Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR TORAKOLUMBAL

Nama CI : Enur Nurjanah, S.Kep., Ners

Disusun Oleh :

Nama : Ayu Indah Saputri

NIM : KHGB18046

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes)

Karsa Husada Garut

Tahun Pelajaran 2019/2020


A. DEFINISI
 Vertebra lumbalis terletak di region punggung bawah antara region torakal dan
sacrum. Vertebra pada region ini ditandai dengan corpus vertebra yang
berukuran besar, kuat, dan tiadanya costal facet. Vertebra lumbal ke 5 (VL5)
merupakan vertebra yang mempunyai gerakan terbesar dan menanggung beban
tubuh bagian atas (Yanuar 2002).
 Trauma pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai servikalis, vertebra,
dan lumbal akibat trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, dan sebagainya. (Arif Muttaqin, 2005, hal. 98).
 Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditentukan oleh jenis dan
luasnya (Brunner and Suddarth, 2000).
 Fraktur lumbal adalah fraktur yang terjadi pada daerah tulang belakang bagian
bawah. Bentuk cidera ini mengenai ligament, fraktur vertebra, kerusakan
pembuluh darah, dan mengakibatkan iskemia pada medulla spinalis (Batticaca,
2008).
B. ETIOLOGI
 Menurut Arif muttaqin (2005, hal. 98) penyebab dari fraktur adalah :
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Kecelakaan olahraga
3. Kecelakaan industri
4. Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
5. Luka tusuk, luka tembak
6. Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
7. Kejatuhan benda keras
 Factor patologis : fraktur yang terjadi pada lansia yang mengalami osteoporosis,
tumor tulang, infeksi, atau penyakit lain.
 Factor stress : fraktur jenis ini dapat terjadi pada tulang normal akibat stress
tingkat rendah yang berkepanjangan atau berulang. Fraktur stress ini biasanya
menyertai peningkatan yang cepat – tingkat latihan atlet, atau permulaan
aktivitas fisik yang baru. Karena kekuatan otot meningkat lebih cepat daripada
kekuatan tulang individu dapat merasa mampu melakukan aktivitas melebihi
sebelumnya, walaupun tulang mungkin tidak mampu menunjang peningkatan
tekanan.
C. PATOFISIOLOGI
Trauma yang terjadi pada tulang vertebra lumbal bisa terjadi karena trauma
langsung (benturan langsung) dan trauma tidak langsung (jatuh dan bertumpu pada
orang lain), serta bisa juga terjadi karena proses patologis misalnya osteoporosis,
infeksi atau kanker. Akibat dari fraktur lumbal adalah bisa terjadinya kerusakan
pembuluh darah dan kortek pada jaringan lunak serta dapat mengakibatkan penekanan
pada fragmen tulang lumbal.
Penekanan tersebut akan menyebabkan kerusakan pada saraf jaringan lunak di
medula spinalis sehingga menimbulkan nyeri. Kerusakan pembuluh darah dan kortek
pada jaringan lunak akan menyebabkan adanya peningkatan tekanan yang berlebih
dalam 1 ruangan sehingga menimbulkan sindrom kopartemen yang akan menimbulkan
nekrosis jaringan, luka baik terbuka maupun tertutup sehingga dapat menimbulkan
resiko infeksi.
Terjadinya fraktur pada vertebra lumbal I akan menyebabkan terjepitnya semua
area ekstermitas bawah yang menyebar sampai pada bagian belakang sehingga
penderita biasanya akan mengalami hemiparase atau paraplegia. Vertebra lumbal 2
berhubungan dengan daerah ekstermitas bawah, kecuali sepertiga atas aspek interior
paha. Sehingga kerusakan pada vertebra lumbal 2 akan menekan daerah kandung
kemih yang menyebabkan inkontinensia urine. Fraktur pada lumbal 3 akan
menyebabkan terjepitnya ekstermitas bagian bawah dan sadel, sehingga penderita akan
mengalami gangguan bowel. Kerusakan pada daerah lumbal 4 akan mengganggu organ
seks dan genetalia, sehingga akan menyebabakan adanya penurunan libido. Sedangkan
kerusakan pada lumbal 5 akan menyebabkan sendi- sendi tidak dapat di gerakan karena
vertebra lumbal ke 5 berhubungan dengan pergelangan kaki, ekstermitas bawah dan
area sadel (Ross and Wilson, 2011).
D. KLASIFIKASI
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi
menjadi beberapa kelompok, yaitu:
A. Berdasarkan sifat fraktur.
1). Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi.
2). Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
B. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur.
1). Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2). Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang
seperti:
a) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya
yang terjadi pada tulang panjang.
C. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma.
1). Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2). Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap
sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
3). Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4). Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
5). Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot
pada insersinya pada tulang.
D. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
E. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1). Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen
tidak bergeser dan periosteum nasih utuh.
2). Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
F. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
G. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
H. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan
lunak sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak
sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam
dan pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan
ancaman sindroma kompartement.

E. MANIFESTASI
Manifestasi klinis fraktur antara lain :
 Edema/pembengkakan
 Nyeri: spasme otot akibat reflek involunter pada otot, trauma langsungpada
jaringan, peningkatan tekanan pada saraf sensori, pergerakan padadaerah
fraktur.
 Spasme otot: respon perlindungan terhadap injuri dan fraktur
 Deformitas
 Echimosis: ekstravasasi darah didalam jaringan subkutan
 Kehilangan fungsi
 Crepitasi: pada palpasi adanya udara pada jaringan akibat trauma terbuka

F. KOMPLIKASI
 Syok
Syok hipovolemik akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke
jaringan yang rusak sehingga terjadi kehilangan darah dalam jumlah besarakibat
trauma.
 Mal union
Pada keadaan ini terjadi penyambungan fraktur yang tidak normal
sehinggamenimbulkan deformitas. Gerakan ujung patahan akibat imobilisasi
yang jelek menyebabkan mal union, selain itu infeksi dari jaringan lunak
yangterjepit diantara fragmen tulang, akhirnya ujung patahan dapat saling
beradaptasi dan membentuk sendi palsu dengan sedikit gerakan (non union)
juga dapat menyebabkan mal union.
 Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan tulang.Non
union dapat di bagi menjadi beberapa tipe, yaitu:
 Tipe I (Hypertrophic non union), tidak akan terjadi prosespenyembuhan
fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringanfibros yang masih
mempunyai potensi untuk union dengan melakukankoreksi fiksasi dan
bone grafting.
 Tipe II (atropic non union), disebut juga sendi palsu
(pseudoartrosis)terdapat jaringan synovial sebagai kapsul sendi beserta
ronga cairanyang berisi cairan, proses union tidak akan tercapai
walaupundilakukan imobilisasi lama. Beberapa faktor yang
menimbulkan non union seperti disrupsi periosteumyang luas,
hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktuimobilisasi
yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakittulang
(fraktur patologis).Non union adalah jika tulang tidak
menyambungdalam waktu 20 minggu. Hal ini diakibatkan oleh reduksi
yang kurang memadai.
 Delayed union
Delayed union adalah penyembuhan fraktur yang terus berlangsung
dalamwaktu lama atau lambat dari waktu proses penyembuhan fraktur
secaranormal. Pada pemeriksaan radiografi tidak terlihat bayangan
sklerosispada ujung-ujung fraktur.
 Tromboemboli, infeksi, koagulopati intravaskuler diseminata (KID). Infeksi
terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka ataupada saat
pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasanganalat seperti plate,
paku pada fraktur.
 Emboli lemak Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan
sumsumtulang lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan
bergabungdengan trombosit dan membentuk emboli yang kemudian
menyumbat pembuluh darah kecil, yang memasok ke otak, paru, ginjal, dan
organlain.
 Sindrom Kompartemen Terjadi akibat tekanan intra kompartemen otot pada
tungkai atas maupuntungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler
sekitarnya.Fenomena ini disebut ischemi volkmann. Ini dapat terjadi pula
padapemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat mengganggu
alirandarah dan terjadi edema didalam otot. Apabila ischemi dalam 6 jam
pertama tidak mendapatkan tindakan dapat mengakibatkan kematian/nekrosis
otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibros yang secara perlahan-
lahan menjadi pendek dan disebutdengan kontraktur volkmann.Gejala klinisnya
adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat),Pulseness (denyut nadi
hilang) dan Paralisis.
 Cedera vascular dan kerusakan syaraf yang dapat menimbulkan iskemia,dan
gangguan syaraf. Keadaan ini diakibatkan oleh adanya injuri ataukeadaan
penekanan syaraf karena pemasangan gips, balutan ataupemasangan traksi.
 Dekubitus Terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips, oleh karena
ituperlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien fraktur lumbal menurut
Mahadewa dan Maliawan (2009) adalah :
 Foto Polos
Pemeriksaan foto polos terpenting adalah AP Lateral dan Oblique view. Posisi
lateral dalam keadaan fleksi dan ekstensi mungkin berguna untuk melihat
instabilitas ligament. Penilaian foto polos, dimulai dengan melihat kesegarisan
pada AP dan lateral, dengan identifikasi tepi korpus vertebrae, garis
spinolamina, artikulasi sendi facet, jarak interspinosus. Posisi oblique berguna
untuk menilai fraktur interartikularis, dan subluksasi facet.
 CT Scan
CT scan baik untuk melihat fraktur yang kompleks, dan terutama yang
mengenai elemen posterior dari tulang belakang. Fraktur dengan garis fraktur
sesuai bidang horizontal, seperti Chane fraktur, dan fraktur kompresif kurang
baik dilihat dengan CT scan aksial. Rekonstruksi tridimensi dapat digunakan
untuk melihat pendesakan kanal oleh fragmen tulang, dan melihat fraktur
elemen posterior.
 MRI
MRI memberikan visualisasi yang lebih baik terhadap kelainan medula spinalis
dan struktur ligamen. Identifikasi ligamen yang robek seringkali lebih mudah
dibandingkan yang utuh. Kelemahan pemakaian MRI adalah terhadap penderita
yang menggunakan fiksasi metal, dimana akan memberikan artifact yang
menggangu penilaian.
Kombinasi antara foto polos, CT Scan dan MRI, memungkinkan kita bisa
melihat kelainan pada tulang dan struktur jaringan lunak (ligamen, diskus dan
medula spinalis). Informasi ini sangat penting untuk menetukan klasifikasi
cedera, identifikasi keadaan instabilitas yang berguna untuk memilih
instrumentasi yang tepat untuk stabilisasi tulang.
 Elektromiografi dan Pemeriksaan
Hantaran Saraf Kedua prosedur ini biasanya dikerjakan bersama-sama 1-2
minggu setelahterjadinyacedera. Elektromiografi dapat menunjukkan adanya
denervasi pada ekstremitas bawah. Pemeriksaan pada otot paraspinal dapat
membedakan lesi pada medula spinalis atau cauda equina, dengan lesi pada
pleksus lumbal atau sacral.
 Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium klinik rutin dilakukan untuk menilai komplikasi pada
organ lain akibat cedera tulang belakang.
Sedangkan menurut Arif Mutaqin (2005) pemeriksaan radiologi yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:
 Pemeriksaan Rontgen. Pada pemeriksaan Rontgen, rnanipulasi
penderita hams dilakukan secara hati-hati. Pada fraktur C-2,
pemeriksaan posisi AP dilakukan secara khusus dengan membuka
mulut. Pemeriksaan posisi AP secara lateral dan kadang-kadang oblik
dilakukan untuk menilai hal-hal sebagai berikut;
 Diameter anteroposterior kanal spinal
 Kontur, bentuk, dan kesejajaran vertebra
 Pergerakan fragmen tulang dalam kanal spinal
 Keadaan simetris dari pedikel dan prosesus spinosus. Ketinggian
ruangan diskus intervertebralis pembengkakan jaringan lunak
 Pemeriksaan CT-scan terutama untuk melihat fragmentasi tan dan
pergeseran fraktur dalam kanal spinal.
 Pemeriksaan CT-scan dengan mielografi.
 Pemeriksaan MRI terutama untuk melihatjaringanlunak, yaitu diskus
intervertebralis dan ligamentum flavum serta lesi dalam sumsum tulang
belakang.
H. PENATALAKSANAAN
Pertolongan pertama dan penanganan darurat:
 Survey primer :
 Pertahankan airway dan imobilisasi tulang belakang
 Breathing
 Sirkulasi dan perdarahan
 Disabilitas: AVPU /GCS, pupil
 Exposure : cegah hipertermi
 Resusitasi :
 Pastikan paten/intubasi
 Ventilasi adaptif
 Perdarahan berhenti ; nadi, CRT, urin output
 Survey sekunder :
 GCS (Gloslow Coma Scale)
 Kaji TTV ; nadi, tekanan darah, suhu, respirasi
Terapi pada fraktur vertebra diawali dengan mengatasi nyeri dan stabilisasi untuk cegah
kerusakan yang lebih parah.

I. DIAGNOSA YANG MUNGKIN MUNCUL


 Nyeri akut berhubungan dengan kompresi saraf, cedera neuromuskular, dan
refleks spasme otot sekunder.
 Pola istirahat tidur kurang dari kebutuhan berhubungan dengan adanya nyeri
dibuktikan dengan mata pasien tampak sayu, pasien tampak lemas, tidur ±4 jam
perhari.
 Gangguan mobilitas ektremitas bawah terbatas yang berhubungan dengan
adanya nyeri dibuktikan dengan terbatasnya pergerakan pasien.
J. PERENCANAAN

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Rasa nyaman nyeri berhubungan Rasa nyaman nyeri dapat  Kaji ulang tingkat  Untuk
dengan adanya rasa nyeri pada bagian teratasi dalam waktu ± 1-2 nyeri dan mengetahui
punggung hingga tungkai di buktikan hari karakteristik nyeri sejauh mana
dengan terbatasnya pergerakan tingkat nyeri atau
ekstremitas bawah, pasien terlihat mengetahui
kesakitan, skala nyeri 5 dari (0-10) perubahaan skala
nyeri agar dapat
memberikan
tindakan
selanjutnya

 Ajarkan teknik  Mengangajarkan


mengurangi rasa teknik
nyeri dan relaksasi mengurangi nyeri
dengan menarik agar pasien tidak
nafas panjang terlalu terfokus
serta mengatur pada nyeri yang di
nafas rasakan

 Berikan posisi  Memberikan


nyaman posisi nyaman
untuk meningkat
kan relaksasi

 Kolaborasi dengan  Untuk


dokter dalam mengurangi atau
pemberian menghilangkan
analgetik sesuai rasa nyeri
dosis

2. Pola istirahat tidur kurang dari Pola istirahat tidur dapat  Anjurkan  Mematikan lampu
kebutuhan berhubungan dengan teratasi dalam waktu ± 1-3 meredupkan atau saat akan tidur
adanya nyeri dibuktikan dengan mata hari membuat lebih
pasien tampak sayu, pasien tampak mematikan lampu cepat terlelap
lemas, tidur ± 4 jam perhari saat akan tidur sehingga secara
tidak langsung
membuat tubuh
lebih sehat dan
segar bangun di
pagi hari
 Bersihkan tempat  Kasur yang bersih
tidur bisa membuat
pasien lebih
nyaman untuk
tidur
 Anjurkan pasien  Latihan relaksasi
latihan relaksasi sebelum tidur bisa
sebelum tidur membuat pasien
menjadi rileks dan
mengurangi rasa
nyeri
3. Pergerakan ektremitas atas bebas, Gangguan mobilitas pada  Anjurkan posisi  Posisikan pasien
kekuatan otot ektremitas bawah 1|5, ekstremitas bawah dapat pasien senyaman senyaman
tekanan darah 100/80 mmHg, nadi : teratasi pada waktu 3 hari mungkin mungkin
80x/menit, respirasi: 18x/menit,
suhu: 36,4 ˚c.  Anjurkan pasien
tidak melakukan  Menghimbau
banyak gerakan kepada pasien
pada ekstremitas agar tidak
bawah melakukan
gerakan yang
berat pada
 Anjurkan pasien ekstremitas bawah
melakukan
gerakan sederhana  Mengajarkan
tetapi sering teknik gerakan –
gerakan yang
sederhana kepada
pasien
K. TUJUAN
 Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan kaji nyeri yang
dialami klien ;
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam, rasa nyeri
dapat berkurang/terkontrol
 Pola tidur kurang yang berhubungan dengan adanya nyeri ;
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan 2x24 jam, pola tidur dapat kembali
normal.
 Gangguan mobilitas pada ekstremitas bawah yang berhubungan dengan rasa
nyaman nyeri ;
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan 3x24 jam, gangguan mobilitas
dapat teratasi

L. KRITERIA HASIL
1. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan integritas jaringan kaji nyeri yang
dialami klien :
- Klien mengatakan nyeri berkurang
- Klien terlihat lebih nyaman Intervensi
2. Pola tidur kurang yang berhubungan dengan adanya nyeri :
- Klien mengatakan pola tidur sudah membaik dari sebelumnya
- Klien terlihat lebih nyaman dari sebelumnya saat beristirahat
3. Gangguan mobilitas pada ekstremitas bawah berhubungan dengan rasa nyaman
nyeri :
- Klien mengatakan nyeri sedikit berkurang dari hari sebelumnya
- Klien mengatakan posisi nyaman dapat membantu mengurangi rasa nyeri
M. INTERVENSI DAN RASIONAL

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Perencanaan


Intervensi Rasional
1. Rasa nyaman nyeri berhubungan Tupan : - Kaji ulang tingkat nyeri - Untuk mengetahui
dengan adanya rasa nyeri pada bagian Rasa nyaman nyeri dapat teratasi dan karakteristik nyeri sejauh mana tingkat
punggung hingga tungkai di buktikan dalam waktu ± 1-2 hari nyeri atau mengetahui
dengan terbatasnya pergerakan Tupen : perubahaan skala nyeri
ekstremitas bawah, pasien terlihat Setelah di lakukan tindakan agar dapat memberikan
kesakitan, skala nyeri 5 dari (0-10), keperawatan 2x24 jam di tindakan selanjutnya
pergerakan ektremitas atas bebas, harapkan nyeri yang di rasakan
kekuatan otot ektremitas bawah 1|5, berangsur kurang atau hilang - Ajarkan teknik - Mengangajarkan
tekanan darah 100/80 mmHg, nadi : dengan kriteria hasil : mengurangi rasa nyeri teknik mengurangi
80x/menit, respirasi: 18x/menit, suhu: - Tidak mengeluh nyeri dan relaksasi dengan nyeri agar pasien tidak
36,4 ˚c. lagi menarik nafas panjang terlalu terfokus pada
- Tidak ada nyeri tekan serta mengatur nafas nyeri yang di rasakan
pada ekstremitas
bawah - Berikan posisi nyaman - Memberikan posisi
- Skala nyeri berkurang nyaman untuk
atau hilang meningkat kan
- Tidak ada memar relaksasi
- Kolaborasi dengan dokter - Untuk mengurangi
dalam pemberian atau menghilangkan
analgetik sesuai dosis rasa nyeri
2. Pola istirahat tidur kurang dari Tupan : - Anjurkan meredupkan - Mematikan lampu saat
kebutuhan berhubungan dengan Pola istirahat tidur dapat teratasi atau mematikan lampu akan tidur membuat
adanya nyeri dibuktikan dengan mata dalam waktu ± 1-3 hari saat akan tidur lebih cepat terlelap
pasien tampak sayu, pasien tampak Tupen : sehingga secara tidak
lemas, tidur ± 4 jam perhari. Setelah dilakukan tindakan 2x24 langsung membuat
jam diharapkan pola istirahat tubuh lebih sehat dan
tidur menjadi efektif atau segar bangun di pagi
kembali normal dengan kriteria hari
hasil :
- Mata pasien tidak - Bersihkan tempat tidur - Kasur yang bersih bisa
terlihat sayu membuat pasien lebih
- Pasien terlihat segar nyaman untuk tidur
tidak lemas
- Pasien bisa tidur - Anjurkan pasien latihan - Latihan relaksasi
normal ± 8 jam/hari relaksasi sebelum tidur sebelum tidur bisa
membuat pasien
menjadi rileks dan
mengurangi rasa nyeri

3. Gangguan mobilitas ektremitas bawah Tupan : - Anjurkan posisi pasien - Posisikan pasien
terbatas yang berhubungan dengan Gangguan mobilitas dapat senyaman mungkin senyaman mungkin
adanya nyeri dibuktikan dengan teratasi dalam waktu 3 hari
terbatasnya pergerakan pasien. Tupen : - Anjurkan pasien tidak - Menghimbau kepada
Setelah dilakukan tindakan melakukan banyak pasien agar tidak
gangguan mobilitas dapat teratasi gerakan pada ekstremitas melakukan gerakan
dalam 3x24 jam dengan hasil : bawah yang berat pada
- Berkurangnya rasa ekstremitas bawah
nyeri tekan pada
ekstremitas bawah - Anjurkan pasien - Mengajarkan teknik
- Ekstremitas bawah melakukan gerakan gerakan – gerakan
sedikit demi sedikit sederhana tetapi sering yang sederhana
berangsur pulih atau kepada pasien
kembali normal
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/4819053/Askep_Fraktur_Vertebrae

https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://docshare02.d
ocshare.tips/files/24634/246349368.pdf&ved=2ahUKEwiCxrbvzeDjAhWKbX0
KHVTNC9MQFjAEegQIAhAB&usg=AOvVaw0u23-9UVnoHDFzIXIeDMv-
&cshid=1564625990227

https://www.academia.edu/33485909/LAPORAN_PENDAHULUAN_FRAKT
UR

https://www.scribd.com/doc/58938393/Laporan-Pendahuluan-Fraktur-Lumbal-
Vertebra-2

Anda mungkin juga menyukai