Anda di halaman 1dari 15

A.

Definisi Fraktur

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang
rawan umumnya dikarenakan rudapaksa (Mansjoer, 2018). Fraktur adalah
rupturnya kontinuitas struktur dari tulang atau kartilago dengan tanpa disertai
subluksasi fragmen yang terjadi karena trauma atau aktivitas fisik dengan tekanan
yang berlebihan (Ningsih, 2017).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tualng, retak atau patahnya tulang


yang utuh, yang biasanya disebabkan rudakpaksa/tenaga fisik yang ditentukan
jenis dan luasnya (Lukman & Ningsih, 2017). Fraktur tulang adalah patah pada
tulang. Istilah yang digunakan untuk menjelaskan berbagai jenis fraktur tulang
antara lain fraktur inkomplit, fraktur simple dan fraktur compound ( Elizabet J.
Crowin, Phd, MSN, CNP, 2018).

Fraktur dibedakan menjadi:

1. Fraktur Tertutup adalah fraktur dengan kulit yang tidak tembus oleh fragmen
tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.

2. Fraktur Terbuka adalah fraktur dengan kulit ekstremitas yang terlibat telah
tembus, dan terdapat hubungan antara fragmen tulang dan dunia luar. Karena
adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu:
a. Grade I : sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit, luka <1 cm, kerusakan
jaringan, tidak ada tanda luka remuk, fraktur sederhana, komunikatif
ringan, kontaminasi minimal.
b. Grade II : Fraktur terbuka dan sedikit kerusakan kulit, laserasi <1 cm,
kerusakan jaringan lunak tidak luas, flap, komunikatif sedang,
kontaminasi sedang.
c. Garde III : Banyak sekali jenis kerusakan kulit, otot jaringan saraf dan
pembuluh darah serta luka sebesar 6-8 cm.
(Sjamsuhidayat, 2017 dalam wijaya & putri, 2018).
B. Etiologi

Etilogi fraktur berdasarkan klasifikasinya antara lain :

1. Cedera Traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:

a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga


tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur
melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya.

b. Cedara tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.

c. Fraktur yang disebakan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang
kuat.

2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat menyebabkan fraktur, seperti:
a. Tumor tulang (jinak dan ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat dari infeksi
akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat
dan sakit nyeri.
c. Rakhitis merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D.
d. Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di
kemiliteran.
(Sachdeva, 2017 dalam Kristiyansari, 2018)

C. Patofisiologi dan Pathways

Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan


adanya gaya tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik, dan
patologik. Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya
pegas untuk menahan apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar maka
terjadi trauma yang mengakibatkan terputusnya kontinuitas tulang. Setelah
terjadi fraktur periosteum dan pembuluh darah serta saraf korteks, marrow, dan
jaringan lunak yang membungkus tulang akan rusak. Sewaktu patah tulang
biasanya terjadi perdarahan disekitar tempat patah kedalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.

Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Infusiensi pmbuluh


darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang
tidak dapat ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan. faktor yang mempengaruhi fraktur
yaitu tekanan dari luar tergantung besar kecilnya tekanan dan daya tahan tulang
seperti kepadatan atau kekerasan tulang.

Pathways

Tekanan eksternal : pemukulan, penghancuran, penarikan dan

benturan dan fraktur patologis

Ketidakmampuan tulang menahan tekanan eksternal

Pergeseran tulang Tekanan langsung Kerusakan jaringan G3. neuro


Nyeri
Deformitas kerusakan fragmen tulang laserasi kulit luka terbuka
akut
Ekstremitas tidak berfungsi
Gangguan Resiko
secara baik pembuluh darah terputus integritas kulit infeksi

Perdarahan hebat penurunan kekuatan otot


Hambatan mobilitas
fisik kelemahan

Resiko syok hipovolemik


Defisit perawatan diri

Sumber: (lailul.2018)
D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat
karena penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.
2. Deformitas (perubahan struktur dan bentuk) disebakan oleh ketergantungan
fungsional otot pada kesetabilan otot.
3. Pembengkakan akibat vasodilatasi, eksudasi plasma dan adanya peningkatan
leukosit pada jaringan disekitar tulang.
4. Saat ektremitas diperiksa di tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Kurang sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf, dimana
saraf ini dapat terjadi atau terputus oleh fragmen tulang.
6. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan tulang,
nyeri atau spasme otot.
7. Krepitasi sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur sehingga
menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya.
8. Pergerakan abnormal.
9. Spasme otot karena tingkat kecatatan, kekuatan otot yang sering disebabkan
karena tulang menekan otot.
(Mansjoer, Arif, 2018)

E. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


1. X-ray: untuk menentukan luas/lokasi fraktur.
2. Scan tulang: untuk memperlihatkan fraktur dengan jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram: untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vasekuler.
4. Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan, peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan.
5. Kreatinin: trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk klirens
ginjal.
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
darah atau cedera hati.
(Dongoes, 2016 dalam Wijaya Putri, 2017 : 2018)

F. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2018) dibagi menjadi 2
yaitu:
1. Komplikasi awal
a. Syok
Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang merupakan
organ yang sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat
besar sebagai akibat dari trauma khususnya pada fraktur femur dan fraktur
pelvis.
b. Emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah
karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan
katekolamin yang dilepaskan memobilisasi asam lemak kedalam aliran
darah. Globula lemak ini bergabung dengan trombosit membentuk emboli
yang dapat menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok darah ke
otak, paru- paru, ginjal dan organ lainnya.
c. Compartment Syndrome
Compartment syndrome merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh
karena penurunan ukuran fasia yang membungkus otot terlalu ketat,
balutan yang terlalu ketat dan peningkatan isi kompartemen karena
perdarahan atau edema.
d. Komplikasi awal lainnya seperti infeksi, tromboemboli dan koagulopati
intravaskular.

2. Komplikasi lambat
a. Delayed union, malunion, nonunion
Penyatuan terlambat (delayed union) terjadi bila penyembuhan tidak
terjadi dengan kecepatan normal berhubungan dengan infeksi dan
distraksi (tarikan) dari fragmen tulang. Tarikan fragmen tulang juga dapat
menyebabkan kesalahan bentuk dari penyatuan tulang (malunion). Tidak
adanya penyatuan (nonunion) terjadi karena kegagalan penyatuan ujung-
ujung dari patahan tulang.
b. Nekrosis avaskular tulang
Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah dan
mati. Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti
dengan tulang yang baru. Sinar-X menunjukkan kehilangan kalsium dan
kolaps struktural.
c. Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan tulang namun
pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan
gejala. Nyeri dan penurunan fungsi merupakan indikator terjadinya
masalah. Masalah tersebut meliputi kegagalan mekanis dari pemasangan
dan stabilisasi yang tidak memadai, kegagalan material, berkaratnya alat,
respon alergi terhadap logam yang digunakan dan remodeling
osteoporotik disekitar alat.

G. Penatalaksanaan
1. Penatalakasanaan Konservatif
a. Proteksi adalah proteksi fraktur yang mencegah trauma lebih lanjut
dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau
tongkat apada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi dengan bidang eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan
bidai eksterna hanya memberikan imobilisasi. Biasanya menggunakan
gips atau macam-macam bidai dari plastik atau metal.
c. Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan imobilisasi
ekterna dengan menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan
manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi, tindakan ini
mempunyai tujuan utama, yaitu beberapa reduksi yang bertahap
imobilisasi.

2. Penatalaksanaan Pembedahan
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi perkuatan atau K-Wire.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal dan fiksasi eksternal tulang yaitu:
c. Open Reduction and Internal Fixation atau reduksi terbuka dengan fiksasi
internal. Orif akan mengimobilisasi fraktur dengan melakukan
pembedahan dengan memasukkan paku, skrup atau pen kedalam tempat
fraktur untuk mengfiksasi bagian tulang pada fraktur secara bersamaan.
Fiksasi internal sering digunakan untuk merawat fraktur pada tulang
pinggul yang sering terjadi pada orang tua.
d. Open Reduction Terbuka dengan Fiksasi Eksternal. Tindakan ini
merupakan pilihan bagi sebagian besar fraktur. Fiksasi eksternal dapat
menggunakan konselosascrew atau dengan metilmetaklirat (aklirik gigi)
atau fiksasi eksterna dengan jenis-jenis lain seperti gips.
(Muttaqin, 2018)
H. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses


keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-
masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada
tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan
darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.
Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien
digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa
sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan
klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa
jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah
buruk pada malam hari atau siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh
mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya
kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung.
Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s
yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk
menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt
beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes
menghambat proses penyembuhan tulang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya
dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga
ataupun dalam masyarakat.
g. Riwayat Penyakit Lingkunagan
Pada pengkajian ini membahas kondisi tempat tinggal, dan lokasi,
meliputi: apakah lokasi dekat dengan pabrik, jalan raya, atau pedesaan,
dan keadaan rumah redup atau terang, suasana rumah ramai atau tenang.
h. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji: bersihan jalan nafas, ada/tidaknya sumbatan pada jalan nafas,
distress pernafasan, tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan,
edema laring
2) Breathing
Kaji: frekuensi nafas, usaha, dan pergerakan dinding dada, suara
pernafasan melalui hidung dan mulut, udara yang dikeluarkan dari
jalan nafas
3) Circulation
Kaji: denyut nadi karotis, tekanan darah, warna dan kelembaban
kulit, tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
4) Disability
Kaji: tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas, GCS, ukuran pupil dan
responnya terhadap cahaya
5) Exposure
Kaji: tanda-tanda trauma yang ada
i. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu: pemeriksaan umum (status generalisata)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis).
Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada
kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang
lebih sempit tetapi lebih mendalam. Gambaran umum perlu menyebutkan:
Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda,
seperti: Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik,
ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut. Tanda-tanda
vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
Secara sistemik dari kepala sampai kelamin.

 Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat,
bengkak, oedema, nyeri tekan.
a) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normocephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri dan tidak ada lesi.
b) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.
c) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tidak edema.
d) Mata
Konjungtiva anemis jika terjadi perdaraha hebat dan tidak ada
sekret.
e) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
f) Hidung
Tidak ada deformitas, simetris, tidak ada pernafasan cuping
hidung dan tidak ada sekret.
g) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,
mukosa mulut tidak pucat.
h) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
i) Paru-paru
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan
dengan paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba
sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara
tambahan lainnya.
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau
suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
j) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Perkusi : tidak ada pembesaran jantung.
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
k) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Tugor baik, tidak ada benjolan, tidak ada
defands muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang
cairan.
Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
l) Genetalia-Anus
Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran lymphe, tidak ada
kesulitan BAB.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan
fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, cedera
otot, cedera medulla spinalis, fraktur.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,
pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).
c. Hamabatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuscular, nyeri, gangguan musculoskeletal, gangguan
neuromuscular, kenggenan memulai pergerakan, terapirestriktif
(imobilisasi).
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan
penurunan kekuatan otot.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,
perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasive dan
kerusakan kulit.
f. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan volume darah
akibat trauma (fraktur).

3. Perencanaan Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot, gerakan
fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam nyeri


dapat terkontrol.
Kriteria Hasil: Skala nyeri menurun, ekspresi wajah tidak menahan nyeri,
tanda-tanda vital normal.
Intervensi:
1) Kaji secara menyeluruh tentang nyeri termasuk lokasi, durasi,
frekuensi, intensitas, dan faktor penyebab.
2) Observasi isyarat non verbal dari ketidaknyamanan terutama jika
tidak dapat berkomunikasi secara efektif.
3) Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama
akan berakhir dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
4) Berikan posisi yang nyaman
5) Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya: relaksasi, guide, imagery,
terapi musik, distraksi)
6) Kolaborasikan pemberian analgetik

b. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,


perubahan sirkulasi, kadar gula darah yang tinggi, prosedur invasive dan
kerusakan kulit.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam resiko
infeksi dapat terkontrol.
Kriteria Hasil: Mampu mengidentifikasi potensial resiko infeksi, tidak ada
tanda-tanda infeksi.
Intervensi:
1) Monitor tanda dan gejala infeksi
2) Pertahankan tehnik isolasi yang sesuai
3) Bersihkan lingkungan dengan baik setelah digunakan untuk pasien
4) Berikan terapi antibiotik yang sesuai
5) Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana
menghindari infeksi
6) Ajarkan pasien dan anggota keluarga mengenai bagaimana tanda dan
gejala infeksi
7) Pastikan perawatan luka yang tepat dorong intake nutrisi yang tepat

c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka


neuromuscular, nyeri, gangguan musculoskeletal, gangguan
neuromuscular, kenggenan memulai pergerakan, terapirestriktif
(imobilisasi).

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam


mobilitas fisik dapat terkontrol.
Kriteria Hasil: Keseimbangan penampilan memposisikan tubuh, mampu
menggerakan sendi dan otot secara perlahan.
Intervensi:
1) Monitor pasien dalam menggunakan alat bantujalan yang lain
2) Bantu pasien untuk menggunakan fasilitas alat bantu jalan dan cegah
kecelakaan atau jatuh.
3) Instruksikan pasien/pemberi pelayanan ambulansi tentang teknik
ambulansi.
4) Tempatkan tempat tidur pada posisi yang mudah dijangkau/diraih
pasien.
5) Kolaborasikan dengan fisioterapi tentang rencana ambulansi sesuai
kebutuhan

d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,


pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup).
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
gangguan integritas kulit teratasi.
Kriteria Hasil: Lesi dikulit tidak melebar, warna kulit tidak pucat, kulit
elastis
Intervensi:
1) Observation ekstremitas oedema, ulserasi, kelembaban
2) Monitor warna kulit, temperature, elastisitas.
3) Monitor kondisi insisi bedah
4) Monitor kulit pada daerah kerusakan dan kemerahan
5) Berikan perawatan luka yang teratur

e. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuscular dan


penurunan kekuatan otot.

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam defisist


perawatan diri teratasi.
Kriteria Hasil: personal hygine baik.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan untuk menggunakan alat bantu
2) Kaji kondisi kulit
3) Ajarkan pasien/keluarga penggunaan metode alternatif untuk mandi
dan hygine mulut
4) Libatkan keluarga dalam penentuan rencana

f. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan volume darah


akibat trauma (fraktur).

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak


terjadi syok hipovolemik.
Kriteria Hasil: turgor kulit baik, tidak ada tanda-tanda dehidrasi, TTV
normal, keseimbangan cairan ditubuh.
Intervensi:
1) Kaji TTV
2) Observasi tanda - tanda dehidrasi
3) Monitor adanya sumber kehilangan cairan
4) Dukung asupan cairan oral
5) Berikan cairan IV isotonic yang diresepkan
6) Kolaborasi dalam pemberian transfusi, pemberian koagulantia dan
uterotonika
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2018. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC.

Gloria M. Bulechek, et al. 2017. Nursing Interventions Classifications (NIC), Edisi


Keenam. Missouri: Mosby Elsevier.

Morhedd, dkk. 2017. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi Kelima.


Missouri: Mosby Elsevier.

Muna lailul. 2018. Laporan Pendahuluan Fraktur. Stikes Muhammadiyah Kendal.

Muttaqin, Arif. 2018. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Kardiovaskular Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Edisi


10. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai