Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN PADA Tn”A”

DENGAN DIAGNOSA FRAKTUR TIBIA POST ORIF

DI SUSUN OLEH :
Nama : Muhammad Fauzan S
NIM : D3KP1800542

PRODI KEPERAWATAN

STIKES WIRA HUSADA YOGYAKARTA

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA Tn.”A”

dengan DIAGNOSA FRAKTUR TIBIA POST ORIF

Laporan pendahuluan ini telah dibaca dan diperiksa pada

Hari/tanggal:

Pembimbing akademik Mahasiswa

........................................... ........................................
LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR TIBIA POST ORIF

BAB I

TINJAUAN TEORI

1. Pengertian Fraktur Tulang

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau

tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa/

trauma. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa

trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang

menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa

trauma tidak langsung misalnya jatuh bertumpu pada tangan

yang menyebabkan tulang klavikula atau radius distal patah,

(Sjamsuhidayat 2010.)

Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian


tibia sebelah kanan maupun kiri akibat pukulan benda keras atau
jatuh yang bertumpu pada kaki. (E. Oswari, 2011).

2. Etiologi Fraktur

Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang

menyebabkan suatu retakan sehingga mengakibatkan kerusakan

pada otot dan jaringan. Kerusakan otot dan jaringan akan

menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak

mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang


manapun. Fraktur yang tidak terjadi disepanjang tulang

dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna sedangkan fraktur

yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai

fraktur lengkap (Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014).

Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010)

dapat dibedakan menjadi:

a. Cedera Traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh

1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap

tulang sehingga tulang patah secara spontan

2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada

jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan

berjulur sehingga menyebabkan fraktur klavikula

3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak

b. Kerusakan Patologik

Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma

minor mengakibatkan :

1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang

tidak terkendali

2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat

infeksi akut atau dapat timbul salah satu proses yang

progresif

3) Rakhitis
4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus

menerus

3. Anatomi Fisiologi Tulang

Gambar 1. Anatomi Tulang (Evelyn 2007)

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi

tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-oto yang

menggerakkan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat

primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat.

Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang

adalah jaringan hidup yang akan suplai saraf dan darah. Tulang

banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam-

garam kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku, tetapi

sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya

kuat dan elastis (Price dan Wilson, 2006)

a. Tulang Koksa (tulang pangkal paha) koksa turut

membentuk gelang panggul, letaknya di setiap sisi dan di

depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk

sebagian besar tulang pelvis.


b. Tulang Femur (Tulang paha) merupakan tulang pipa dan

terbesar di dalam tulang kerangka pada bagian pangkal

yang berhubungan dengan asetabulum membentuk kepala

sendi yang disebut kaput femoris. Di sebelah atas dan

bawah dari kolumna femoris terdapat laju yang disebut

trokanter mayor dan trokanter minor. Di bagian ujung

membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan

yang disebut kondilus lateralis dan medialis. Di antara

dua kondilus ini terdapat lakukan tempat letaknya tulang

tempurung lutut (patella) yang disebut dengan fosa

kondilus.

c. Tibia atau tulang kering merupakan kerangka yang utama

dari tungkai bawah dan terletak medial dari fibula atau

tulang betis. Tibia adalah tulang pipa dengan sebuah

batang dan dua ujung.

d. Fibula atau tulang betis (tulang kering dan tulang betis

adalah tulang sebelah lateral tungkai bawah, tulang itu

adalah tulang pipa dengan sebuah batang dan dua ujung

(Evelyn, 2007). Sendi tibia fibula dibentuk antara ujung

atas dan ujung bawah, kedua tungkai bawah batang dari

tulang-tulang itu digabungkan oleh sebuah ligamen

antara tulang membentuk sebuah sendi ketiga antara

tulang-tulang itu (Drs. H. Syahrifuddin, 2006).


e. Meta tarsalia (Tulang telapak kaki) terdiri dari tulang-

tulang pendek yang banyaknya 5 buah yang masing-

masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan

perantara sendi.

f. Falangus (Ruas jari kaki) merupakan tulang-tulang pipa

yang pendek yang masing-masing terdiri dari 3 ruas

kecuali ibu jari sebanyak 2 ruas, pada metatarsalia bagian

ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya bundar

yang disebut tulang bijian (osteum sesarnoid).

4. Patofisiologi fraktur

a. Patofisilogis Fraktur Tibia fibula menurut Muttaqin

(2012) yaitu :

Kondisi anatomi tulang tibia dan fibula yang terletak

dibawa subkutan memberi dampak resiko fraktur terbuka

lebih sering di bandingkan tulang panjang lainnya apabila

mendapat suatu trauma. Fraktur tibia fibula dapat terjadi

akibat daya putar dan data peluntir yang dapat

menyebabkan fraktur spinal pada kedua tulang kaki

dalam tingkat yang berbeda, daya angulasi menimbulkan

fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada

tingkat yang ama. Pada cidera tidak langsung salah satu

fragma tulang dapat menembus kulit, cidera langsung


akan menembus atau merobek kulit diatas fraktur dan

kecelakaan sepeda motor adalah yang paling sering.

Pada kondisi klinis, Fraktur tibia fibula terbuka pada

fase awal menimbulkan berbagai masalah keperawatan

pada pasien yang meliputi rspon nyeri hebat akibat

rusaknya fragma tulang, resiko cidera jaringan akibatnya

keterbatasan melakukan gerakan dan menurunan

kemampuan tot, namun bisa juga karena kerusakan

veskuler dan pembekakan local yang meneyabakan

sindrom kompretemen yang sering terjadi pada fraktur

proksimal tibia, hambatan mobilitas dan defisit

keperawatan diri akibat keterbatasan melakukan gerakan

dan penurunan kemampuan otot yang disebabkan karena

adanya kerusakan fragma tulang. Resiko tinngi infeksi

sekunder akibat ort de entrée (luka) terbuka. Pada fase

Lanjut fraktur tibia fibula terbuka menyebabkan

terjadinya malunium, non union dan delayed union.

b. Patofisilogi Post Orif dan Oref Menurut (Muttaqin, 2012)

yaitu :

Intervensi medis dengan penatalksaan pemasangan

fiksasi internal medis dengan penatalkasaan masalah

resiko inkesi paska beda, Nyeri akibat troma jaringan

lunak, resiko cidera akibat dari pemasangan fiksasi


ekternal, hambatan mobilitas cidera akibat dari

penurunan kekuatan otot dan keterbatasan pergerakan,

kerusakan intergritas kulit akibat langsung dari luka yang

berhubungan langsung dengan tulang dan ansietas akibat

dari ketakutan akibat post pemesangan fiksasi.

Pathway

5. Klasifikasi Fraktur

Klarifikasi Fraktur Menurut Lukman (2013) secara umum yaitu :

a. Berdasarkan tempar
Fraktur humerus,tibia,clavikula,ulna,radius,cruris dan

fraktur dibagian tubuh lainnya.

b. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplikan fraktur :

1. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh

penampang tulang atau melalui kedua kortek tulang)

2. Fraktur tidak komplit (bisa garis patah tidak melalui

seluruh garis penampang tulang).

c. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :

1. Fraktur komunitif : fraktur dimana garis patah lebih

dari satu tetapi tidak berhubungan

2. Fraktur Segmenental : fraktur dimana garis patah

lebih dari satu tetapi tidak berhubungan

3. Fraktur Multipel : fraktur dimana garis patah lebih

dari satu tapi tidak berhubungan

d. Berdasarkan posisi fragmen :

1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser) : garis patah

lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan

periosteum masih utuh.

2. Fraktur Displaced (bergeser) : terjadi pergeseran

fragma tulang yang juga disebut dislokasi fragma.

e. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang di timbulkan)

1. Fraktur tertutup (close), bila tidak terdapat hubungan

antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga


fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpat

komplikasi.

Pada fraktur terturup ada klasifikasi tersendiri

yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar

trauma, yaitu :

a) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau

tanpa cidera jaringan lunak sekitarnya.

b) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau

memar kulit dan jaringan subkuten.

c) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan

kontusio jaringan lunak bagian dalam dan

pembekakan.

d) Tingkat 3 : cidera berat dengan kerusakan

jaringan lunak yang nyata sindrom

kompertemen.

2. Fraktur terbuka (open/compound), bila terdapat

hubungan antara fregmen tulang dengan dunia

luar karena adanya perlukaan kulit.

Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa

grade yaitu :

a) Grade 1 : luka bersih, panjang kurang dari

1 cm.
b) Grade II : Luka lebih luas tanpa kerusakan

jaringan lunak yang ekstensif.

c) Grade III : sangat terkontaminasi dan

mengalami kerusakan jaringan lunak

ekstensif.

f. Berdasarkan bentuk garis fraktur dan hubungan dengan

mekanisme trauma fraktur dibagi menjadi :

1) Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya

melintang pada tulang dan merupakan akibat

trauma anugulasi atau langsung

2) Fraktur Oblik : Fraktur yang arahnya terjadi

Patahnya membentuk sudut terhadap sumbu

tulang dan merupakan akibat trauma angulasi

juga.

3) Fraktur Spiral : fraktur yang arah garis patahnya

berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.

4) Fraktur Kompresi : Fraktur yang terjadi karena

trauma asksila fleksi yang mendorong tulang

kearah permukaan lain.

5) Fraktur Avulasi : fraktur yang di akibatkan karena

trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya

pada tulang.

g. Berdasarkan kedudkan tulangnya :


1) Tidak adanya dislokasi.

2) Adanya dislokasi.

a) At axim : mebentuk sudut

b) At lotus : fragmen tulang berjauhan.

c) At longitudinal : berjauhan memanjang.

d) At lotus cum contractiosnum : berjauhan

dan mendekat.

h. Berdasarkan posisi fraktur

Sebatanng tulang berbagi menjadi tiga bagian :

1) Sepertiga prokksimal

2) Sepertiga medial

3) Sepertiga distal

a) Fraktur kelelahan : fraktur akibat tekanan

yang berulang-ulang sehingga menyebabkan

terjadinya kelelahan.

b) Fraktur Patologis : fraktur yang akibatnya

karena proses patologi tulang.

6. Manifestasi klinik fraktur


Manifitasi Klinik fraktur adalah nyeri, hilang fungsi,

deformasi pemendekan ekstermitas, krepitus, pembekakan

loka dan perubahan warna (Lukman, 2013).

a. Nyeri terus menerus dan bertamba beratnya sampai

fragma tulang diimobilisasi, Spasme otot yang menyertai

fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang

untuk memaksimalkan gerakan antara fregmen tulang.

b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat

digunakan dan cenderung bergerak secara tidak alamiah

(bergerak luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normal,

pergeseran fragma pada fraktur lengan atau tungkai

menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba)

ektermitas yang biasa diketehaui dengan membandingkan

ektermitas normal. Ektermitas tak dapat berfungdi

dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada

intergritas tulang tempat melekatnya otot.

c. Pada fraktur tulang, terjadi pemendekan tulang yang

sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan

bawah tempat fraktur. Fragma sering saling satu sama

lain 2,55-5 cm (1-2 inci )

d. Saat ektermitas dipriksa dengan tanga , teraba adanya

derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat

gesekan antara fragma satu dengan yang lainnya. Uji


krepitasi dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak

yang lebih besar.

e. Pembekakan dan perubahan warna lokasi pada kulit

terjadi sebagai akibat trauma dan pendarahan yang

mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah

beberapa jam atau beberapa hari setelah cidera.

7. Penatalaksanaan Fraktur

Penatalaksaanan fraktur tibia fibula menurut Muttaqin

(2008) ada dua macam fiksasi

a. Konvservatif

Pengobatan status dengan cara konservatif berupa

reduksi fraktur dengan meliputi tertutup dan

pmbiusan umum. Gips sirkuler untuk mobilisasi

dipasang samping atas lutut.

Prinsip reposis pada fraktur tertutup adalah

ada kontak anatara kedua tulang 70% atau lebih, tidak

lebih, tidak ada rotasi dan tidak ada angulasi. Apabila

ada angulasi, perawatan dapat melakukan koreksi

setelah tiga minggu (union secara fibrosa). Pada

fraktur oblik atau spiral, imobilasi dengan gips

biasanya sulit dipertahankan sengginga mungkin

diperlukan tindakan operasi.


Cast bracing adalah teknik pemasangan gipd

sirkulasi dengan tumpukan pada tendo patella yang

biasanya digunakan setelah pembekakan meeda atau

telah terjadi union secara fibrosa.

b. Operatif

Terapi operatif dilakukan pada fraktur

terbuka, kegagalan dalam terapi konservatif, fraktur

tidak stabil dan non-union. Metode pengobatan

operatif perlu diketahui oleh perawat agar dapat

memberikan informasi preoprasi pada pasien.

Informasi tersebut bertujuan agar pasien dan keluarga

mengatahui bahwa tindakan operasi ini menggunakan

alat yang memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Dengan demikian, diharapakan tidak ada keluhan dari

pasien dan keluarga pasien saat akan pulang.

Indikasi pemasangan fiksasi ekternal adalah

fraktur tibia fibula terbuka grade II dan III terutama

apabila terdapat kerusakan jaringan yang hebat atau

hilangnya fragma tulang dan pseudotrosis yang

mengalami infeksi.

Pemenuhan informasi preoperasi sangat

penting apabila ada indikasi bahwa pasien perlu

menjalani dampak psikologis yang benar pada pasien


karena adanya pipa-pipa yang terpasang pada kaki

pasien.

Perawat perlu memberikan yang terbaik bagi pasien

yang akan menjalani fiksasi ekternal dan fiksasi

internal.

1) Fiksasi ekternal

Bila fraktur ynag dirawat dengan trabil dan

masa kalus telihat pada pemeriksaan radiologi

yang biasanya pada minggu ke enam cast

brace dapat dipasang. Fraktur dengan

intramedullary nail tidak memberi infeksi

yang regid juga cocok untuk tindakan ini.

Gambar 3. Fiksasi external (Muttaqin, 2008)

Tulang yang patah akan mulai

menyatuh dalam waktu 4 minggu dan akan

menyatu dengan sempurns dalam waktu 6

bulan. Namun terkadang graft tulang. Untuk

dapay mengakibatkan mengecilnya otot dan


kakunya sendi. Maka dari itu perlu upaya

mobilitas secepat mungkin.

2) Fiksasi internal

Intramedullary nail ideal untuk fraktur

tranfersal, tetapi untuk fraktur kurang cocok.

Nailing diindikasikan jika hasil radiologi

memberi kesan bahwa jaringan lunak

mengalami interposisi memberi kesan bahwa

jaringan lunak mengalami interposisi diantara

ujung tulang kerena hal ini hamper selalu

menyebabkan non union.

Keuntungan Intramedullary nailing

adalah dapat memberikan stabilitas

longitudinal, Kesejajaran (Aaligment) serta

membuat penderita dapat dimobilitasi cukup

untuk mseninggalkan rumah sakit dalam

waktu dua mingu setelah fraktur. Kerugian

meliputi anastesi, trauma bedah tambahan dan

resiko infeksi.
Gambar 4. Fiksasi Internal

(Muttaqin, 2008)

8. Komplikasi Fraktur

Komplikasi fraktur tibia fibula Post Orir Menurut

Muttaqin (2008) yaitu :

a. Komplikasi awal

1) Kerusakan arteri

Pecahnya arteri karena trauma dapat ditandai

dengan tidak ada nadi, CRT (Capillary Refill Time)

menurut, siansosi pada bagaian distal, hematoma

melebar dan dinding pada ektermitas yang

disebabkan oleh tindakan darurat splinting,

perubahan posis pada yang sakit, tindakan reduksi

dan pembedahan.

2) Sindrom kompartmen

Sindrom kompartmen merupakan komplikasi serius

yang terjadi karena terjebak otot, tulang, saraf dan


pembuluh darah atau karena tekanan dari luar gips

dan pembalutan yang terlalu kuat.

3) Infeksi

Sistem pertahan tubuh akan rusak bila ada trauma

pada jaringan. Pada trauma ortopedi, infeksi di

mulai pada kulit dan masuk kedalam . Hal ini

biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tetapi

ada juga karena penggunaan bahan lain dalam

pembedahan seperti pin (orif dan oref). Dan plat.

Perawatan sangat diperlukan dalam melakukan

perawatan luka dengan baik untuk menghindari

terjadinya infeksi pada klien fraktur terbuka dan

pasca pemasangan orif dan oref.

4) Nekrosis avaskuler

Nekrosis avaskuler terjadi karena aliran darah

ketulang atau terganggu sehingga menyebabkan

nekrosis tulang. Biasanya diawali dengan adanya

iskemia volkman.

5) Syok

Syok terjadi karena kehilangan banyak darah dan

meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga

menyebabkan oksigenasi menurun. Hal ini terjadi

pada fraktur.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

a. Pengumpulan data

Pada pengkajian klien dengan fraktur tulang Menurut

(Padila, 2012) sebagai berikut :

Anamnesa

1) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat,

agama, bahasa yang dipakai, status

perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi,

golongan darah, nomer register, tanggal

masuk rumah sakit, diagnosis medis. Pada

umumnya, keluhan utama pada kasus fraktur

tibia fibula adalah nyeri hebat. Untuk

memperoleh pengkajian yang tepat mengenai

nyeri pasien, perawat dapat menggunakan

metode PQRST

a) Quality of pain : Seperti apa rasa nyeri

yang dirasakan atau digambarkan klien.

Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau

menusuk

b) Region : Radiation, relief : Apakah rasa

sakit bisa reda, apakah rasa sakit


menjalar atau menyebar, dan dimana

rasa sakit terjadi.

c) Severity (scale) of pain : Seberapa jauh

rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa

berdasarkan skala nyeri atau klien

menerangkan seberapa jauh rasa sakit

memepengaruhi kemampuan fungsinya.

d) Time : Berapa lama nyeri berlangsung,

kapan, apakah bertambah buruk pada

malam hari atau siang hari.

2) Riwayat Penyakit sekarang

Kaji kronologi yang menyebabkan patah

tulang tibia fibula, pertolongan apa yang

didapatkan dan apakah sudah berobat, selain

itu dengan mengatahui mekanisme terjadinya

kecelakaan, perawat dapat mengatahui luka

kecelakaan yang lain. Adakah riwayat trauma

pada lutut berindikasi pada fraktur tibia

proksimal.

3) Riwayat penyakit dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan

penyebab fraktur dan memberi petunjuk

berapa lama tulang tersebut akan


menyambung. Penyakit-penyakit tertentu

seperti kanker tulang menyebabkan fraktur

patologis yang sering sulit untuk

menyambung. Selain itu, penyakit diabetes

dengan luka sangat beresiko terjadinya

osteomyelitis akut maupun kronik dan juga

diabetes menghambat proses penyembuhan

tulang.

4) Riwayat penyakit keluarga

Penyakit keluarga yang berhubungan dengan

penyakit tulang merupakan salah satu faktor

predisposisi terjadinya fraktur, seperti

diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada

beberapa keturunan dan kanker tulang yang

cenderung diturunkan secara genetic.

5) Riwayat Psikososial

Merupakan respon emosi klien terhadap

penyakit yang dideritanya dan peran klien

dalam keluarga dan masyarakat serta respon

atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-

hari.

a) Pola hubungan dan peran


Klien akan kehilangan peran dalam

keluarga dan dalam masyarakat karena

harus menjalani rawat inap.

b) Pola presepsi dan konsep diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur

yang dialami, rasa cemas,rasa akan

kecactan akibat fraktur yang dialami,

rasa cemas, rasa ketidakmampuan

untuk melakukan aktifitas secara

optimal dan pandangan terhadap diri

sendirinya yang salah (Gannguan citra

diri)

c) Pola sensorik dan Kognitif

Pada Klien fraktur daya rabanya

berkurang terutama pada bagian tibia

fibula post orif dan oref, Sedangkan

pada indra yang lain timbul gangguan .

Namun timbul rasa nyeri yang timbul

diakibatkan karrna fraktur

d) Pola tata dan nilai dan keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat

melaksanakan kebutuhan beribadah

dengan baik terutama frekuensi dan


konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan

karena nyeri dan keterbatasan gerak

sehingga pasien belum bisa menjalankan

dengan baik.

e) Keadaan local

Harus diperhitungkan keadaan proksimal

serta

bagaian distal terutama mengenai status

neuromusker (untuk status neuroveskuler

5P

yaitu, Pain, Polar, Parestesia, Puls,

Pergerakan).

f) Aktivitas

Gejala kelemahan, ketidakmampuan

melakuakan aktivitas disebabkan

pemasangan fiksasi internal dan

ekternal.

6) Pemeriksan Diagnostik menurut antara lain:

1) Foto rontgen (X-ray) untuk menentukan

lokasi dan luasnya fraktur.

2) Scan tulang, temogram, atau scan

CT/MRIB untuk memperlihatkan


fraktur lebih jelas, mengidentifikasi

kerusakan jaringan lunak.

3) Anteriogram dilakukan untuk

memastikan ada tidaknya kerusakan

vaskuler.

4) Hitung darah lengkap, hemokonsentrasi

mungkin meningkat atau menurun pada

perdarahan selain itu peningkatan

leukosit mungkin terjadi sebagai respon

terhadap peradangan.

2. Diagosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan dari

masalah pasien yang nayata atau potensia dalam

membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah

pasien dapat ditangulangi atau dikurangi (Muttaqin, 2008)

adalah sebagai berikut :

a. Adapun diagnosa Keperawatan yang menurut pada pasien

post orif dan oref Muttaqin (2008) adalah sebagai berikut :

1) Nyeri akut berhubungan dengan Agen cidera fisik

2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

gangguan musculoskeletal

3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif


4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor

mekanik (sobekan).

b. diagnose keperawatan pada pasien post orif dan oref

menurut Muttaqien (2008) yang kalimatnya disesuaikan

dengan NANDA (2015-2017) yaitu :

1) Nyeri akut berhubungan dengan Agen cidera fisik

2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan

gangguan musculoskeletal

3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur

Invasive

4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan factor

mekanik (sobekan).

5) Defisiensi perawatan diri : mandi dan berpakaian

berhubungan dengan nyeri

3. Perencanaan Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik

NOC :

Nyeri berkurang sampai hilangnya rasa nyeri setelah

dilakukan tindakan keperawatan.

Kriteria Hasil : Mengexpresikan penurunan nyeri atau

ketidaknyaman dan tampak rilek, mampu tidur istrhat

dengan tepat.

NIC :
1) Kaji keluhan nyeri, perhatiakan lokasi, lamanya,

dan intensial (skla0-10), perhatikan petunjuk

verbal dan non verbal.

2) Gunakan stategi komunikasi teraputik untuk

mengatahui pengalaman nyeri

3) Ajarkan penggunaan teknik non farmakologi

(seperti, biofeedback, TENS, hypnosis,

Relaksasi).

4) Berikan individu penurun nyeri yang optimal

dengan peresepan analgesic.

2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan

Muskuloklrktal

NOC :

Gangguan mobilitas fisik teratasi setelah dilakukan

tindakan keperawatan

Kriteria Hasil :

Pasien dengan dapat mengerakan otot dan bergerak

dengan baik

NIC :

1) Dapatkan persetujuan medis untuk memulai program

latihan kekuatan otot, jika diperlukan

2) Berikan informasi mengenai jenis latihan dan daya

tahan otot yang bisa dilakukan


3) Evaluasi ulang tingkat kebugaran otot setiap

Bulannya

4) Kaloborasikan dengan keluarga dan tegana

kesehatan yang lain (missal terapi aktifitas

ROM, terapi fisilogi, terapis okupulsasi). Dan

monitor program latihan.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur

Invasive

NOC : Kontrol resiko

Tujuan : Pasien tidak infeksi

Kriteria Hasil :

Pasien terbebas dari tanda-tanda infeksi, jumlah

hemoglobin dalam batas normal, balutan bersih,

tidak ada kemerahan diluka pasien.

NIC :

1) Observasi tanda dan geja infeksi

2) Pastikan perawatan luka sudah tepat

3) Ajarkan pasien dangan keluarga mengenai

Bagaimana cara mengenali infeksi

4) Kaloborasi dengan dokter dan tim medis untuk

pemberian oabat antipiretik.

4. Defisit perawatan diri : mandi dan berpakaian

berhubungan dengan nyeri


NOC : Perawatan diri : Aktivitas sehari-hari

Tujuan : Defisit perawatan diri pasien dapat berkurang

NIC : Bantuan perawatan diri

1) Monitor kebutuhan pasien terkait dengan alat-alat

kebersihan diri, alat bantu untuk berpakaian,

berdandan, eliminasi dan makan

2) Dorong Kemandirian pasien, tapi bantu ketika

pasien tak mampu melakukannya

3) Ajarkan orangtua/keluarga untuk mendukung

kemandirian dengan membantu hanya ketika pasien

tak mampu melakukan (perawatan diri)

4) Kalaborasi dengan keluarga tentang aktivitas pasien


DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, Arif (2008). Buku Asuhan Keperawatan Klien Dengan

Gangguan Muskulosketal. Jakarta : EGC

Lukman, dan Ningsih, N., 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien

Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.

Wartatmo, 2013. Coordination of Health Cluster During Disaster

Response. Jakarta.

Muttaqin, Arif (2012). Buku Saku Gangguan Muskulosletal. Jakarta : EGC

Setiadi. (2012). Konsep Dan Penulisan Dokumentasi Asuhan

Keperawatan Teori Dan Praktek. Yogyakarta. Graha ilmu hal 183-184

NANDA (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017

Edisi 10 Editor T.H Herdinan dan S. Kamitsuru. Jakarta : ECG

Jitowiyono, S dan Kristiyanasari, W. 2012. Asuhan Keperawatan

Post Operasi Dengan Pendekatan Nanda, NIC, NOC. Yogyakarta : Nuha

Medika

Hidayat, A.A (2007). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia :

Aplikasi Konsep Dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Lukman, N.N (2013). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan

Gangguan System Musculoskeletal. Jakarta: Salemba Medika


Muttaqin, Arif (2008). Asuhan Keperawatan Klien Dengan

Gangguan Muskuloskletal.Jakarta :ECG

E. Oswari, 2011, Bedah dan Perawatannya, cetakan VI, Jakarta.


LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.”J”

dengan DIAGNOSA FRAKTUR TIBIA POST ORIF

Asuhan keperawatan ini telah dibaca dan diperiksa pada

Hari/tanggal:

Pembimbing akademik Mahasiswa

..................................... ..................................

Anda mungkin juga menyukai