Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

Oleh:
TOFIK KOMAYUDIN
PB202305036

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KLATEN
2023/2024

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Fraktur
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang rawan
umumnya dikarenakan rudapaksa (Mansjoer, 2008). Fraktur adalah rupturnya
kontinuitas struktur dari tulang atau kartilago dengan tanpa disertai subluksasi
fragmen yang terjadi karena trauma atau aktivitas fisik dengan tekanan yang
berlebihan (Ningsih, 2011).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tualng, retak atau patahnya tulang yang
utuh, yang biasanya disebabkan rudakpaksa/tenaga fisik yang ditentukan jenis dan
luasnya (Lukman & Ningsih, 2009). Fraktur tulang adalah patah pada tulang. Istilah
yang digunakan untuk menjelaskan berbagai jenis fraktur tulang antara lain fraktur
inkomplit, fraktur simple dan fraktur compound ( Elizabet J. Crowin, Phd, MSN,
CNP, 2008).
Fraktur dibedakan menjadi:
1. Fraktur Tertutup adalah fraktur dengan kulit yang tidak tembus oleh fragmen
tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan.
2. Fraktur Terbuka adalah fraktur dengan kulit ekstremitas yang terlibat telah
tembus, dan terdapat hubungan antara fragmen tulang dan dunia luar. Karena
adanya perlukaan kulit. Fraktur terbuka dibagi atas 3 derajat, yaitu:
a. Grade I : sakit jelas dan sedikit kerusakan kulit, luka <1 cm, kerusakan
jaringan, tidak ada tanda luka remuk, fraktur sederhana, komunikatif ringan,
kontaminasi minimal.
b. Grade II : Fraktur terbuka dan sedikit kerusakan kulit, laserasi <1 cm,
kerusakan jaringan lunak tidak luas, flap, komunikatif sedang, kontaminasi
sedang.
c. Garde III : Banyak sekali jenis kerusakan kulit, otot jaringan saraf dan
pembuluh darah serta luka sebesar 6-8 cm.
(Sjamsuhidayat, 2010 dalam wijaya & putri, 2013).

B. Etiologi
Etilogi fraktur berdasarkan klasifikasinya antara lain :
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
a. Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang
dan kerusakan pada kulit diatasnya.
b. Cedara tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan menyebabkan fraktur
klavikula.
c. Fraktur yang disebakan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat menyebabkan fraktur, seperti:
a. Tumor tulang (jinak dan ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru yang tidak
terkendali dan progresif.
b. Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat dari infeksi akut
atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif, lambat dan sakit
nyeri.
c. Rakhitis merupakan suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D.
d. Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di
kemiliteran.
(Sachdeva, 2002 dalam Kristiyansari, 2012)

C. Patofisiologi dan Pathways


Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan adanya
gaya tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik, dan patologik. Tulang
bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan
apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar maka terjadi trauma yang
mengakibatkan terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur periosteum dan
pembuluh darah serta saraf korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus
tulang akan rusak. Sewaktu patah tulang biasanya terjadi perdarahan disekitar tempat
patah kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan.
Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Infusiensi pmbuluh
darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yang tidak
dapat ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan
kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan mengakibatkan
peningkatan tekanan jaringan. faktor yang mempengaruhi fraktur yaitu tekanan dari
luar tergantung besar kecilnya tekanan dan daya tahan tulang seperti kepadatan atau
kekerasan tulang.
Pathways

Tekanan eksternal : pemukulan, penghancuran, penarikan dan benturan dan fraktur

patologis

Ketidakmampuan tulang menahan tekanan eksternal

Pergeseran tulang Tekanan langsung Kerusakan jaringan G3. neuro


Nyeri
Deformitas kerusakan fragmen tulang laserasi kulit luka terbuka
akut
Ekstremitas tidak berfungsi
Gangguan Resiko
secara baik pembuluh darah terputus integritas kulit infeksi

Perdarahan hebat penurunan kekuatan otot


Hambatan mobilitas
fisik kelemahan

Resiko syok hipovolemik


G3 body image Defisit perawatan diri

G3 pola tidur
tidur

D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat karena
penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.
2. Deformitas (perubahan struktur dan bentuk) disebakan oleh ketergantungan
fungsional otot pada kesetabilan otot.
3. Pembengkakan akibat vasodilatasi, eksudasi plasma dan adanya peningkatan
leukosit pada jaringan disekitar tulang.
4. Saat ektremitas diperiksa di tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya.
5. Kurang sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf, dimana saraf
ini dapat terjadi atau terputus oleh fragmen tulang.
6. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan tulang, nyeri
atau spasme otot.
7. Krepitasi sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur sehingga menyebabkan
kerusakan jaringan sekitarnya.
8. Pergerakan abnormal.
9. Spasme otot karena tingkat kecatatan, kekuatan otot yang sering disebabkan
karena tulang menekan otot.
(Mansjoer, Arif, 2014)

E. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


1. X-ray: untuk menentukan luas/lokasi fraktur.
2. Scan tulang: untuk memperlihatkan fraktur dengan jelas, mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram: untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vasekuler.
4. Hitung darah lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan, peningkatan leukosit sebagai respon terhadap peradangan.
5. Kreatinin: trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi darah
atau cedera hati.
(Dongoes, 2002 dalam Wijaya Putri, 2013 : 2014)

F. Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Komplikasi awal
a. Syok
Syok hipovolemik akibat dari perdarahan karena tulang merupakan organ
yang sangat vaskuler maka dapat terjadi perdarahan yang sangat besar sebagai
akibat dari trauma khususnya pada fraktur femur dan fraktur pelvis.
b. Emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur, globula lemak dapat masuk kedalam darah karena
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler dan katekolamin
yang dilepaskan memobilisasi asam lemak kedalam aliran darah. Globula
lemak ini bergabung dengan trombosit membentuk emboli yang dapat
menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok darah ke otak, paru- paru,
ginjal dan organ lainnya.
c. Compartment Syndrome
Compartment syndrome merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang dari yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan oleh
karena penurunan ukuran fasia yang membungkus otot terlalu ketat, balutan
yang terlalu ketat dan peningkatan isi kompartemen karena perdarahan atau
edema.
d. Komplikasi awal lainnya seperti infeksi, tromboemboli dan koagulopati
intravaskular.

2. Komplikasi lambat
a. Delayed union, malunion, nonunion
Penyatuan terlambat (delayed union) terjadi bila penyembuhan tidak
terjadi dengan kecepatan normal berhubungan dengan infeksi dan distraksi
(tarikan) dari fragmen tulang. Tarikan fragmen tulang juga dapat
menyebabkan kesalahan bentuk dari penyatuan tulang (malunion). Tidak
adanya penyatuan (nonunion) terjadi karena kegagalan penyatuan ujung-
ujung dari patahan tulang.
b. Nekrosis avaskular tulang
Nekrosis avaskular terjadi bila tulang kekurangan asupan darah dan mati.
Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorpsi dan diganti dengan tulang
yang baru. Sinar-X menunjukkan kehilangan kalsium dan kolaps struktural.
c. Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Alat fiksasi interna diangkat setelah terjadi penyatuan tulang namun pada
kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat sampai menimbulkan gejala.
Nyeri dan penurunan fungsi merupakan indikator terjadinya masalah. Masalah
tersebut meliputi kegagalan mekanis dari pemasangan dan stabilisasi yang
tidak memadai, kegagalan material, berkaratnya alat, respon alergi terhadap
logam yang digunakan dan remodeling osteoporotik disekitar alat.

G. Penatalaksanaan
1. Penatalakasanaan Konservatif
a. Proteksi adalah proteksi fraktur yang mencegah trauma lebih lanjut dengan
cara memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat apada
anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi dengan bidang eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan bidai
eksterna hanya memberikan imobilisasi. Biasanya menggunakan gips atau
macam-macam bidai dari plastik atau metal.
c. Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan imobilisasi ekterna
dengan menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi
dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan counter traksi, tindakan ini
mempunyai tujuan utama, yaitu beberapa reduksi yang bertahap imobilisasi.
2. Penatalaksanaan Pembedahan
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi perkuatan atau K-Wire.
b. Reduksi terbuka dengan fiksasi internal dan fiksasi eksternal tulang yaitu:
c. Open Reduction and Internal Fixation atau reduksi terbuka dengan fiksasi
internal. Orif akan mengimobilisasi fraktur dengan melakukan pembedahan
dengan memasukkan paku, skrup atau pen kedalam tempat fraktur untuk
mengfiksasi bagian tulang pada fraktur secara bersamaan. Fiksasi internal
sering digunakan untuk merawat fraktur pada tulang pinggul yang sering
terjadi pada orang tua.
d. Open Reduction Terbuka dengan Fiksasi Eksternal. Tindakan ini merupakan
pilihan bagi sebagian besar fraktur. Fiksasi eksternal dapat menggunakan
konselosascrew atau dengan metilmetaklirat (aklirik gigi) atau fiksasi eksterna
dengan jenis-jenis lain seperti gips.
(Muttaqin, 2008)

H. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,
untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien
sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan
proses keperawatan sangat bergantuang pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no.
register, tanggal MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan
klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien,
bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa
sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur,
yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini
bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan
memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-
penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget’s yang
menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain
itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya
osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan
salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis
yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang
cenderung diturunkan secara genetik.
f. Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat.
g. Riwayat Penyakit Lingkunagan
Pada pengkajian ini membahas kondisi tempat tinggal, dan lokasi,
meliputi: apakah lokasi dekat dengan pabrik, jalan raya, atau pedesaan, dan
keadaan rumah redup atau terang, suasana rumah ramai atau tenang.
h. Pengkajian Primer
1) Airway
Kaji: bersihan jalan nafas, ada/tidaknya sumbatan pada jalan nafas,
distress pernafasan, tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan,
edema laring
2) Breathing
Kaji: frekuensi nafas, usaha, dan pergerakan dinding dada, suara
pernafasan melalui hidung dan mulut, udara yang dikeluarkan dari jalan
nafas
3) Circulation
Kaji: denyut nadi karotis, tekanan darah, warna dan kelembaban kulit,
tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
4) Disability
Kaji: tingkat kesadaran, gerakan ekstremitas, GCS, ukuran pupil dan
responnya terhadap cahaya
5) Exposure
Kaji: tanda-tanda trauma yang ada
i. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu: pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini
perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam. Gambaran umum perlu menyebutkan: Keadaan umum: baik atau
buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti: Kesadaran penderita:
apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien.
Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada
gangguan baik fungsi maupun bentuk. Secara sistemik dari kepala sampai
kelamin.
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak,
oedema, nyeri tekan.
a) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normocephalik, simetris, tidak ada
penonjolan, tidak ada nyeri dan tidak ada lesi.
b) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
c) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi
maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tidak edema.
d) Mata
Konjungtiva anemis jika terjadi perdaraha hebat dan tidak ada
sekret.
e) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi
atau nyeri tekan.
f) Hidung
Tidak ada deformitas, simetris, tidak ada pernafasan cuping hidung
dan tidak ada sekret.
g) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa
mulut tidak pucat.
h) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
i) Paru-paru
Inspeksi : Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya
tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan
paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, tak ada redup atau suara
tambahan lainnya.
Auskultasi : Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
j) Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung.
Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
Perkusi : tidak ada pembesaran jantung.
Auskultasi : Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
k) Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
Palpasi : Tugor baik, tidak ada benjolan, tidak ada defands
muskuler, hepar tidak teraba.
Perkusi : Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
Auskultasi : Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
l) Genetalia-Anus
Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran lymphe, tidak ada
kesulitan BAB.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisik : trauma ( D.0077,
Hal 172)
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka, pemasangan
traksi (pen, kawat, sekrup).
c. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan gangguan
muskoloskeletal ( D.0064, Hal 124)
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan Gangguan muskuloskeletal
(D.0109, Hal 240)

e. Resiko Infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif. (D.0142, Hal 304)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan ( Kriteria Hasil) Intervensi
1) Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan Mobilisasi (I.05177)
berhubungan dengan gangguan selama 2x24 jam diharapkan keutuhan Observasi
muskoloskeletal kulit atau jaringan dapat terpenuhi dengan 1. Identifikasi keterbatasan pergerakan
KH: sendi
1. Pergerakan meningkat ( Skor 5 ) 2. Monitor lokasi ketidaknyamanan atau
2. Kekuatan otot meningkat ( Skor 5 ) nyeri pada saat bergerak
3. Rentang gerak Meningkat ( Skor 5 ) Terapeutik
4. Nyeri Menurun ( Skor 5 ) 1. Cegah terjadinya cedera selama
5. Kecemasan menurun ( Skor 5 ) latihan rentang gerak dilakukan
2. Failitasi mengoptimalkan posisi
tubuh untuk pergerakkan endi yang
aktif dan pasif
3. Lakukan gerakan pasif dengan
bantuan sesuai indikasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan danprosedur latihan
2. Anjurkan melakukan rentang gerak
pasif dan aktif secara sistematis
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan fisioterapis
mengembangkan program latihan,
jika perlu
2) Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan keper selama Dukungan Perawatan Diri ( I.11348)
berhubungan dengan Gangguan 2x24 jam diharapkan nyeri dapat Observasi
muskuloskeletal berkurang dengan KH : 1. Identifiksi kebiasaan aktivitas
1. Kemampuan mandi meningkat ( Skor perawatan diri sesuai usia
5) 2. Monitor tingkat kemandirian
2. Kemampuan ke toilet (BAB/BAK) Terapeutik
meningkat ( Skor 5) 1. Dampingi dalam melakukan
3. Mempertahankan kebersihan diri perawatan diri sampai mandiri
meningkat ( Skor 5) 2. Fasilitasi kemandirian, bantu jika
4. Mempertahankan kebersihan mulut tidak mampu melakukan perawatan
meningkat ( Skor 5) diri
3. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
1. Anjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemaampuan
3) Nyeri akut b.d agen pencidera fisik Setelah dilakukan tindakan keper selama Manajemen Nyeri ( I.08238 Hal 201)
: trauma 3x 7 jam diharapkan nyeri dapat Observasi
berkurang dengan KH : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
1) Keluhan nyeri menurun ( Skor 5 ) durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
2) Meringis menurun ( Skor 5 ) nyeri.
3) Sikap protektif menurun ( Skor 5 ) 2. Identifikasi skala nyeri
4) Gelisah Menurun ( Skor 5 ) 3. Identifikasi respon nyeri verbal
5) Frekuensi nadi membaik ( Skor 5) Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmkologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruanganm pencahayaan, kebisingan)
3. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan strategi meredakan nyeri
2. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
3. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
4. Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
4) Resiko Infeksi dibuktikan dengan efek Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi ( I.14539 Hal 278)
prosedur invasif. selama 3x 7 jam diharapkan derajat infeksi Observasi
dapat menurun dengan KH: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local
1. Demam menurun dan sistemik
2. Kemerehan menurun Terapeutik
3. Nyeri menurun 1. Batasi jumlah pengunjung
4. Bengkak menurun 2. Berikan perawatan kulit pada area
5. Kultur area luka membaik edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
4. Pertahankan teknik aseptic pada
pasien beresiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
3. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
4. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan suatu tindakan keperawatan yang dilakukan
sesuai dengan rencana intervensi keperawatan yang selalu ditentukan untuk
mengatasi masalah keperawatan yang muncul.

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan
perubahan keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dipersiapkan
pada tahap intervensi.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 12. Jakarta: EGC

Muttaqin, Arif. 2012. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal Dan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.

SDKI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan


Pengurus Pusat.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia:
Jakarta Selatan.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Jakarta
Selatan.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Jakarta
Selatan.

Anda mungkin juga menyukai