Anda di halaman 1dari 60

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Kehamilan

1. Definisi Kehamilan

Kehamilan merupakan suatu proses fisiologik yang hampir selalu terjadi pada

setiap wanita. Kehamilan terjadi setelah bertemunya sperma dan ovum, tumbuh

dan berkembang di dalam uterus selama 259 hari atau 37 minggu atau sampai 42

minggu (Nugroho dan Utama, 2014).

Kehamilan dibagi dalam tiga triwulan yaitu triwulan pertama dimulai dari

konsepsi sampai 3 bulan,triwulan kedua dari bulan keempat sampai keenam dan

triwulan ketiga dari bulan ketujuh sampai kesembilan.

Faktor resiko pada ibu hamil seperti umur terlalu muda atau tua, banyak anak

dan beberapa faktor biologis lainnya adalah keadaan yang secara tidak langsung

menambah resiko kesakitan dan kematian pada ibu hamil. Resiko tinggi adalah

keadaan yang berbahaya dan mungkin terjadi penyebab langsung kematian ibu

misalnya pendarahan melalui jalan lahir, eklamsia dan infeksi. Beberapa faktor

resiko yang sekaligus terdapat pada seorang ibu dapat menjadikan kehamilan

beresiko tinggi.

2. Tanda dan Gejala Awal Kehamilan

Tanda-tanda kehamilan ada tiga yaitu (Sulistyawati, 2009; Jannah, 2011;Nugroho,

dkk, 2014) :

a) Tanda Presumtif (Tanda Tidak Pasti Hamil)


Tanda presumtif/ tanda tidak pasti adalah perubahan - perubahan yang

dirasakan oleh ibu (subjektif) yang timbul selama kehamilan. Yang termasuk

tanda presumtif/ tanda tidak pasti adalah :

1) Amenorhea (Tidak Dapat Haid)

Pada wanita sehat dengan haid yang teratur, amenorhoe menandakan

kemungkinan kehamilan. Gejala ini sangat penting karena umumnya

wanita hamil tidak dapat haid lagi. Kadang - kadang amenorhoe

disebabkan oleh hal - hal lain diantaranya akibat menderita penyakit TBC,

typhus, anemia atau karena pengaruh psikis.

2) Nuasea (Enek) dan Emesis (Muntah)

Pada umumnya, nausea terjadi pada bulan - bulan pertama kehamilan

sampai akhir triwulan pertama dan kadang - kadang disertai oleh muntah.

Nausea sering terjadi pada pagi hari, tetapi tidak selalu. Keadaan ini lazim

disebut morning sickness. Dalam batas tertentu, keadaan ini masih

fisiologis, namun bila terlampau sering dapat mengakibatkan gangguan

kesehatan dan disebut dengan hiperemesis gravidarum.

3) Mengidam (Menginginkan makanan atau minuman tertentu)

Sering terjadi pada bulan - bulan pertama dan menghilang dengan makin

tuanya usia kehamilan.

4) Mamae menjadi membesar dan tegang

Keadaan ini disebabkan oleh pengaruh esterogen dan progesteron yang

merangsang duktus dan alveoli pada mamae sehingga glandula

montglomery tampak lebih jelas.


5) Anoreksia (Tidak Nafsu Makan)

Keadaan ini terjadi pada bulan - bulan pertama tetapi setelah itu nafsu

makan akan timbul kembali.

6) Sering Buang Air Kecil (BAK)

Keadaan ini terjadi karena kandung kencing pada bulan - bulan pertama

kehamilan tertekan oleh uterus yang mulai membesar. Pada triwulan

kedua, umumnya keluhan ini hilang oleh karena uterus yang membesar

keluar dari rongga panggul. Pada akhir triwulan, gejala ini bisa timbul

kembali karena janin mulai masuk ke rongga panggul dan menekan

kembali kandung kencing.

7) Obstipasi

Keadaan ini terjadi karena tonus otot menurun yang disebabkan oleh

pengaruh hormon steroid.

8) Pigmentasi Kulit

Keadaan ini terjadi pada kehamilan 12 minggu ke atas. Kadang – kadang

tampak deposit pigmen yang berlebihan pada pipi, hidung dan dahi yang

dikenal dengan kloasma gravidarum (topeng kehamilan). Areola mame

juga menjadi lebih hitam karena didapatkan deposit pigmen yang

berlebihan. Daerah leher menjadi lebih hitam dan linea alba. Hal ini terjadi

karena pengaruh hormon kortiko steroid plasenta yang merangsang

melanofor dan kulit.

9) Epulis

Epulis merupakan suatu hipertrofi papilla ginggivae yang sering terjadi

pada triwulan pertama.


10) Varises (Penekanan Vena)

Keadaan ini sering dijumpai pada triwulan terakhir dan terdapat pada

daerah genetalia eksterna, fossa poplitea, kaki dan betis. Pada

multigravida, kadang - kadang varises ditemukan pada kehamilan yang

terdahulu, kemudian timbul kembali pada triwulan pertama. Kadang –

kadang timbulnya varises merupakan gejala pertama kehamilan muda.

b) Tanda Mungkin Hamil

Tanda kemungkinan hamil adalah perubahan – perubahan yang

diobservasi oleh pemeriksa (bersifat objektif), namun berupa dugaan

kehamilan saja. Semakin banyak tanda – tanda yang didapatkan, semakin

besar pula kemungkinan kehamilan. Yang termasuk tanda kemungkinan

hamil adalah :

1) Uterus Membesar

Pada keadaan ini, terjadi perubahan bentuk, besar dan konsistensi

rahim. Pada pemeriksaan dalam, dapat diraba bahwa uterus membesar

dan semakin lama semakin bundar bentuknya.

2) Tanda Hegar

Konsistensi rahim dalam kehamilan berubah menajdi lunak, terutama

daerah ismus. Pada minggu – minggu pertama, ismus uteri mengalami

hipertrofi seperti korpus uteri. Hipertrofi ismus pada triwulan pertama

mengakibatkan ismus menjadi panjang dan lebih lunak sehingga kalau

diletakkan dua jari dalam fornix posterior dan tangan satunya pada
dinding perut di atas simpisis maka ismus ini tidak teraba seolah – olah

korpus uteri sama sekali terpisah dari uterus.

3) Tanda Chadwick

Hipervaskularisasi mengakibatkan vagina dan vulva tampak lebih

merah dan agak kebiru – biruan (livide). Warna porsiopun tampak

livide. Hal ini disebabkan oleh pengaruh hormone esterogen

4) Tanda Piscaseck

Uterus mengalami pembesaran, kadang – kadang pembesaran tidak rata

tetapi di daerah telur bernidasi lebih cepat tumbuhnya. Hal ini

menyebabkan uterus membesar ke salah satu jurusan pembesaran

tersebut.

5) Tanda Braxton Hicks

Bila uterus dirangsang, akan mudah berkontraksi. Waktu palpasi atau

pemeriksaan dalam uterus yang awalnya lunak akan menjadi keras

karena berkontraksi. Tanda ini khas untuk uterus dalam masa

kehamilan.

6) Goodel Sign

Di luar kehamilan konsistensi serviks keras, kerasnya seperti merasakan

ujung hidung, dalam kehamilan serviks menjadi lunak pada perabaan

selunak vivir atau ujung bawah daun telinga.

7) Reaksi Kehamilan Positif


Cara khas yang dipakai dengan menentukan adanya human chorionic

gonadotropin pada kehamilan muda adalah air seni pertama pada pagi

hari. Dengan tes ini, dapat membantu menentukan diagnosa kehamilan

sedini mungkin.

c) Tanda Pasti Hamil

Tanda pasti adalah tanda – tanda objektif yang didapatkan oleh

pemeriksa yang dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa pada

kehamilan. Yang termasuk tanda pasti kehamilan adalah :

1) Terasa Gerakan Janin

Gerakan janin pada primigravida dapat dirasakan oleh ibunya pada

kehamilan 18 minggu. Sedangkan pada multigravida, dapat dirasakan

pada kehamilan 16 minggu karena telah berpengalaman dari kehamilan

terdahulu. Pada bulan keempat dan kelima, janin berukuran kecil jika

dibandingkan dengan banyaknya air ketuban, maka kalau rahim

didorong atau digoyangkan, maka anak melenting di dalam rahim.

2) Teraba Bagian – Bagian Kecil Janin

Bagian – bagian janin secara objektif dapat diketahui oleh pemeriksa

dengan cara palpasi menurut leopold pada akhir trimester kedua.

3) Denyut Jantung Janin

Denyut jantung janin secara objektif dapat diketahui oleh pemeriksa

dengan menggunakan :

- Fetal electrocardiograph pada kehamilan 12 minggu.


- Sistem doppler pada kehamilan 12 minggu.

- Stetoskop laenec pada kehamilan 18 – 20 minggu.

4) Terlihat Kerangka Janin pada Pemeriksaan Sinar Rontgen

5) Dengan menggunakan USG dapat terlihat gambaran janin berupa

ukuran kantong janin, panjangnya janin dan diameter bipateralis

sehingga dapat diperkirakan tuanya kehamilan.

3. Kebutuhan Gizi Selama Kehamilan

Seorang wanita dewasa yang tidak hamil, keperluan gizinya dipergunakan

untuk kegiatan rutin dalam proses metabolisme tubuh, aktivitas fisik serta menjaga

keseimbangan segala proses dalam tubuh. Sedangkan pada wanita dewasa yang

sedang hamil maka di samping untuk proses yang rutin juga diperlukan energi dan

gizi tambahan untuk pembentukan jaringan baru yaitu janin, plasenta, uterus dan

kelenjar mamae.

Ibu hamil dianjurkan makan secukupnya saja, bervariasi sehingga

kebutuhan akan aneka makan zat gizi bisa terpenuhi. Kebutuhan yang meningkat

ini untuk mendukung persiapan kelak bayi dilahirkan.

Sebagai pedoman dalam pengwasan akan kecukupan gizi ibu hamil adalah

bagaimana kenaikan pertambahan berat badan ibu hamil. Sebagai standard

kebiasaan kenaikan berat badan pada ibu hamil menurut Committee on Nutritional

(1990) adalah sekitar 7 kg sampai 18 kg. Untuk ibu gemuk (BMI > 26-29),

pertambahan berat badan sekitar 7 kg – 11,5 kg. Untuk ibu normal (BMI 19,8 –

maka pertambahan berat badan sekitar 11,5 kg – 16 kg. Untuk ibu kurus (BMI <

19,8) maka pertambahan berat badan sekitar 12,5 kg – 18 kg.


Pada kehamilan trimester pertama, umumnya timbul keluhan mual, ingin

muntah, pusing, selera makan berkurang sehingga timbul kelemahan dan malas

beraktivitas. Pada saat ini, belum diperlukan tambahan kalori, protein, mineral dan

vitamin yang berarti karena janin belum tumbuh dengan pesat dan kebutuhan gizi

dapat disamakan dengan keadaan sebelum hamil, tetapi yang perlu diperhatikan

adalah bahwa ibu hamil harus tetap makan agar tidak terjadi gangguan pencernaan.

Pada kehamilan trimester kedua, mulai dibutuhkan tambahan kalori untuk

pertumbuhan dan perkembangan janin serta untuk mempertahankan kesehatan ibu

hamil. Pada saat ini, muntah sudah berkurang atau tidak ada, nafsu makan

bertambah, perkembangan janin sangat pesat, bukan saja tubuhnya tetapi juga

susunan saraf otak (kurang lebih 90%). Oleh karena perumbuhan janin yang pesat

dimana jaringan otak menjadi perhatian utama maka ibu hamil memerlukan protein

dan zat gizi lain seperti galaktosa yang ada pada susu sehingga dianjurkan untuk

minum susu 400 cc.

Selain itu, vitamin dan mineral yang banyak terdapat pada buah – buahan

dan sayuran juga perlu untuk dikonsumsi.Pada kehamilan trimester kedua ini, ibu

hamil sering mengalami pembengkakan pada kakinya. Hal ini bisa diatasi dengan

mengurangi konsumsi makanan yang mengandung ion natrium dan klorida.

Pada kehamilan trimester ketiga, nafsu makan sudah baik sekali, cenderung

untuk merasa lapar terus menerus sehingga perlu diperhatikan agar tidak terjadi

kegemukan. Secara garis besar, makanan pada trimester ketiga sama dengan makanan

pada trimester kedua (Simanjuntak dan Sudaryati, 2005). Berikut adalah

perbandingan kebutuhan zat makanan pada wanita saat tidak hamil, hamil dan

menyusui.
Tabel 1.1 Perbandingan kebutuhan zat makanan pada wanita tidak

hamil, ibu hamil dan menyusui

Table 1.2 Kebutuhan makan pada ibu nifas

4. Pemeriksaan Kehamilan (Antenatal Care)


Antenatal care adalah cara penting untuk memonitor dan mendukung kesehatan

ibu hamil normal dan mendeteksi ibu dengan kehamilan normal. Pelayanan

antenatal atau yang sering disebut dengan pemeriksaan kehamilan adalah

pelayanan yang diberikan oleh tenaga professional yaitu dokter spesialisasi bidan,

dokter umum, bidan, pembantu bidan dan perawat bidan.

Petugas kesehatan tersebut melakukan pemeriksaan terhadap kondisi

kehamilan ibu dan juga memberikan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)

kepada ibu hamil, suami dan keluarga tentang kondisi ibu hamil dan

masalahnya.Dengan demikian, memberikan asuhan antenatal care yang baik akan

menjadi salah satu tiang penyangga dalam safe motherhood dalam usaha

menurunkan AKI dan AKB. Terdapat 10 standar yaitu :

1) Timbang berat badan dan ukur tnggi badan

2) Tekanan darah

3) Tentukan status gizi (ukur lingkar lengan atas (LILA))

4) Tinggi fundus uteri

5) Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ)

6) Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan Tetanus Toksid (TT) bila

diperlukan

7) Tablet tambah darah

8) Tes laboratorium

9) Tatalaksana kasus
10) Temu wicara (konseling)

5. Jadwal Pemeriksan Kehamilan

Kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu hamil dan petugas kesehatan

yang memberikan pelayanan antenatal standar untuk mendapatkan pemeriksaan

kehamilan. Istilah kunjungan tidak mengandung arti bahwa selalu ibu hamil yang

datang ke fasilitas pelayanan, tetapi dapat sebaliknya, yaitu ibu hamil yang

dikunjungi oleh petugas kesehatan di rumahnya atau di posyandu.

Kunjungan dalam pemeriksaan kehamilan dilakukan paling sedikit empat kali

yaitu (Nugroho, dkk , 2014) :

1) Satu kali pada trimester I (usia kehamilan 0-12 minggu)

2) Satu kali pada trimester II (usia kehamilan 13-24 minggu)

3) Dua kali pada trimester III (usia kehamilan 25 sampai melahirkan)

B. Persalinan

1. Definisi Persalinan

Persalinan merupakan proses fisiologis pengeluaran janin, plasenta, dan ketuban

melalui jalan lahir. Persalinan secara alami adalah persalinan yang dilakukan pada

proses persalinan dan kelahiran tanpa intervensi medis serta obat-obatan penghilang

rasa sakit, namun juga membutuhkan dukungan. Melahirkan secara alami merupakan

harapan bagi setiap ibu hamil, dalam beberapa kasus intervensi medis minimal

diperlukan (Indrayani, 2016).


Menurut IBI persalinan normal merupakan persalinan yang meliputi presentasi

janin belakang kepala yang dapat berlangsung spontan dengan lama persainan dengan

batas waktu yang normal, sedangkan menurut WHO persalinan normal adalah

persalinan dengan persentasi janin belakang kepala yang berlangsung secara spontan

dengan lama persalinan dalam batas normal, beresiko rendah sejak awal persalinan

hingga partus dengan masa gestasi 37-42 minggu.

Proses dinamika dari persalinan meliputi empat faktor utama yaitu power,

passage, passanger, psikis dan juga tidak kalah pentingnya faktor Penolong

persalinan. Jika terdapat masalah pada salah satu faktor tersebut maka dapat

menyebabkan kesulitan selama persalinan (Purwaningsih, 2010).

2. Faktor Yang Mempengaruhi Persalinan

Menurut (Indrayani, 2016) Terdapat 5 faktor penting yang berpengaruh dalam

proses persalinan, biasa disebut “5Ps” yaitu 3 faktor utama: power, passanger,

passage way, kemudian 2 faktor lainnya: position dan psyche. Berikut uraian

penjelasannya :

a) Power

Power adalah sumber kekuatan ibu yang membantu mendorong janin

keluar, yang terdiri dari :

1) His (Kontraksi Otot Rahim)

His merupakan kontraksi otot rahim ketika persalinan yang

terdiri dari kontraksi otot dinding perut, kontraksi diafragma pelvis,

atau biasa disebut kekuatan mengejan dan kontraksi ligamentum


rotundum.Adanya his ketika melahirkan dipengaruhi oleh peran

hormon yang meningkat guna menjalankan proses yang dialami setiap

wanita. Menjelang persalinan terjadi penurunan hormon progesteron.

Hormon ini berfungsi menyiapkan kondisi rahim supaya dapat di

tempati calon janin. Pada awal kehamilan, progesteron sangat

dibutuhkan agar tidak terjadi keguguran. Akan tetapi, menjelang

persalinan fungsi tersebut sudah tidak diperlukan lagi sehingga

produksinya menurun. Namun, disisi lain produksi hormon estrogen,

oksitosin, dan prostaglandin meningkat pesat sehingga memperbaiki

kekuatan his menjadi lebih adekuat. Peningkatan tersebut juga

dipengaruhi hormon lain dari hipofise seperti somatomamotropin,

luteinizing hormone, relaksin, dan lainnya (Adrian, 2017).

Kontraksi uterus terdiri dari kontraksi involunter dan volunteer,

kontraksi uterus involunter disebut kekuatan/kontraksi primer,

menandai dimulainya persalinan disebut juga his. His dimulai pada

bulan terakhir kehamilan sebelum persalinan disebut his pendahuluan

atau his palsu merupakan reaksi peningkatan dari kontraksi Braxton

Hicks. His pendahuluan bersifat tidak teratur, tidak mengakibatkan

nyeri dibagian perut dan lipat paha, tidak menyebabkan nyeri, akan

bertambah sering dan sakit seiring bertambahnya waktu yang menjalar

dari pinggang ke perut bagian bawah, tidak bertambah kuat dan seiring

berjalannya waktu (makin lama makin sering dan sakit). Kontraksi

involunter berasal dari titik pemicu tertentu yang terdapat pada lapisan

otot di segmen uterus bagian atas, kemudian dihantarkan ke bagian


bawah dalam bentuk gelombang, diselingi periode istirahat singkat.

Kontraksi involunter mengakibatkan servik menipis (effacement) dan

berdilatasi, serta mengakibatkan janin turun (Kostania, 2012)

Kontraksi volunter (Kekuatan Sekunder) bersifat mendorong

keluar dan menimbulkan perasaan ibu ingin mengejan, timbul setelah

bagian presentasi mencapai dasar panggul. Kontraksi volunter tidak

dipengaruhi dilatasi servik, namun setelah dilatasi/pembukaan lengkap,

kekuatan ini penting untuk mendorong janin keluar dari uterus dan

vagina, sifat kekuatan reflek sekunder tanpa disadari otot diafragma dan

abdomen, berkontraksi dan mendorong janin keluar menyebabkan

peningkatan tekanan intraabdomen pada semua sisi dan menambah

kekuatan untuk mendorong keluar. Reflek mengejan akan timbul saat

bagian terendah janin sudah turun ke dasar panggul, mengakibatkan

tekanan bagian terendah janin pada reseptor regang dasar panggul

sehingga mengakibatkan hipofisis posterior melepaskan hormon

oksitosin.

2) Hormon – hormon yang memepengaruhi proses persalinan :

- Estrogen

Bersama hormon lainnya estrogen meningkat menjelang

persalinan bekerja merangsang kelenjar mammae dan

menyebabkan kontraksi rahim. Hormon dihasilkan oleh

plasenta selama proses kehamilan sampai persalinan.

- Oksitosin
Hormon ini banyak diproduksi menjelang persalinan,

menyebabkan kontraksi otot-otot polos uterus yang berfungsi

mendorong turunnya kepala bayi. Hormon oksitosin bertugas

menyiapkan laktasi dengan membuka saluran ASI dari alveolus ke

puting payudara. Produksi hormon ini akan bertambah apabila

dilakukan stimulasi puting susu. Cara ini dilakukan jika kontraksi

rahim tidak adekuat. Jika cara tersebut tidak juga membantu maka

dapat dilakukan cara yang lebih efektif yaitu melakukan teknik

pemijatan akupresur pada titik SP6 dan LI4.

- Prolaktin

Hormon yang dihasilkan dari kelenjar hipofise anterior bertugas

menstimulasi pertumbuhan alveolus pada payudara. Pengeluaran

hormon dipacu oleh estrogen. Menjelang persalinan, prolaktin juga

bertugas memproduksi air susu untuk bayi setelah dilahirkan.

- Prostaglandin

Hormon ini bekerja untuk merangsang otot polos yang dihasilkan

oleh rahim dan produksinya meningkat pada akhir kehamilan.

Terkadang wanita mendapatkan prostaglandin dari sperma saat

berhubungan seksual, sehingga pada akhir persalinan disarankan

untuk melakukan hubungan seksual (Adrian, 2017).

3) Tenaga mengejan

Power yang membantu mendorong bayi keluar kontraksi uterus akibat

otot-otot polos rahim yang bekerja secara sempurna dengan sifat-sifat :


- Kontraksi simetris

- Fundus yang dominan

- Relaksasi yang baik dan benar

- Terjadi diluar kesadaran/kehendak

- Terasa sakit

- Terkoordinasi dengan baik

- Terkadang dapat dipengaruhi dari luar secara fisik, kimia, dan psikis.

b) Passanger

Pada passanger meliputi janin, plasenta, serta air ketuban, berikut

uraiannya :

1) Janin

Janin bergerak pada sepanjang jalan lahir yang diakibatkan oleh

interaksi beberapa faktor, antara lain : jenis ukuran kepala janin, posisi,

letak, presentasi, juga plasenta dan air ketuban harus melewati jalan

lahir yang dianggap sebagai bagian dari passanger yang mengikuti

janin.

2) Tali pusat

Plasenta pada umumnya dapat terbentuk sempura pada usia kehamian

kira-kira 16 minggu, dimana amnion telah mengisi seliruh rongga

rahim. Tali pusat (cord umbilicalis) atau foeniculus terbentuk pada

minggu ke lima, terdapat antara pusat janin dan permukaan fetal

plasenta.
3) Plasenta

Dalam minggu ketiga kehamilan setelah konsepsi, sel tropoblast dari

villi chorionic berlanjut untuk ber-invasi di desidua basalis. Ketika

kapiler uteri terbentuk, kemudian berlanjut dengan arteri andometrial

yang membentuk posisi seperti spiral, lalu ruang yang telah terbentuk

diisi darah maternal. Villi chorionic yang telah tumbuh di dalam rongga

dengan dua lapisan sel terluar bernama syncitium dan bagian dalamnya

disebut cytotropoblast. Lapisan ketiga berkembang dalam septa yang

membagi desidus masuk ke dalam area yang terpisah yang disebut

cotyledon merupakan 1 unit fungsional. Strukturnya secara keseluruhan

yang menghubungkan pertukaran zat antara ibu dan anak atau

sebaliknya disebut plasenta (Indrayani, 2016).

4) Air ketuban

Pada Kehamilan cukup bulan, volume air ketuban kira-kira 1000-1500

cc, berwarna putih keruh, bebau cukup amis, dan berasa manis.

Reaksinya alkalis atau netral, dengan berat jenisnya 1,008. Terdiri dari

komposisi 90% air, lainnya albumin, urea, asam uric, kreatininsel-sel

epitel, verniks caseosa, rambut lanugo, dan garam an-organik. Kadar

protein didalamnya kira-kira 2,6%g/l terutama albumin. Cavum amnion

yang menerima cairan dengan difusi dari darah maternal. Fetus akan

menelan cairan tersebut dan kemudian mengalirkannya ke dalam dan

keluar paru fetal. Urine dari fetus juga ikut mengalir masuk ke dalam

cairan tadi yang kemudian akan mempengaruhi tingginya volume

cairan amnion. Minimalnya kurang dari 300 ml cairan amnion


dihubungkan dengan abnormalitas oleh ranal fetal. Cairan yang lebih

tinggi dari dua liter cairan amnion (hydramnion) dihubungan dengan

malformasi gastrointestinal juga malformasi lainnya. (Indrayani, 2016)

c) Passage Way

Passage way adalah jalan lahir pada saat persalinan yang berkaitan

dengan segmen atas dan segmen bawah rahim. Segmen atas mempunyai

peran yang aktif karena berkontraksi ketika persalinan bertambah maju

maka dindingnya akan semakin menebal, sedangkan segmen bawah

mempunyai peran pasif sehingga semakin bertambah maju persainan akan

semakin tipis akibat dari peregangan (Indrayani, 2016).

d) Possition

Posisi ibu juga sangat berpengaruh terhadap adaptasi anatomi dan

fisiologi persalinan. Posisi tegak memberikan beberapa keuntungan.

Merubah posisi memberikan kenyamanan, membuat rasa letih berkurang,

dan melancarkan sirkulasi darah. Pada posisi tegak meliputi duduk diatas

gym ball (pelvic rocking), berdiri, jongkok, berjalan. Posisi tegak

memungkinkan untuk penurunan bagian terbawah janin. Kontraksi uteus

yang lebih kuat dan efisien untuk membantu penipisan serta dilatasi serviks

sehingga persalinan akan lebih cepat. (Indrayani, 2016)

Dengan posisi duduk tegak diatas Birthing Ball memiliki banyak

kegunaan pada akhir kehamilan, karena Anda akan merasa lebih nyaman.

Posisi duduk tegak rileks diatas gym ball (pelvic rocking) efektif untuk

melonggarkan daerah pengeluran bayi sehingga dapat mempercepat proses


kelahiran bayi, juga sangat membantu ibu merasa lebih rileks, mengurangi

ketegangan dengan mengalihkan fokus fikiran saat bersalin sehingga

berkurang rasa sakit. Dalam proses persalinan, bola bisa menjadi alat

penting, dan dapat digunakan dalam berbagai posisi. Duduk tegak diatas

bola sambil mendorong seperti melakukan ayunan atau membuat gerakan

memutar panggul, dapat membantu proses penurunan janin. Bola

memberikan dukungan pada perineum tanpa banyak tekanan dan

membantu menjaga janin sejajar di panggul. Posisi duduk diatas bola,

diasumsikan mirip dengan berjongkok membuka panggul, sehingga

membantu mempercepat proses persalinan. Gerakan lembut yang dilakukan

diatas bola sangat mengurangi rasa sakit saat kontraksi. Dengan bola

ditempatkan di tempat tidur, klien bisa berdiri dan bersandar dengan

nyaman diatas bola, mendorong dan mengayunkan panggul untuk

mobilisasi (Hypno-birthing, 2014)

Mobilisasi persalinan kala I dengan pelvic rocking adalah salah satu

latihan yang sangat efektif dan memberikan beberapa manfaat utama.

Goyangan panggul meningkatan kelenturan otot-otot perut dan otot-otot

dasar panggul. Mampu mengurangi tekanan pada pembuluh darah di daerah

area rahim, serta tekanan pada kandung kemih ibu. Dilakukan pada

trimester ke 3 (>34 minggu) atau pada saat kala I persalinan untuk

mempercepat proses persalinan, dilakukan setiap hari/setiap waktu secara

bertahap sesuai kebutuhan(Hypno-birthing, 2014).

Dengan bola dilantai atau ditempat tidur, klien dapat berlutut dan

membungkuk dengan berat badan tertumpu diatas bola, bergerak


mendorong panggul yang dapat membantu bayi berubah ke posisi yang

benar (belakang kepala), sehingga memungkinkan kemajuan proses

persalinan menjadi lebih cepat (Hypno-birthing, 2014)

e) Psychology

Psychology yaitu respon psikologis ibu tentang proses persalinan.

Faktor ini terdiri dari persiapan fisik maupun mental pada saat melahirkan,

nilai serta kepercayaan sosialbudaya, pengalaman melahirkan, harapan

tehadap persalinan, kesiapan ketika melahirkan, tingkatan pendidikannya,

dukungan orang disekitar dan status emosional. Kepercayaan beragama dan

spiritual dapat mempengaruhi ibu terhadap pemilihan penyedia asuhan

layanan kesehatan, penyebab nyeri, dan terhadap penyembuhan.

Kepercayaan-kepercayaan tersebut dapat menjadi salah satu sumber

kekuatan dan rasa nyaman ibu pada saat keadaan kritis maupun tidak.

Faktor psikologis ibu merupakan faktor utama saat menghadapi persalin

karena tingkat kecemasan perempuan selama bersalin akan semakin

meningkat. Perilaku dan penampilan perempuan serta pasangannya

merupakan petunjuk berharga tentang dukungan yang diberikan. Dukungan

dari orang-orang terdekat akan semakin membantu memperlancar proses

persalinan. Tindakan mengupayakan rasa nyaman dengan membuat

suasana yang nyaman, memberikan asuhan sayang ibu dengan sentuhan,

massase punggung (Indrayani, 2016)

.
3. Tanda – Tanda Persalinan

Adapun tanda-tanda persalinan adalah : Ibu merasakan ingin mengedan

bersamaan dengan terjadinya kontraksi, ibu merasakan makin meningkatnya

tekanan pada rektum atau vagina, perineum terlihat menonjol, vulva vagina dan

sfingter ani terlihat membuka dan peningkatan pengeluaran lendir dan darah

(Depkes RI, 2004).

4. Pembagian Kala Persalinan

Pembagian kala persalinan dibagi menjadi empat yaitu :

a) Kala I

Kala I adalah persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus dan

pembukaan serviks hingga mencapai pembukaan lengkap (10 cm). Persalinan

kala I dibagi menjadi dua fase yaitu fase laten dan fase aktif.

1) Fase Laten

Fase laten adalah fase yang lambat yang ditandai dengan : dimulai sejak

awal kontraksi yang menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara

bertahap, pembukaan kurang dari 4 cm dan biasanya memerlukan waktu

selama 8 jam pada saat primipara.

2) Fase Aktif

Fase aktif adalah fase dimana ditandai dengan : frekuensi dan lama

kontraksi uterus umumnya meningkat (kontraksi dianggap adekuat atau

memadai jika terjadi tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan

berlangsung selama 40 detik atau lebih, serviks membuka dari 4 ke 10 cm


biasanya dengan kecepatan 1 cm atau lebih per jam hingga pembukaan

lengkap 10 cm, dan terjadi penurunan bagian terbawah janin.

b) Kala II

Kala II adalah persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah

lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala II dikenal juga

sebagai kala pengeluaran.

c) Kala III

Kala III adalah persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan

berakhirnya dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban.

d) Kala IV

Kala IV adalah persalinan dimulai setelah lahirnya plasenta dan

berakhir dua jam setelah itu. Pemantauan pada kala IV sangat penting terutama

untuk menilai apakah terdapat risiko atau terjadi perdarahan pasca persalinan.

(Depkes, 2002).

5. Lama Persalinan

Perhitungan lamanya proses persalinan bagi ibu primipara dan multipara adalah

sebagai berikut :

No Kategori Primipara Multipara

1 Cepat < 12 jam < 8 jam

2 Normal 12 – 14 jam 8-10 jam

3 Lambat >14 jam > 10 jam

Tabel 1.3 Lamanya Proses Persalinan


C. Nifas

1. Definisi Nifas

Beberapa pengertian masa nifas menurut para ahli adalah sebagai berikut:

Masa nifas atau puerperium dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai

dengan 6 minggu (42 hari) (Dewi dan Sunarsih, 2012: 1).

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan

berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil).

Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sulistyawati, 2015).

Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa masa nifas

dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan pulihnya alat-alat

reproduksi seperti sebelum hamil (6 minggu).

2. Tahapan Masa Nifas

Tahapan masa nifas menurut Sulistyawati (2015: 5) adalah sebagai berikut:

a) Puerperium dini

Puerperium dini merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu telah

diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.

b) Puerperium intermedial

Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat

genetalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu.


c) Remote puerperium

Remote puerperium merupakan masa yang diperlukan untuk pulih dan sehat

sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai

komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung selama

berminggu-minggu, bulanan, bahkan tahunan.

3. Perubahan Fisiologis Masa Nifas

a) Perbahan Siste Reproduksi

1) Involusi Uteri

Involusi atau pengerutan uterus merupakan suatu proses dimana uterus

kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat hanya 60 gram. Proses

involusi uterus menurut Marmi (2015: 85) antara lain, sebagai berikut:

- Iskemia miometrium

Iskemia miometrium disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang

terus-menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta membuat

uterus relatif anemia dan menyebabkan serat otot atrofi.

- Atrofi jaringan

Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon esterogen

saat pelepasan plasenta.

- Autolisis

Autolisis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi

di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan

otot yang telah sempat mengendur hingga panjangnya 10 kali dari


semula dan lebar lima kali dari semula selama kehamilan atau dapat

juga dikatakan sebagai perusakan secara langsung jaringan

hipertrofi yang berlebihan. Hal ini disebabkan karena penurunan

hormon esterogen dan progesteron.

- Efek oksitosin

Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot uterus

sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan

berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk

mengurangi perdarahan. Penurunan ukuran uterus yang cepat itu

dicerminkan oleh perubahan lokasi uterus ketika turun keluar dari

abdomen dan kembali menjadi organ pelvis.

Tabel 1.4 Perubahan Uterus Pada Masa Nifas

Tinggi Fundus Berat Diameter Palpasi


Involusi Uteri

Uteri Uterus Uterus Serviks

Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gr 12,5 cm Lembut, lunak

Pertengahan

7 hari

antara pusat dan 500 gr 7,5 cm 2 cm

(minggu 1)

Simpisis

14 hari

Tidak teraba 350 gr 5 cm 1 cm

(minggu 2)
6 minggu Normal 60 gr 2,5 cm Menyempit

Sumber : Ambarwati, 2010: 76

2) Perubahan Serviks

Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Perubahan-

perubahan yang terdapat pada serviks postpartum adalah bentuk serviks

yang akan menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus

uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks tidak

berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan

serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks sendiri merah

kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Beberapa hari setelah

persalinan, ostium eksternum dapat dilalui oleh 2 jari, pinggir-pinggirnya

tidak rata, tetapi retak-retak karena robekan dalam persalinan. Pada akhir

minggu pertama hanya dapat dilalui oleh satu jari saja, dan lingkaran

retraksi berhubungan dengan bagian atas dari kranialis servikallis.

Pada serviks terbentuk sel-sel otot baru yang mengakibatkan serviks

memanjang seperti celah. Walaupun begitu, setelah involusi selesai, ostium

eksternum tidak serupa dengan keadaannya sebelum hamil. Pada umumnya

ostium eksternum lebih besar dan tetap terdapat retak-retak dan robekan-

robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir sampingnya. Oleh karena

robekan ke samping ini terbentuklah bibir depan dan bibir belakang pada

serviks. (Nurjannah, 2013: 57)

3) Lokhea
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea mengandung

darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lokhea yang

berbau tak sedap menandakan adanya infeksi.

Tabel 1.5. Pengeluaran Lokhea Selama Post Partum

Waktu
Lochea Warna Ciri-ciri

Muncul

Terisi darah segar, jaringan

sisa-sisa

plasenta, dinding rahim,

Rubra/ merah 1-4 hari Merah lemak bayi,

lanugo (rambut bayi), dan

meconium

Merah

Sanguinolenta 4-7 hari Berlendir

kecokelatan

Mengandung serum,

Kuning leukosit dan

Serosa 7-14 hari

kecoklatan robekan atau laserasi plasenta

Mengandung leukosit, sel

desidua, sel

epitel, selaput lendir serviks

Alba/ putih > 14 hari Putih dan serabut


jaringan yang mati

Sumber : Sulistyawati, 2015 : 76

4) Perubahan pada Vulva, Vagina dan Perineum

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat

besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama

sesudah proses tersebut. Kedua organ ini tetap berada dalam keadaan

kendur. Setelah 3 minggu vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak

hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul

kembali sementara labia menjadi lebih menonjol. Hymen tampak sebagai

tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah menjadi kurunkulae

motiformis yang khas bagi wanita multipara. Pada post natal hari kelima,

perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun

tetap lebih kendor daripada keadaan sebelum hamil (Marmi, 2015: 90).

b) Perubahan Pada Payudara

Menurut Nurjannah (2013: 60) perubahan pada payudara dapat meliputi hal-hal

sebagai berikut :.

a) Penurunan kadar progesteron dan peningkatan hormon prolaktin setelah

persalinan

b) Kolostrum sudah ada saat persalinan, produksi ASI terjadi pada hari kedua

atau hari ketiga setelah persalinan.

c) Payudara menjadi besar sebagai tanda mulainya proses laktasi


c) Perubahan Sistem Pencernaan

Menurut Rukiyah (2010: 64), beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan

pada sistem pencernaan antara lain :

1) Nafsu makan

Pasca melahirkan, ibu biasanya merasa lapar sehingga ibu diperbolehkan

untuk mengonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3-

4 hari sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron

menurun setelah melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan

satu atau dua hari.

2) Motilitas

Secara khas, penurunan otot tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap

selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan

anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus otot dan motilitas ke

keadaan normal.

3) Pengosongan usus

Pasca melahirkan, ibu sering mengalami kontsipasi. Hal ini disebabkan

tonus otot menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum,

diare sebelum persalinan, enema selama melahirkan, kurang makan,

dehidrasi, hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem pencernaan pada

masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.

d) Perubahan Sistem Perkemihan


Hendaknya buang air kecil dapat dilakukan sendiri secepatnya. Namun

kadang-kadang ibu nifas mengalami sulit buang air kecil karena sfingter uretra

ditekan oleh kepala janin dan adanya edema kandung kemih selama persalinan.

Kandung kemih pada puerperium sangat kurang sensitif dan kapasitasnya

bertambah, sehingga kandung kemih penuh atau sesudah buang air kecil masih

tertinggal urin residu. Sisa urin dan trauma kandung kemih waktu persalinan

memudahkan terjadinya infeksi (Ambarwati, 2010: 81).

e) Perubahan Sistem Muskulskeletal

Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan,

setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali

sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena

ligamen rotundum menjadi kendor. Stabilisasi sempurna terjadi pada 6-8

minggu setelah persalinan. Sebagai akibat putusnya serat-serat elastis kulit dan

distensi yang berlangsung lama akibat besarnya uterus pada saat hamil, dinding

abdomen masih lunak dan kendur untuk sementara waktu. Pemulihan dibantu

dengan latihan (Ambarwati, 2010: 82).

f) Perubahan Sistem Endokrin

Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem

endokrin. Menurut Sulistyawati (2015: 80), hormon-hormon yang berperan

pada proses tersebut, antara lain:

1) Hormon Plasenta

Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. HCG (Human

Chorionic Gonadotropin) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10%


dalam 3 jam hingga hari ke-7 postpartum dan sebagai onset pemenuhan

mamae pada hari ke-3 postpartum.

2) Hormon Pituari

Prolaktin darah akan meningkat dengan cepat. Pada wanita yang tidak

menyusui, prolaktin menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH akan

meningkat pada fase konsentrasi folikuler pada (minggu ke-3) dan LH tetap

rendah hingga ovulasi terjadi.

3) Hipotalamik Pituari Ovarium

Lamanya seorang wanita mendapat menstruasi juga dipengaruhi oleh faktor

menyusui. Seringkali menstruasi pertama ini bersifat anovulasi karena

rendahnya kadar esterogen dan progesteron.

4) Kadar Etrogen

Setelah persalinan, terjadi penurunan kadar esterogen yang bermakna

sehingga aktivitas prolaktin yang juga sedang meningkat dapat

mempengaruhi kelenjar mamae dalam menghasilkan ASI.

g) Perubahan Tanda Vital

Menurut Mansyur (2014: 63), beberapa perubahan tanda-tanda vital

biasa terlihat jika wanita dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara,

baik peningkatan tekanan darah sistole maupun diastole dapat timbul dan

berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan.

1) Suhu badan
o
Satu hari (24 jam) post partum suhu tubuh akan naik sedikit (37,5-38 C)

sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan, dan

kelelahan.

2) Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali/menit sehabis

melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih cepat.

3) Tekanan darah

Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah

ibu melahirkan karena adanya perdarahan. Tekanan darah tinggi pada post

partum dapat menandakan terjadinya preeklamsia postpartum.

4) Pernafasan

Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut

nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya,

kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas.

h) Perubahan Sistem Kardiovaskuler

Pada kehamilan terjadi peningkatan sirkulasi volume darah yang

mencapai 50%. Mentoleransi kehilangan darah pada saat melahirkan

perdarahan pervaginam normalnya 400-500 cc. Sedangkan melalui seksio

caesaria kurang lebih 700-1000 cc. Bradikardi (dianggap normal), jika terjadi

takikardi dapat merefleksikan adanya kesulitan atau persalinan lama dan darah

yang keluar lebih dari normal atau perubahan setelah melahirkan.


i) Perubahan Sistem Hematologi

Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan

plasma, serta faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama

postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun, tetapi darah

lebih mengental dan terjadi peningkatan viskositas sehingga meningkatkan

faktor pembekuan darah. Leukositosis yang meningkat dengan jumlah sel

darah putih dapat mencapai 15.000 selama proses persalinan akan tetap tinggi

dalam beberapa hari post partum. Jumlah sel darah tersebut masih dapat naik

lagi sampai 25.000 – 30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita

tersebut mengalami persalinan yang lama. Hal ini dipengaruhi oleh status gizi

dan hidrasi wanita tersebut.

Jumlah Hb, Hmt, dan eritrosit sangat bervariasi pada saat awal – awal

masa post partum sebagai akibat dari volume darah, plasenta, dan tingkat

volume darah yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh

status gizi dan hidrasi wanita tersebut. Selama kelahiran dan post partum,

terjadi kehilangan darah sekitar 200-500 ml. Penurunan volume dan

peningkatan Hmt dan Hb pada hari ke-3 sampai hari ke-7 postpartum, yang

akan kembali normal dalam 4-5 minggu postpartum (Sulistyawati, 2015: 82)

4. Perubahan Pskologis Masa Nifas

Menurut Herawati Mansur (2014: 134-135), adaptasi psikologis postpartum oleh

rubin dibagi dalam 3 (tiga) periode yaitu sebagai berikut:

1) Periode Taking In
Periode ini berlangsung 1-2 hari setelah melahirkan. Ibu pasif terhadap

lingkungan. Oleh karena itu, perlu menjaga komunikasi yang baik. Ibu menjadi

sangat tergantung pada orang lain, mengharapkan segala sesuatu kebutuhan

dapat dipenuhi orang lain. Perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan

perubahan tubuhnya. Ibu mungkin akan bercerita tentang pengalamannya

ketika melahirkan secara berulang-ulang. Diperlukan lingkungan yang

kondusif agar ibu dapat tidur dengan tenang untuk memulihkan keadaan

tubuhnya seperti sediakala. Nafsu makan bertambah sehingga dibutuhkan

peningkatan nutrisi, dan kurangnya nafsu makan menandakan ketidaknormalan

proses pemulihan.

2) Periode Taking Hold

Periode ini berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa

khawatir akan ketidakmampuannya dalam merawat bayi. Ibu menjadi sangat

sensitif, sehingga mudah tersinggung. Oleh karena itu, ibu membutuhkan sekali

dukungan dari orang-orang terdekat. Saat ini merupakan saat yang baik bagi

ibu untuk menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya.

Dengan begitu ibu dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya. Pada periode ini

ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, misalkan buang air

kecil atau buang air besar, mulai belajar untuk mengubah posisi seperti duduk

atau jalan, serta belajar tentang perawatan bagi diri dan bayinya.

3) Periode Letting Go

Periode ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Secara umum fase ini

terjadi ketika ibu kembali ke rumah. Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu
dan mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk

merawat bayi meningkat. Ada kalanya, ibu mengalami perasaan sedih yang

berkaitan dengan bayinya, keadaan ini disebut baby blues.

5. Tanda Bahaya Masa Nifas

Tanda-tanda bahaya masa nifas menurut Siti Saleha (2009) adalah sebagai berikut:

1) Perdarahan pervaginam yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah banyak

(lebih dari perdarahan haid biasa atau bila memerlukan pergantian

pembalut-pembalut 2 kali dalam setengah jam).

2) Pengeluaran cairan vagina yang berbau busuk.

3) Rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung.

4) Sakit kepala yang terus menerus, nyeri ulu hati, atau masalah penglihatan.

5) Pembengkakan diwajah atau ditangan.

6) Demam, muntah, rasa sakit sewaktu BAK atau jika merasa tidak enak

badan.

7) Payudara yang bertambah atau berubah menjadi merah panas dan atau terasa

sakit.

8) Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang lama.

9) Rasa sakit merah, lunak dan atau pembengkakan di kaki.

6. Kebutuhan Dasar Masa Nifas

a) Nutrisi dan Cairan

Ibu nifas membutuhkan nutrisi yang cukup, gizi seimbang, terutama

kebutuhan protein dan karbohidrat. Gizi pada ibu menyusui sangat erat
kaitannya dengan produksi air susu, yang sangat dibutuhkan untuk tumbuh

kembang bayi. Bila pemberian ASI baik, maka berat badan bayi akan

meningkat, integritas kulit baik, tonus otot, serta kebiasaan makan yang

memuaskan. Ibu menyusui tidaklah terlalu ketat dalam mengatur nutrisinya,

yang terpenting adalah makanan yang menjamin pembentukan air susu yang

berkualitas dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya.

1) Ibu memerlukan tambahan 20 gr protein di atas kebutuhan normal ketika

menyusui. Jumlah ini hanya 16% dari tambahan 500 kal yang dianjurkan.

Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan penggantian sel-sel yang rusak

atau mati. Sumber protein dapat diperoleh dari protein hewani dan protein

nabati. Protein hewani antara lain telur, daging, ikan, udang, kerang, susu

dan keju. Sementara itu, protein nabati banyak terkandung dalam tahu,

tempe, kacang-kacangan, dan lain-lain.

2) Kebutuhan kalori selama menyusui proporsional dengan jumlah air susu

ibu dihasilkan dan lebih tinggi selama menyusui dibanding selama hamil.

Rata-rata kandungan kalori ASI yang dihasilkan ibu dengan nutrisi baik

adalah 70 kal/100 ml dan kira-kira 85 kal diperlukan oleh ibu untuk tiap

100 ml yang dihasilkan. Rata-rata ibu menggunakan kira-kira 640 kal/hari

untuk 6 bulan pertama dan 510 kal/hari selama 6 bulan kedua untuk

menghasilkan jumlah susu normal. Rata-rata ibu harus mengonsumsi

2.300-2.700 kal ketika menyusui. Makanan yang dikonsumsi ibu berguna

untuk melakukan aktivitas, metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses

produksi ASI, serta sebagai ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi bayi

untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Makanan yang dikonsumsi juga


perlu memenuhi syarat, seperti: susunannya harus seimbang, porsinya

cukup dan teratur, tidak terlalu asin, pedas atau berlemak, serta tidak

mengandung alkohol, nikotin, bahan pengawet, dan pewarna.

3) Nutrisi lain yang diperlukan selama laktasi adalah asupan cairan. Ibu

menyusui dianjurkan minum 2-3 liter perhari dalam bentuk air putih, susu

dan jus buah (anjurkan ibu untuk minum setiap kali menyusui).
b) Ambulasi

Ambulasi dini adalah kebijaksanaan untuk secepat mungkin

membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya

secepat mungkin untuk berjalan. Pada persalinan normal sebaiknya

ambulasi dikerjakan setelah 2 jam postpartum. Perawatan mobilisasi dini

mempunyai keuntungan, yaitu sebagai berikut:

1) Melancarkan pengeuaran lochea, mengurangi infeksi perineum

2) Memepercepat fungsi alat gastrointestinal dan alat kelamin

3) Memperepat involusi uterus

4) Meningkatkan kelancaran pererdaran darah sehngga mempercepat fungsi

dan pegeluaran sisa metablisme

c) Eliminasi

1) Buang Air Kecil

Buang air sendiri sebaiknya dilakukan secepatnya. Miksi normal bila

dapat BAK spontan setiap 3-4 jam. Kesulitan BAK dapat disebabkan

karena sfingter uretra tertekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi

muskulo spingter ani selama persalinan. (Nugroho, 2014: 140)

2) Buang Air Besar

Defekasi harus ada dalam 3 hari postpartum. Bila ada obstipasi dan timbul

koprostase hingga skibala (feses yang mengeras) tertimbun di rektum,

mungkin akan terjadi febris. Bila terjadi hal demikian dapat dilakukan

klisma atau diberi laksan per os (melalui mulut). (Dewi dan Sunarsih 2012:

73-74)
d) Kebershan Diri dan Perineum

Kebersihan diri berguna untuk mengurangi infeksi dan meningkatkan

perasaan nyaman. Kebersihan diri meliputi kebersihan tubuh, pakaian,

tempat tidur maupun lingkungan. Beberapa hal yang dapat dilakukan ibu

postpartum dalam menjaga kebersihan diri menurut Nugroho (2014: 140-

141), adalah sebagai berikut:

1) Mandi teratur minimal 2 kali sehari

2) Mengganti pakaian dan alas tempat tidur

3) Menjaga lingkungan sekitar tempat tinggal

4) Melakukan perawatan perineum

5) Mengganti pembalut minimal 2 kali sehari

6) Mencuci tangan setiap membersihkan daerah genetalia

e) Istirahat

Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat tidur yang dibutuhkan

ibu nifas sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari. Menurut

Nugroho (2014: 141), hal-hal yang dapat dilakukan ibu dalam memenuhi

kebutuhan istirahatnya antara lain:

1) Anjurkan ibu untuk cukup istirahat

2) Sarankan ibu untuk melakukan kegiatan rumah tangga secara perlahan

3) Tidur siang atau istirahat saat bayi tidur


f) Seksual

Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami istri begitu darah

merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya kedalam

vagina tanpa rasa nyeri. Begitu darah merah berhenti dan ibu tidak

merasakan ketidaknyamanan, aman untuk memulai melakukan hubungan

suami istri kapan saja ibu siap.

Banyak budaya yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri

sampai waktu tertentu, misalnya 40 hari atau 6 minggu stelah persalinan.

Keputusan tergantung pada pasangan yang bersangkutan.

g) Keluarga Berencana

Idealnya pasangan harus menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun

sebelum ibu hamil kembali. Setiap pasangan harus menentukan sendiri

kapan dan bagaimana mereka ingin merencanakan keluarganya dengan

mengajarkan kepada mereka tentang cara mencegah kehamilan yang tidak

diinginkan. Biasanya wanita tidak akan menghasilkan telur (ovulasi)

sebelum ia mendapatkan lagi haidnya selam meneteki. Oleh karena itu

metode amenorea laktasi dapat dipakai sebelum haid pertama kembali

untuk mencegah terjadinya kehamilan baru. Resiko cara ini ialah 2%

kehamilan.

h) Senam nifas

Untuk mencapai hasil pemulihan otot yang maksimal, sebaiknya

senam nifas dilakukan seawal mungkin dengan catatan ibu menjalani

persalinan dengan normal dan tidak ada penyulit postpartum. Sebelum


memulai bimbingan cara senam nifas, sebaiknya bidan mendiskusikan

terlebih dahulu dengan pasien mengenai pentingnya otot perut dan panggul

untuk kembali normal. Dengan kembalinya kekuatan otot perut dan

panggul, akan mengurangi keluhan sakit punggung yang biasanya dialami

oleh ibu nifas. Latihan tertentu beebrapa menit setiap hari akan sangat

membantu untuk mengencangkan otot bagian perut.

7. Proses Laktasi dan Menyusui

a) Proses Laktasi

Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks

antara rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon.

Pengaturan hormon terhadap pengeluaran ASI, dapat dibedakan menjadi 3

bagian antara lain sebagai berikut:

1) Refleks prolactin

Setelah persalinan kadar estrogen dan progesteron menurun, ditambah

lagi dengan adanya isapan bayi yang merangsang puting susu, akan

merangsang ujung-ujung saraf sensoris yang berfungsi sebagai reseptor

mekanik. Rangsangan ini akan dilanjutkan ke hipotalamus yang akan

menekan pengeluaran faktor-faktor penghambat sekresi prolaktin dan

sebaliknya. Faktor-faktor yang memacu sekresi prolaktin akan

merangsang adeno-hipofisis sehingga keluar prolaktin. Hormon ini

merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu.


2) Refleks let down

Bersama dengan pembentukan prolaktin oleh hiposfisis anterior,

rangsangan yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke

hipofisis posterior yang kemudian dikeluarkan oksitosin. Melalui aliran

darah, hormon ini diangkat menuju uterus yang dapat menimbulkan

kontraksi pada uterus sehingga terjadi involusi dari organ tersebut.

Kontraksi dari sel akan memeras air susu yang telah diproduksi keluar

dari alveoli dan masuk ke sistem duktus, selanjutnya mengalir melalui

duktus laktiferus masuk ke mulut bayi.

Tabel 1.1 Proses Laktasi

b) Mekanisme Menyusui
1) Refleks mencari (rooting reflex)

Payudara ibu menempel pada pipi atau daerah sekeliling mulut

merupakan rangsangan yang menimbulkan refleks mencari pada bayi.

Keadaan ini menyebabkan kepala bayi berputar menuju puting susu

yang menempel tadi diikuti dengan membuka mulut dan kemudian

puting susu ditarik masuk kedalam mulut.

2) Refleks meghisap (sucking reflex)

Puting susu yang sudah masuk ke dalam mulut dengan bantuan lidah

ditarik lebih jauh dan rahang menekan kalang payudara di belakang

puting susu yang pada saat itu sudah terletak pada langit-langit keras.

Tekanan bibir dan gerakan rahang yang terjadi secara berirama

membuat gusi akan menjepit kalang payudara dan sinus laktiferus

sehingga air susu akan mengalir ke puting susu, selanjutnya bagian

belakang lidah menekan puting susu pada langit-langit yang

mengakibatkan air susu keluar dari puting susu.

3) Refleks menelan (swallowing reflex)

Pada saat air susu keluar dari puting susu, akan disusul dengan gerakan

menghisap yang ditimbulkan oleh otot-otot pipi sehingga pengeluaran

air susu akan bertambah dan diteruskan dengan mekanisme menelan

masuk ke lambung (Sunarsih, 2014: 11).

8. Kunjungan Masa Nifas


Dalam kebijakan program nasional masa nifas adalah melakukan kunjungan

masa nifas paling sedikit 4 kali kunjungan yang dilakukan untuk menilai status

ibu dan bayi baru lahir dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani

masalah-masalah yang terjadi.

Tabel 1.6 Kunjungan Masa Nifas

Kunjungan Waktu Tujuan

I 6-8 jam setelah (1) Mencegah perdarahan masa nifas karena

persalinan atonia uteri

(2) Mendeteksi dan merawat penyebab karena

Perdarahan

(3) Memberikan konseling pada ibu atau

keluarga bagaimana mencegah perdarahan

masa nifas karena utonia uteri

(4) Pemberian ASI awal

(5) Melakukan hubungan antara ibu dan bayi


baru lahir

(6) Mencegah bayi tetap sehat dengan cara

mencegah hipotermi

II 6 hari setelah (1) Memastikan involusi uterus berjalan normal

Persalinan uterus berkontraksi, fundus di bawah

umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal

tidak ada bau

(2) Menilai adanya tanda-tanda demam infeksi

dan perdarahan abnormal


(3) Memastikan ibu mendapat cukup makanan

dan istirahat

(4) Memastikan ibu menyusui dengan baik dan

tak memperlihatkan tanda-tanda penyakit

(5) Memberikan konseling pada ibu mengenai

asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi

tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari

III 2 minggu (1) Tujuan yang diharapkan pada 2 minggu

Setelah setelah persalinan sama dengan waktu 6

Persalinan hari setelah persalinan

IV 6 minggu (1) Menanyakan pada ibu tentang penyakit-


setelah

persalinan penyakit yang ibu dan bayi alami


(2) Memberikan dukungan KB secara dini

9. Komplikasi Pada Masa Nifas

a) Perdarahan Postpartum

Perdarahan postpartum/ hemorargi postpartum (HPP) adalah kehilangan

darah sebanyak 500 cc atau lebih dari traktus genetalia setelah melahirkan.

HPP dibagi menjadi dua, antara lain sebagai berikut:

1) Hemorargi Postpatum Primer

HPP primer adalah perdarahan pascapersalinan yang terjadi dalam 24

jam pertama setelah kelahiran. Penyebabnya antara lain:


a. Atonia uteri

Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk

berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan

relaksasi penuh, melebar, lembek, dan tidak mampu

menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah.

b. Retensio plasenta

Retensio placenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir

setengah jam setelah janin lahir.

c. Sisa plasenta

Saat suatu bagian sisa plasenta tertinggal, maka uterus tidak

dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat

menimbulkan perdarahan.

d. Robekan jalan lahir

Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam

jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari

jalan lahir harus dievaluasi, yaitu sumber dan jumlah

perdarahannya sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat

berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus

(rupture uteri).

e. Inversion uteri
Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk

kedalam kavum uteri, dapat terjadi secara mendadak atau

perlahan.

2) HPP sekunder adalah perdarahan postpartum yang terjadi antara 24 jam

setelah kelahiran bayi dan 6 minggu masa postpartum. Penyebabnya

antara lain:

a. Penyusutan Rahim yang tidak baik

b. Sisa plasenta yang tertinggal

c. Infeksi masa nifas

d. Bendungan ASI

e. Mastitis

f. Postpartum Blues

D. Bayi Baru Lahir (BBL)

1. Definisi Bayi Baru Lahir (BBL)

Bayi baru lahir (neonatus) adalah bayi yang berusia 0-28 hari (Kementerian

Kesehatan RI, 2010). Bayi baru lahir adalah bayi berusia satu jam yang lahir pada

usia kehamilan 37-42 minggu dan berat badannya 2.500-4000 gram (Dewi,

2010).

2. Ciri – Ciri BBL

Bayi baru lahir normal mempunyai ciri-ciri berat badan lahir 2500-4000 gram,

umur kehamilan 37-40 minggu, bayi segera menangis, bergerak aktif, kulit
kemerahan, menghisap ASI dengan baik, dan tidak ada cacat bawaan

(Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Bayi baru lahir normal memiliki panjang badan 48-52 cm, lingkar dada 30-

38 cm, lingkar lengan 11-12 cm, frekuensi denyut jantung 120-160 x/menit,

pernapasan 40-60 x/menit, lanugo tidak terlihat dan rambut kepala tumbuh

sempurna, kuku agak panjang dan lemas, nilai APGAR >7, refleks-refleks

sudah terbentuk dengan baik (rooting, sucking, morro, grasping), organ

genitalia pada bayi laki-laki testis sudah berada pada skrotum dan penis

berlubang, pada bayi perempuan vagina dan uretra berlubang serta adanya

labia minora dan mayora, mekonium sudah keluar dalam 24 jam pertama

berwarna hitam kecoklatan (Dewi, 2010)

3. Klasifikasi Neonatus

Bayi baru lahir atau neonatus di bagi dalam beberapa kasifikasi menurut

Marmi (2015) , yaitu :

1) Neonates menurut masa gestasi :

a. Kurang bulan (preterm infant) : <259 hari (37 minggu)

b. Cukup bulan (term infant) : 259 – 294 hari (37 – 42 minggu)

c. Lebih bulan (postterm infant) : >294 hari (42 minggu atau lebih)

2) Neonates menurut berat badan lahir :

a. Berat lahir rendah : <2500 gram

b. Berat lahir cukup : 2500 – 4000 gram

c. Berat lahir lebih : >4000 gram

3) Nenatus menurut berat lahir terhadap masa gstasi (masa gestasi dan ukuran

berat lahir yang sesuai untuk masa kehamilan) :

a. Neonatus cukup/kurang/lebih bulan (NCB/NKB/NLB)


b. Sesuai/kecil/besar untuk masa kehamilan (SMK/KMK/BMK)

4. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir Normal

Semua bayi diperiksa segera setelah lahir untuk mengetahui apakah transisi

dari kehidupan intrauterine ke ekstrauterine berjalan dengan lancar dan tidak ada

kelainan. Pemeriksaan medis komprehensif dilakukan dalam 24 jam pertama

kehidupan. Pemeriksaan rutin pada bayi baru lahir harus dilakukan, tujuannya

untuk mendeteksi kelainan atau anomali kongenital yang muncul pada setiap

kelahiran dalam 10-20 per 1000 kelahiran, pengelolaan lebih lanjut dari setiap

kelainan yang terdeteksi pada saat antenatal, mempertimbangkan masalah

potensial terkait riwayat kehamilan ibu dan kelainan yang diturunkan, dan

memberikan promosi kesehatan, terutama pencegahan terhadap sudden infant

death syndrome (SIDS) (Lissauer, 2013).

Tujuan utama perawatan bayi segera sesudah lahir adalah untuk

membersihkan jalan napas, memotong dan merawat tali pusat, mempertahankan

suhu tubuh bayi, identifikasi, dan pencegahan infeksi (Saifuddin, 2008). Asuhan

bayi baru lahir meliputi :

a) Pencegahan Infeksi (PI)

b) Penilaian awal untuk memutuskan resusitasi pada bayi

Untuk menilai apakah bayi mengalami asfiksia atau tidak dilakukan

penilaian sepintas setelah seluruh tubuh bayi lahir dengan tiga

pertanyaan :

a. Apakah kehamilan cukup ?

b. Apakah bayi menangis atau bernapas/tidak megap-megap ?

c. Apakah tonus otot bayi/bayi bergerak aktif ?


Jika ada jawaban “tidak” kemungkinan bayi mengalami asfiksia

sehingga harus segera dilakukan resusitasi. Penghisapan lendir pada

jalan napas bayi tidak dilakukan secara rutin (Kementerian Kesehatan

RI, 2013)

c) Pemotongan dan perawatan tali pusat

Setelah penilaian sepintas dan tidak ada tanda asfiksia pada bayi,

dilakukan manajemen bayi baru lahir normal dengan mengeringkan

bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainnya kecuali bagian

tangan tanpa membersihkan verniks, kemudian bayi diletakkan di atas

dada atau perut ibu. Setelah pemberian oksitosin pada ibu, lakukan

pemotongan tali pusat dengan satu tangan melindungi perut bayi.

Perawatan tali pusat adalah dengan tidak membungkus tali pusat

atau mengoleskan cairan/bahan apa pun pada tali pusat (Kementerian

Kesehatan RI, 2013). Perawatan rutin untuk tali pusat adalah selalu cuci

tangan sebelum memegangnya, menjaga tali pusat tetap kering dan

terpapar udara, membersihkan dengan air, menghindari dengan alkohol

karena menghambat pelepasan tali pusat, dan melipat popok di bawah

umbilikus (Lissauer, 2013).

d) Inisasi Menyusu Dini (IMD)

Setelah bayi lahir dan tali pusat dipotong, segera letakkan bayi

tengkurap di dada ibu, kulit bayi kontak dengan kulit ibu untuk

melaksanakan proses IMD selama 1 jam. Biarkan bayi mencari,

menemukan puting, dan mulai menyusu. Sebagian besar bayi akan


berhasil melakukan IMD dalam waktu 60-90 menit, menyusu pertama

biasanya berlangsung pada menit ke-45-60 dan berlangsung selama 10-

20 menit dan bayi cukup menyusu dari satu payudara (Kementerian

Kesehatan RI, 2013).

Jika bayi belum menemukan puting ibu dalam waktu 1 jam,

posisikan bayi lebih dekat dengan puting ibu dan biarkan kontak kulit

dengan kulit selama 30-60 menit berikutnya. Jika bayi masih belum

melakukan IMD dalam waktu 2 jam, lanjutkan asuhan perawatan

neonatal esensial lainnya (menimbang, pemberian vitamin K, salep

mata, serta pemberian gelang pengenal) kemudian dikembalikan lagi

kepada ibu untuk belajar menyusu (Kementerian Kesehatan RI, 2013).

e) Pemberian salep mata

Pemberian salep atau tetes mata diberikan untuk pencegahan infeksi mata.

Beri bayi salep atau tetes mata antibiotika profilaksis (tetrasiklin 1%,

oxytetrasiklin 1% atau antibiotika lain). Pemberian salep atau tetes mata

harus tepat 1 jam setelah kelahiran. Upaya pencegahan infeksi mata tidak

efektif jika diberikan lebih dari 1 jam setelah kelahiran (Kementerian

Kesehatan RI, 2013).

f) Pencegahan perdarahan melalui penyuntikan vitamin K1 dosis tunggal di

paha kiri

Semua bayi baru lahir harus diberi penyuntikan vitamin K1

(Phytomenadione) 1 mg intramuskuler di paha kiri, untuk mencegah

perdarahan BBL akibat defisiensi vitamin yang dapat dialami oleh

sebagian bayi baru lahir (Kementerian Kesehatan RI, 2010). Pemberian


vitamin K sebagai profilaksis melawan hemorragic disease of the

newborn dapat diberikan dalam suntikan yang memberikan pencegahan

lebih terpercaya, atau secara oral yang membutuhkan beberapa dosis

untuk mengatasi absorbsi yang bervariasi dan proteksi yang kurang

pasti pada bayi (Lissauer, 2013). Vitamin K dapat diberikan dalam

waktu 6 jam setelah lahir (Lowry, 2014).

g) Pemberian imunisasi Hepatitis B (HB 0) dosis tunggal di paha

Imunisasi Hepatitis B diberikan 1-2 jam di paha kanan setelah

penyuntikan vitamin K1 yang bertujuan untuk mencegah penularan

Hepatitis B melalui jalur ibu ke bayi yang dapat menimbulkan

kerusakan hati (Kementerian Kesehatan RI, 2010)

h) Pemeriksaan Bayi Baru Lahir (BBL)

Pemeriksaan BBL bertujuan untuk mengetahui sedini mungkin kelainan

pada bayi. Bayi yang lahir di fasilitas kesehatan dianjurkan tetap berada

di fasilitas tersebut selama 24 jam karena risiko terbesar kematian BBL

terjadi pada 24 jam pertama kehidupan. saat kunjungan tindak lanjut

(KN) yaitu 1 kali pada umur 1-3 hari, 1 kali pada umur 4-7 hari dan 1

kali pada umur 8-28 hari (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

i) Pemberian ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman

tambahan lain pada bayi berusia 0-6 bulan dan jika memungkinkan

dilanjutkan dengan pemberian ASI dan makanan pendamping sampai

usia 2 tahun. Pemberian ASI ekslusif mempunyai dasar hukum yang


diatur dalam SK Menkes Nomor 450/Menkes/SK/IV/2004 tentang

pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan. Setiap bayi mempunyai

hak untuk dipenuhi kebutuhan dasarnya seperti Inisiasi Menyusu Dini

(IMD), ASI Ekslusif, dan imunisasi serta pengamanan dan perlindungan

bayi baru lahir dari upaya penculikan dan perdagangan bayi.

5. Cara Kehilangan Panas Pada Bayi

Menurut Yanti (2009) proses kehilangan panas pada tubuh bayi baru lahir sebagai

berikut :

a) Evaporasi yaitu proses kehilangan panas melalui cara penguapan oleh karena

temperatur lingkungan lebih rendah dari pada temperatur tubuh (bayi dalam

keadaan basah).

b) Konduksi yaitu proses kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung

dengan benda yang mempunyai suhu lebih rendah.

c) Konveksi yaitu proses penyesuaian suhu tubuh melalui sirkulasi udara

terhadap lingkungan.

d) Radiasi yaitu proses hilangnya panas tubuh bayi bila diletakan dekat dengan

benda yang lebih rendah suhunya dari tubuh.

6. Kelainan Kongenital Pada Bayi

a) Spina Bifida

Spina Bifida termasuk dalam kelompok neural tube defect yaitu suatu celah

pada tulang belakang yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa

vertebra gagal menutup atau gagal terbentuk secara utuh. Kelainan ini

biasanya disertai kelainan di daerah lain, misalnya hidrosefalus, atau


gangguan fungsional yang merupakan akibat langsung spina bifida sendiri,

yakni gangguan neurologik yang mengakibatkan gangguan fungsi otot dan

pertumbuhan tulang pada tungkai bawah serta gangguan fungsi otot sfingter.

Gambar 1.2. Spina Bifida

b) Labiopalatoskisis (Celah Bibir dan Langit-langit)

Labiopalatoskisis adalah kelainan kongenital pada bibir dan langit-langit yang

dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan yang disebabkan oleh kegagalan

atau penyatuan struktur fasial embrionik yang tidak lengkap. Kelainan ini

cenderung bersifat diturunkan (hereditary), tetapi dapat terjadi akibat faktor

non-genetik. Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang

disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-

12 minggu. Komplikasi potensial meliputi infeksi, otitis media, dan

kehilangan pendengaran.

Gambar 1.3. Labiopalatoskisis

c) Hidrosefalus
Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan

bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan

intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel dan dapat

diakibatkan oleh gangguan reabsorpsi LCS (hidrisefalus komunikans) atau

diakibatkan oleh obstruksi aliran LCS melalui ventrikel dan masuk ke dalam

rongga subaraknoid (hidrosefalus non komunikans). Hidrosefalus dapat

timbul sebagai hidrosefalus kongenital atau hidrosefalus yang terjadi

postnatal. Secara klinis, hidrosefalus kongenital dapat terlihat sebagai

pembesaran kepala segera setelah bayi lahir, atau terlihat sebagai ukuran

kepala normal tetapi tumbuh cepat sekali pada bulan pertama setelah lahir.

Peninggian tekanan intrakranial menyebabkan iritabilitas, muntah,

kehilangan nafsu makan, gangguan melirik ke atas, gangguan pergerakan

bola mata, hipertonia ekstrimitas bawah, dan hiperefleksia. Etiologi

hidrosefalus kongenital dapat bersifat heterogen. Pada dasarnya meliputi

produksi cairan serebrospinal di pleksus korioidalis yang berlebih, gangguan

absorpsi di vilus araknoidalis, dan obsruksi pada sirkulasi cairan

serebrospinal.

Gambar 1.4. Hidrosefalus

d) Anesefalus
Anensefalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak

dan otak tidak terbentuk. Anensefalus merupakan suatu kelainan tabung

saraf yang terjadi pada awal perkembangan janin yang menyebabkan

kerusakan pada jaringan pembentuk otak. Salah satu gejala janin yang

dikandung mengalami anensefalus jika ibu hamil mengalami polihidramnion

(cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak). Prognosis untuk kehamilan

dengan anensefalus sangat sedikit. Jika bayi lahir hidup, maka biasanya akan

mati dalam beberapa jam atau hari setelah lahir.

Gambar 1.5. Anesefalus

e) Omfalkel

Omfalokel adalah kelainan yang berupa protusi isi rongga perut ke luar

dinding perut sekitar umbilicus, benjolan terbungkus dalam suatu kantong.

Omfalokel terjadi akibat hambatan kembalinya usus ke rongga perut dari

posisi ekstra-abdominal di daerah umbilicus yang terjadi dalam minggu

keenam sampai kesepuluh kehidupan janin. Terkadang kelainan ini

bersamaan dengan terjadinya kelainan kongenital lain, misalnya sindrom

down. Pada omfalokel yang kecil, umumnya isi kantong terdiri atas usus saja

sedangkan pada yang besar dapat pula berisi hati atau limpa.
Gambar 1.6. Omfalokel

f) Hernia Umbilikalis

Hernia umbilikalis berbeda dengan omfalokel, yaitu kulit dan jaringan

subkutis menutupi benjolan herniasi pada defek tersebut, pada otot rektus

abdominis ditemukan adanya celah. Hernia umbilikalis bukanlah kelainan

kongenital yang memerlukan tindakan dini, kecuali bila hiatus hernia cukup

lebar dan lebih dari 5 cm. Hernia umbilikalis yang kecil tidak memerlukan

penatalaksanaan khusus, umumnya akan menutup sendiri dalam beberapa

bulan sampai 3 tahun.

Gambar 1.7. Hernia Umbilikalis

g) Atresia Esofagus

Dari segi anatomi, khususnya bila dilihat bentuk sumbatan dan hubungannya

dengan organ sekitar, terdapat bermacam-macam penampilan kelainan


kongenital atresia esophagus, misalnya jenis fistula trakeo-esofagus. Dari

bentuk esofagus ini yang terbanyak dijumpai (lebih kurang 80%) adalah

atresia atau penyumbatan bagian proksimal esofagus sedangkan bagian

distalnya berhubungan dengan trakea sebagai fistula trakeo-esofagus. Secara

klinis, pada kelainan ini tampak air ludah terkumpul dan terus meleleh atau

berbusa, pada setiap pemberian minum terlihat bayi menjadi sesak napas,

batuk, muntah, dan biru.

Gambar 1.8. Atresia Esofagus

h) Atresia dan Stenosis Duedenum

Pada kehidupan janin, duodenum masih bersifat solid, perkembangan

selanjutnya berupa vakuolisasi secara progresif sehingga terbentuklah lumen.

Gangguan pertumbuhan inilah yang menyebabkan terjadinya atresia atau

stenosis duodenum sering kali diikuti kelainan pankreas anularis. Pada

pemeriksaan fisis tampak dinding perut yang memberi kesan skafoid karena

tidak adanya gas atau cairan yang masuk ke dalam usus dan kolon.

Gambar 1.9. Atrsia dan Stenosis Duodenum


i) Atresia dan Stenosis Jejenum/ileum

Jenis kelainan kongenital ini merupakan salah satu obstruksi usus yang sering

dijumpai pada bayi baru lahir. Angka kejadian berkisar 1 per 1.500-2.000

kelahiran hidup. Patofisiologi atresia usus halus diduga terjadi sejak

kehidupan intrauterine sebagai volvulus, kelainan vaskular mesenterika, dan

intususepsi intrauterine. Sisa kejadian inilah yang kemudian menyebabkan

nekrosis usus halus yang masih steril menjadi atresia atau stenosis.

j) Obstruksi pada Usus Besar

Salah satu obstruksi pada usus besar yang agak sering dijumpai adalah

gangguan fungsional pada otot usus besar yang dikenal sebagai Hirschsprung

Disease dimana tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada

kolon. Umumnya kelainan ini baru diketahui setelah bayi berumur beberapa

hari atau bulan.

k) Atresia Ani

Patofisiologi kelainan kongenital ini disebabkan karena adanya kegagalan

kompleks pertumbuhan septum urorektal, struktur mesoderm lateralis, dan

struktur ectoderm dalam pembentukan rektum dan traktus urinarius bagian

bawah. Secara klinis letak sumbatan dapat tinggi, yaitu di atas muskulus

levator ani, atau letak rendah di bawah otot tersebut. Pada bayi perempuan

umumnya (90%) ditemukan adanya fistula yang menghubungkan usus dengan

perineum atau vagina, sedangkan pada bayi laki-laki umumnya fistula

tersebut menghubungkan bagian ujung kolon yang buntu dengan traktus

urinarius. Bila anus imperforata tidak disertai adanya fistula, maka tidak ada

jalan ke luar untuk udara dan mekonium, sehingga perlu segera dilakukan

tindakan bedah.
Gambar 1.10. Atresia Ani

Anda mungkin juga menyukai