Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Medis/Penyakit

1. Definisi

Fraktur dalam sehari-hari biasanya disebut juga dengan patah

tulang, fraktur biasanya disebabkan oleh trauma (kecelakaan atau jatuh

dari ketinggian) atau tenaga fisik (Rendy & Margareth, 2012). Fraktur

dalam sehari-hari biasanya disebut juga dengan patah tulang, fraktur

terjadi karena adanya trauma (kecelakaan atau jatuh dari ketinggian)

atau tenaga fisik (Rendy & Margareth, 2012).

2. Etiologi

Fraktur femur sering terjadi pada laki-laki dewasa dan pada wanita

lansia. Penyebab paling umum dari fraktur ini adalah kecelakaan

lalulintas. Hal ini terjadi karena meningkatnya jumlah kendaraan dan

kurang tertibnya pengguna lalulintas. Selain itu fraktur ini juga dapat

diakibatkan oleh jatuh dari ketinggian dan akibat luka tembak (Gupta,

Rani, & Kumar, 2016). Penyebab fraktur juga terbagi menjadi

beberapa yaitu:

1. Fraktur traumatik, cedera ini merupakan cedera traumatik pada

tulang yang dapat sibebakan oleh :

a. Cedera langsung merupakan trauma langsung yang dialami

oleh tulang contohnya seperti pukulan langsung pada tulang

sehingga tulang patah.Pada cedera tulang ini dapat

menyeabkan terjadinya open fraktur.


b. Cedera tidak langsung merupakan trauma yang terjadi jauh

dari daerah fraktur namun menyebabkan tulang tersebut

patah, contohnya jatuh dari ketinggian.

c. Cedera yang diakibatkan oleh kontraksi yang berlebihan

atau kontraksi yang keras dari otot yang kuat.

2. Fraktur patologik, cedera ini disebabkan adanya gangguan pada

tulang berupa penyakit yang mana apabila terjadi sedikit

trauma dapat menyebabkan fraktur. Adapun beberapa penyakit

tulang sebagai berikut:

a. Tumor tulang (jinak atau ganas), adanya pertumbuhan

jaringan baru yang tidak terkendali dan bersifat progresif.

b. Infeksi tulang (osteomielitis), adanya infeksi yang

menyerang tulang dan menyebabkan timbulnya rasa nyeri.

c. Rakhitis, hal ini terjadi akibat defisiensi vitamin D yang

biasanya terjadi akibat kegagalan absorbsi vitamin D atau

terjadi juga akibat kurangnya asupan kalsium atau fosfat

dalam tubuh.

3. Fraktur spontan yang disebaban oleh stres tulang yang

berlangsung terus menerus, contohnya pada kasus polio dan

orang yang bertugas dikemiliteran.

3. Patosiologis

Fraktur dibagi menjadi fraktur terbuka dan fraktur tertutup.

Tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan

dunia luar karena perlukaan di kulit. Sewaktu tulang patah perdarahan


biasanya terjadi di sekitar tempat patah kedalam jaringan lunak di

sekitar tulang tersebut, jaringan lunak yang biasanya mengalami

kerusakan. Reaksi pendarahan biasanya timbul hebat sekitar fraktur.

Sel-sel darah putih berkamulasi mengakibatkan peningkatan aliran

darah ketempat tersebut aktifitas osteoblast terangsang dan terbentuk

tulang baru amatur yang di sebut callus. Bekuan fibrin di reabsorbsi

dan sel-sel tulang baru mengalami remodelling untuk membentuk

tulang sejati. Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf

yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak di tangani dapat

menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan mengakibatkan

kerusakan syaraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan

mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusa darah total dan

berakibat anoreksia mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun

jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom compartment

(Brunner dan Suddart,2013).

4. Manifestasi klinik/ Tanda dan gejala

Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilngnya fungsi, deformitas,

pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan

warna.

a. Nyeri terus menerus dan tambah dan bertambah beratnya

sampai frakmen tulang di imobilisasi. Spasme otot yang

menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang

dirancang untuk meminimalkan gerakan fragmen tulang.


b. Setelah terjadi fraktur, bagian tak dapat di gunakan dan

cenderung bergerak secara alamiah (geraka luar biasa)

bukanya tetap kaku seperti normalnya. pergeseran fragmen

pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan diformitas

(terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa di ketahui

dengan membandingkan dengan ekstremitas normal.

Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena

fungsi normal otot tergantung pada integritas tempat

melengketnya otot.

c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang

sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat pada atas

dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling

melingkupi satu sama lain dari 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2

inci).

d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya

derik tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat

gesekan antara fragmen 1 dengan yang lainya. (uji krepitus

dapat mengakibatakan kerusakan jaringan lunak yang lebih

berat).

e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit dapat

terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang

mengikuti fraktur. Tanda ini biasa baru terjadi setelah

beberapa jam atau hari setelah tejadi cidera (Muttaqin,

2015).
5. Pemeriksaan Penunjang

Adapun beberapa periksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan

diagnosa fraktur femur adalah sebagai berikut.

a. Pemeriksaan rontgen untuk menentukan lokasi/luanya

fraktur/trauma

b. Scan tulang, scan CT/MRI untuk memperlihatkan

fraktur,juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi

kerusakan jaringan lunak.

c. Arteriogram :Dilakukan bila kerusakan vaskuler di curigai

d. Hitung darah lengkap : HT mungkin meningkat

(hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna

pada sisi fraktur) perdarahan bermakna pada sisi fraktur

atau organ jauh pada mulltipel.

e. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinin

untuk klirens ginjal

f. Profil kagulasi : Penurunan dapat terjadi pada kehilangan

darah, transfuse multiple, atau cidera hati (doenges dalam

jitowiyono, 2016:21).

6. Penatalaksanaan

Prinsip penangan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke

posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa

penyembuhan patah tulang (imobilisasi). (Sjamsuhidayat & jong, 2015)

Penatalaksaan yang dilakukan adalah:

a. Fraktur femur tertutup


1) Terapi konservatif

2) Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan

terapi definitif untuk mengurangi spasme otot.

3) Traksi tulang berimbang dengan bagian pearson pada sendi lutut.

Indikasi traksi utama adalah faraktur yang bersifat kominutif dan

segmental.

4) Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah union fraktur

secara klinis.

b. Seluruh Fraktur

1) Rekoknisis/Pengenalan, riwayat kajian harus jelas untuk

menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya.

2) Reduksi/Manipulasi/Reposisi untuk memanipulasi fragmen

tulang supaya kembali secara optimal seperti semula secara

optimal. Dapat juga diartikan reduksi fragtur (setting tulang)

adalah mengembalikan fragmen tulang pada posisi

kesejajaranya rotasfanatomis.

3) ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan

internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi

ORIF untuk mempertahankan posisi frakmen tulang agar tetap

menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini

berupa Intra Modullary Nail biasanya digunakan untuk fraktur

tulang panjang dengan tipe fraktur tipe fraktur transver.

4) Retensi/Imobilisasi dilakukan untuk menahan fragmen tulang

sehingga kembali seperti semula secara optimun. Imobilisasi


fraktur. Setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus di

imobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi kesejajaran yang

benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan

dengan fiksasi ekterna atau intena. Metode fiksasi ekterna

meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik

gips, atau fiksator ekstena. Implant logam dapat di gunakan

untuk fiksasi interna untk mrngimobilisasi fraktur.

5) Rehabilitasi untuk menghindari atropi dan kontraktur dengan

fisioterapi. Segala upaya di arahkan pada penyembuhan tulang

dan aringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus

dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis.

Pengkajian peredaran darah, nyeri, perebaan, gerakan) di

pantau, dan ahli bedah ortopedi di beritahu segera bila ada

tanda gangguan neurovaskuler.

7. Komplikasi

Komplikasi setelah fraktur adalah syok yang berakibat fatal

setelah beberapa jam ssetelah cidera, emboli lemak, yang dapat terjadi

dalam 48 jam atau lebih, dan sindrom kompartemen, yang berakibat

kehhilangan fungsi ekstremitas permanen jika tidak di tangani segera.

Adapun beberapa komplikasi dari fraktur femur yaitu :

a. Syok

Syok hipofolemik atau traumatic akibat pendarahan (bik

kehilangan darah eksterma atau interma)dan kehilangan

cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak dapat terjadi pada


fraktur ekstremitas, torak, pelvis, dan vertebra karena tulang

merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat trjadi

kehilangan banyak darah dalam jumlah yang besar sebagai

akibat trauma, khususnya untuk fraktur femur pelvis.

b. Emboli Lemak

Setelah terjadi fraktur femur panjang atau pelvis, fraktur

multiple atau cidera remuk dapat terjadi emboli lemak,

khususnya untuk pria dewasa muda usia 20-30 tahun. Pada

saat terjadi fraktur globula lemak dapat termasuk kedalam

darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari

tekanan kapiler atau karena tekanan katekolamin yang

dilepaskan karena reaksi stres pasien akan memobilisasi

asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak

dalam aliran darah. Gllobula lemak akan bergabung dengan

trombosit membentuk emboli, yang kemudian menyumbat

pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan

organ lain. Awitan dan gejalanya sangat cepat dapat terjadi

beberapa jam sampai satu minggu setelah cidera, gambaran

khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardi dan pireksia.

c. Sindrom Kompertemen

Sindrom kompartemen adalah suatu kondisi dimana terjadi

peningkatan tekanan interstisial di dalam ruangan yang

terbatas, yaitu didalam kompertemen osteofasial yang

tertutup. Peningkatan tekanan intra kompertemen akan


mengakibatkan bekurangnya perfusi jaringan dan tekanan

oksigen jaringan, sehingga terjadi gangguan sirkulasi dan

fungsi jaringan di dalam ruang tersebut. Ruang tersebut

terisi oleh otot-otot individual dan terbungkus oleh

epimysium. Sindrom kompertemen di tandai dengan nyeri

yang hebat, parestasi, paresis, pucat, desertai denyut nadi

yang hilang. Secra anatomi sebagian komperteman terletak

di anggota gerak dan paling sering di sebabkan oleh trauma,

terutama mengenai daerah tungkai bawah dan tungkai atas.

d. Nekrosis Avaskular Tulang

Cedera, baik fraktur maupun dislokasi, seringkali

mengakibatkan iskemia tulang yang berujung pada nekrosis

afaskuler. Nekrosis avaskuler ini sering di jumpai pada

kaput femoris, bagian proksimal os scapphooid, os.

Lumatum, dan os. Talus (Suratum, 2015).

f. Atropi Otot

Atrofi adalah pengecilan dari jaaringan tubuh yang telah

mencapai ukuran normal. Mengecilnya otot tersebut terjadi

karena karena sel-sel spesifik yaitu sel-sel parnkim yang

menjalankan fungsi otot tesebut mengecil. Pada pasien

fraktur, atrofi terjadi akibat otot yang tidak digerakkan

(disuse) sehingga meetabolisme sel otot, aliran darah tidak

adekuat ke jaringan otot (Suratum, dkk, 2015).

B. Konsep Keperawatan
Pengkajian

1) Identitas klien : Nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa

yang digunakan sehari-hari, status perkawinan, pendidikan , pekerjaan,

tanggal MRS, diagnosa medis.

2) Keluhan Utama : Pada umunya keluhan utama pada kasus fraktur

adalah rasa nyeri.

3) Riwayat Penyakit

(1) Riwayat penyakit sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab terjadinya

fraktur, yang dapat membantu dalam menentukan perencanaan tindakan.

(2) Riwayat penyakit dahulu

Pengumpulan data ini ditentukan kemungkinan penyebab fraktur dan

memberi bentuk berapa lama tulang tersebut menyambung.

(3) Riwayat penyakit keluarga

Pengumpulan data ini untuk mengetahui penyakit keluarga yang

berhubungan dengan penyakit tulang yang merupakan salah satu faktor

terjadinya fraktur .

4) Aktivitas /istirahat

Apakah setelah terjadi fraktur ada keterbatasan gerak/kehilangan fungsi

motorik pada bagian yang terkena fraktur (dapat segera maupun sekunder,

akibat pembengkakan/ nyeri).

5) Sirkulasi

Terdapat tanda hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap

nyeri/ansietas) atau hypotention (hipovolemia). Takikardi (respon stress,


hipovolemia). Pembengkakan jaringan atau massa hematoma pada sisi

cidera.

6) Neurosensori

Gejala yang muncul antar lain spasme otot, kebas/kesemutan, deformitas

local, pemendekan rotasi, krepitasi, kelemahan/kehilangan fungsi.

7) Nyeri/ Kenyamanan

Nyeri berat tiba-tiba saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area jaringan

atau kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tidak ada nyeri

akibat kerusakan saraf dan spasme/kram otot.

8) Keamanan

Tanda yang muncul laserasi kulit, avulasi jaringan, perdarahan, dan

perubahan warna kulit dan pembengkakan lokal (Lukman, 2012).

1. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik tentang respon

individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses

kehidupan yang actual atau potensial. Diagnosis keperawatan

merupakan dasar pemilihan intervensi dalam mencapai tujuan yang

telah ditetapkan oleh perawat yang bertanggung jawab. Masalah

keperawatan yang muncul adalah :

D.0077 (SDKI) Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik

D.0009 (SDKI) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan

penurunan suplai darah kejaringan

D.0129 (SDKI) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan

fraktur terbuka
D.0054 (SDKI) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan

nyeri, terapi, restriktif imobilisasi ( PPNI, 2016).

2. Intervensi

Intervensi keperawatan adalah perencanaan asuhan keperawatan

untuk pasien sesuai dengan diagnosa yang ditegakkan sehingga

kebutuhan pasien tersebut dapat terpenuhi (Wilkinson, 2012).

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


.
1. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan Tingkat kenyamanan 1.1 Lakukan pengkajian
dengan agen Kriteria Hasil: nyeri secara
injuri fisik 1. Klien melaporkan komprehensif
nyeri berkurang termasuk lokasi,
dengan skala 2 karakteristik, durasi,
sampai 3 frekuensi, intensitas,
2. Ekspresi wajah dan factor penyebab
tenang 1.2 Observasi reaksi non
3. Menyatakan rasa verbal dari
nyaman setelah nyeri ketidaknyamanan
berkurang 1.3 Observasi tanda-
tanda vital
1.4 Ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam
1.5 Berikan analgetik
2. Perfusi NOC : NIC:
perifer tidak Circulation status Tissue 2.1 Monitor adanya
efektif Perfusion Cerebral daerah tertentu yang
berhubungan Kriteria Hasil: hanya peka terhadap
dengan Mendemostrasikan status panas/dingin/tajam/t
penurunan sirkulasi yang ditandai ump ul
suplai darah dengan : 2.2 Instruksikan keluarga
ke jaringan untuk mengobservasi
1. Tekanan systole dan kulit jika ada lesi
diastole dalam 2.3 Monitor adanya
rentang yang tromboplebitis
diharapkan 2.4 Diskusikan mengenai
2. Tidak ada ostostatik penyebab perubahan
hipertensi sensasi .
3. Tidak ada tanda-
tandapeningkatan
tekann intracranial
(tidak lebih dari
15mmhg)

Mendemostrasikan
kemampuan kognitif yang
ditandai dengan :

1. Berkomunikasi
dengan jelas sesuai
dengan kemampuan
2. Menunjukan
perhatian ,konsntrasi
dan orientasi
3. Memproses
informasi
4. Membuat keputusan
dengan benar
3. Gangguan NOC: NIC:
integritas Skin and mucous 3.1 Anjurkan pasien
kulit Membranes untuk menggunakan
berhubungan Kriteria Hasil: pakaian yang longgar
dengan 1. Integritas kulit yang 3.2 Jaga kebersihankulit
fraktur baik bisa agar tetap bersih dan
terbuka dipertahankan kering
2. Perfusi jaringan baik 3.3 Mobilisasi
3. Menunjukan pasien(ubah posisi
pemahaman dalam pasien) setiap dua
proses perbaikan jam sekali
kulit dan mencegah 3.4 Monitor kulit akan
terjadinya sedera adanya kemerahan
berulang 3.5 Oleskan lotion atau
4. Mampu melindungi minyak baby oil pada
kulit dan daerah yang tertekan
mempertahankan 3.6 Monitor aktivitas dan
kelembapan kulit dan mobilisasi pasien
perawatan alam 3.7 Monitor status nutrisi
pasien

4. Gangguan NOC: NIC:


mobilitas Mobility level Self care 4.1. Monitor vital. Sign
fisik :ADLs sebelum atau
berhubungan Kriteria Hasil: sesudah latihan dan
dengan 1. Klien meningkat lihat respon pasien
nyeri, terapi, dalam aktivitas fisik saat latihan
restriktif 2. Mengerti tujuan dari 4.2. Ajrkan pasien atau
imobilisasi peningkatan tenaga kesehatan lain
mobilitas tentang teknik
3. Memverbalisasikan ambulasi
perasaan dalam 4.3. Kaji kemampuan
meningkatkankekuat pasien dalam
an dan kemampuan mobilisasi
berpindah 4.4. Latih pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secra mandiri
5. Implementasi

Implementasi adalah tahap tindakan dalam proses keperawatan

dimana harus membutuhkan penerapan intelektual, interpersonal, dan

teknis (Martin dan Griffin, 2014). Implementasi keperawatan adalah

suatau tindakan keperawatan yang sebelumnya telah di rencanakan pada

intervensi keperawatan. Setelah melakukan implementasi hendaklah

perawat melihat respon subjektif maupun objektif pasien.

6. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang

memungkinkan perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan

telah berhasil meningkatkan kondisi klien (Potter & Perry, 2009).

Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu evaluasi formatif dan evaluasi

sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan

dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera

setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai

keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan

evaluasi formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan

istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan klien), objektif (data

hasil pemeriksaan), analisis data(pembandingan data dengan teori), dan

perencanaan (Asmadi, 2008).

Anda mungkin juga menyukai