Anda di halaman 1dari 15

2.

Konsep dasar penyakit

a. Definisi

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan umumnya
dikarenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Fraktur adalah rupturnya kontinuitas struktur dari
tulang atau kartilago dengan tanpa disertai subluksasi fragmen yang terjadi karena tmuma
atau aktivitas fisik dengan tekanan yang berlebihan (Ningsih, 2011).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tualng, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang
biasanya disebabkan rudakpaksa/tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya (Lukman &
Ningsih, 2009). Fraktur tulang adalah patah pada tulang. Istilah yang digunakan untuk
menjelaskan. Berbagai jenis fraktur tulang antara lain fraktur inkomplit, fraktur simple dan
fraktur compound (Elizabet J. Crowin, Phd, MSN, CNP, 2008), Fraktur dibedakan menjadi:

1. Fraktur Tertutup adalah fraktur dengan kulit yang tidak tembus oleh fragmen tulang,
sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.

2. Fraktur Terbuka adalah fraktur dengan kulit ekstremitas yang terlibat telah tembus,
dan terdapat hubungan antara fragmen tulang dan dunia luar. Karena adanya
perlukaan kulit. Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu:

A. Grade 1: sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit, luka <1 cm, kerusakan.
Jaringan, tidak ada tanda luka remuk, fraktur sederhana, komunikatif ringan,
kontaminasi minimal.

b. Grade II: Fraktur terbuka dan sedikit kerusakan kulit, laserasi <1 cm, kerusakan
jaringan lunak tidak luas, flap, komunikatif sedang. Kontaminasi sedang

c. Garde III: Banyak sekali jenis kerusakan kulit, otot jaringan saraf dan pembuluh darah
serta luka sebesar 6-8 cm. (Sjamsuhidayat, 2010 dalam

Wijaya & putri, 2013)


b. Etologi

Etilogi fraktur berdasarkan klasifikasinya antara lain:

1. Cedera Traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:

a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang


patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedara tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan. Menyebabkan fraktur
klavikula.

c. Fraktur yang disebakan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.

2. Fraktur Patologik

Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma
minor dapat menyebabkan fraktur, seperti:

a. Tumor tulang (jinak dan ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif

b. Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat dari infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit
nyeri.

c. Rakhitis merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi


Vitamin D.

d. Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di
kemiliteran. Sachdeva, 2002 dalam Kristiyansari, 2012)
Patofisiologi dan Pathways

Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan


adanya gaya tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik, dan
patologik. Tulang bersifat rapuh namun cukup. Mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan apabila tekanan ekstemal yang datang lebih besar maka
terjadi trauma. Yang mengakibatkan terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur periosteum dan pembuluh darah serta saraf korteks, marrow,
dan jaringan lunak yang membungkus tulang akan rusak. Sewaktu patah
tulang biasanya terjadi perdarahan disekitar tempat patah kedalam jaringan
lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami
kerusakan.

Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Infusiensi pembuluh


darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan
yang tidak dapat ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan
akan mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan. Faktor yang
mempengaruhi fraktur yaitu tekanan dari luar tergantung besar kecilnya
tekanan dan daya tahan tulang seperti kepadatan atau kekerasan tulang.
e. Manifestasi Klinis

1. Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat


karena penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.

2. Deformitas (perubahan struktur dan bentuk) disebakan oleh


ketergantungan fungsional otot pada kesetabilan otot.

3. Pembengkakan akibat vasodilatasi, eksudasi plasma dan adanya


peningkatan leukosit pada jaringan disekitar tulang.

4. Saat ektremitas diperiksa di tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan


krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.

5. Kurang sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf.

Dimana saraf ini dapat terjadi atau terputus oleh fragmen tulang. 6. Hilangnya
atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan

Tulang, nyeri atau spasme otot.


6. Krepitasi sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur sehingga
menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya.

7. Pergerakan abnormal.

9. Spasme otot karena tingkat kecatatan, kekuatan otot yang sering disebabkan
karena tulang menekan otot. (Mansjoer, Arif, 2014).

e. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik

1. X-ray: untuk menentukan luas/lokasi fraktur.

2. Scan tulang: untuk memperlihatkan fraktur dengan jelas, mengidentifikasi


kerusakan jaringan lunak.

3. Arteriogram: untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vasekuler.

4. Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada


perdarahan, peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan

5. Kreatinin: trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk klirens


ginjal.

6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi


darah atau cedera hati. (Dongoes, 2002 dalam Wijaya Putri, 2013: 2014)

f. Penatalak sa na an

Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke posisi


semula dan mempertahankan posisi itu selama masal penyembuhan patah
tulang. Cara pertama penanganan adalah proteksi saja tanpa reposisi atau
imobilisasi, misalnya menggunakan mitela. Biasanya di lakukan pada fraktur
iga dan fraktur klavikula pada anak. Cara kedua adalah imobilisasi luar tanpa
reposisi, biasanya di lakukan pada patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi.
Cara ketiga adalah reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan
imobilisasi, biasanya di lakukan pada patah tulang radius distal. Cara keempat
adalah reposisi dengan traksi secara terus menerus selama masa tertentu. Hal
ini dilakukan pada patah yang apabila direposisi akan terdislokasi di dalam
gips. Cara kelima berupa reposisi yang diikuti imobilisasi dengan fiksasi luar.
Cara keenam berupa reposisi secara non-operatif diikuti dengan pemasangan
fiksator tulang secara operatif. Cara ketujuh berupa reposisi secara operatif
diikuti dengan fiksasi interna yang bisa disebut dengan ORIF (Open Reduction
Internal Fixation). Cara yang terakhir berupa eksisi figmen patahan tulang
dengan prostesis (Sjamsuhidayat dkk.2010)
1. Penatalakasanaan Konservatif

a. Proteksi adalah proteksi fraktur yang mencegah trauma lebih lanjut. dengan
cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat apada
anggota gerak bawah.

b. Imobilisasi dengan bidang eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan bidai


eksterna hanya memberikan imobilisasi. Biasanya menggunakan gips atau
macam-macam bidai dari plastik atau metal.

c. Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan imobilisasi ekterna


dengan menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan. manipulasi
dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal.

d.Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi, tindakan ini
mempunyai tujuan utama, yaitu beberapa reduksi yang bertahap imobilisasi.

2. Penatalaksanaan Pembedahan.

a. Reduksi tertutup dengan fiksasi perkuatan atau K-Wire.

b.Reduksi terbuka dengan fiksasi internal dan fiksasi eksternal tulang.

g. Pengkajian fokus keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,


untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini
terbagi atas:

a. Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.

b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:

1. Provoking Incident, apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi


faktor presipitasi nyeri.
2. Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3. Region radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4.
5. 4. Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
6.
7. 5. Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.

c. Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk


menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat
rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi
dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaan bisa. diketahui luka kecelakaan yang
lain.
8.
9. d. Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan
penyebab fraktur dan. memben petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan
penyakit paget's yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit
untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki
sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga
diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
10.
11. e. Riwayat Penyakit Keluarga
12.
13. Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur. seperti diabetes,
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker
tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
14.
15. f. Riwayat Psikososial
16.
17. Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat sertarespon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat.
18.
19. g. Riwayat Penyakit Lingkunagan
20.
21. Pada pengkajian ini membahas kondisi tempat tinggal, dan lokasi.
meliputi: apakah lokasi dekat dengan pabrik, jalan raya, atau pedesaan,
dan keadaan rumah redup atau terang, suasana rumah ramai atau tenang.
22. g. Riwayat Penyakit Lingkunagan
23.
24. Pada pengkajian ini membahas kondisi tempat tinggal, dan lokasi.
meliputi: apakah lokasi dekat dengan pabrik, jalan raya, atau pedesaan,
dan keadaan rumah redup atau terang, suasana rumah ramai atau tenang.
25.
26. h. Pengkajian Primer
27.
28. 1. Airway
29.
30. Kaji: bersihan jalan nafas, ada/tidaknya sumbatan pada jalan nafas, distress
pemafasan, tanda-tanda perdarahan di jalan. nafas, muntahan, edema laring
31.
32. 2. Breathing
33.
34. Kaji: frekuensi nafas, usaha, dan pergerakan dinding dada, suara
pernafasan melalui hidung dan mulut, udara yang dikeluarkan dari jalan
nafas
35.
36. 3. Circulation
37.
38. Kaji: denyut nadi karotis, tekanan darah, warna dan kelembaban kulit,
tanda-tanda perdamhan eksternal dan internal
39.
40. 4. Disability
41.
42. Kaji: tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas, GCS, ukuran pupil dan
responnya terhadap cahaya
43.
44. 5. Exposure
45.
46. Kaji: tanda-tanda trauma yang ada
47.
48. i. Pemeriksaan Fisik
49.
50. Dibagi menjadi dua, yaitu: pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan
dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi
lebih mendalam. Gambaran umum perlu menyebutkan: Keadaan umum:
baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda- tanda, seperti: Kesadaran
penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada
keadaan klien. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang,
berat dan pada kasus fraktur biasanya akut. Tanda-tanda vital tidak normal
karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk. Secara sistemik dari
kepala sampai kelamin.
51.
52. 1. Sistem Integumen.
53.
54. Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
55.
56. a. Kepala
57.
58. Tidak ada gangguan yaitu, normocephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri dan tidak ada lesi.
59.
60. b. Leher
61.
62. Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan
ada.
63.
64. c. Wajah
65.
66. Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tidak edema.
67.
68. d. Mata
69.
70. Konjungtiva anemis jika terjadi perdaraha hebat dan tidak ada sekret.
71.
72. e. Telinga
73.
74. Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau
nyeri tekan.
75.
76. f. Hidung
77.
78. Tidak ada deformitas, simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung dan
tidak ada sekret.
79.
80. g. Mulut dan Faring
81.
82. Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut
tidak pucat.
83.
84. h. Thoraks
85.
86. Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
87.
88. i. Paru-paru
89.
90. Inspeksi Pemafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
91.
92. Palpasi Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama
93.
94. Perkusi Suara kelok sonor, tak ada redup atau suara tambahan lainnya.
95. Auskultasi: Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnya seperti stridor dan ronchi.
96.
97. j. Jantung
98.
99. Inspeksi
100.
101. Palpasi
102.
103. Perkusi
104.
105. Auskultasi
106.
107. k. Abdomen
108.
109. Inspeksi
110.
111. Palpasi
112.
113. Perkusi
114.
115. : Tidak tampak iktus jantung.
116.
117. : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
118.
119. tidak ada pembesaran jantung. :
120.
121. Suara SI dan S2 tunggal, tak ada mur mur.
122.
123. Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia Tugor baik, tidak ada benjolan,
tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
124.
125. Suara thympani. ada pantulan. gelombang cairan.
126.
127. Auskultasi
128.
129. Peristaltik usus normal 20 kali menit.
130.
131. h. Diagnosa Keperawatan
132.
133. a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot,
gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
cedera otot, cedera medulla spinalis, fraktur.
134.
135. b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,
pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).
136.
137. c. Hamabatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuscular. nyern, musculoskeletal, neuromuscular, kenggenan
memulai pergerakan, terapirestriktif (imobilisasi). gangguan
138.
139. d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
neuromuscular dan penurunan kekuatan otot.
140.
141. e. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan
primer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur
invasive dan kerusakan kulit.
142.
143. f. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan volume
darah akibat trauma (fraktur).
144.
145. g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan lingkungan,
trauma. imobilisasi.
146. h. Gangguan body image berhubungan dengan deformitas tulang
147.
148. i. Perencanaan Keperawatan
149.
150. a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot,
gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
151.
152. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
nyeri dapat terkontrol.
153.
154. Kriteria Hasil: Skala nyeri menurun, ekspresi wajah tidak menahan
nyeri, tanda-tanda vital normal.
155.
156. Intervensi:
157.
158. 1) Kaji secara menyelunch tentang nyeri termasuk lokasi, durasi,
frekuensi, intensitas, dan faktor penyebab.
159.
160. 2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika
tidak dapat berkomunikasi secara efektif.
161.
162. 3) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama
akan berakhir dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
163.
164. 4) Berikan posisi yang nyaman
165.
166. 5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide,
imagery, terapi musik, distraksi)
167.
168. 6) Kolaborasikan pemberian analgetik
169.
170. b. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan.
primer, perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur
invasive dan kerusakan kulit.
171.
172. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam.
resiko infeksi dapat terkontrol.
173.
174. Kriteria Hasil: Mampu mengidentifikasi potensial resiko infeksi, tidak
ada tanda-tanda infeksi.
175.
176. Intervensi:
177.
178. 1) Monitor tanda dan gejala infeksi
179.
180. 2) Pertahankan tehnik isolasi yang sesuai
181.
182. 3) Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk pasien
183.
184. 4) Berikan terapi antibiotik yang sesuai
185.
186. 5) Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana
menghindari infeksi
187.
188. 6) Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana tanda
dan gejala infeksi
7) Pastikan perawatan luka yang tepat dorong intake nutrisi yang tepat

c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka


neuromuscular, nyeri, gangguan musculoskeletal, gangguan
neuromuscular, kenggenan memulai pergerakan, terapirestriktif
(imobilisasi).

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


mobilitas fisik dapat terkontrol.

Kriteria Hasil: Keseimbangan penampilan memposisikan tubuh, mampu


menggerakan sendi dan otot secara perlahan.

Intervensi:

1) Monitor pasien dalam menggunakan alat bantujalan yang lain

2) Bantu pasien untuk menggunakan fasilitas alat bantu jalan dan cegah
kecelakaan atau jatuh.

3) Instruksikan pasien/pemberi pelayanan ambulansi tentang teknik


ambulansi.

4) Tempatkan tempat tidur pada posisi yang mudah dijangkau/diraih


pasien,

5) Kolaborasikan dengan fisioterapi tentang rencana ambulansi sesuai


kebutuhan

d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,


pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


gangguan integritas kulit teratasi.
Kriteria Hasil: Lesi dikulit tidak melebar, warna kulit tidak pueat, kulit
elastis

Intervensi:

1) Observation ekstremitas oedema, ulserasi, kelembaban

2) Monitor wama kulit, temperature, elastisitas.

3) Monitor kondisi insisi bedah

4) Monitor kulit pada daerah kerusakan dan kemerahan.

5) Berikan perawatan luka yang teratur

e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan lingkungan, trauma,


imobilisasi

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 pola tidur


kembali normal.

Kriteria Hasil: Tidur 7-8 jam per hari, tidak ada gangguan tidur. Intervensi
1) Obseravsi faktor penyebab

2) Posisikan pasien memfasilitasi kenyamanan (imobilisasi bagian tubuh


yang nyeri)

3) Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat

4) Ciptakan lingkungan yang nyaman, tenang dan mendukung

5) Ajarkan klien atau orang terdekat tentang faktor lain yang dapat
menyebabkan gangguan pola tidur

f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular


dan penurunan kekuatan otot.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam defisist


perawatan diri teratasi.

Kriteria Hasil: personal hygine baik.

Intervensi:
1) Kaji kemampuan untuk menggunakan alat bantu

2) Kaji kondisi kulit

3) Ajarkan pasien/keluarga penggunaan metode alternatif untuk mandi dan


hygine mulut

4) Libatkan keluarga dalam penentuan rencana

g. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan volume


darah akibat trauma (fraktur).

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak


terjadi syok hipovolemik.

Kriteria Hasil: turgor kulit baik, tidak ada tanda-tanda dehidrasi, TTV
normal, keseimbangan cairan ditubuh.

Intervensi:

1) Kaji TTV

2) Observasi tanda-tanda dehidrasi

3) Monitor adanya sumber kehilangan cairan

4) Dukung asupan cairan oral

5) Berikan cairan IV isotonic yang diresepkan

6) Kolaborasi dalam pemberian transfusi, pemberian koagulantia dan


uterotonika

h. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam.

Kriteria Hasil: Body image positif, mampu mengidentifikasi kekuatan


personal, mendiskripsikan secara manual perubahan fungsi tubuh.

Intervensi:

1) Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya.
2) Monitor frekuensi mengkritik dirinya jelaskan tentang pengobatan,
perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit

3) Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu

4) Berikan penilaian mengenai pemahaman pasien terhadap proses


penyakit

5) Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan (bagian tubuh)


disebabkan adanya penyakit atau pembedahan dengan cara yang tepat

6) Dorong klien mengungkapkan perasaannya

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12.


Jakarta: EGC

Gloria M. Bulechek, et al. 2013. Nursing Interventions Classifications


(NIC), Edisi Keenam. Missouri: Mosby Elsevier.

Morhedd, dkk, 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi


Kelima. Missouri: Mosby Elsevier.

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan


Gangguan Sistem Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta: Salemba
Medika

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-


2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.

Anna Budi Keliat, Dkk. 2018. Nanda-1 Diagnosa Keperawatan Definisi


Dan Klasifikasi 2018-2020. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai