Oleh
LAILUL MUNA
20161257
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang
menyebabkan nyeri terus menerus, rasa nyeri bisa timbul hampir pada setiap area
fraktur. Bila tidak diatasi maka dapat menimbulkan efek yang akan mengganggu
untuk itu perlu penanganan yang lebih efektif untuk meminimalkan nyeri yang
5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita fraktur akibat
kecelakaan lalu lintas. Penyebab terbanyak fraktur adalah kecelakaan, baik itu
kejadian patah tulang atau insiden fraktur cukup tinggi, berdasarkan data dari
kejadian fraktur dengan jenis fraktur yang berbeda dan penyebab yang berbeda.
Dari hasil survey tim Depkes RI didapatkan 25% penderita fraktur yang
psikologis seperti cemas atau bahkan depresi, dan 10% mengalami kesembuhan
Dampak yang timbul pada pasien dengan fraktur yaitu dapat mengalami
perubahan pada bagian tubuh yang terkena cedera, merasakan cemas akibat rasa
sakit dan rasa nyeri yang dirasakan, resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan,
dasar lainnya. Selain itu fraktur juga dapat menyebabkan kematian (Septiani,
2015).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Dapat memahami dan mempelajari secara mendalam tentang asuhan
keperawatan pada klien dengan fraktur.
2. Tujuan Khusus
a. Menggali secara rinci tentang pengkajian keperawatan pada pada klien
dengan fraktur.
b. Merumuskan diagnosis keperawatan yang muncul pada klien dengan
fraktur.
c. Membuat perencanaan keperawatan pada klien dengan fraktur.
d. Melaksanakan atau mengimplementasikan tindakan keperawatan yang
telah direncanakan pada klien dengan fraktur.
e. Melakukan evaluasi keperawatan secara menyeluruh pada klien dengan
fraktur.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Definisi Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang
rawan umumnya dikarenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Fraktur adalah
rupturnya kontinuitas struktur dari tulang atau kartilago dengan tanpa disertai
subluksasi fragmen yang terjadi karena trauma atau aktivitas fisik dengan tekanan
yang berlebihan (Ningsih, 2011).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tualng, retak atau patahnya tulang
yang utuh, yang biasanya disebabkan rudakpaksa/tenaga fisik yang ditentukan
jenis dan luasnya (Lukman & Ningsih, 2009). Fraktur tulang adalah patah pada
tulang. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan berbagai jenis fraktur tulang
antara lain fraktur inkomplit, fraktur simple dan fraktur compound ( Elizabet J.
Crowin, Phd, MSN, CNP, 2008).
Fraktur dibedakan menjadi:
1. Fraktur Tertutup adalah fraktur dengan kulit yang tidak tembus oleh fragmen
tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
2. Fraktur Terbuka adalah fraktur dengan kulit ekstremitas yang terlibat telah
tembus, dan terdapat hubungan antara fragmen tulang dan dunia luar. Karena
adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu:
a. Grade I : sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit, luka <1 cm, kerusakan
jaringan, tidak ada tanda luka remuk, fraktur sederhana, komunikatif
ringan, kontaminasi minimal.
b. Grade II : Fraktur terbuka dan sedikit kerusakan kulit, laserasi <1 cm,
kerusakan jaringan lunak tidak luas, flap, komunikatif sedang,
kontaminasi sedang.
c. Garde III : Banyak sekali jenis kerusakan kulit, otot jaringan saraf dan
pembuluh darah serta luka sebesar 6-8 cm.
(Sjamsuhidayat, 2010 dalam wijaya & putri, 2013).
B. Etiologi
Etilogi fraktur berdasarkan klasifikasinya antara lain :
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedara tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
c. Fraktur yang disebakan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat menyebabkan fraktur, seperti:
a. Tumor tulang (jinak dan ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat dari infeksi
akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat
dan sakit nyeri.
c. Rakhitis merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D.
d. Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di
kemiliteran.
(Sachdeva, 2002 dalam Kristiyansari, 2012)
Pathways
patologis
G3 pola tidur
tidur
D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat
karena penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.
2. Deformitas (perubahan struktur dan bentuk) disebakan oleh ketergantungan
fungsional otot pada kesetabilan otot.
3. Pembengkakan akibat vasodilatasi, eksudasi plasma dan adanya peningkatan
leukosit pada jaringan disekitar tulang.
4. Saat ektremitas diperiksa di tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Kurang sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf, dimana
saraf ini dapat terjadi atau terputus oleh fragmen tulang.
6. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan tulang,
nyeri atau spasme otot.
7. Krepitasi sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur sehingga
menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya.
8. Pergerakan abnormal.
9. Spasme otot karena tingkat kecatatan, kekuatan otot yang sering disebabkan
karena tulang menekan otot.
(Mansjoer, Arif, 2014)
F. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) dibagi menjadi 2
yaitu:
1. Komplikasi awal
a. Syok
Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang merupakan
organ yang sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat
besar sebagai akibat dari trauma khususnya pada fraktur femur dan fraktur
pelvis.
b. Emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan
katekolamin yang dilepaskan memobilisasi asam lemak kedalam aliran
darah. Globula lemak ini bergabung dengan trombosit membentuk emboli
yang dapat menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok darah ke
otak, paru- paru, ginjal dan organ lainnya.
c. Compartment Syndrome
Compartment syndrome merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh
karena penurunan ukuran fasia yang membungkus otot terlalu ketat,
balutan yang terlalu ketat dan peningkatan isi kompartemen karena
perdarahan atau edema.
d. Komplikasi awal lainnya seperti infeksi, tromboemboli dan koagulopati
intravaskular.
2. Komplikasi lambat
a. Delayed union, malunion, nonunion
Penyatuan terlambat (delayed union) terjadi bila penyembuhan tidak
terjadi dengan kecepatan normal berhubungan dengan infeksi dan
distraksi (tarikan) dari fragmen tulang. Tarikan fragmen tulang juga dapat
menyebabkan kesalahan bentuk dari penyatuan tulang (malunion). Tidak
adanya penyatuan (nonunion) terjadi karena kegagalan penyatuan ujung-
ujung dari patahan tulang.
b. Nekrosis avaskular tulang
Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah dan
mati. Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti
dengan tulang yang baru. Sinar-X menunjukkan kehilangan kalsium dan
kolaps struktural.
c. Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan tulang namun
pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan
gejala. Nyeri dan penurunan fungsi merupakan indikator terjadinya
masalah. Masalah tersebut meliputi kegagalan mekanis dari pemasangan
dan stabilisasi yang tidak memadai, kegagalan material, berkaratnya alat,
respon alergi terhadap logam yang digunakan dan remodeling
osteoporotik disekitar alat.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalakasanaan Konservatif
a. Proteksi adalah proteksi fraktur yang mencegah trauma lebih lanjut
dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau
tongkat apada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi dengan bidang eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan
bidai eksterna hanya memberikan imobilisasi. Biasanya menggunakan
gips atau macam-macam bidai dari plastik atau metal.
c. Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan imobilisasi
ekterna dengan menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan
manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi, tindakan ini
mempunyai tujuan utama, yaitu beberapa reduksi yang bertahap
imobilisasi.
2. Penatalaksanaan Pembedahan
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi perkuatan atau K-Wire.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal dan fiksasi eksternal tulang yaitu:
c. Open Reduction and Internal Fixation atau reduksi terbuka dengan fiksasi
internal. Orif akan mengimobilisasi fraktur dengan melakukan
pembedahan dengan memasukkan paku, skrup atau pen kedalam tempat
fraktur untuk mengfiksasi bagian tulang pada fraktur secara bersamaan.
Fiksasi internal sering digunakan untuk merawat fraktur pada tulang
pinggul yang sering terjadi pada orang tua.
d. Open Reduction Terbuka dengan Fiksasi Eksternal. Tindakan ini
merupakan pilihan bagi sebagian besar fraktur. Fiksasi eksternal dapat
menggunakan konselosascrew atau dengan metilmetaklirat (aklirik gigi)
atau fiksasi eksterna dengan jenis-jenis lain seperti gips.
(Muttaqin, 2008)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan
fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, cedera
otot, cedera medulla spinalis, fraktur.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,
pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).
c. Hamabatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuscular, nyeri, gangguan musculoskeletal, gangguan
neuromuscular, kenggenan memulai pergerakan, terapirestriktif
(imobilisasi).
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan
penurunan kekuatan otot.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasive dan
kerusakan kulit.
f. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan volume darah
akibat trauma (fraktur).
g. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan lingkungan, trauma,
imobilisasi.
h. Gangguan body image berhubungan dengan deformitas tulang
.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan
fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.
Kriteria Hasil: Skala nyeri menurun, ekspresi wajah tidak menahan nyeri,
tanda-tanda vital normal.
Intervensi:
1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi,
frekuensi, intensitas, dan faktor penyebab.
2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika
tidak dapat berkomunikasi secara efektif.
3) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama
akan berakhir dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
4) Berikan posisi yang nyaman
5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery,
terapi musik, distraksi)
6) Kolaborasikan pemberian analgetik
b. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasive dan
kerusakan kulit.
Intervensi:
1) Monitor tanda dan gejala infeksi
2) Pertahankan tehnik isolasi yang sesuai
3) Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk pasien
4) Berikan terapi antibiotik yang sesuai
5) Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana
menghindari infeksi
6) Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana tanda dan
gejala infeksi
7) Pastikan perawatan luka yang tepat dorong intake nutrisi yang tepat
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuscular, nyeri, gangguan musculoskeletal, gangguan
neuromuscular, kenggenan memulai pergerakan, terapirestriktif
(imobilisasi).
Intervensi:
1) Monitor pasien dalam menggunakan alat bantujalan yang lain
2) Bantu pasien untuk menggunakan fasilitas alat bantu jalan dan cegah
kecelakaan atau jatuh.
3) Instruksikan pasien/pemberi pelayanan ambulansi tentang teknik
ambulansi.
4) Tempatkan tempat tidur pada posisi yang mudah dijangkau/diraih
pasien.
5) Kolaborasikan dengan fisioterapi tentang rencana ambulansi sesuai
kebutuhan
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,
pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).
Kriteria Hasil: Lesi dikulit tidak melebar, warna kulit tidak pucat, kulit
elastis
Intervensi:
1) Observation ekstremitas oedema, ulserasi, kelembaban
2) Monitor warna kulit, temperature, elastisitas.
3) Monitor kondisi insisi bedah
4) Monitor kulit pada daerah kerusakan dan kemerahan
5) Berikan perawatan luka yang teratur
e. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halangan lingkungan, trauma,
imobilisasi.
Kriteria Hasil: Tidur 7-8 jam per hari, tidak ada gangguan tidur.
Intervensi:
1) Obseravsi faktor penyebab
2) Posisikan pasien memfasilitasi kenyamanan (imobilisasi bagian tubuh
yang nyeri)
3) Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
4) Ciptakan lingkungan yang nyaman, tenang dan mendukung
5) Ajarkan klien atau orang terdekat tentang faktor lain yang dapat
menyebabkan gangguan pola tidur
f. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan
penurunan kekuatan otot.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan untuk menggunakan alat bantu
2) Kaji kondisi kulit
3) Ajarkan pasien/keluarga penggunaan metode alternatif untuk mandi
dan hygine mulut
4) Libatkan keluarga dalam penentuan rencana
g. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan volume darah
akibat trauma (fraktur).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak
terjadi syok hipovolemik.
Kriteria Hasil: turgor kulit baik, tidak ada tanda-tanda dehidrasi, TTV
normal, keseimbangan cairan ditubuh.
Intervensi:
1) Kaji TTV
2) Observasi tanda - tanda dehidrasi
3) Monitor adanya sumber kehilangan cairan
4) Dukung asupan cairan oral
5) Berikan cairan IV isotonic yang diresepkan
6) Kolaborasi dalam pemberian transfusi, pemberian koagulantia dan
uterotonika
Intervensi:
1) Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya
2) Monitor frekuensi mengkritik dirinya jelaskan tentang pengobatan,
perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit
3) Identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu
4) Berikan penilaian mengenai pemahaman pasien terhadap proses
penyakit
5) Bantu pasien untuk mendiskusikan perubahan (bagian tubuh)
disebabkan adanya penyakit atau pembedahan dengan cara yang tepat
6) Dorong klien mengungkapkan perasaannya
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika