Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA Tn.M DENGAN FRAKTUR ULNA


DIRUANG WIJAYA KUSUMA 2 RSUD SALATIGA

Dosen Pembimbing : Dwi Nur Aini, S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun oleh :
PUJI SULISTYOWATI
1907046

SEMESTER VI

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN BISNIS DAN TEKHNOLOGI
UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG
2021/2022

1
LAPORAN PENDAHULUAN

1. KONSEP DASAR

A. Pengertian
Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya
disebabkan oleh trauma atau tekanan eksternal yang datang lebih besar dibandingkan
dengan yang dapat diserap oleh tulang.Fraktur Adalah diskontinuitas atau terganggunya
kesinambungan jaringan tulang yang terjadi karena adanya trauma yang dayanya lebih
besar dari daya lentur tulang, yang disebabkan oleh trauma tunggal, tekanan yang
berulang –ulang dan kelemahan abnormal pada tulang atau faktor patologis.(Soekardjo,
2020)
fraktur adalah patah tulang yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut tenaga fisik, keadaan tulang itu sendiri, serta jaringan lunak disekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi lengkap atau tidak lengkap. (Zairin
Noor, 2016).
Fraktur Phalang adalah terputusnya hubungan tulang jari-jari tangan yang
disebabkan oleh trauma langsung pada jari tangan. Jari biasanya mengalami cedera akibat
benturan langsung, dan mungkin terdapat banyak pembengkakan atau luka terbuka.
Phalang biasanya mengalami fraktur melintang, sering disertai angulasi kedepan sehingga
dapat merusak sarung tendon fleksor. Fraktur pada ujung phalang dapat memasuki sendi
dan terjadi kekakuan, dan apabila fraktur bergeser jari juga dapat mengalami deformitas.
(Yunirianita, 2020)

B. Etiologi
Penyebab fraktur ketika kekuatan (tekanan) yang diberikan pada tulang melebihi
kemampuan tulang untuk meredam syok. Sedangkan menurut (A.Aziz Alimul Hidayat,
2013 dan (Yunirianita, 2020) penyebab fraktur terbagi menjadi 3 bagian yaitu:

1. Trauma langsung
Terjadi benturan pada tulang yang menyebabkan fraktur
2. Kekerasan tidak langsung

2
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh dari tempat
terjadinya kekerasa. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam
jalur hantaran vektor kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekeuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, dan penekanan, kombinasi dari ketiganya dan penarikan.

C. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau putusnya
kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf
dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusuk. Pendarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang.
Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang di tandai dengan vasodilatasi,
eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang
merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.(Yunirianita, 2020)

Ketika patah tulang dan mengalami perdarahan biasanya terjadi pada lokasi tulang
yang patah dan kedalaman jaringan lunak sekitar tulang. Pada jaringan lunak akan
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setalah patah tulang.
Sel-sel darah putih dan sel mast berakumulasi dan menyebabkan peningkatan aliran darah
ke tempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat
patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala untuk
melakukan aktivitas osteoblast terangsang dann terbentuk tulang baru imatur yang
disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati.(Triolisa, 2018).

3
D. Pathways

Gangguan
integritas
kulit/ jaringan

Gangguan Mobilitas Fisik

Nyeri akut

Resiko hipovolemia

Perfusi perifer tidak efektif

Sumber : (Triolisa, 2018)

E. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis menurut UT Southwestern Medical Center(2016) adalah nyeri,
hilangnya fungsi, deformitas/perubahan bentuk, pemendekan ekstermitas, krepitus,
pembengkakan lokal, dan perubahan warna.

4
1. Nyeri terus menerus akan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur bagian yang tidak dapat digunakan cenderung bergerak secara
alamiah (gerakan luar biasa) membukanya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran
fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun
teraba) ekstermitas dapat diketahui dengan membandingkan ekstermitas normal.
Ekstermitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung
pada integritas tempat melengketnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi
otot yang melekat pada atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling
melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sama 5 cm (1 sampai 2 inchi).
4. Saat ekstermitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang dinamakan
krepitusakibat gesekan antara fragmen 1 dengan yang lainnya (uji krepitus dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit dapat terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi setelah
beberapa jam atau hari setelah terjadi cidera. (Agustina, 2020).

F. Penatalaksanaan
a. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh bakteri dan
disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden periode). Hal yang perlu
dilakukan adalah:
1. Pembersihan luka
2. Eksisi jaringan mati/debridement
3. Hecting situasi
4. Antibiotic
b. Fraktur tertutup
a. Fraktur trokanter dan sub-trokanter femur, meliputi:

5
1. Pemassangan traksi tulang selama 6-7 minggu yang dilanjutkan dengan gips
pinggul selama 7 minggu merupakan alternatif pelaksanaan pada klien usia
muda.
2. Reduksi terbuka dan fiksasi interna merupakan pengobatan pilihan dengan
mempergunakan plate dan screw
b. Penatalaksanaan frakturmanus digiti, meliputi:
1. Terapi konserfatif
2. Traksi kulit merupakan pengobatan sementara sebelum dilakukan terapi
definitif untuk mengurangi spasme otot.
3. Traksi tulang berimbang dengan bagian pearson pada sendi lutut.
Indikasi traksi terutama adalah fraktur yang bersifat kominutif dan segmental.
4. Menggunakan cast bracing yang dipasang setelah ter1adi unionfraktur secara
klinis.

G. Komplikasi
1. Komplikasi awal
a. kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai dengan tidak adanya nadi, CET
(capillary, refill time) menurun, sianosis pada bagian distal, hematoma melebar,
dan dinding pada ekstermitas yangdisebabkan oleh tindakan darurat splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.
b. syndrome kompartemen
syndrome kompartemen merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang , saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Hal ini
disebabkan oleh edema atau perdarahan yang menekan otot, saraf dan pembuluh
darah, atau karena tekanan dari luar seperti gips atau pembebatan yang terlalu
kuat.
c. Fat embolis syndrome
Adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang.
FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning msuk ke
aliran darah dan menyebabkan kadar oksigen dalam darah menjadi rendah. Hal

6
tersebut ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, takipnea, dan
demam.
d. Avaskuler nekrosis
Terjadi karena aliran darah ketulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan
nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s ischemia.
e. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
arthopedi infeksi dimulai dari kulit (superfisial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya
terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga Karenna penggunaan bahan lain
pembedahan seperti pin an plate
f. Syok
Terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler
yang bisa menyebabkan menurunya oksigenasi. Hal ini biasanya terjadi pada
frakur
2. Komplikasi dalam waktu lama
a. Delayed Union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan untuk menyambung. Hal ini terjadi karena suplai darah ke tulang
menurun. Delayed union adalah fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu
3-5 bulan (tiga bulan untuk angggota gerak atas dan lima bulan untuk anggota
gerak bawah)
b. Non union
Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang
lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang keluar
c. Mal union
Penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan
perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
remobilisasi yang baik (Saputra, 2019).

7
H. Pemeriksaan Penunjang
Adapun beberapa periksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa
fraktur manus digiti adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan rontgen
Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma
2. Scan tulang, scan CT/MRI:
Memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
3. Arteriogram :Dilakukan bila kerusakan vaskuler di curigai
4. Hitung darah lengkap
HT mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (pendarahan bermakna
pada sisi fraktur) perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
mulltipel.
5. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal
6. Profil kagulasi
Penurunan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse multiple, atau cidera hati
(Agustina, 2020).

2. KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, status
perkawinan, alamat, tanggal masuk RS, No. RM, dan diagnosa Medis. Identitas
Penanggungjawab Nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, hubungan dengan
pasien.

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Nyeri saat beraktivitas / mobilisasi yang muncul pada area fraktur.

8
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh trauma atau kecelakaan,
degenaratif, dan patologis yang didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan
sekitar yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat atau perubahan warna
kulit dan kesemutan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak sebelumnya dan
ada/tidaknya klien mengalami pembedahan perbaikan dan pernah menderita
osteoporosis sebelumnya.
d. Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita osteoporosis, arthritis dan tuberkolosis
atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular.

3. Pola Fungsional
a. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan
harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya.
Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat
steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang
bisamengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
b. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya
seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses
penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan
penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang
tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang
merupakan faktor predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain
itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c. Pola Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu
perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.

9
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat
mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan
pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta
penggunaan obat tidur.
e. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien
menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.
f. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat karena klien harus
menjalani rawat inap.
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan kecacatan akibat
frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yangsalah (gangguan body image).
h. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang
pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak
mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
i. Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena
harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien.
Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya.
j. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul
kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa
tidak efektif.
k. Pola Tata Nilai dan Keyakinan

10
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik
terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan
keterbatasan gerak klien.

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan
klien.
b. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupunbentuk.
c. Pemeriksaan fisik :
a. Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,oedema, nyeri
tekan.
b. Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak
ada nyeri kepala.
c. Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
d. Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
e. Mata
Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika terjadi perdarahan).
f. Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi ataunyeri tekan.
g. Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
h. Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat.
i. Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j. Paru

11
Inspeksi :Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada
riwayatpenyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi :Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi :Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
Auskultasi :Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan
lainnyaseperti stridor dan ronchi.
k. Jantung
Inspeksi :Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi :Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Perkusi : Pekak pada area jantung
Auskultasi :Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
l. Abdomen
Inspeksi :Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Auskultasi :Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
Perkusi :Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Palpasi :Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
m. Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Rontgen
b. Scan tulang (Fomogram, scan CT / MRI)

B. Diagnosis Keperawatan
Berdasarkan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) diagnosis keperawatan pada pasien
fraktur yang muncul yaitu :

1. Nyeri Akut (D.0077) Berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik (Fraktur)


2. Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054) Berhubungan dengan Kerusakan Integritas
Struktur Tulang
3. Gangguan Integritas Kulit/ Jaringan (D.0192) Berhubungan dengan faktor mekanis
4. Perfusi Perifer Tidak Efektif (D.0009) Berhubungan dengan Kekurangan Volume
Cairan

12
5. Risiko Hipovolemia (D.0034) Berhubungan dengan Kehilangan Cairan Secara Aktif

C. Rencana Tindakan
Berdasarkan (Tim pokja SIKI DPP PPNI, 2018) dan (Tim Pokja SLKI DPP PPNI, 2019)
intervensi keperawatan pada pasien fraktur yakni :

Diagnosis Keperawatan Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan

Nyeri Akut (D.0077) Setelah dilakukan intervensi 3 Manajemen Nyeri (I.08238)


berhubungan dengan agen x 24 jam maka tingkat nyeri Obsevasi :
pencedera fisik (Fraktur) (L.08066) menurun, dengan 1. Identifikasi lokasi,
kriteria hasil : karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri frekuensi, kualitas, dan
menurun. intensitas nyeri.
2. Meringis menurun. 2. Identifikasi skala nyeri.
3. Sikap protektif 3. Identifikasi respons nyeri
menurun. nonverbal.

4. Gelisah menurun. Terapeutik :

5. Kesulitan tidur 1. Berikan teknik

menurun. nonfarmakologis untuk

6. Pola tidur membaik. mengurangi rasa nyeri.


Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri.
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
anakgetik, jika perlu.
Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan intervensi 3 Dukungan Mobilisasi (I.05173)
(D.0054) berhubungan x 24 jam maka mobilitas fisik Observasi :
dengan kerusakan integritas (L.05042) meningkat, dengan 1. Identifikasi adanya nyeri

13
struktur tulang kriteria hasil : atau keluhan fisik
1. Pergerakan ekstremitas lainnya.
meningkat 2. Monitor kondisi umum
2. Kekuatan otot selama melakukan
meningkat mobilisasi.
3. Rentang gerak (ROM) Terapeutik
meningkat 1. Libatkan keluarga untuk
4. Kaku sendi menurun membantu pasien dalam
5. Kelemahan fisik meningkatkan
menurun pergerakan.
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi.
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini.
Gangguan Integritas Kulit/ Setelah dilakukan intervensi 3 Perawatan Luka (I.06202)
Jaringan (D.0129) x 24 jam maka integritas kulit Observasi :
berhubungan dengan faktor dan jaringan (L.14125) 1. Monitor karakteristik luka
mekanis meningkat, dengan kriteria (mis.drainase, warna,
hasil : ukuran, bau)
1. Kerusakan jaringan 2. Monitor tanda-tanda
menurun infeksi
2. Kerusakan lapisan Terapeutik
kulit menurun 1. Lepaskan balutan dan
3. Kemerahan menurun plester secara perlahan
4. Pigmentasi menurun 2. Berikan salep sesuai ke
5. Nekrosis menurun kulit/ lesi, jika perlu
6. Tekstur membaik Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan prosedur

14
perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
antibiotic, jika perlu
Perfusi Perifer Tidak Setelah dilakukan intervensi 3 Perawatan Sirkulasi (I.02079)
Efektif (D.0009) x 24 jam maka perfusi perifer Observasi :
berhubungan dengan (L.02011) meningkat, dengan 1. Periksa sirkulasi perifer
kekurangan volume cairan kriteria hasil : (mis. nadi perifer, edema,
1. Denyut nadi perifer pengisian kapiler, warna,
meningkat suhu, ankle-brachial
2. Penyembuhan luka index).
meningkat 2. Monitor panas,
3. Warna kulit pucat kemerahan, nyeri, atau
menurun bengkak pada
4. Nyeri ekstremitas ekstremitas.
menurun Terapeutik :
5. Kelemahan otot 1. Hindari pemasangan infus
menurun atau pengambilan darah
6. Turgor kulit membaik di area keterbatasan
perfusi.
2. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi.
3. Lakukan pencegahan
infeksi.
Edukasi :
1. Anjurkan berolahraga
rutin.
2. Anjurkan melakukan

15
perawatan kulit yang
tepat (mis. melembabkan
kulit kering pada kaki).
Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan intervensi 3 Manajemen Hipovolemia
(D.0034) berhubungan x 24 jam maka status cairan (I.03116)
dengan kehilangan cairan (L.03028) membaik, dengan Observasi :
secara aktif kriteria hasil : 1. Periksa tanda dan gejala
1. Kekuatan nadi hypovolemia (mis.
meningkat frekuensi nadi meningkat,
2. Turgor kulit meningkat nadi teraba lemah,
3. Output urine tekanan darah menurun,
meningkat tekanan nadi menyempit,
4. Perasaan lemah turgor kulit menurun,
menurun membran mukosa kering,
5. Intake cairan membaik volume urin menurun,
6. Suhu tubuh membaik hematokrit meningkat,
haus, lemah).
2. Monitor intake dan output
cairan.
Terapeutik :
1. Hitung kebutuhan cairan.
2. Berikan asupan cairan
oral.
Edukasi :
1. Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral.
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
cairan IV isotonis (mis.
NaCl, RL).
2. Kolaborasi pemberian

16
cairan IV hipotonis (mis.
glukosa 2,5%, NaCl
0,4%).

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, P. E. (2020). Asuhan Keperawatan Pada Klien Fraktur Femur Dengan Nyeri Di Ruang
Melati RSUD Bangil Pasuruan. Journal of Chemical Information and Modeling, 21(1), 1–9.

PPNI, Tim Pokja SDKI DPP. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (III). Dewan
Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI, Tim Pokja SLKI DPP. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (Edisi 1).

Saputra, W. (2019). Konsep Dasar Fraktur. Kesehatan, 9(1), 76–99.

Soekardjo, D. (2020). Prodi diii keperawatan fakultas keperawatan universitas bhakti kencana
bandung 2020.

Tim pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (Edisi I).

Triolisa, C. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Fraktur Femur. Keperawatan
Medikal Bedah, 7, 1–25.

17
Yunirianita, D. (2020). Open Fraktur Digiti Manus Dextra. 1, 1–73.

18

Anda mungkin juga menyukai