkan relaksasi otot autogenik/ cara
nyeri ditantadai
nonfarmakologis lainnya apabila terjadi masalah
dengan mengeluh
dengan istirahatnya klien.
sulit tidur, mengeluh

istirahat tidak cukup P : hentikan intervensi 1.4, masalah gangguan

pola tidur teratasi

Gangguan mobilitas 20 / 12 / 2019 S : klien mengatakan takut untuk melakukan

fisik berhubungan perpindahan serta bergerak


19 : 10
dengan nyeri ditandai
O : klien dibantu oleh anak saat melakukan
dengan kekuatan otot
pergerakan
menurun, ROM
A : memotivasi klien
menurun

37
P :lanjutkan intervensi, masalah belum teratasi

Gangguan mobilitas 21 / 12 / 2019 S : klien mengatakan mulai berani bergerak

fisik berhubungan tanpa bantuan


16 : 14
dengan nyeri ditandai
O : klien melakukan perpindahan tanpa bantuan
dengan kekuatan otot
A : menganjurkan berlatih saat pulang / di
menurun, ROM
rumah
menuru

P : intervensi dihentikan, pasien pulang

38
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Profil lahan praktik

Penulisan ini dilakukan di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

yang terletak di Jalan Palang Merah Indonesia No. 1, Sidodadi Samarinda

Ulu, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. RSUD Abdul Wahab Sjahranie

pada tanggal 1974 dikenal dengan Rumah sakit umum segiri. Pada 12

November 1977 diresmikan oleh Gubernur Kalimantan Timur yaitu Bapak

H.A Wahab Sjahranie untuk pelayanan rawat jalan. Pada 12 Juli 1984,

seluruh pelayanan rawat inap dan rawat jalan dipindahkan dari rumah sakit

lama (Selili) ke lokasi rumah sakit baru yang terletak di Jalan Palang Merah

Indonesia. Pada tahun 1987 nama RSUD Abdul Wahab Sjahranie diresmikan.

Fasilitas yang tersedia di RSUD Abdul Wahab Sjahranie antara lain Instalasi

Gawat Darurat 24 jam, Instalasi Rawat Jalan (20 klinik), Instalasi Rawat Inap

(733 tempat tidur), Laboratorium, Radiologi, Radioterapi, Instalasi Penunjang

Medik, Farmasi, Hemodialisa, Rehabilitasi Medik, Intensive Care Unit,

39
Kamar Operasi, Stroke Center. Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis

menggunakan Ruang dahlia dari tanggal 16 desember - 28 desember 2019.

Ruang Dahlia terdiri dari 2 tim yaitu tim 1 dari kamar 4000 - 4004

dengan tambahan ruang isolasi dan tim 2 dari kamar 5001 - 5005 ruangan

masing masing dapat menampung 6 pasien, 2 ruang tindakan, 1 ruang

perawat, 1 ruang kepala ruangan, 1 ruang mahasiswa, 1 ruang dokter muda, 1

ruang cleaning service dan 2 kamar mandi pegawai.

B. Pengkajian

Menurut Arif muttaqim 2005 hal - hal yang perlu dikaji pada pasien

fraktur vertebra lumbal ialah identitas klien, keluhan utama, riwayat penyakit

sekarang, masalah penggunaan obat adiktif atau alkohol, riwayat penyakit

terdahulu pengkajian yang perlu diperhatikan pada pasien fraktur vertebra

lumbal ialah pada sistem pernafasannya, kardiovaskuler serta persyarafan

klien.

Pengkajian yang dilakukan kepada nyonya J di dapatkan keluhan utamanya

ialah klien merasakan nyeri pada bagian tulang belakangnya, sulit untuk tidur

serta terganggunya pergerakan karna nyeri yang timbul ketika bergerak, nyeri

yang dirasakan berada di skala 5. Klien mengatakan ia memiliki hipertensi

serta stroke sekitar 5 tahun yang lalu menyerang bagian kiri tubuhnya.

Pengkajian yang ada dengan apa yang dilapangan terdapat perbedaan

dikarenakan perbedaan respon setiap orang.

C. Diagnosa keperawatan

40
Menurut Diagnosis Keperawatan menurut Boedihartono dalam Jitowiyono

dan Kristiyanasari (2010) terdapat beberapa masalah keperawatan yang

timbul seperti nyeri, inteloran aktivitas serta kerusakan intergritas kulit.

Sementara pada pasien kelolaan terdapat masalah keperawatan nyeri akut,

gangguan pola tidur tidak efektif serta gangguan mobilitas fisik. Adanya

perbedaan masalah keperawatan yang ada dapat disimpulkan bahwa diagnosa

yang terdapat di teori belum tentu ada pada pasien yang ada di Rs.

D. Intervensi

Perencanaan keperawatan yang diberikan kepada ny. J adalah manajemen

nyeri dimana rencana keperawatan tersebut dapat mengatasi masalah nyeri

yang dirasakan, kemudian untuk menyelesaikan masalah tidur klien

perencanaan yang di berikan ialah dukungan tidur serta untuk gangguan

mobilitas fisik perencanaan yang di ambil ialah terapi relaksasi otot progresif.

E. Implementasi

Implementasi yang didapat diterapkan kepada ny. J salah satunya relaksasi

pijat untuk mengurangi rasa nyerinya, melatih ny. J untuk melakukan terapi

ketika nyeri timbul sebelum waktu pemberian obat, implementasi yang

diberikan kemudian disesuaikan dengan kebutuhan klien. Selain melatih klien

untuk terapi relaksasi mengurangi nyeri, implementasipun diberikan kepada

keluarga salah satunya edukasi terapi relaksasi mengurangi nyeri

F. Evaluasi

Evualiasi dilakukan selama 3 x 24 jam dimana di hari pertama evaluasi klien

mengatakan nyeri mulai berkurang, dan klien bisa menggunakan terapi

41
relaksasi untuk mengurangi nyeri apabila nyeri dirasakan lagi. Dihari kedua

pola tidur klien membaik di karenakan nyeri yang dirasakan pada malam hari

berkurang namun klien belum berani melakukan perpindahan sendiri meski

bisa, sehingga pemberian motivasi dan melakukan sesi latihan agar

kepercayaan diri klien membaik. Dihari ketiga klien mampu melakukan

perpindahan tanpa bantuan keluarga maupun perawat.

42
BAB 5

PENUTUP DAN SARAN

A. PENUTUP

fraktur merupkan hal yang dapat terjadi kapan saja dan dapat

dialami siapa saja, kejadian fraktur dari kecelakaan kecil dapat

berbeda karena kekuatan tulang seseorang pun berbeda.Fraktur

merupakan kondisi dimana terjadi kontinuitas tulang akibat pajanan/

stres yang melebihikemampuan tulang untuk mengabsorpsinya.

Fraktur kompresi terjadi ketikasebuah bagian dari tulang spinal

tertekan hingga ke segmen lain. Tulangtorakal 12 dan lumbal 1

merupakan tulang yang rentan terjadi kompresi.Fraktur kompresi

dapat ditangani dengan cara non pembedahan danpembedahan.

Pembedahan yang dilakukan pada fraktur kompresi yaitudekompresi

dan stabilisasi. Setelah dilakukan pembedahan, dibutuhkan proses

rehabilitasi sebagai sarana kesiapan sebelum klien dapat beraktivitas

normal seperti sedia kala serta sebagai proses pengawasan dari

proses pembedahan itu sendiri.Proses rehabilitasi yang dilakukan

pada klien pasca pembedahan dekompresi dan stabilisasi yaitu

latihan rentang gerak dan mobilisasi dengan menggunakan kursi

roda. Kedua kegiatan ini diharapkan dapat membantu klien menjaga

kekuatan otot tubuh dan menyiapak klien untuk kembali beraktivitas

43
seperti semula.

B. SARAN

1. Bagi Instansi Rumah Sakit

Bagi RSUD Abdul Wahab Sjahranie, untuk meningkatkan mutu

pelayanan keperawatan yang ditunjang dengan pengadaan fasilitas-

fasilitas yang memadai untuk pasien yang mengalami gangguan

mobilitas,membuat lingkungan perawatan yang aman bagi pasien dan

lebih mengutamakan kenyamanan ruangan untuk mempermudah

pasien untuk istirahat.

2. Bagi perawat

Bagi perawat diharapkan untuk lebih rinci dan mudah di mengerti

pasien dalam memberikan Pendidikan kesehatan yang berhubungan

dengan penyakit pasien, sehingga mengurangi tingkat stres pada di

rumah sakit dan kecemasan berkurang.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan lebih menggambarkan kejadian-kejadian fraktur dan

bagaimana cara penganannya sesuai lokasi fraktur pada bagian yang

mudah di capai maupun yang di daerah yang sulit untuk di tangani

pada bagian tubuh.

4. Bagi pasien dan keluarga

44
Diharapkan keterlibatan dan kerja sama antara pasien dan keluarga

pasien dengan perawat dalam poses keperawatan, keluarga

memahami apa yang prosedur yang di berikan perawat sehingga

berkesinambunang , cepat dan tepat pada pasien.

5. Bagi penulis

Diharapkam mahasiswa yang melakukan studi kasus berikutnya untuk

lebih memperhatikan dalam pengaplikasian pengkajian dan diagnose

keperawatan supaya asuhan keperawatan yang dilakukan lebih akurat

45
DAFTAR PUSTAKA

Alifah mujiati wardani (2013). Fakultas ilmu keperawtan universitas indonesia.

Depok

Handayani(2013) laporan pendahuluan studi kasus fraktur. Fakultas ilmu

kesehatan. Suratakarta

Muttaqin,Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan

Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika

NANDA. 2012. Diagnosa Nanda: Definisi dan klasifikasi. Philadelphia: USA

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan Indikator

Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi dan Tindakan

Keperawatan. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Definisi dan Kriteria

Hasil. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Priyanti desi (2015). Laporan pendahuluan fraktur vertebra. Fakultas ilmu

kesehatan

46
Widiyaningsih ika(2014). Fakultas ilmu keperawatan universitas indonesia.

Depok

Wilkinson, A. (2010) rencana asuhan keperawatan dan dokumentasi keperawatan

: diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif . Jakarta : EGC

47
Lampiran 3

BIODATA PENELITI

A. Data Pribadi

Nama : nanda sekar buana

Tempat, Tanggal Lahir : loa duri, 27 agustus 1997

Alamat Asal : jalan turi loa duri ulu rt 3 rw 1

B. Riwayat Pendidikan

1. Tamat SD tahun 2010 di SD Negeri 006 Loa janan

2. Tamat SMP tahun 2012 di SMP Negeri 01 Loa janan.

3. Tamat SMA tahun 2016 d SMK kesehatan Samarinda

Samarinda, 6 Januari 2020

Nanda sekar buana


NIM. 17111024110223

48

Anda mungkin juga menyukai